PERTUMBUHAN ALGA LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN METODE VERTIKULTUR PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOALEMO JURNAL

  

PERTUMBUHAN ALGA LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN

METODE VERTIKULTUR PADA KEDALAMAN YANG

BERBEDA DI KABUPATEN BOALEMO

JURNAL

  

OLEH:

HARIS LADUNTA

NIM : 631 411 045

  

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2015

  

LEMBAR PERSETUJUAN

ARTIKEL JURNAL

PERTUMBUHAN ALGA LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN METODE

  

VERTIKULTUR PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOALEMO

OLEH:

HARIS LADUNTA

  

NIM: 631 411 045

  

PERTUMBUHAN ALGA LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN METODE

  

VERTIKULTUR PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOALEMO

  1.2

  2

  2 Haris Ladunta, Hasim, dan Yuniarti

  1 Haris_bdp2011@mahasiswa.ung.ac.id

  2 Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan,

  Universitas Negeri Gorontalo

  

ABSTRAK

Haris Ladunta 2015. Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus alvarezii Dengan

Metode Vertikultur Pada Kedalaman Yang Berbeda Di Kabupaten Boalemo.

Skripsi. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Universitas Negeri Gorontalo. Dibawah Bimbingan Hasim Sebagai

Pembimbing I dan Yuniarti Koniyo Sebagai Pembimbing II.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan alga laut Kappaphycus

  

alvarezii dengan metode vertikultur pada kedalaman yang berbeda. Penelitian

  yang dilakukan menggunakan metode eksperimen. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Deskriptif dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Biota uji yang digunakan adalah alga laut Kappaphycus alvarezii sebanyak 450 gram. Pemeliharaan berlangsung selama 28 hari. Perlakuan yang digunakan kedalaman yang berbeda, yaitu (A) 25 cm, (B) 60 cm dan (C) 95 cm. Wadah yang digunakan berupa 9 buah kantong dengan ukuran tinggi kantong 30 cm dan diameter kantong 20 cm. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat rata rata pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik tertinggi diperoleh pada perlakuan A (kedalaman 25 cm) sebesar 16,67 gram dan 1,04 %/hari, disusul perlakuan B (kedalaman 60 cm) sebesar 8,33 gram dan 0,57 %/hari dan terendah pada perlakuan C (kedalaman 95 cm) sebesar 6,33 gram dan 0,43 %/hari. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa kualitas air pada lokasi penelitian berada dalam kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh alga laut Kappaphycus alvarezii

  

Kata kunci : Kappaphycus alvarezii, Vertikultur, Kedalaman, Pertumbuhan

  1.2

  2

  2 Haris Ladunta, Dr. Ir. Hasim, M.Si., Ir. Yuniarti Koniyo, MP.

I. PENDAHULUAN

  Rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan dalam perdagangan dunia dan Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi penyuplai bahan baku rumput laut bagi negara-negara yang membutuhkan. Produksi rumput laut Indonesia tahun 2013 adalah sebesar 9,28 juta ton meningkat hampir 3 juta ton dari sebelumnya pada tahun 2012 sebesar 6,51 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014). Peningkatan produksi rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang yang semakin besar di pasar internasional terhadap rumput laut Indonesia. Salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan ialah rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii.

  Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu spesis yang memiliki

  ekonomi penting dan merupakan komoditas ekspor yang saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat pesisir karena pelaksanaan budidayanya mudah dan tidak memerlukan modal investasi yang banyak serta memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Saat ini permintaan pasar akan rumput laut semakin meningkat, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pasar diperlukan kesinambungan produksi rumput laut hasil budidaya dari pengembangan usaha budidaya yang berkelanjutan (Utojo dkk., 2007).

  Metode vertikultur adalah budidaya yang dilakukan secara tegak lurus dengan mengoptimalkan pemanfaatan perairan-perairan atau kolom air yang relatif dalam (Aslan, 2011). Metode vertikultur dilakukan dengan mengikatkan bibit-bibit rumput laut dalam posisi vertikal (tegak lurus) pada tali-tali yang disusun berjajar, selanjutnya (Pong-Masak, 2010) dengan vertikultur juga bisa memanfaatkan kolom perairan sampai batas kecerahan perairan.

  Provinsi Gorontalo merupakan salah satu penyebaran rumput laut yang ada di Sulawesi, khususnya di Kabupaten Boalemo. Budidaya Kappaphycus

  

alvarezii banyak dibudidayakan dan sangat diminati oleh petani pembudidaya.

  Namun usaha budidaya rumput laut di daerah ini masih belum dikelola secara optimal, sehingga produksi rumput laut masih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan produksi rumput laut maka perlu menerapkan suatu teknologi baru dengan adanya penggunaan kantong dalam pemeliharaan rumput laut. Bahan jaring dengan mata jaring yang sangat kecil mampu mencegah masuknya sampah maupun hewan pemangsa adalah prinsip kerja kantong multifungsi ini (Cahyadi, 2009). Mengingat perlu adanya informasi tentang kedalaman yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut maka penulis melakukan penelitian dengan judul

  “ Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Metode Vertikultur Pada Kedalaman Yang Berbeda Di Kabupaten Boalemo ”.

II. METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015, di Perairan Loka Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Desa Tabulo Selatan, Kecamatan Mananggu, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.

  Prosedur Penelitian

  Bibit yang digunakan dalam penilitian ini adalah bibit alga laut Kappaphycus

  

alvarezii yang berasal dari sekitar lokasi penelitian setempat dengan berat awal 50

  gram per kantong sebanyak 450 gram. Penelitian ini dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan, metode budidaya yang digunakan yakni metode vertikultur dengan menggunakan kantong. Pembuatan diawali dengan merangkai tali gantung yang dilakukan didarat dengan masing-masing panjang tali gantung ± 2 meter. Pada setiap tali gantung akan memuat 3 gantungan yang akan dibuat pengait pada masing masing kedalaman guna mengikat kantong dan setiap tali gantung pada masing masing kedalaman diberikan tanda yang terbuat dari selasban. Kemudian menyiapkan bibit yang akan digunakan. Bibit alga laut dan kantong yang sudah disiapkan terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran-kotoran atau organisme yang menempel.

  Setelah dibersihkan alga laut yang telah tersedia terlebih dahulu ditimbang dengan berat bibit awal yang sama yaitu 50 gram/kantong sejumlah 450 gram.

  Selanjutnya Memasukan bibit alga laut kedalam kantong yang telah disiapkan, kemudian mengikat kantong alga laut pada tali ris gantung pada kedalaman 25 cm, 60 cm dan 95 cm, yang sebelumnya pada tali ris gantung tersebut pada masing masing kedalaman telah tanda pengait untuk mengikat kantong, dimana masing masing tali ris gantung diikatkan pemberat yang terbuat dari botol agua ukuran 500 ml yang berisi batu batu kecil. Mengikatkan tali ris gantung pada tali ris bentang dengan jarak masing-masing tali ris gantung 50 cm, selanjutnya mengikatkan pelampung berupa botol aqua yang berukuran 500 ml pada tali ris bentang. Pengontrolan alga laut dilakukan seminggu tiga kali yaitu dengan cara membersihkan kantong, botol (pelampung), tali gantung serta tali bentang.

  Sedangkan untuk pengukuran pengambilan sampling berat bibit dan kualitas air dilakukan sekali dalam seminggu.

  Variabel yang diamati

  Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan rata rata setiap minggu serta pengukuran kualitas air.

A. Pertumbuhan Mutlak

  Untuk menghitung pertumbuhan mutlak menurut Basyari et al., (1987)

  dalam Faisal dkk., (2012) sebagai berikut

  Keterangan : G : Pertumbuhan mutlak (g) Wt : Berat pada akhir penelitian (g) Wo: Berat pada awal penelitian (g) B.

   Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

  Menurut Dawes dkk., (1994) dalam Syahlun (2012), perhitungan laju pertumbuhan spesifik menggunakan rumus sebagai berikut : Dimana :

  • – lnW SGR= ---------------------- x 100% t

  SGR : Laju Pertumbuhan Spesifik (%) W t : Bobot Rumput Laut Pada Waktu t (g) W : Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g) t : Periode Waktu Penelitian (hari) lnW t

  G = W t - W

C. Pertumbuhan Rata-Rata Setiap Minggu

  Pertumbuhan mingguan diamati dengan cara merata-ratakan setiap perlakuan kemudian membuatnya kedalam grafik garis hingga tampak perubahan pertumbuhan setiap minggunya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Mutlak

  Pertumbuhan Mutlak alga laut Kappaphycus alvarezii pemeliharaan selama 28 hari dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut : Pertumbuhan Berat Mutlak

  16,67

  20

  m)

  15

  ra

  8,33

  10 6,33

  (g t

  5

  era B

  A (25 cm) B (60 cm) C (95 cm) Perlakuan Kedalaman .

  Gambar 1. Pertumbuhan Berat Mutlak Alga Laut Kappaphycus

  alvarezii Setiap Perlakuan

  Penanaman alga laut menggunakan kantong dengan metode vertikultur pada kedalaman 25 cm akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan kedalaman 60 dan 95 cm, karena pada kedalaman 25 cm alga laut dapat memanfaatkan sinar matahari lebih optimal sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis dan dapat membantu alga laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrient, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Santika (1985) dalam Novalina dkk., (2010) bahwa peningkatan fotosintesis dapat meningkatkan kemampuan alga laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrient. Selanjutnya Fibrianto (2007) menyatakan bahwa cahaya matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh alga laut. Selain itu pada kedalaman 25 cm masih terjadi pergerakan arus dan gelombang yang optimal untuk pertumbuhan alga laut Kapphaphycus alvarezii sehingga memiliki peluang yang cukup besar dalam penyerapan unsur hara, selain itu pergerakan air juga dapat membersihkan alga laut dari kotoran yang menempel sehingga tidak menghalangi proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mubarak (1982) dalam Novalina dkk., (2010) pergerakan air yang diakibatkan arus dan gelombang permukaan sangat membantu dalam mendistribusikan unsur hara dan fisika kimia air lainnya baik secara horisontal maupun vertikal dalam suatu wilayah perairan.

B. Laju Pertumbuhan Spesifik

  Laju pertumbuhan spesifik alga laut Kappaphycus alvarezii selama 28 hari pemeliharaan dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut: Laju Pertumbuhan Spesifik

  1,5 1,04

  i)

  1 0,57

  /har

  0,43 0,5

  (% t era

  A (25cm) B (60cm) C (95cm)

  B

  Perlakuan Kedalaman Gambar 2. Laju Pertumbuhan Spesifik Alga Laut Kappaphycus

   alvarezi Setiap Perlakuan

  Perlakuan kedalaman alga laut Kappaphycus alvarezii menggunakan kantong dengan metode vertikultur menunjukkan rata rata laju pertumbuhan spesifik yang berbeda, Rata rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi diperoleh pada perlakuan A sebesar 1.04 %/hari, disusul pada perlakuan B sebesar

  0.57%/hari dan terendah pada perlakuan C sebesar 0,43 %/hari. Hal ini dikarenkan adanya perbedaan penetrasi cahaya matahari yang diterima oleh setiap kedalaman sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda dengan kemampuan masing-masing dalam pertumbuhannya. Hal ini sesuai pendapat Novalina dkk., (2010) menyatakan bahwa setiap perlakuan kedalaman mempunyai kesempatan untuk memperoleh sinar matahari dan unsur hara yang berbeda sehingga pertumbuhannya juga berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat.

  Pertumbuhan juga disebabkan adanya pergerakan arus dan ombak. Pada kedalaman 25 cm dan 60 cm masih terjadi pergerakan arus dan ombak yang membawa unsur hara untuk pertumbuhan alga laut dibandingkan dengan kedalaman 95 cm pergerakan airnya sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Serdiati dan Widiastuti (2010) dalam Syahlun dkk., (2012) alga laut yang ditanam terlalu dalam pergerakan airnya kurang sehingga menyebabkan proses masuknya nutrient ke dalam sel-sel tanaman dan keluarnya sisa-sisa metabolisme terhambat serta tertutupnya thallus oleh lumpur yang mengakibatkan terhalangnya proses fotosintesis sehingga pertumbuhannya menjadi lambat.

  Secara umum nilai laju pertumbuhan spesifik hasil penelitian kurang dari 3%/hari, hal ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan alga laut kurang optimum, dimana laju pertumbuhan rumput laut semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman perairan. Hal ini sesuai dengan Iksan (2005) dalam Mamang (2008) bahwa laju pertumbuhan bobot rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan adalah di atas 3% pertambahan berat perhari.

C. Pertumbuhan Berat Setiap Minggu

  Hasil pengukuran pertumbuhan berat rata- rata setiap minggu alga laut

  Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut : 60 70 80 Pertumbuhan Berat Rata Rata setiap Minggu ) 50 am 40 (gr at 30 er

  B 10 20 1 2 3 4 A (Kedalaman 25 cm) B (Kedalaman 60 cm) Minggu ke

  C (Kedalaman 95 cm)

  Gambar 3. Pertumbuhan Berat Rata Rata alga laut Kappaphycus alvarezii Setiap Minggu

  Berdasarkan gambar diatas menunjukan bahwa pertumbuhan berat alga laut Kappaphycus alvarezii pada minggu pertama dan kedua pada semua perlakuan kedalaman mengalami peningkatan pertambahan berat yang tidak jauh berbeda, hal ini dikarenakan ketersediaan nutrien dalam kolom perairan relatif berdistribusi homogen, sehingga peluang bibit alga laut dalam memperoleh nutrien juga relatif sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Masyahoro dan Mappiratu (2009) dalam Rujiman dkk.,(2012) alga laut yang memperoleh nutrien yang banyak akan mempercepat pertumbuhannya. Pertumbuhan alga laut minggu ketiga pada perlakuan kedalaman 95 cm terjadi penurunan pertumbuhan. Hal ini dikarenakan adanya penempelan lumut dan teritip dikantong alga laut yang lebih banyak dibandingkan dengan kedalaman 25 cm dan 60 cm, akibat yang ditimbulkan yaitu terjadi penutupan kantong sehingga akan menghalangi penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan oleh rumput laut untuk fotosintesis, hal ini sesuai dengan pernyataan Indriani dan Sumiarsih (1991) Soenardjo (2004) bahwa lumut dan epifit yang menempel pada tumbuhan alga laut atau pada jaring kantong dapat menghambat penetrasi cahaya matahari. Selain penepelan lumut dan teritip penurunan pertumbuhan alga laut pada minggu ketiga juga disebabkan mulai terkenanya penyakit ice ice pada alga laut yang dipelihara, sehingga pertumbuhan alga laut menurun. Penyakit ini juga berlangsung sampai minggu keempat, dimana perlakuan kedalaman 60 cm dan 95 cm yang terkena penyakit

  

ice ice . Kondisi ini disebabkan karena adanya perubahan lingkungan yang

  ekstrem yang ditandai dengan adanya perubahan cuaca yang berubah ubah pada minggu keempat sehingga tidak mampu ditolerir oleh rumput laut yang menyebabkan rumput laut terkena penyakit ice ice, akibatnya rumput laut menjadi lemah atau tidak sehat, hal ini sesuai dengan pernyataan Syahlun, dkk., (2012) adanya penyakit ice-ice ini diduga berkaitan dengan adanya perubahan kondisi yang cukup lama dan tidak sesuai untuk pertumbuhan rumput laut, kondisi tersebut berkaitan dengan curah hujan yang tinggi.

D. Kualitas Air

  Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa kisaran yang diperolah masih pada kriteria kualitas air yang baik untuk pertumbuhan alga laut Kappaphycus alvarezii. Kisaran kualitas air selama penelitian dapat di lihat pada tabel 1 berikut.

  Tabel 1. Kisaran Hasil Pengukuran Kualitas Air

  Kisaran Hasil No Parameter Parameter Yang Sesuai

  Pengukuran

  1 Suhu (

  C) 29,8 26-32 C (BSNI, 2010)

  • – 31 2 - 4 atau lebih dari 4

  2 DO (mg/l) 4,2 - 5,4 (khasanah, 2013)

  3 Salinitas (ppt) 31 28-35 ppt (DKP, 2006)

  • – 35

  7,3-8,2 4 pH 7,5 - 8,1 (Indriani dan Sumiarsih, 2001)

  20-40 cm/detik

  5 Kec Arus (cm/detik) 21,25 - 25,97 (Sulma dan Manoppo, 2008)

  Lebih dari 1,5 m

  6 Kecerahan (m)

  7

  • – 8

  (Novalina dkk., 2010) Sumber: Data Olahan 2015

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus

  

alvarezii Dengan Metode Vertikultur Pada Kedalaman Yang Berbeda dapat

  disimpulkan bahwa: 1.

  Perbedaan kedalaman rumput laut yang dipelihara dengan metode vertikultur menunujukan pola pertumbuhan Kappaphycus alvarezii yang cenderung berbeda.

2. Kedalaman 25 cm menghasilkan pertumbuhan mutlak dan laju petumbuhan spesifik yang terbaik yaitu 16,67 gram dan 1,04 %/hari .

B. Saran

  Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diajukan yakni : 1. Perlu dilakukan penelitian yang sama pada musim dan waktu yang berbeda ditempat yang sama maupun pada lokasi yang berbeda guna mendapatkan musim tanam yang baik untuk pertumbuhan Kappaphycus alvarezii.

  2. Pada masa yang akan datang ketelitian dalam penimbangan pengukuran berat perlu diperhatikan, ketidaktelitian dalam pengukuran akan menghasilkan data yang tidak valid.

3. Perlu dilakukan pengukuran kualitas air pada masing masing kedalaman.

  

DAFTAR PUSTAKA

Aslan, L.M, 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Indonesia.

  Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya Perikanan Tanggal 22 Januari 2011. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari. 50 Hlm.

  Badan Standar Naisional Indonesia, 2010. Produksi Rumput Laut (Euchema cottoni). Badan Standar Nasional Indonesia. Bandung. Cahyadi, A. 2009. Kantong Rumput Laut. Media Masa Jakarta. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014. Produksi Rumput Laut Indonesia.

  Ditjen Perikanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014. Produksi Rumput Laut Indonesia.

  Ditjen Perikanan. Jakarta. Faisal, L. O., Patadjai, R. S., dan Yusniani. 2012. Pertumbuhan Rumput Laut

  (Kappaphycus alvarezii ) dan Ikan Baronang (Siganus guttatus) yang

  Dibudidayakan Bersama di Keramba Tancap. Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo. Indriani, H dan Suminarsih, E. 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Khasanah, U. 2013. Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Lokasi Budidaya

  Rumput Laut Eucheuma Cottonii . Jurnal. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

  Mamang. N. 2008. Laju Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Eucheuma cattonii Dengan Perlakuan Asal Thallus Terhadap Bobot Bibit Di Perairan Lakeba, Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Jurnal. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

  Novalina, S., Widiastuti. M. I.,2010. Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Kedalaman Penanaman Yang Berbeda. Jurnal.

  Media Litbang Sulteng III. Pong-masak, R.P., 2010. Panen 10 Kali Lipat dengan Vertikultur. Majalah TROBOS Edisi Juni 2010. Diakses 18-09-2010. Rujiman, L. O. M., Aslan, L. O. M., dan Sabilu, K. 2012. Pengaruh Jarak Tali Gantung dan Jarak Tanam yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Hijau Melalui Seleksi Klon Dengan Menggunakan Metode Vertikultur (Periode I - III). Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo. Kendari

  Soenardjo, N. 2004. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber van Bosse)Dengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun.

  Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang. Sulma, S., dan Manoppo, A. 2008. Kesesuaian Fisik Perairan Untuk Budidaya Rumput Laut di Perairan Bali Menggunakan Data Penginderaan Jauh.

  Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN. PIT MAPIN XVII, Bandung. 10 hlm. Syahlun, Rahman, A., dan Rusliani. 2012. Uji Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur. Jurnal.

  Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo. Kendari. Utojo, Mansyur, A., Pantjara, B., Pirzan, A.M., dan Hasnawati. 2007. Kondisi

  Lingkungan Perairan Teluk Mallasora yang Layak Untuk Lokasi Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma sp.). J. Ris. Akua. Vol. 2: 243-255.