94123549 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah
Di hampir semua perusahaan maupun berbagai jenis tempat usaha yang ada,
pegawai merupakan asset penting yang wajib mereka jaga. Oleh karena itu tiap
perusahaan tersebut dituntut untuk mampu mengoptimalkan kinerja pegawainya. Salah
satu pendekatan dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai tersebut dapat dilakukan
melalui praktek kepemimpinan atau gaya kepemimpinan yang handal dan pemberian
motivasi berprestasi yang tinggi dan terarah.
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin
para bawahannya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan.
Kepemimpinan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi, karena
keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada wibawanya, dan juga
kemampuan pemimpin itu di dalam menciptakan motivasi di dalam diri setiap
pegawainya.
Kurang adanya peranan pemimpin dalam menciptakan komunikasi yang harmonis
serta memberikan pembinaan pegawai, akan menyebabkan tingkat kinerja pegawai
rendah. Demikian halnya dengan kurangnya motivasi pegawai seperti tidak disiplin
masuk kerja, malas-malasan dalam bekerja akan menyebabkan kinerja pegawai

rendah. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membuat karya tulis dengan
judul “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP
KINERJA PEGAWAI.”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan
yang diberikan terhadap kinerja pegawai?
1

2. Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja yang
diberikan terhadap kinerja pegawai?
3. Berapakah besarnya pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja
terhadap kinerja pegawai?
1.3 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah hanya pada pengaruh gaya kepemimpinan dan
motivasi kerja terhadap kinerja pegawai SPBU Harapan Indah.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
gaya kepemimpinan yang diberikan terhadap kinerja pegawai.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
motivasi kerja yang diberikan terhadap kinerja pegawai.

3. Untuk mengetahui berapa besarnya pengaruh gaya kepemimpinan dan
motivasi kerja terhadap kinerja pegawai.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademis
Dapat memberikan pengetahuan mengenai gaya kepemimpinan dan
motivasi sehingga dapat berguna di masa yang akan datang.
2. Bagi Praktisi
Dapat mengetahui pengaruh antara gaya kepemimpinan dan motivasi
kerja yang diberikan dengan kinerja pegawai.
1.6 Kerangka Pemikiran
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Kinerja Pegawai (Y)

2

Kepemimpinan adalah usaha suatu program pada saat terjadinya interaksi
melalui komunikasi dengan gaya tertentu yang memotivasi seseorang
atau kelompok dengaan pengaruh yang tidak memaksa untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan kinerja pegawai merupakan hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan

secara legal, tidak melanggar hukum, serta sesuai dengan moral maupun
etika. Kepemimpinan itu ditentukan dengan gaya kepemimpinan yang
dimiliki oleh pemimpin itu sendiri, jika gaya kepemimpinan yang diberikan
baik dan dapat memberikan arahan kepada bawahan dengan baik maka
kinerja pegawai akan meningkat sesuai dengan gaya kepemimpinan yang
diberikan.
2. Pengaruh Motivasi Kerja (X2) dengan Kinerja Pegawai (Y)
Motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik
yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu
pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan
ketrampilan yang dimilikinya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang
berkualitas dan berkuantitas maka seorang pegawai membutuhkan
motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat
kerjanya sehingga meningkatkan kinerjanya.
3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X1) dan Motivasi Kerja (X2) secara bersamasama dengan Kinerja Pegawai (Y)
Gaya kepemimpinan ditentukan oleh pemimpin itu sendiri, sehingga jika
gaya kepemimpinan yang diterapkan baik dan dapat memberikan arahan
yang baik kepada bawahan, maka akan timbul kepercayaan dan
menciptakan motivasi kerja dalam diri pegawai, sehingga semangat kerja


3

pegawai meningkat yang juga mempengaruhi kinerja pegawai kearah
yang lebih baik.

1.7 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat pengaruh antara Gaya Kepemimpinan (X1) terhadap Kinerja
Pegawai (Y)
2. Terdapat pengaruh antara Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja Pegawai (Y)
3. Terdapat pengaruh antara Gaya Kepemimpinan (X1) dan Motivasi Kerja (X2)
terhadap Kinerja Pegawai (Y)

4

BAB 2
Landasan Teori
2.1 Kepemimpinan
”Kepemimpinan menurut Ralph M. Stogdill (Wahjosumidjo 1994:23) didefinisikan
sebagai sarana pencapaian tujuan yang dimaksudkan dalam hubungan ini
pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang

berperilaku secera bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan
mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai
peranan

sebagai

kekuatan

dinamik

yang

mendorong,

memotivasi

dan

mengkoordinasikan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan”
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen

organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasanketerbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk
memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual,
kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi
dan persepsi mengenai pengaruh yang sah
2.2 Gaya Kepemimpinan
Gaya

kepemimpinan

pada

dasarnya

mengandung

pengertian

sebagai

suatu


perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat
yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang menyatakan bahwa pola
tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin
dalam politik. Sedangkan menurut Tjiptono(2001:161), gaya kepemimpinan adalah

5

suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari
seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004:29).

Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para
pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya
yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. House dan Mitchel

(Sutarto 1995:131) disamping mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi
perilaku kepemimpinan, yaitu faktor pribadi bawahan dan faktor lingkungan kerja, kedua
orang tersebut membedakan adanya empat gaya kepemimpinan, yaitu:
1. Pemimpin Pengarah (Leader Directiveness)
2. Pemimpin Pendukung (Leader Supportiveness)
3. Pemimpin Peranserta (Participative Leadership)
4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership)
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :
1. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born and not made” (pemimpin
itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini
berpendapat bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah
dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam keadaan yang bagaimanapun
seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia
akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan
ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
2. Teori Sosial

6


Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori
inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa
“leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya terlahir
dengan sendirinya).
Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini
mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi
pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka
sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang
disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil
menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat
tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman
yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segisegi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang
paling mendekati kebenaran.
Selain teori-teori dan pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya
gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengemukakan bahwa
gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu
pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut

diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992)
mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari
pemimpin (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan sebagai : k =
f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pemimpin (p) adalah seseorang yang dapat
mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang
telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan
baik jika pemimpin mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpin
mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan
7

konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang
merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap
melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai
tujuan.
Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis,
karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini.
Oleh sebab itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat
mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang
kondusif, di mana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi
perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan

bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pemimpin pada beberapa tahun yang
lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang
situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan tersebut, yaitu pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang
saling terkait satu dengan lainnya, dan akan
menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.

Dalam praktiknya, berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah
sebagian berikut (Siagian,1997).
1. Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri
sebagai berikut:
a. Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; menganggap bawahan
sebagai alat semata-mata;
c. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
d. Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya;
e. Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
8

2. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin
tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat
berikut :
a. Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;
b. Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya;
c. Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan;
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
e. Sukar menerima kritikan dari bawahannya;
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe Paternalistis
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah
seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu
melindungi (overly protective);
b. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif;
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya
kreasi dan fantasinya;
e. Sering bersikap maha tahu.
4. Tipe Karismatik
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab
mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin
yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut

itu

pemimpin itu.

Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin
9

yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian
diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan,
profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.
5. Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang
demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe
kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa
manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
b. Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi

dengan

kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya;
c. Senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya;
d.Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai
tujuan;
e. Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk
berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat
kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya;
g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

2.3 Motivasi
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak atau
menggerakkan. Motivasi diartikan juga sebagai suatu kekuatan sumber daya yang
menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya yang
dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu tindakan yang
dikehendaki, sedangkan motif sebagai daya gerak seseorang untuk berbuat. Karena
perilaku seseorang cenderung berorientasi pada tujuan dan didorong oleh keinginan
untuk mencapai tujuan tertentu.
10

Dalam konteks pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam
mendorong seorang karyawan untuk bekerja. Motivasi adalah kesediaan individu untuk
mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi (Stephen P.
Robbins, 2001). Ada tiga elemen kunci dalam motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi
dan kebutuhan. Upaya merupakan ukuran intensitas. Bila seseorang termotivasi maka
ia akan berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, namun belum tentu upaya
yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan
intensitas dan kualitas dari upaya tersebut serta difokuskan pada tujuan organisasi.
Kebutuhan adalah kondisi internal yang menimbulkan dorongan, dimana
kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menimbulkan tegangan yang merangsang
dorongan dari dalam diri individu. Dorongan ini menimbulkan perilaku pencarian untuk
menemukan tujuan, tertentu. Apabila ternyata terjadi pemenuhan kebutuhan, maka
akan terjadi pengurangan tegangan. Pada dasarnya, karyawan yang termotivasi berada
dalam kondisi tegang dan berupaya mengurangi ketegangan dengan mengeluarkan
upaya.
”Motivasi menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan (2008:219) adalah pemberian daya
gerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama,
bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan”
Teori Hirarki menurut A.H. Maslow (Ulber Silalahi 2002:345) menunjukan adanya
lima tingkatan keinginan dan kebutuhan manusia. Kebutuhan tersebut adalah :
1. Kebutuhan fisiologis ( physiological needs )
2. Kebutuhan keamanan (safety needs)
3. Kebutuhan social ( social needs )
4. Kebutuhan penghargaan ( esteem needs )
5. Kebutuhan aktualisasi (Self actualization needs )

Selain itu ada juga 5 teori motivasi yang berpengaruh besar dalam praktek
pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi.:

11

1. Teori Efek Hawthorn
Penelitian oleh Elton Mayo pada perusahaan General Electric kawasan Hawthorn
di Chicago, memilki dampak pada motivasi kelompok kerja dan sikap karyawan
dalam bekerja. Kontribusi hasil penelitian tersebut bagi perkembangan teori
motivasi adalah:
· Kebutuhan dihargai sebagai manusia ternyata lebih penting dalam meningkatkan
motivasi dan produktivitas kerja karyawan dibandingkan dengan kondisi fiisik
lingkungan kerja.
· Sikap karyawan dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi baik di dalam maupun di
luar lingkungan tempat kerja.
· Kelompok informal di lingkungan kerja berperan penting dalam membentuk
kebiasaan dan sikap para karyawan.
· Kerjasama kelompok tidak terjadi begitu saja, tetapi harus direncanakan dan
dikembangkan.
2. Teori Kebutuhan
Menurut Abraham Maslow, pada dasarnya karyawan bekerja untuk memenuhi
kebutuhan sebagai berikut:
· Kebutuhan fisiologis.
· Kebutuhan rasa aman.
· Kebutuhan social.
· Kebutuhan harga diri.
· Kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat hierarkis, yaitu suatu kebutuhan akan
timbul apabila kebutuhan dasar sebelumnya telah dipenuhi. Setelah kebutuhan
fisiologis seperti pakaian, makanan dan perumahan terpenuhi, maka kebutuhan
tersebut akan digantikan dengan kebutuhan rasa aman dan seterusnya. Sehingga
tingkat kebutuhan seseorang akan berbeda-beda dalam bekerja. Seseorang yang
kebutuhan hanya sekedar makan, maka pekerjaan apapun akan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.

12

3. Teori X dan Y
McGregor mengemukakan dua model yang menjelaskan motivasi karyawan yang
bekerja yaitu teori X dan teori Y.
Teori X menganggap bahwa:
· Karyawan tidak suka bekerja dan cenderung untuk menghindari kerja.
· Karyawan harus diawasi dengan ketat dan diancam agar mau bekerja dengan
baik.
· Prosedur dan disiplin yang keras lebih diutamakan dalam bekerja.
· Uang bukan satu-satunya faktor yang memotivasi kerja.
· Karyawan tidak perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri.
Teori Y menganggap bahwa:
· Karyawan senang bekerja, sehingga pengawasan dan hukuman tidak diperlukan
oleh karyawan.
· Karyawan akan memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan organisasi jika
merasa memuaskan.
· Manusia cenderung ingin belajar.
· Kreatifitas dan Imajinasi digunakan untuk memecahkan masalah.
4. Teori Hygine dan Motivator
Menurut Herzberg, faktor yang menimbulkan kepuasan kerja karyawan berbeda
dengan faktor yang menimbulkan ketidak-puasan kerja sebagai berikut.
Faktor Hygine meliputi :
· Kebijakan perusahaan dan sistem administrasinya.
· Sistem pengawasan.
· Gaya kepemimpinan.
· Kondisi lingkungan kerja.
· Hubungan antar pribadi.
· Gaji / upah.
· Status.
· Kesehatan dan keselamatan kerja.
Faktor Motivator meliputi :
13

· Pengakuan.
· Penghargaan atas prestasi.
· Tanggungjawab yang lebih besar.
· Pengembangan karir.
· Pengembangan diri.
· Minat terhadap pekerjaan.
5. Teori Motivasi Berprestasi
David McClelland menjelaskan tentang keinginan seseorang untuk mencapai
kinerja yang tinggi. Hasil penelitian tentang motivasi berprestasi menunjukkan
pentingnya menetapkan target atau standar keberhasilan. Karyawan dengan ciriciri motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki keinginan bekerja yang tinggi.
Karyawan lebih mementingkan kepuasan pada saat target telah tercapai
dibandingkan imbalan atas kinerja tersebut. Hal ini bukan berarti mereka tidak
mengharapkan imbalan, melainkan mereka menyukai tantangan.
Ada tiga macam kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yaitu:
· Kebutuhan berprestasi (Achievement motivation) yang meliputi tanggung jawab
pribadi, kebutuhan untuk mencapai prestasi, umpan balik dan mengambil risiko
sedang.
· Kebutuhan

berkuasa

(Power

motivation)

yang

meliputi

persaingan,

mempengaruhi orang lain.
· Kebutuhan

berafiliasi

(Affiliation

motivation) yang

meliputi persahabatan,

kerjasama dan perasaan diterima.
Dalam

lingkungan

pekerjaan,

ketiga

macam

kebutuhan

tersebut

saling

berhubungan, karena setiap karyawan memiliki semua kebutuhan tersebut dengan
kadar yang berbeda-beda. Seseorang dapat dilatihkan untuk meningkatkan salah
satu dari tiga faktor kebutuhan ini. Misalnya untuk meningkatkan kebutuhan
berprestasi kerja, maka karyawan dapat dipertajam tingkat kebutuhan berprestasi
dengan menurunkan kebutuhan yang lain.

14

2.4 Kinerja Kinerja menurut Boediharjo (2002:102) dapat diukur
berdasarkan empat indikator yaitu
1. Efektif dan efisien
2. Otoritas dan tanggung jawab
3. Disiplin
4. Inisiatif
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Timpe (1993) faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu :
1. Kinerja baik dipengaruhi oleh dua faktor :
a. Internal (pribadi)
-Kemampuan tinggi
-Kerja keras
b. Eksternal (lingkungan)
-Pekerjaan mudah
-Nasib baik
-Bantuan dari rekan - rekan
-Pemimpin yang baik
2. Kinerja jelek dipengaruhi dua faktor :
a. Internal (pribadi)
-Kemampuan rendah
-Upaya sedikit
b. Eksternal (lingkungan)
-Pekerjaan sulit
-Nasib buruk
-Rekan - rekan kerja tidak produktif
-Pemimpin yang tidak simpatik

15

BAB 3
Metodologi Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel penelitian
Populasi diartikan sebagai seluruh anggota kelompok yang sudah ditentukan
karakteristiknya dengan jelas, baik itu kelompok orang, objek, atau kejadian. Populasi
dalam penelitian ini adalah pegawai SPBU Harapan Indah sebanyak 52 orang pegawai.
Penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu mendata keseluruhan populasi yang
ada. Berdasarkan sensus dilapangan, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 52
orang pegawai.
3.2 Data dan Variabel yang digunakan
1. Variabel Gaya Kepemimpinan
a. Definisi Konseptual yaitu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya.
b. Definisi Operasional yaitu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang
diukur dengan orientasi direktif, orientasi supportive, orientasi partisipatif.
c. Indikator Penelitian dengan memperhatikan definisi konseptual dan definisi
operasional, maka disusun indikator variabel gaya kepemimpinan adalah:


Orientasi direktif



Orientasi supportive



Orientasi partisipatif



Orientasi prestasi

2. Variabel Motivasi
a. Definisi Konseptual yaitu dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang
berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat
tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya.

16

b. Definisi Operasional yaitu dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang
berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat
tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya yang diukur
dengan kebutuhan fisik, kebutuhan keselamatan, kebutuhan berkelompok, kebutuhan
akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
c. Indikator Penelitian dengan memperhatikan definisi konseptual dan definisi
operasional, maka disusun indikator variabel motivasi adalah:


Kebutuhan fisik



Kebutuhan keselamatan



Kebutuhan berkelompok



Kebutuhan akan penghargaan



Kebutuhan aktualisasi diri

3. Variabel Kinerja Pegawai
a. Definisi Konseptual yaitu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam menyelesaikan
tugasnya secara efektif dan efisien.
b. Definisi operasional yaitu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam menyelesaikan
tugasnya secara efektif dan efisien yang diukur dengan efisien dan efektivitas, otoritas
daan tanggung jawab, disiplin dan inisiatif.
c. Indikator penelitian dengan memperhatikan definisi konseptual dan definisi
operasional, maka disusun indikator variabel kinerja pegawai adalah:


Efektivitas dan efisiensi



Orientasi dan tanggung jawab



Disiplin



Inisiatif

3.3 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
a. Observasi
17

Melakukan pengamatan langsung dan melakukan pengumpulan data melalui
penyebaran kuesioner kepada pegawai SPBU Harapan Indah.
b. Wawancara
Memberikan pertanyaan kepada pimpinan perusahaan dan karyawan dalam rangka
memperkuat data yang sudah dikumpulkan.
2. Data Sekunder
Melakukan studi pustaka dengan membaca seperti referensi, surat kabar, majalah serta
buku catatan selama perkuliahan dan lain-lainnya yang berhubungan dengan penulisan
ini. Sedangkan pengolahan data menggunakan SPSS (Sould Product Solutions
Statistic) 14 untuk mempermudah penghitungan dan pengujian hipotesis penelitian.
3.4 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
3.4.1 Kalibrasi Instrumen Penelitian
Dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas instrument,
dimana pengujian validitas ini untuk memastikan bahwa peneliti telah
mengukur apa yang seharusnya diukur (Kuntjoro, 2003:150). Analisis
terhadap validitas menggunakan model koefisien korelasi product
moment (r). Sedangkan pengujian reliabilitas yang menggunakan rumus
koefisien Alpha atau Alpa Cronbach dilakukan untuk mengukur sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya atau handal (Djaali,
Pudjiono, Ramly; 200:81).
3.4.2 Uji Hipotesis dengan Analisis Regresi dan Korelasi
Dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh dan hubungan
kedua variabel bebas terhadap variabel terikat, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama. Kriteria hubungan sebagai pedoman umum yang
digunakan adalah

18

TABEL
Kriteria hubungan
Nilai r
Kriteria Hubungan
0
Tidak ada korelasi
0 – 0,20
Korelasi sangat lemah
0,21 – 0,40
Korelasi lemah
0,41 – 0,70
Korelasi kuat
0,71 – 0,90
Korelasi sangat kuat
0,91 – 0,99
Korelasi sangat kuat sekali
1
Korelasi sempurna
Sumber : Peramalan Bisnis (Sugiarto dan Harijono, 2000:92)
3.4.3 Pengujian Keterikatan Regresi
Dilakukan dengan uji F, yaitu untuk mengetahui bagaimana variabel bebas yang
digunakan secara bersamaan mampu menjelaskan variabel terikat. Apabila hasil yang
diperoleh Fhitung > Ftabel dan signifikansi ttabel maka dinyatakan ada pengaruh, tetapi jika thitung < ttabel
maka dinyatakan tidak ada pengaruh.
3.4.5 Pengujian Statistik Regresi
Dilakukan dengan penghitungan Koefisien Determinasi (r²) yaitu untuk melihat
pengaruh variabel yang diteliti. Apabila didapat hasil mendekati angka 1, artinya
menunjukkan model regresi sangat kuat dalam menerangkan keragaman variasi
variabel terikatnya. Tetapi apabila hasilnya mendekati 0 artinya semakin lemah variabel
bebasnya dalam menerangkan variabel terikatnya.

BAB 4
PEMBAHASAN
19

4.1. Uji Validitas
Koefisien validitas untuk seleksi item pada tes yang mengukur kemampuan ini
dapat dipilih dari item-item yang memiliki koefisien 0,3 atau lebih. Karyawan yang
diberikan kuesioner untuk pengujian validitas ini berjumlah 52 orang. Pada uji validitas
seluruh kuesioner gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja dinyatakan valid,
sehingga tidak ada pertanyaan yang harus dihilangkan guna menjamin validitas hasil
penelitian secara keseluruhan.

4.2. Uji Realibilitas
Tabel Hasil Uji Realibilitas Kuesioner
Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Kinerja

Variabel

Koefisien Alpha

Status

Gaya Kepemimpinan

0, 772

Reliabel

Motivasi Kerja

0,811

Reliabel

Kinerja

0,862

Reliabel

Sumber : data primer (diolah)

4.3. Uji Korelasi

20

Dengan menggunakan metode product momen dari Pearson maka dapat
diketahui korelasi antar gaya kepemimpinan dan motivasi kerja dengan kinerja sebagai
berikut:

Tabel
Hasil uji Korelasi Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja
Correlations

Gaya

Motivasi

Kinerja

.331*

.434**

.0.17

.001

52

52

52

Pearson Correlation

.331*

1

.617**

Sig.2(2-tailed)

.017

kepemimpina
Gaya

Pearson Correlation

kepemimpinan

Sig.2(2-tailed)
N

Motivasi

Kinerja

N
Pearson Correlation
Sig.2(2-tailed)

n
1

.000

52
.434**

52
.617**

.001

.000

N
52
52
*.Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)

52
1
52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

4.4. Hasil Penelitian

21

Tabel
Hasil Analisis Regresi
Pengaruh Variabel
Motivasi Kerja (X1)
dan Gaya

Koefisien

Kepemimpinan (X2)

Regresi(i)

Nilai t hitung

P

2,275

0.00

4,4699

0.00

Terhadap Kinerja(Y)
Variabel Bebas
Gaya

0,222
Kepemimpinan(X1)
Motivasi Kerja (X2)
0,571
Konstanta = 4.797 Fhitung = 19.269
R Square = 0.440
Multiple R = 0.664
Sumber:Data diolah

Ftabel = 3.15
p = 0.0000

Berdarkan hasil analisis pada Tabel 4.5 di atas, maka persamaan regresi yang
dihasilkan adalah : Y = 4,797 + 0,222 X1 + 0,571 X2

Dari persamaan regresi diatas menunjukkan variabel motivasi kerja (X1) dan gaya
kepemimpinan (X2) mempengaruhi kinerja (Y).

BAB 5
PENUTUP
22

5.1.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan rendah antara variabel Gaya
Kepemimpinan dengan Kinerja (ry1=0,434). Pengaruh Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja rendah. Hanya 18,83% dari Kinerja ditentukan oleh Gaya
Kepemimpinan, sedangkan sisanya sebesar 81,17% ditentukan oleh faktor lain.
2. Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara variabel Motivasi
Kerja dengan Kinerja (ry2=0.617). Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja kuat.
Hanya 38,06% dari Kinerja ditentukan oleh Motivasi Kerja, sedangkan sisanya
sebesar 61,94% ditentukan oleh faktor lain.

3. Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara variabel Gaya
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama dengan Kinerja (R=0,664).
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap
Kinerja kuat. Hanya 44,08% dari Kinerja ditentukan oleh Gaya Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja secara bersama-sama, sedangkan sisanya sebesar 55,92%
ditentukan oleh faktor lain.

5.2.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mencoba memberikan saran sebagai berikut:
1. Dengan melihat kesimpulan diatas maka disarankan agar pihak manajemen
memperbaiki gaya kepemimpinan yang telah diberikan sehingga dapat
memotivasi karyawan dan menambah kinerja karyawan yang pada akhirnya
akan bermanfaat untuk SPBU.

23

2. Gaya kepemimpinan direktif merupakan gaya kepemimpinan yang paling besar
pengaruhnya terhadap peningkatan motivasi kerja karyawan di SPBU di masa
mendatang,

maka

disarankan

kepada

pihak

manajemen

agar

secara

berkelanjutan menciptakan kondisi kerja yang berorientasi pada direktif di setiap
aktivitas perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Boediharjo. 2002. Kinerja Organisasi. Erlangga: Jakarta

24

Gayatri. 2005. Analisis Pengaruh Prestasi Kerja dan Kompetensi Terhadap Keputusan
Promosi Jabatan Karyawan PT. Jasa Angkasa Semesta Tbk., di Jakarta. Jurnal:
Jakarta
Gomes, Faustino Cardoso. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. ANDI OFFSET:
Yogyakarta
Griffin, Ricky W. 2004. MANAJEMEN. Erlangga: Jakarta
Hasibuan, Malayu S.P. 2007. MANAJEMEN Dasar, Pengertian dan Masalah. Bumi
Aksara: Jakarta
Setyaningsih, Sri H. 2005. Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Gaya Kpemimpinan
Camat Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan Karang Tengah Kota
Tangerang Provinsi Banten. Jurnal: Jakarta
Usman, Husaini. 2008. MANAJEMEN (Teori Praktik dan Riset Pendidikan). Penerbit
Bumi Aksara: Jakarta
Uyanto, Stanislaus S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha
Ilmu:Yogyakarta
Wahjosumidjo. 1994. Kepemimpinan dan Motivasi. Ghalia Indonesia: Jakarta

25