213926668 pendidikan dan pelatihan karyawan serta sistem phk

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi, karena penempatan karyawan
secara langsung dalam pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil.
Karyawan baru sering sering merasa tidak pasti tentang peranan dan
tanggung jawab mereka. Permintaan pekerjaan dan kapasitas karyawan
haruslah seimbang melalui program orietasi dan pelatihan. Keduanya
sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan telah dilatih dan telah menguasai
pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk
menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan
yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi
yang lebih datar, dan persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan
dan

pengembangan

dapat

menyebabkan


karyawan

mampu

mengembangkan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih
besar.
Pendidikan

dan pelatihan

memberikan

ikhtisar

kewajiban-

kewajiban dan tanggung jawab dari suatu jabatan, hubungannya dengan
jabatanjabatan lain, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, dan
kondisi kerja di dalam mana jabatan itu diselesaikan. Pendidikan dan

pelatihan diadakan untuk memberikan pengertian tentang tugas-tugas yang
terkandung dalam tiap jabatan, tetapi juga bagaimana melaksanakan tugastugas itu.
Tenaga kerja merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu
perusahaan. Tanpa adanya pekerja maka perusahaan itu tak bisa berjalan.
Apabila terjadi suatu masalah dalam perusahaan tersebut dan harus
diambil kebijakan PHK maka kebijakan itu harus mempertimbangkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang ketenagakerjaan
yaitu Undang-Undang No 13 tahun 2003.

1

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan dan pelatihan karyawan?
2. Apa tujuan dan manfaat dari pendidikan dan pelatihan karyawan?
3. Apa metode dari pendidikan dan pelatihan karyawan?
4. Apa pengertian dari PHK?
5. Apa saja alasan dan penyebab seseorang diPHK?
6. Tahapan apa saja yang harus dilakukan untuk memutuskan seseorang
terkena PHK?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian,
tujuan dan manfaat, metode dari pendidikan dan pelatihan karyawan.
Selain itu dari makalah ini pembaca juga dapat mengetahui pengertian,
alasan dan penyebab seseorang diPHK, serta tahapan apa saja yang harus
dilakukan untuk memutuskan seseorang terkena PHK.

2

BAB II
ISI

A.

Pengertian Pendidikan dan Pelatihan
1. Pendidikan
Pendidikan

menurut

Kamus


Bahasa

Indonesia,

(1991:232), Pendidikan berasal dari kata didik, Lalu kata
ini

mendapat

awalan

kata

me

sehingga

menjadi


mendidik artinya memelihara dan memberi latihan.
Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan
adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak
dan kecerdasan pikiran.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana

untuk

mewujudkan

suasana

belajar

dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan

kekuatan

spiritual

kepribadian,
keterampilan

potensi

keagamaan,

kecerdasan,
yang

dirinya

memiliki

pengendalian


akhlak

diperlukan

untuk
mulia,

dirinya,

diri,
serta

masyarakat,

bangsa dan negara.
Wikipedia (2011:1), Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan
kekuatan


spiritual

kepribadian,

potensi

dirinya

keagamaan,

kecerdasan,

untuk

memiliki

pengendalian

akhlak


mulia,

diri,
serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
3

untuk

mewujudkan

suasana

belajar

dan


proses

pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya
memiliki

kekuatan

pengendalian

diri,

spiritual

keagamaan,

kepribadian,

emosional,


kecerdasan,

akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
2. Pelatihan
Pelatihan menurut Gomes (2005:197), “Pelatihan
adalah setiap usaha untuk memperbaiki prestasi kerja
pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggung jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang
untuk mewujudkan tujuan–tujuan organisasi, yang pada
waktu bersamaan juga mewujudkan tujuan–tujuan para
pekerja secara perorangan. Pelatihan sering dianggap
sebagai aktivitas yang paling umum dan para pimpinan
mendukung adanya pelatihan karena melalui pelatihan,
para pekerja akan menjadi lebih trampil dan karenanya
akan lebih produktif sekalipun manfaat–manfaat tersebut
harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika
pekerja sedang dilatih.
Pelatihan menurut Gary Dessler (1997:263) adalah
“Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada
sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan
untuk

menjalankan

pekerjaan

mereka”.

Sedangkan

menurut John R. Schermerhorn, Jr (1999:323) dalam
wikipedia, pelatihan merupakan “Serangkaian aktivitas
yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan
meningkatkan

ketrampilan

yang

berkaitan

dengan

pekerjaan”. Jadi Pelatihan merupakan salah satu usaha

4

dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
dunia perhotelan. Karyawan, baik yang baru ataupun
yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena
adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat
perubahan

lingkungan

kerja,

strategi,

dan

lain

sebagainya.
Sjafri

Mangkuprawira

karyawan

merupakan

(2004)

sebuah

pelatihan

proses

bagi

mengajarkan

pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar
karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan
tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan
standar.

Sedangkan

pengembangan

memiliki

ruang

lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya meningkatkan
pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau
sering

untuk

kepentingan

di

masa

depan.

Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit
dalam

pengembangan

manajemen,

pengembangan individu

karyawan.

organisasi,

dan

Penekanan lebih

pokok adalah pada pengembangan manajemen. Dengan
kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan
mendatang,

tetapi

pada

pemenuhan

kebutuhan

organisasi jangka panjang.
B.

Tujuan Pelatihan
Tujuan Pelatihan Menurut Moekijat (1993:55) tujuan umum
dari pada pelatihan adalah:
a. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.
b. Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan secara rasional.

5

c. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan
kerja sama dengan temanteman pegawai dan pimpinan.
C.

Manfaat pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan pelatihan (Diklat) digunakan untuk:
1. Mendapatkan kualitas dan kuantitas pegawai yang tepat
yang diperlukan untuk Mencapai tujuan organisasi.
Persyaratan jabatan merupakan standar pegawai dengan
mana pelamar jabatan dapat diukur. Isi persyaratan
jabatan memberikan dasar untuk pembuatan prosedur
seleksi.
2. Pelatihan uraian kewajiban-kewajiban dan alat-alat yang
digunakan

merupakan

bantuan

penting

untuk

mengembangkan isi program pelatihan.
3. Pendidikan, uraian jabatan dan rincian syarat-syarat
manusia dievaluasi berdasarkan nilainya dengan tujuan
akhir menentukan nilai kompensasinya.
4. Penilaian
pegawai
dipercaya

pelaksanaan

pekerjaan,

berdasarkan

sifat-sifatnya

dan

prakarsa,

daripada

menilai

seperti

dapat

ada

suatu

sekarang

kecenderngan untuk menentukan sasaran jabatan dan
menilai pekejaan yang dilakukan berdasarkan sasaran
tersebut. Dalam jenis penilaian ini, uraian jabatan adalah
berguna untuk merumuskan bidang-bidang di dalam
mana sasaran jabatan ditentukan.
5.

Promosi dan pemindahan informasi jabatan membantu
dalam

merencanakan

saluran

promosi

dan

dalam

mewujudkan garis pemindahan.
6. Organisasi informasi jabatan yang diperoleh melalui
analisis jabatan sering mengungkapkan hal-hal yang

6

tidak baik dipandang dari sudut faktor-faktor yang
mempengaruhi pola jabatan. Oleh karena itu proses
analisis merupakan suatu jenis pemeriksaan organisasi.
7. Perkenalan, bagi seorang peseta pelatihan yang baru,
uraian jabatan paling berguna untuk tujuan perkenalan.
Uraian jabatan membantu pengertian tentang jabatan
dan organisasi.
8. Penyuluhan, dengan sendirinya informasi jabatan sangat
banyak nilainya dalam penyuluhan jabatan. Penyuluhan
demikian sebaiknya diadakan pada perguruan tinggi,
karena banyak lulusan perguruan tinggi tersebut, tidak
menyadari

akan

jenis-jenis

jabatan

yang

ada.

penyuluhan juga diadakan apabila ada pegawai yang
tampaknya tidak sesuai dengan posisinya sekarang.
9. Hubungan ketenagakerjaan, uraian jabatan merupakan
standar fungsi. Apabila pegawai berusaha menambah
atau mengurangi kewajiban-kewajiban yang terdapat di
dalamnya, maka ini berarti bahwa ia tidak menaati
standar. Sering timbul perdebatan dan dokumen tertulis
tentang

jabatan

standar

adalah

berharga

untuk

memecahkan perdebatan demikian.
10.Perencanan kembali jabatan, apabila majikan ingin
menyesuaikan diri dengan suatu kelompok tertentu,
misalnya dengan pegawaipegawai cacat fisik, maka
biasanya ia harus mengubah isi jabatan tertentu. Analisis
jabatan memberikan informasi yang akan memudahkan
perubahan jabatan-jabatan tersebut diisi oleh orangorang yang mempunyai ciri-ciri khusus.
D.

Metode Pelatihan

7

Jenis-jenis metode yang umum digunakan dalam proses pelatihan (Training
Methode) ialah sebagai berikut :
1. On the Job Training
On the job training adalah metode yang sudah sangat popular dalam
dunia pelatihan karyawan. OJT sendiri secara definisi adalah melatih
seseorang untuk mempelajari pekerjaan sambil mengerjakannya (Gary
Dessler, 2006:285). Pelatihan yang diberikan pada saat karyawan
bekerja. Sambil bekerja seperti biasa, karyawan memperoleh pelatihan,
sehingga dapat memperoleh umpan balik secara langsung dari
pelatihnya (Handoko, 1989). Dilakukan oleh semua perusahaan,
terutama untuk karyawan baru s/d karyawan yang berpengalaman.
Keuntungannya: relatif tidak mahal, peserta pelatihan bisa belajar
sambil tetap menjalankan proses produksi, tidak perlu ruang kelas
khusus.
Bentuk pelatihan on the job training:
Coaching/pendampingan: karyawan dibimbing, diarahkan oleh
atasan/supervisor/karyawan

lain

yang

lebih

berpengalaman.

Hubungan mereka serupa dengan hubungan karyawan-tutor. Cara ini
akan berjalan efektif apabila periode selama bimbingan dan umpan
balik diperpanjang.
Rotasi pekerjaan: yaitu memberikan pengetahuan tentang bagianbagian organisasi yang berbeda dan berbagai ketrampilan manajerial.
Peserta pelatihan ditugaskan untuk berpindah dari satu bagian ke
bagian pekerjaan yang lain dalam satu perusahaan, dengan interval
yang terencana, sehingga diperoleh pengalaman kerja. Cara ini
umum dipakai dalam melatih manajer dengan level manajerial
apapun juga.

 Magang/apprenticeship training: merupakan pembelajaran bagi
karyawan baru kepada karyawan lama yg lebih berpengalaman.
Pendekatan itu dapat dikombinasikan dengan latihan “off job
trainning”. Hampir semua karyawan pengrajin (care off), seperti
8

tukang kayu dan ahli pipa atau tukang ledeng, dilatih dengan
program-program magang formal. Aksestensi dan internship adalah
bentuk lain program magang.
Pelatihan Instruksi Jabatan (Job Instruction Training): diberikan
untuk pekerjaan yang terdiri dari urutan langkah-langkah yang logis.
Semua langkah perlu ditata dalam urutan yang tepat. Petunjuk
pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan
terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan
pekerjaan sekarang. Contoh sederhana: mengoperasikan mesin pintal
benang.
Planned progression yaitu pemindahan karyawan dalam salurasaluran yang telah ditentukan melalui tingkatan-tingkatan organisasi
yang berbeda-beda.
Penugasan sementara merupakan latihan dengan memberikan
penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota
panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan.
Sistem penilaian prestasi formal
2.

Off the Job Training
Off the Job Training merupakan metode pelatihan yg dilakukan di luar
waktu kerja, dan berlangsung di lokasi jauh dari tempat kerja, agar
perhatian peserta lebih terfokus. Peserta pelatihan menerima presentasi
tentang aspek tertentu, kemudian mereka diminta memberikan
tanggapan sebagaimana dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam teknik
ini juga digunakan metode simulasi. Keuntungan Off the Job Training:
a. Trainer/ Instruktur harus lebih trampil dalam mengajar, karena tidak
ada tuntutan pekerjaan yang lain.
b. Trainee/karyawan terhindar dari kekacauan dan tekanan situasi kerja,
sehingga mampu konsentrasi lebih baik/ lebih terfokus perhatiannya.
c. Tidak mengganggu proses produksi yang sedang berjalan di
perusahaan.
9

d. Waktu dan perhatian lebih memadai.
Metode yang biasa digunakan adalah:
a. Metode presentasi informasi, adalah untuk mengajarkan berbagai
sikap, konsep atau keterampilan kepada para peserta. Metode yang
digunakan, yaitu:
Kuliah adalah metode yang bersifat pasif dan tradisional yang
menyampaikan informasi, banyak peserta dan biaya relatif murah.
Presentasi video adalah metode pelengkap yang melalui media,
seperti TV, films, slide dan sejenisnya.
Metode konferensi, yaitu: metode yang berorientasi pada diskusi
tentang masalah atau bidang minat baru yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Programmed instruction, yaitu : metode yang menggunakan
sistem mengajar atau komputer untuk mempelajari topik kepada
peserta dan merinci serangkaian dengan umpan balik langsung
pada penyelesaian setiap langkah.
Studi sendiri adalah teknik yang menggunakan modul tertulis,
kaset atau video tape dan biasanya para karyawannya tersebar.
b. Metode Simulasi, yaitu pendekatan dimana karyawan / peserta
latihan menerima presentasi tiruan (artificial) suatu aspek organisasi
dan diminta untuk menanggapinya seperti pada keadaan yang
sebenarnya. Metode simulasi yang biasa digunakan adalah:



Metode studi kasus, adalah deskripsi tertulis situasi

pengambilan keputusan nyata disediakan. Deskripsi tertulis suatu
situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek organisasi
terpilih diuraikan pada lembar kasus. Karyawan yang terlibat
dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan
masalah-masalah,

menganalisa

situasi

dan

merumuskan

penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus,

10

karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan
keputusan.
Role

playing

merupakan

teknik

suatu

peralatan

yang

memungkinkan para karyawan untuk memainkan berbagai peran
yang berbeda.
Business games merupakan metode simulasi yang populer dan
sangat mahal, tetapi sangat bermanfaat dan diperlukan dalam
pelatihan. Metode ini adalah suatu simulasi pengambilan
keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis
nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan
bantuan komputer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan
yang diperlukan. Permaianan di sistem dengan aturan-aturan
tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study
operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta
memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan
dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang akan
ditarik dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melatih para
karyawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara
mengelola operasi-operasi perusahaan.
Balai pelatihan (Vestibule training), merupakan alternatif untuk
mengatasi kekurangan pada metode pelatihan di tempat kerja (on
the job). Vestibule adalah suatu ruangan isolasi atau terpisah yang
disunakan untuk tempat pelatihan bagi pegawai baru yang akan
menduduki suatu pekerjaan. Metode ini merupakan metode
pelatihan yang sangat cocok untuk banyak peserta (pegawai baru)
yang dilatih dengan jenis pekerjaan yang sama dan dalam waktu
yang sama. Pelaksanaan metode ini biasanya dilakukan dalam
waktu beberapa hari sampai beberapa bulan dengan pengawasan
instruktur, misalnya pe;atihan pekerjaan, pengetikan klerek,
operator mesin. Cocok digunakan bila jumlah peserta pelatihan
melebihi kemampuan supervisior lini.
11



Latihan laboratorium adalah suatu teknik bentuk latihan

kelompok yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan
antar pribadi. latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan
sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka)
terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna
untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab
pekerjaan diwaktu yang akan datang.



Program-program pengembangan eksekutif adalah program

latihan yang diselenggarakan di perguruan tinggi/universitas atau
lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para
karyawannya

untuk

mengikuti

paket-paket

khusus

yang

ditawarkan ; atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan
untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran,
pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknik-teknik
latihan dan pengembangan, yaitu :
1. Efektifitas biaya.
2. Isi program yang hendaki.
3. Kelayakan fasilitas-fasdikeilitas.
4. Preferensi dan pengetahuan peserta.
5. Preferensi dan kemampuan instruktor atau pelatih.
6. Prinsip-prinsip belajar.

Beberapa tantangan pengembangan SDM yang merupakan faktor
dalam mempertahankan karyawan yang efektif, yaitu :
1. Keusangan (Obsolescence) terjadi bila seorang karyawan tidak lagi
mempunyai pengetahuan atau kemampuan untuk melaksanakan
pekerjaan dengan efektif. Tanda-tanda keusangan yaitu : sikap yang

12

kurang tepat, prestasi yang menurun, atau prosedur kerja yang
ketinggalan jaman.
2. Perubahan sosioteknis dan teknologi, misalnya penggunaan mesinmesin otomatis, perubahan sikap budaya tentang tenaga kerja wanita.
3. Perputaran tenaga kerja; keluar-masuknya karyawan akan berpengaruh
pada sistem kerja perusahaan, sehingga pengembangan karyawan harus
setiap saat.
3.

Tahapan Perencanaan Pelatihan
1. Analisis Kebutuhan Pelatihan (training need analysis)
TNA pada tahap pertama organisasi memerlukan
fase penilaian yang ditandai dengan satu kegatan utama
yaitu analisis kebutuhan pelatihan. Terdapat tiga situasi
dimana

organisasi

diharuskan

melakukan

analisis

tersebut, yaitu : performance problem, new system and
technology serta automatic and habitual training. Situasi

pertama, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan
organisasi

mengalami

degradasi

kualitas

atau

kesenjangan antara unjuk kerja dengan standar kerja
yang telah ditetapkan. Situasi kedua, berkaitan dengan
penggunaan komputer, prosedur atau teknologi baru
yang diadopsi untuk memperbaiki efesiensi operasional
perusahaan. Situasi ketiga, berkaitan dengan pelatihan
yang

secara

tradisional

dilakukan

berdasarkan

persyaratan-persyaratan tertentu misalnya kewajiban
legal seperti masalah kesehatan dan keselamatan kerja.

Training Need Analysis (TNA) merupakan sebuah analisis
kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk
menentukan apa sebetulnya kebutuhan pelatihan yang
menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan
dapat

membantu

organisasi

dalam

menggunakan
13

sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus
menghindari kegatan pelatihan yang tidak perlu.
TNA dapat pula dipahami sebagai sebuah investigasi
sistematis dan komprehensif tentang berbagai masalah
dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat beberapa
dimensi persoalan, sehingga akhirnya organisasi dapat
mengetahui apakah masalah tersebut memang perlu
dipecahkan

melalui

program

pelatihan

atau

tidak.

Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah
proses tanya jawab (asking question getting answers).
Pertanyaan

diajukan

kepada

setiap

karyawan

dan

kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang
berbagai masalah dimana akhirnya kebutuhan pelatihan
dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
Masalah yang membutuhkan pelatihan selalu berkaitan
dengan lack of skill or knowledge sehingga kinerja
standar tidak dapat dicapai. Dengan demikian dapat
disimpulkan kinerja aktual dengan kinerja situasional.
Fungsi Training Need Analysis (TNA) yaitu :
1. Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan
feeling pekerja.
2. Mengumpulkan informasi tentang job content dan job
context;
3. Medefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual
dalam rincian yang operasional.
4. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan.
5. Memberi data untuk keperluan perencanaan
Hasil
identifikasi

Training

Need

performance

Analysis
gap.

(TNA)

adalah

Kesenjangan

kinerja

tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara

14

kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu.
Kesenjangan kinerja ditemukan dengan mengidentifikasi
dan

mendokumentasi

standar

atau

persyaratan

kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan
pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual
individu tempat kerja.
Tahapan

Training

Need

Analysis

(TNA)

mempunyai

elemen penting yaitu:
Identifikasi masalah
Identifikasi kebutuhan
Pengembangan standar kinerja
Identifikasi peserta
Pengembangan kriteria pelatihan
Perkiraan biaya
Keuntungan
2. Pembuatan Desain Pelatihan Desain
Pelatihan adalah esensi dari pelatihan, karena pada
tahap ini bagaimana kita dapat menyakinkan bahwa
pelatihan akan dilaksanakan. Keseluruhan tugas yang
harus dilaksanakan pada tahap ini adalah:
a. Mengidentifikasi sasaran pembelajaran dari program
pelatihan;
b. Menetapkan metode yang paling tepat;
c. Menetapkan penyelenggara dan dukungan lainnya;
d. Memilih dari beraneka ragam media;
e. Menetapkan isi;
f. Mengidentifikasi alat-alat evaluasi;
g. Menyusun urut-urut pelatihan.

15

Selanjutnya
membuat

yang

materi

tidak

kalah

pelatihan

pentingnya

yang

adalah

diperlukan

dan

dikembangkan seperti:
1. Jadwal pelatihan secara menyeluruh (estimasi waktu)
2. Rencana setiap sesi
3. Materi-materi pembelajaran seperti buku tulis, buku
bacaan, hand out dll
4. Alat-alat bantu pembelajaran
5. Formulir evaluasi
4.

Hubungan Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT)
terhadap Kinerja Karyawan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan,
menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001:82)
faktorfaktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga
kerja, yaitu:
1. Kemampuan mereka
2. Motivasi
3. Dukungan yang diterima
4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
5. Hubungan mereka dengan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2001:64) menyatakan bahwa
faktor yang memengaruhi kinerja, antara lain:
1. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability)
pegawai

terdiri

dari

kemampuan

potensi

(IQ)

dan

kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai
perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahlihannya.
2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude)
seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion)

16

kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan
diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap
mental

merupakan

kondisi

mental

yang

mendorong

seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara
maksimal.
David

C.

Mangkunegara

Mc

Cleland

(1997)

(2001:68),berpendapat

seperti

dikutip

bahwa

“Ada

hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan
pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian
kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas
dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja
(kinerja) dengan predikat terpuji.
Selanjutnya Mc. Clelland yang dikutip Mangkunegara
(2001:68) mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang
yang memiliki motif yang tinggi:
1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi
2. Berani mengambil risiko
3. Memiliki tujuan yang realistis
4. Memiliki rencanakerja yang menyeluruh dan berjuang
untuk merealisasi tujuan
5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh
kegiatan kerja yang dilakukan
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang
telah diprogramkan
Menurut Gibson (1987) yang dikutif oleh wikipedia
bahwa ada faktor yang berpengaruh terhadap kinerja:

17

1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang
keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi
seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian,
motivasi dan kepuasan kerja.
3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan,
kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).
5.

Implementasi Pelatihan
Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan
pelatihan yang efektif adalah implementasi dari program
pelatihan. Keberhasilan implementasi program pelatihan dan
pengembangan SDM tergantung pada pemilihan (selecting)
program untuk memperoleh the right people under the right
conditions. Training Need Analysis (TNA) dapat membantu
mengidentifikasi the right people dan the right program
sedangkan beberapa pertimbangan (training development)
and

concideration

program

dapat

membantu

dalam

pelatihan

dapat

menciptakan the right condition.
6.

Evaluasi Pelatihan
Untuk

memastikan

keberhasilan

dilakukan melalui evaluasi. Secara sistimatik manajemen
pelatihan meliputi tahap perencanaan yaitu training need
analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Tahap
terakhir merupakan titik kritis dalam setiap kegiatan karena
acap kali diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk
memastikan bahwa pelatihan yang telah dilakukan berhasil
mencapai tujuan ataukah justru sebaliknya.

18

1. Persepsi terhadap Evaluasi Pelatihan konsep pelatihan
sudah sejak lama mengalam problem perseptual. Sebagai
kegiatan banyak organisasi mempersepsikan evaluasi
secara keliru disamping mengabaikan atau sama sekali
tidak melakukannya setelah pelatihan diadakan. Menurut
Smith

(1997)

pengembangan

evaluasi

program

merupakan

a

pelatihan

necessary

and

dan
usefull

activity, namun demikian secara praktis sering dilupakan
atau tidak dilakukan sama sekali.
2. Makna Evaluasi Pelatihan Newby (Tovey, 1996 dalam
Irianto Yusuf) menulis bahwa perhatian utama evaluasi
dipusatkan

pada

efektivitas

pelatihan.

berkaitan

dengan

sampai

sejauh

pelatihan

Sumber

Daya

Manusia

Efektifitas

manakah
(SDM)

program

diputuskan

sebagai tujuan yang harus dicapai, karena efektifitas
menjadi

masalah

serius

dalam

kegiatan

evaluasi

pelatihan.
3. Merancang evaluasi pelatihan
Pelatihan evalusi yang dilakukan oleh penyelenggara
diklat sebagai berikut: Evaluasi Pra Diklat, bertujuan
mengetahui sejauh mana pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang telah dimiliki para peserta sebelum diklat
dilaksanakan

dibandingkan

dengan

pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang disusun dalam program.
Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang belum dimiliki
peserta yang disajikan dalam pelaksanaan program diklat.
Tahapan evaluasi terhadap pelatihan:
Evaluasi Peserta
Evaluasi Widyaiswara

19

Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat
sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas,
tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau
melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada lembaga pendidikan dan
pelatihan (diklat) pemerintah.
Evaluasi Kinerja Penyelenggara
Evaluasi

Pasca

Diklat,

bertujuan

mengetahui

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sebelum
diklat tidak dimiliki oleh peserta setelah proses diklat
selesai dapat dimiliki dengan baik oleh peserta
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengukur
pengukuran

evaluasi

pasca

nantinya

pelatihan.

dapat

juga

Yang

mana

digunakan

hasil
dalam

mengambil langkah atau keputusan untuk pengembangan
karyawan di masa yang akan datang. Metode-metode itu
adalah :
1. Benefit Cost Analysis (BCA)
Metode benefit cost analysis. Didasarkan pada kerangka
teori ekonomi dan keuangan, maksud utama dari Benefit

Cost Analysis (BCA) adalah untuk memastikan organisasi
mempertahankan level optimum dari efisiensi dalam
alokasi sumber daya. Metode ini menyiratkan bahwa
setiap dana/biaya yang dikeluarkan harus mempunyai
manfaat

yang

maksimal

bagi

perusahaan

termasuk

didalamnya bahwa setiap biaya untuk pelatihan, maka
manfaatnya harus dapat dihitung secara financial juga.
2. Four-Level Framework dari Kirkpatrick

20

Ada empat level evaluasi pelatihan yang dikembangkan
oleh Donald Kirkpatrick pada akhir 1950-an. Kerangka ini
menggambarkan 4 level evaluasi :
a.

Level 1 : Reaction

b.

Level 2 : Learning

c.

Level 3 : Job Behavior

d.

Level 4 : Results

Banyak usaha yang berhasil dibangun pada konsep 4 level
dari Kirkpatrick ini.
3. Five-Level ROI Framework dari Jack J Phillips
Metode dari Jack Phillips ini merupakan metode yang
paling

luas

training

digunakan

dan

program

untuk

mengevaluasi

perbaikan

program

kinerja.

Philips

menambahkan ROI (Return on Investment) sebagai level ke
5. Memperkenalkan bahwa untuk memindahkan level 4 ke
level 5, pengukuran level 4 harus dikonversi ke nilai
moneter (uang), seluruh biaya harus dicatat, keuntungan
intangible harus diidentifikasi, dan keuntungan moneter
dibandingkan dengan biaya. Karena itu, mengkombinasikan
pendekatan Kirkpatrick dengan Benefit Cost Analysis untuk
memastikan keseimbangan pengukuran dilaporkan.
Jack Philips menggunakan 5 level sebagai kerangka.
Dia

juga

termasuk

mengembangkan

proses

Performance-based

pendekatan,

dan

tool

untuk

yang

methodology,

sistematis
strategi,

mengimplementasikan

evaluasi di semua level. Metode tersebut juga termasuk
tahap kritis untuk mengisolasi efek dari program pada

21

pengukuran dari pengaruh faktor lain. Selain itu, proses
tersebut mengidentifikasi penghambat & pendorong untuk
berhasil dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan
berkelanjutan (Continuous Improvement)
4. Five Level of Evaluations dari Kaufman
Kaufman memperluas kerangka Kirkpatrick dengan
mendefinisikan

Level

1

termasuk

kemungkinan

dari

berbagai sumber daya dan masukan yang penting untuk
berhasil,

serta

menambahkan

level

5

evaluasi

pada

perhatian pada aspek sosial dan respon dari organisasi.
5. CIRO
Watt, Bird & Rackham mengemukakan kerangka lain
yang mengkategorikan empat kategori evaluasi yang
disebut CIRO. CIRO merupakan singkatan dari Context
(Konteks), Input (Masukan), Process (Proses), dan Outcome
(Hasil).
6. CIPP
CIPP (Context, Input, Process, Product) model yang
diperkenalkan oleh Stufflebeam memiliki kerangka yang
fokus

pada

sararan

program,

fasilitasi

isi

training,

implementasi program, dan hasil dari program.
7. Model of Evaluation Knowledge & Skills dari Marshal &
Schriver
Model lima tahap ini mengevaluasi pengetahuan &
ketrampilan. Model ini terbagi:

22

a.

Level 1 : Mengukur sikap & perasaan peserta

b.

Level 2 : Mengukur pengetahuan dengan test tertulis

c.

Level3 : Mengukur Ketrampilan dan pengetahuan
dengan

mensyaratkan

peserta

untuk

menunjukkan

kemampuan unjuk kerja berdasarkan standar
d.

Level 4 : Mengukur Transfer ketrampilan

e.

Level 5 : Mengukur dampak bagi organisasi & ROI

8. Business Impact ISD Model dari Indiana University
Proses evaluasi yang termasuk dalam Business Impact
Instructional System’s Design Model ini didasarkan pada
enam strata dari dampak yang dimulai dari Stratum 0,
yang menghitung aktivitas seperti volume dari training
yang diselenggarakan atau jumlah peserta dalam program.
Stratum 1, mengukur kepuasan peserta terhadap program
Stratum 2, mengukur tingkat peserta dalam mendapat
pengetahuan dan ketrampilan dalam program
Stratum3,
menjawab

mengukur

transfer

petanyaan

dari

training,

“apakah

untuk
peserta

menggunakan/memanfaatkan apa yang mereka pelajari ?”
Stratum 4, mengukur tingkat perbaikan kinerja peserta
dan apakah perbaikan tersebut berpengaruh terhadap
profit
Stratum 5, berusaha mengukur pengaruh perubahan
kinerja dalam organisasi
9. Success Case Evaluation

23

Success

Case

Evaluation

yang

diperkenalkan

Brinkerhoff menggunakan purposive sampling (mengambil
sample secara sengaja/terencana) dibandingkan random

sampling

(mengambil

mengumpulkan

data

sample
mengenai

secara

acak)

keberhasilan

untuk

program.

Proses ini fokus pada masukan dari peserta yang paling
berhasil

dan

paling

tidak

berhasil

dalam

mengimplementasikan pengetahuan dan ketrampilan yang
didapat selama program. Selama proses, peserta diminta
untuk menceritakan keberhasilan aplikasi program dan
merinci penghsmbat atau pendorong yang menghalangi
atau

mendukung

penggunaan

ketrampilan

dan

pengetahuan yang dipelajari.
10.

Utility Analysis
Cascio yang memperkenalkan utility analysis kepada

umum. Utility analysis adalah proses yang memasukkan
hasil yang diharapkan dan biaya dari keputusan yang
diambil

ke

dalam

perhitungan.

Hasil

yang

spesifik

didefinisikan dan kepentingan relatif dari pendapatan
diputuskan.
11.

Integral Framework dari Brown & Reed
Pendekatan

yang

menyeluruh

dalam

evaluasi

mencakup pembelajaran individu dan organisasi. Empat
konsep kunci dalam pendekatan ini termasuk kumpulan
pengembangan; merujuk pada hubungan antara peserta
dengan organisasi; hubungan antar bidang, mengusulkan
bahwa
dengan

pengembangan
group

yang

tergantung
lebih

interaksi

individu

besar;Kerangka

Integral,
24

mengusulkan

bahwa

pengembangan

satu

bidang

berhubungan dengan pengembangan bidang yang lain.
12.

Balanced Scorecard
Metode yang umum dalam level strategi organisasi,

adalah

Balanced

Scorecard

yang

dikembangkan

oleh

Kaplan & Norton. Kerangka ini menampilkan visi organisasi
ke dalam empat perspektif (Financial, Costumer, Internal
Process, dan Learning & Growth). Fokus dari Scorecard
adalah mengarahkan strategi dari unit bisnis seperti Fungsi
Training.
E.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dalam
melaksanakan
perselisihan

hubungan

antara

kerja

pekerja/buruh

terkadang
dengan

terjadi

pengusaha.

Perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan
pengusaha dalam hubungan kerja dapat menyebabkan
terjadinya

pemutusan

hubungan

kerja.

Pemutusan

hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Secara normatif, ada dua jenis PHK, yaitu PHK secara
sukarela dan PHK dengan tidak sukarela. Ada beberapa
alasan penyebab putusnya hubungan kerja yang terdapat
dalam UU Ketenagakerjaan. PHK sukarela misalnya, yang
diartikan sebagai pengunduran diri buruh tanpa paksaan
dan tekanan. Begitu pula karena habisnya masa kontrak,

25

tidak lulus masa percobaan (probation), memasuki usia
pensiun dan buruh meninggal dunia.
PHK tidak sukarela dapat terjadi antara lain karena
buruh melakukan kesalahan berat seperti mencuri atau
menggelapkan uang milik perusahaan atau melakukan
perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan pekerjaan.
Selama ini, alasan PHK karena kesalahan berat itu diatur
dalam pasal 158 UU Ketenagakerjaan. Pasal ini pernah
diajukan

judicial

Mahkamah

review

Konstitusi

ke

dalam

Mahkamah
putusannya

Konstitusi.
menyatakan

bahwa kesalahan berat yang dituduhkan kepada buruh
harus dibuktikan terlebih dulu oleh putusan peradilan
pidana di pengadilan umum.
Selain itu PHK tidak sukarela juga bisa terjadi
lantaran buruh melanggar perjanjian kerja, PKB atau PP.
Perusahaan

yang

juga

sedang

melakukan

peleburan,

penggabungan dan atau perubahan status, memiliki opsi
untuk mempertahankan atau memutuskan hubungan kerja.
Nah, untuk konteks PHK tidak sukarela ini, hubungan kerja
antara pengusaha dengan buruh baru berakhir setelah
ditetapkan

oleh

Lembaga

Penyelesaian

Perselisihan

Hubungan Industrial. Tidak demikian dengan PHK yang
sukarela.
Beberapa yang menjadi alasan bagi perusahaan
untuk mem-PHK pekerja/buruh dengan mengacu kepada
Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
Pertama: Melakukan kesalahan berat.

26

Pasal

158

ayat

1:

“Pengusaha

dapat memutuskan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan
pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai
berikut:
a. melakukan

penipuan,

penggelapan

barang

pencurian,

dan/atau

atau

uang

milik

atau

yang

perusahaan;
b. memberikan

keterangan

palsu

dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk,

meminum

memabukkan,

minuman

memakai

keras

dan/atau

yang

mengedarkan

narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di
lingkungan kerja.
d. Melakukan

perbuatan

asusila

atau

perjudian

di

lingkunngan kerja;
e. Menyerang,

menganiaya,

mengancam,

atau

mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di
lingkungan kerja;
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
g. Dengan

ceroboh

atau

sengaja

merusak

atau

membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik
perusahaan

yang

menimbulkan

kerugian

bagi

perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman
sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di
tempat kerja;

27

i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan
yang

seharusnya

dirahasiakan

kecuali

untuk

kepentingan negara; atau
j.

melakukan

perbuatan

lainnya

di

lingkungan

perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.”

Kesalahan berat yang dimaksud pada Pasal 158, ayat 1
harus didukung dengan bukti misalnya:
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada

pengakuan

dari

pekerja/buruh

yang

bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh
pihak

yang

berwenang

bersangkutan

dan

di

perusahaan

didukung

oleh

yang

sekurang-

kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Pekerja/buruh

yang

diputus

hubungan

kerjanya

berdasarkan alasan tersebut dapat memperoleh uang
penggantian hak. Selain uang penggantian hak diberikan
uang pisah bagi pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya
tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung
yang

besarnya

dan

pelaksanaannya

diatur

dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
Kedua: Ditahan pihak yang berwajib karena diduga
melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan
perngusaha.

28

1) Pasal 160 ayat 3: “Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang
setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan
sebagaimana

mestinya

karena

dalam

proses

perkara

pidana.”
2) Pasal 160 ayat 5: “Dalam hal pengadilan memutuskan
perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan
pekerja/ buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan.”
Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh
yang mengalami PHK, uang penghargaan masa kerja 1 kali
dan uang penggantian hak.
Ketiga:

Melakukan

pelanggaran

ketentuan

yang

telah diatur dalam perjanjian kerja.
Pasal 161 ayat 1: “Dalam hal pekerja/buruh melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,
pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja,
setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara
berturut-turut.”
Pekerja/buruh

yang

diputus

hubungan

kerjanya

berdasarkan alasan tersebut dapat memperoleh uang
pesangon sebesar 1 kali, uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak.
Keempat: Mengundurkan diri atas kemauan sendiri.

29

Pasal 162 ayat 1: “Pekerja/buruh yang mengundurkan diri
atas kemauan sendiri,…..”
Pekerja/buruh memperoleh uang penggantian hak,
selain

itu

diberikan

uang

pisah

yang

besar

dan

pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Kelima: Tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.
1) Pasal 163 ayat 1: “Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam
hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan,
atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh
tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja……….”
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1
kali, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali dan uang
penggantian hak.
2) Pasal 163 ayat 2: “Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perubahan

status,

penggabungan,

atau

peleburan

perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima
pekerja/buruh di perusahaannya, …..”
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2
kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang
penggantian hak.
Keenam:

Perusahaan

tutup

akibat

mengalami

kerugian terus menerus selama dua dua (2 tahun)
atau keadaan memaksa.
30

Pasal

164

pemutusan

ayat

1:

hubungan

“Pengusaha
kerja

dapat

terhadap

melakukan

pekerja/buruh

karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua)
tahun,

atau

keadaan

memaksa

(force

majeur)….”

Kerugian perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan
dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang
telah diaudit oleh akuntan publik.
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali,
uang

penghargaan

masa

kerja

1

kali

dan

uang

penggantian hak.
Ketujuh: Perusahaan melakukan efisiensi.
Pasal

164

pemutusan
karena

ayat

3:

hubungan

perusahaan

“Pengusaha
kerja

tutup

dapat

terhadap

bukan

melakukan

pekerja/buruh

karena

mengalami

kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena
keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan
melakukan efisiensi,…”
Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 kali,
uang

penghargaan

masa

kerja

1

kali

dan

uang

penggantian hak.
Kedelapan:Perusahaan pailit
Pasal 165: “Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan pailit,..”

31

Pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali,
uang

penghargaan

masa

kerja

1

kali

dan

uang

penggantian hak.
Kesembilan: Meninggal dunia.
Pasal 166: “Dalam hal hubungan kerja berakhir karena
pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya
diberikan sejumlah uang…….”
Kepada alhi waris pekerja/buruh berhak atas uang yang
besar perhitungannya sebesar pesangon sebesar 2 kali,
uang

penghargaan

masa

kerja

1

kali

dan

uang

penggantian hak.
Kesepuluh: Memasuki usia pensiun.
Pasal

167

pemutusan

ayat

1:

hubungan

“Pengusaha
kerja

dapat

terhadap

melakukan

pekerja/buruh

karena memasuki usia pensiun…”
Dalam

hal

pengusaha

tidak

mengikutsertakan

pekerja/buruh yang mengalami PHK karena usia pensiun
pada

program

memberikan

pensiun

kepada

maka

pengusaha

pekerja/buruh

uang

wajib

pesangon

sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan
uang penggantian hak.
Kesebelas: Mangkir selama 5 hari berturut-turut.
Pasal 168 ayat 1: “Pekerja/buruh yang mangkir selama 5
(lima)

hari

kerja

atau

lebih

berturut-turut

tanpa

keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti

32

yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali
secara

patut

dan

tertulis

dapat

diputus

hubungan

kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.”
Keterangan

tertulis

dengan

diserahkan

paling

lambat

bukti

yang

pada

sah

hari

harus

pertama

pekerja/buruh masuk bekerja.
Pekerja/buruh memperoleh uang penggantian hak, selain
itu diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
Keduabelas:

Mengajukan

pemutusan

hubungan

kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
Pasal 169 ayat 1: “Pekerja/buruh dapat mengajukan
permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal
pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. Menganiaya,

menghina

secara

kasar

atau

mengancam pekerja/buruh.
b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah
ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih.

33

d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan
kepada pekerja/ buruh.
e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan
pekerjaan di luar yang diperjanjikan atau
f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa,
keselamatan,

kesehatan,

dan

kesusilaan

pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak
dicantumkan

pada

perjanjian

kerja.

Pemutusan

hubungan kerja dengan alasan di atas pekerja/buruh
berhak mendapat uang pesangon 2 kali, uang
penghargaan

masa

kerja

1

kali

dan

uang

penggantian hak.
Ketigabelas:
perbuatan

Pengusaha
yang

tidak

dituduhkan

melakukan

pekerja/buruh

di

lembaga perseslisihan perindustrian industrial.
Pasal 169 ayat 3: “Dalam hal pengusaha dinyatakan
tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat

(1)

oleh

lembaga

penyelesaian

perselisihan

hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. “
Pemutusan

hubungan

kerja

dengan

alasan

di

atas

pekerja/buruh tidak berhak mendapat uang pesangon dan
uang penghargaan masa kerja.

34

Peraturan

perundang-undangan

melarang

pengusaha melakukan PHK karena alasan-alasan
tertentu seperti yang telah diuraikan dalam UU No.
13 tahun 2003 pasal 153 ayat 1, yaitu :
1. Pekerja sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui dua belas bulan secara terus-menerus
2. Pekerja

berhalangan

bekerja

karena

memenuhi

kewajiban terhadap negara sesuai undang-undang yang
berlaku.
3. Pekerja

menjalankan

ibadah

yang

diperintahkan

agamanya.
4. Pekerja menikah
5. Pekerja hamil, melahirkan, gugur kandungan atau
menyusui bayi
6. Pekerja

mempunyai

perkawinan

pertalian

dengan

darah

atau

lain

dalam

pekerja

ikatan
satu

perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, dan PKB.
7. Pekerja

mendirikan

/menjadi

anggota

dan/atau

pengurus serikat pekerja, melakukan kegiatan serikat
pekerja diluar jam kerja atau didalam jam kerja atas
kesepakatan pengusaha atau berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam PK,PP, dan PKB.
8. Pekerja mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai

perbuatan

pengusaha

yang

melakukan

tindakan pidana
9. Disebabkan perbedaan paham, agama, aliran politik,
suku, warna kulit, golongan jenis kelamin, kondisi fisik,
atau status perkawinan.
10. Pekerja dalam kondisi keadaan cacat, sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
35

jangka

waktu

penyembuhannya

belum

dapat

dipastikan.
11. Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan perusahaan
terhadap pekerja seperti kondisi yang disebutkan diatas
batal

demi

hukum

dan

perusahaan

wajib

mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan.
12. Semoga

informasi

mengenai

PHK

oleh

pihak

perusahaan kali ini dapat membantu Anda. Jangan lupa
untuk memeriksa gaji Anda lewat Cek Gaji dan berbagi
informasi lewat Survey Gaji.
Langkah-Langkah Melakukan PHK
1. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan (Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003), khususnya Bab XII. Bab ini, yang dimulai dari
Pasal 150 sampai dengan Pasal 172, banyak membahas pemutusan
hubungan kerja. Mengatur pemutusan hubungan kerja pada Peraturan
Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (bila serikat pekerja ada di
perusahaan Anda). Pada bab itu, biasanya, dijelaskan kondisi-kondisi
yang harus ada sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja
termasuk PHK dengan alasan efisiensi.
2. Periksa laporan keuangan perusahaan apakah ada indikasi merugi
selama dua tahun berturut-turut. Seperti yang tertulis pada Pasal 164
ayat 3 di atas, hanya bisa melakukan PHK dengan alasan efisiensi bila
perusahaan merugi selama dua tahun bertutur-turut. Bila bukti ini tidak
di

miliki, maka tidak akan mendapatkan izin dari Lembaga

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Bila ada bukti yang kuat, bisa melakukan pemutusan hubungan kerja
setelah melakukan berbagai macam cara untuk menyelamatkan
perusahaan dari kerugian yang semakin besar.
3. Beritahukanlah kondisi perusahaan kepada karyawan bila benarbenar perusahaan merugi selama dua tahun berturut-turut;
berikanlah informasi yang benar kalau memang perusahaan terus
36

merugi. Tidak perlu meyembunyikan informasi-informasi yang
sesungguhnya dari pekerja. Pekerja bisa memahami kesulitan yang
dihadapi perusahaan bila ada indikasi yang kuat perusahaan terus
merugi. Bisa melakukan pemberitahuan ini melalui town hall atau surat
tertulis. Namun, ada baiknya memberitahukan secara langsung dan
tertulis. Bila Serikat Pekerja (SP) ada dalam perusahaan, beritahukanlah
hal ini kepada pengurusnya atau kepada perwakilan pekerja bila SP
tidak ada.
4. Mintalah izin dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Industrial
untuk melakukan PHK. Ini perlu di miliki. Dalam Undang-Undang
No. 13 tahun 2003, Pasal 152, izin ini harus diperoleh perusahaan
sebelum melakukan PHK dengan karyawan, bila tidak ada, perusahaan
tidak dapat memutuskan hubungan kerja.Untuk membantu, berikut
adalah isi Pasal 152:
(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara
tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 151 ayat (2).
(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya
dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja
telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan
kesepakatan.
5. Hitunglah uang pesangon dan uang penghargaan karyawan sesuai
dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang No. 13 tahun
2003 atau Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Pada beberapa perusahaan, komponen uang pesangon ini terdiri dari

37

gaji pokok, tunjangan hari raya, tunjangan kesehatan, dan tunjangan
lain yang diberikan secara menetap.
6. Mintalah karyawan menandatangani dokumen ('Mutual Consent')
sebagai bukti bahwa karyawan mau menerima PHK.
Dokumen ini biasanya me