Pajak dan zakat dalam pembangunan ekonom

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mutlak yang harus dilakukan oleh suatu negara
untuk mensejahterahkan kehidupan masyarakat. Pembangunan negara merupakan kewajiban
bagi seluruh penduduk negara tersebut, bukan hanya dilakukan oleh pemerintah. Dalam proses
pembangunan negara diperlukan sinergisitas antara pemerintah, masayarakat, dan entitas
ekonomi (Boediono, 1992). Pemerintah sebagai pemimpin masyarakat dan entitas ekonomi harus
bisa mengatur dua elemen penting tersebut agar dapat menjaga keseimbangan dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Untuk menjaga keseimbangan ekonomi, pemerintah harus
menentukan langkah-langkah strategis melalui regulasi-regulasi yang dapat mengikat masyarakat
dan entitas ekonomi agar tetap sesuai dengan rencana pemerintah guna mencapai pembangunan
ekonomi yang optimal dan merata.
Saat ini, pemerintah menggunakan regulasi pajak bagi masayarakat maupun entitas ekonomi
dalam menyeimbangkan pembangunan ekonomi Indonesia. Pemerintah menggunakan pajak
sebagai sumber pendapatan utama dalam membangun perekonomian Indonesia. Setiap aktivitas
dari kedua elemen tersebut akan dikenai tarif pajak yang proporsional. Menurut Direktorat
Jendral Pajak, dalam handbook yang diterbitkan dengan judul


Lebih Dekat dengan Pajak

(2013), menjelaskan bahwa Hasil dari pemungutan pajak tersebut akan digunakan untuk
membiayai proyek-proyek pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan umum yang
manfaatnya secara tidak langsung diterima oleh masyarakat. Bagi entitas ekonomi membayar
pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi sebagai kompensasi dari fasilitas yang
telah disediakan oleh pemerintah dalam kegiatan operasionalnya. Namun, selama ini pajak yang
dipungut pemerintah dari rakyat masih belum dapat membantu masyarakat kecil secara langsung
dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat tidak dapat memberikan manfaat atau imbalan secara
langsung. Dirjen Pajak, dalam handbook yang diterbitkan dengan judul Lebih Dekat dengan
Pajak, menjelaskan bahwa (2013), Selama ini sumber pendapatan negara hanya bersumber dari
pajak. Imbalan yang diterima oleh pembayar pajak tentunya tidak dapat dirasakan secara
langsung . Oleh karena itu, pajak masih belum bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat secara
mikro. Selama ini pajak hanya memberikan manfaat secara makro, dimana tidak semua kalangan

2

masyarakat dapat menikmatinya. Jika disimpulkan, maka pajak hanya memberikan manfaat
berupa tersedianya fasilitas umum, tersedianya pelayanan publik yang memadai, pendidikan, dll.

Manfaat pajak bagi masyarakat hanya berupa penyedia fasilitas penunjang, tetapi tidak
memberikan manfaat secara substansial yang berupa peningkatan kemampuan ekonomi
masyarakat. Pembangunan ekonomi yang kuat

tentunya harus dimulai dari tingkat mikro

(Boediono, 1993). Oleh karena itu, Peningkatan kapasitas dan kemampuan ekonomi masyarakat
harus ditingkatkan agar tercipta pembangunan ekonomi yang kuat dan mampu bersaing
ditengah-tengah krisis ekonomi global.
Potensi zakat dalam membantu perekonomian Indonesia sangatlah besar. Hal ini dikeranakan
Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ke 4 di dunia. dari total keseluruhan
penduduk Indonesia, yang termasuk penduduk muslim sebesar kurang lebih 170 juta dari total
keseluruhan penduduk (BPS, 2013). Berdasarkan kondisi demografi tersebut, Indonesia
berpeluang mendapatkan sumber pendapatan maksimal dan alternatif sumber pendapatan dalam
kuantitas dan kualitas optimal yang dapat digunakan sebagai instrumen dalam pembangunan
ekonomi Indonesia. Dalam Islam, setiap muslim diwajibkan membayar zakat untuk
membersihkan harta dari hak-hak orang yang bersangkutan. Jika setiap muslim diwajibkan
membayar zakat, jika dikalikan dengan jumlah penduduk muslim di Indonesia, maka Indonesia
akan memperoleh sumber pendapatan alternatif dari zakat yang sangat besar (Salmadanis, 2008).
Zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim besarnya sesuai dengan nishab yang telah diatur

dalam Al-Qur’an. Zakat yang diberikan tidak harus berupa uang tunai ataupun beras, tetapi bisa
berupa barang-barang produksi yang dapat digunakan untuk berwirausaha (Sartika, 2008). Jika
ditinjau dari manfaatnya, zakat memberikan manfaat secara mikro, dalam artian zakat langsung
memberikan manfaat secara substansial, yaitu dapat menjadi solusi dalam peningkatan
kemampuan ekonomi masyarakat secara mikro.
Berdasarkan manfaatnya, pajak memberikan manfaat secara makro, dalam artian
memberikan manfaat berupa fasilitas umum yang dapat digunakan untuk menunjang seluruh
aktivitas masayarakat. Sementara itu, zakat memberikan manfaat secara mikro, karena manfaat
zakat bisa diarasakan secara langsung oleh penerimanya. Sehingga pihak penerima zakat bisa
menggunakan zakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pajak dan zakat memiliki perbedaan dalam hal kebermanfaatannya. Oleh
karena itu, untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang kuat dan mampu bersaing di tengah-

3

tengah krisis ekonomi glonal, diperlukan sinergisitas antara pajak dan zakat sebagai sumber
pendapatan negara dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penulis
mengajukan judul “Sinergisitas Pajak dan Zakat Sebagai Instrumen Optimalisasi Pendapatan
Negara dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Indonesia yang Merata secara Mikro maupun
Makro” yang diajukan sebagai tugas terstruktur pada mata kuliah Ekonomi Islam.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana cara mensinergikan pajak
dan zakat sebagai instrumen optimalisasi pendapatan negara dalam rangka pembangunan
ekonomi Indonesia yang merata secara mikro maupun makro?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sinergisitas antara pajak dan
zakat melalui input desentralisasi konservatif sebagai instrumen optimalisasi pendapatan negara
dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia yang merata secara mikro maupun makro.
1.4 Manfaat
1. Pemerintah
Dapat memberikan instrumen alternatif sebagai cara untuk mengoptimalisasi pendapatan
negara melalui pajak dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia yang merata, baik
secara makro maupun mikro.
2. Masyarakat
Dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kurang mampu secara mikro, dan secara
makro dapat memberikan manfaat secara optimal melalui fasilitas umum yang diberikan
oleh pemerintah

4


BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat
dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung (Dirjen Pajak, 2014). Menurut
Wijono (2010), Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment. Berdasarkan pengertian diatas, pemerintah
menggunakan pajak sebagai sumber pendapatan utama untuk membiayai biaya operasional
negara. Kemudian sisa dari pendapatan pajak yang telah dialokasikan untuk kegiatan operasional
negara digunakan untuk mengadakan maupun memperbaiki fasilitas umum.
2.1.1

Jenis-jenis pajak

Menurut Dirjen Pajak, dalam handbook yang diterbitkan dengan judul “Lebih Dekat dengan
Pajak” (2013), mengemukakan jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan dapat digolongkan
dalam 3 golongan sebagai berikut:
1. Pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.
2. Menurut sasaran/objeknya, jenis-jenis pajak menurut sasarannya/objeknya dapat dibagi

menjadi dua, yaitu pajak pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif merupakan pajak
yang dikenakan langsung kepada subjek pajak. Subjek pajak dalam hal ini adalah bendahara
pemerintah dan lembaga pemungut pajak lainya. Sementara itu, pajak objektif yaitu pajak yang
dikenakan kepada objek pajak secara langsung. Objek pajak dalam hal ini bisa dicontohkan
sebagai konsumen.
3. Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak menurut lembaga pemungutnya dapat dibagi
menjadi dua, yaitu pajak yang dipungut pemerintah pusat dan jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah, yang sering disebut dengan pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat
merupakan pajak yang dipungut langsung oleh pemerintah pusat, contohnya: PPh, PPN, PPnBM,
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3), dan
Bea Materai. Sementara itu, pajak daerah adalah pajak yang ditangani secara langsung oleh
instansi pemerintah daerah yang menangani pemungutan pajak daerah. Contohnya: Pajak
Kendaraan bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, Dll.

5

2.1.2 Tarif Pajak
Berdasarkan Peraturan yang telah dikeluarkan oleh Dirjen Pajak (2014), ada 4 tarif pajak,
yaitu:
1. Tarif sebanding/proporsional, Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah

yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai
yang dikenai. Tarif pajak ini disesuaikan dengan besarnya jumlah pendapatan.
2. Tarif tetap, Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak Sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Tarif pajak ini tetap, tidak terpengaruh
dengan jumlah pendapatan.
3. Tarif progresif, Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.Tarif pajak ini akan semakin meningkat ketika pendapatan yang diterima juga
meningkat
4. Tarif degresif, Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.Tarif pajak ini akan semakin menurun jika pendapatan naik.
2.1.3 Asas Pemungutan pajak
Berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak (2014) yang di pakai
sebagai landasan negara untuk mengenakan pajak sebagai berikut:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), negara
berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di
wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku
untuk wajib pajak dalam negeri.
2. Asas sumber, Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan

(nationality/citizenship

principle), Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu

Negara
2.1.4 Pajak Dalam Perspektif Islam
Dalam persepektif Islam, pemungutan pajak adalah diperbolehkan jika digunakan untuk
kemaslahatan umat. Hal ini dikarenakan pajak merupakan sumber pendapatan utama negara
untuk menjalankan aktivitas operasional, sehingga jika tidak ada pajak, maka akan akan terjadi
krisis multidimensional, yang tentunya juga berdampak langsung pada masyarakat. dalam kaidah

6

ushul fiqh dijelaskan bahwa suatu kewajiban jika tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka
sesuatu itu hukumnya wajib. Sesuatu yang dimaksud dalam kaidah ini adalah kemaslahatan
umat( Fawaz, 2011). Jika seorang muslim hanya membayar zakat tetapi tidak membayar pajak,
maka seorang muslim tersebut telah membiarkan terjadinya kemudharatan. Hal ini akan
mengakibatkan zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim menjadi tidak sempurna karena
seorang muslim tersebut membiarkan terjadinya kemudharatan—krisis multidimensional.
Qardhawi (2013),“Jika sekiranya seorang penguasa (pemerintahan muslim) hendak

menyiapkan sebuah pasukan perang, maka sepantasnya dia menyiapkannya dengan
harta yang diambil dari baitul mal kaum muslimin (kas negara) jika di dalamnya
memang ada harta kekayaan yang mencukupinya, dan tidak boleh baginya
mengambil harta sedikitpun dari rakyat. Akan tetapi jika di dalam baitul mal tidak
ada harta yang mencukupi penyiapan pasukan perang, maka dibolehkan bagi
penguasa/pemerintah muslim menetapkan kebijakan kepada mereka (orang-orang
kaya agar membayar pajak) sehingga pasukan perang yang akan berjihad menjadi
kuat”.
Berdasarkan pendapat Qardhawi diatas, pajak memiliki peran yang sangat krusial. Selama
ini pemerintah tidak memiliki sumber pendapatan lain selain dari pajak. Oleh karena itu,
membayar pajak merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang muslim untuk mengisi
kekosongan anggaran negara. Selain itu, dengan membayar pajak, maka masyarakat telah
memperlancar pembangunan ekonomi yang diselenggarakan negara.
2.2 Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang arab, kata zakat merupakan kata
dasar(masdar) dari zakat yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yang semua arti ini
digunakan didalam menerjemahkan Al-Qur’an dan hadits (Fawaz, 2011). Menurut terminologi
syariat(istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat
tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. .

2.2.1

Tujuan Dikeluarkannya Zakat

Tujuan dikeluarkannya zakat menurut Qardhawy (1993):
1.

Zakat Akan membebaskan si penerima dari kekurangan kebutuhan, dengan tercukupinya

kebutuhan, penerima zakat akan merasa tentram dan dapat khusyu’ beribadah. Selain itu, dengan
tercukupinya kebutuhan si penerima zakat, maka potensi dari perbuatan munkar akan semakin
kecil

7

2.

Zakat menghilangkan rasa dengki dan benci, sifat hasad dan dengki akan menghancurkan

keseimbangan pribadi, jasmani, dan rohaniah seorang. Sifat ini akan melemahkan bahkan

menghentikan produktifitas. Islam tidak memerangi penyakit ini dengan semata-mata nasihat dan
petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya dari masyarakat melalui mekanisme zakat, dan
menggantikannya dengan persaudaraan yang saling memperhatikan satu sama lain
2.2.2

Zakat Penghasilan

Qardhawy (1993) menjelaskan bahwa zakat penghsilan adalah penghasilan bersih yang
sudah dikurangi utang dan merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok dan sudah sesuai nishab
maka wajib membayar zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilan bersihnya yang dibayarkan sekali
dalam satu tahun
2.2.3

Penerima zakat

Ada delapan golongan yang berhak menerima zakat, sesuai dengan Al Qur’an surat AtTaubah: 60. Delapan golongan tersebut adalah:
A.

Fakir, adalah orang yang penghasilannya belum dapat menutupi separuh dari

kebutuhannya.
B. Miskin, adalah orang yang penghasilannya baru bisa memenuhi separuh atau lebih dari
kebutuhannya, tetapi belum bisa terpenuhi semuanya.
C. Amil Zakat, adalah orang yang mendapatkan tugas dari negara, organisasi, lembaga atau
yayasan untuk mengurusi zakat. Atas kerjanya tersebut, seorang amil zakat berhak mendapatkan
jatah dari uang zakat.
D. Muallaf, adalah singkatan dari istilah “al-Muallaf Qulubuhum“ sebagaimana yang
disebutkan al-Qur’an dalam surat at-Taubah, ayat : 60. Yang artinya adalah orang-orang yang
hati mereka dilunakkan agar masuk Islam, atau agar keimanan mereka meningkat, atau untuk
menghindari kejahatan mereka
E. Fi ar- Riqab, adalah budak belian. Maksud pemberian zakat kepada mereka bukanlah kita
memberikan uang kepada mereka, tetapi maksudnya adalah memerdekakan mereka.
F.

Al-Gharim, adalah orang-orang yang dililit utang, sehingga dia tidak bisa membayarnya.

G. Fi Sabilillah, Yang dimaksud fi sabilillah adalah perang di jalan Allah untuk menegakkan
kalimat Allah di muka bumi
H. Ibnu Sabil, Ibnu Sabil adalah seorang musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanan,
sehingga dia tidak bisa melanjutkan perjalanan atau kembali ke kampung halamannya. Orang

8

seperti ini, walaupun dia kaya di kampung halamannya, berhak untuk mendapatkan zakat
sekedarnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga dia sampai tujuan.
2.3 Pembangunan Ekonomi
2.3.1

Konsep pembagunan ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan proses pembentukan struktur ekonomi seutuhnya secara
bertahap guna menciptakan perekonomian yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduk
baik secara makro maupun mikro (Boediono, 1992). Pembangunan ekonomi dilakukan secara
bertahap karena pembangunan ekonomi meliputi seluruh aspek dimensional penunjang
kesejahteraan masyarakat. Jika dianalogikan dengan pemabangunan rumah, maka dalam
pembangunan rumah tersebut harus dimulai dengan membangun pondasi yang kuat. Setelah
pondasi dirasa sudah kuat, maka pembangunan memasuki tahap kedua, yaitu membangun
tembok, setelah tembok terbentuk, maka dibentuklah atap sebagai pelindung penghuni rumah
dari sinar matahari dan cuaca. Dalam pembangunan ekonomi tentunya harus dimulai dengan
membentuk pondasi yang kuat—Pendapatan perkapita masyarakat. Penguatan pendapatan
perkapita masyarakat sangatlah penting karena sumber perekonomian bangsa adalah dari
pendapatan perkapita masyarakat (Michael, 2000). Pendapatan perkapita masyarakat yang
meningkat akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga akan meningkatkan pemintaan
pasar. Dengan meningkatnya permintaan pasar akan memberikan ekses positif bagi produsen
untuk menambah kapasitas produksi guna menyesuaikan dengan ekulibrium pasar. Dengan
perilaku produsen yang meningkatkan kapasitas produksi, maka otomatis akan menyerap sumber
daya produksi lebih banyak lagi—Mengurangi pengangguran. Dengan berkurangnya
pengangguran akan mengurangi beban negara dan akan menambah wajib pajak baru sehingga
pendapatan negara dari sektor pajak akan meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan negara
dari sektor pajak, maka pemerintah akan mendapatkan ruang fiskal yang dapat digunakan untuk
membangun perekonomian Indonesia.
2.3.2

Komponen pembangunan ekonomi

Dalam proses pembangunan ekonomi dikenal dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan proses bertambahnya PDB nasional tanpa memperhatikan apakah
pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan jumlah penduduk (Wijono,
2010). Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang digunakan sebagai instrumen
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi lebih bersifat jangka pendek, dan selalu berubah-

9

ubah tergantung dengan situasi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sendiri terbentuk dari kombinasi
konsumsi masyarakat, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor bersih. Jika salah satu
komponen tersebut mengalami penigkatan, maka pertumbuhan ekonomi akan terjadi.

10

BAB III
Diskursus
Pajak jika dilihat dari segi kebermanfaatannya, hanyalah memberikan manfaat secara makro,
sehingga tidak maksimal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak dipungut dari
seluruh rakyat Indonesia yang sudah memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Karena dipungut dari
seluruh rakyat Indonesia, maka jumlah pajak yang dipungut dari masyarakat sangatlah besar
jumlahnya. Berdasarkan data dari BPS (2013) total penerimaan pajak Indonesia sebesar
1.497.521 miliar rupiah. Namun, penerimaan pajak sebesar itu, hanya digunakan untuk
menyediakan dan memperbaiki fasilitas umum dimana fasilitas tersebut tidak dapat
dimanfaatkan oleh seluruh rakyat Indonesia, tapi hanya dimanfaatkan oleh sebagian kelompok
masyarakat. Sementara itu, yang menanggung pajak adalah seluruh rakyat Indonesia. Oleh
karena itu, jika ditinjau dari segi kebermanfaatanya maka pajak hanya memberikan manfaat
secara makro dan kebermanfaatan pajak bagi sektor mikro ekonomi masyarakat masih sangat
rendah. Menurut Abu Azka dan Lukman Mohammad Baga (2011) hasil dari pajak digunakan
untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian
tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara. Jika negara
hanya mengandalkan pajak sebagai instrumen pembangunan ekonomi, maka pembangunan
ekonomi yang tercipta akan sangat lemah, hal ini dikarenakan pondasi dasar perekonomian
Indonesia—Kehidupan mikro ekonomi masyarakat tidak dibenahi dengan baik.
Potensi zakat dalam membantu pemabangunan perekonomian Indonesia sangatlah besar.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Jumlah penduduk
muslim Indonesia sebesar kurang lebih 170 juta atau hampir 80% dari total keseluruhan
penduduk Indonesia (BPS, 2013). Dengan jumlah penduduk muslim yang besar, maka jika setiap
muslim telah melakukan kewajibannya untuk menunaikan zakat, maka penerimaan Indonesia
dari zakat tentunya akan sangat besar. Zakat merupakan sebuah kewajiban yang harus ditunaikan
oleh seorang muslim sebagai sarana untuk membersihkan harta seorang muslim dari hak-hak
kaum dhuafa atau golongan yang berhak menerima zakat (Qardhawi, 1993). Dalam Islam, setiap
harta yang dimiliki oleh seorang muslim, di situ terdapat hartanya kaum dhuafa. Potensi
penerimaan atas zakat di Indonesia sangatlah besar. Potensi ini jika dikelola oleh pemerintah
dengan baik, maka akan memberikan dampak yang signifikan dalam pembangunan ekonomi.

11

Dalam rangka optimalisasi potensi zakat, maka pemerintah bisa melakukan pemungutan
zakat kepada masyarakat. Menurut Qardhawi (1993), negara yang memungut zakat dari
rakyatnya adalah diperbolehkan karena pada zaman Kulafaur Rasyidin, banyak dari sahabat yang
mendapat tugas khusus dari rasulullah sebagai petugas zakat untuk tiap-tiap kaum dan suku
bangsa yang telah masuk Islam. Berdasarkan contoh tersebut, rasulullah telah mencontohkan
bahwa pemerintah mempunyai kewenangan untuk memungut pajak dari kaum muslim serta
mendistribusikannya secara adil dan tepat sasaran. Untuk mengoptimalkan potensi zakat di
Indonesia, pemerintah harus turun tangan langsung untuk memungut dan mendistribusikan zakat
agar perputaran zakat di Indonesia lebih efektif dan efisien serta tepat sasaran. Dalam
pemungutan zakat, pemerintah harus membedakan pemungutan zakat dengan program-program
pemerintah yang lain.
Sinergisitas Pajak dan Zakat
Sinergisitas pajak dan zakat sangatlah diperlukan untuk menunjang pembangunan ekonomi
Indonesia. Zakat merupakan kewajiban yang harus dituntaskan oleh seorang muslim. Tujuan dari
adanya zakat yaitu untuk menghilangkan kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan orang
tidak mampu secara ekonomi. Target dari pendistribusian zakat sudah jelas seperti yang tertuang
pada Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60. Dalam ayat tersebut, salah satu golongan penerima
zakat adalah golongan fakir-miskin. Menurut Qardhawi (1993), zakat bukan sekedar bantuan
sewaktu-waktu kepada orang miskin untuk meringankan penderitaannya, tapi bertujuan untuk
menanggulangi kemiskinan, agar orang miskin berkecukupan selama-lamanya.

12

PEMBANGUNAN

EKONOMI

PAJAK

ZAKAT

FASILITAS PUBLIK

ZAKAT PRODUKTIF

EFEK MAKRO

EFEK MIKRO
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Gambar 3.1 Bagan Sinergisitas pajak dan zakat dalam pembangunan ekonomi
Berdasarkan bagan diatas, sinergisitas pajak dan zakat memberikan efek mikro dan makro
yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Secara lebih rinci jika dijelaskan dari
bagan diatas maka, sinergisitas dari pajak dan zakat dimulai dari diterimanya zakat oleh
penerima zakat. Proses pendistribusian zakat yang sudah terlakasana, telah memberikan
kemudahan bagi pihak penerima zakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika zakat
didistribusikan dengan barang produktif, maka kebutuhan ekonomi masyarakat penerima zakat
akan terpenuhi secara mandiri dengan bantuan barang barang produktif yang diterimanya. Zakat
produktif didistribusikan kepada masyarakat yang memang mempunyai keahlian untuk
mengoperasikan barang-barang produktif untuk mencari nafkah. Sementara itu bagi masyarakat
yang tidak mempunyai keahlian, zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang bisa
langsung dikonsumsi. Zakat yang sudah didistribusikan baik dalam bentuk barang produktif
maupun barang konsumtif secara langsung telah meningkatkan pendapatan perkapita
masyarakat. dalam jangka pendek, zakat dapat mencukupi kebutuhan pokok dari masyarakat—
zakat berupa barang konsumtif. Namun dalam jangka panjang, zakat bisa menciptakan sumber
ekonomi baru, dengan bertambahnya masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berwirausaha
—zakat berupa barang produktif. Zakat yang sudah didistribusikan, telah memberikan efek

13

mikro berupa peningkatan pendapatan perkapita dan peningkatan daya beli masyarakat. dengan
adanya efek mikro ini akan memberikan dampak yang signifikan pada perekomian secara makro.
Jika diperinci lagi, peningkatan pendapatan perkapita masyarakat akan otomatis meningkatkan
daya beli masyarakat, dengan meningkatnya daya beli masyarakat maka akan meningkatkan
perputaran uang dan barang dipasar, sehingga distribusi kekayaan dalam suatu perekonomian
akan semakin merata. dengan meratanya distribusi kekayaan, maka akan muncul wajib pajak
baru yang bisa menambah pendapatan negara.
Meningkatnya pendapatan negara disektor pajak, memberikan kemudahan bagi pemerintah
untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi. dengan pendapatan yang melimpah,
pemerintah bisa membangun infrastruktur yang dapat menunjang perekonomian masyarakat,
memberikan subsidi kepada masyarakat kurang mampu, memberikan bantuan pendidikan, dll.
Selain itu, pemerintah bisa membangun sentra pelatihan kerja untuk menciptakan profesi baru
dari kalangan masyarakat kurang mampu. Meningkatnya penerimaan sektor pajak pada intinya
akan mempermudah pemerintah dalam membangun perekonomian yang kuat dan berdaya saing.
Pajak jika dilihat dari segi kebermanfaatannya, memberikan manfaat secara makro. Manfaat
secara makro bisa disebut sebagai keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan
pembangunan ekonomi, terutama dalam hal penyediaan fasilitas umum. Dengan meningkatnya
kualitas dan kuantitas fasilitas umum, maka bisa dibilang secara makro masyarakat sudah
sejahtera. Berbeda dengan zakat, zakat cenderung memberikan manfaat secara mikro, karena
memang golongan penerima zakat sudah ditentukan dalam Al-Qur’an sehingga pendistribusian
zakat langsung ditujukan kepada individu yang berhak menerimannya. Oleh karena itu, adanya
sinergisitas dari kesejahteraan secara mikro dan makro akan mempermudah pemerintah dalam
membangun perekonomian yang kuat dan mampu bersaing dalam kancah pereknomian global.
Dalam pembangunan ekonomi, arus distribusi kekayaan tentunya akan terus mengalir.
Dalam bagan diatas, pembangunan ekonomi akan tetap menciptakan adanya pajak yang harus
dipungut dari masayarakat seiring dengan peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas umum.
Selain itu, adanya pembangunan ekonomi kuantitas masyarakat kurang mampu akan semakin
berkurang, sehingga aliran zakat dari pemberi zakat akan semakin besar seiring bertambahnya
harta yang sudah masuk nishab dan haul yang sudah wajib dikeluarkan zakatnya.

14

Multiplier Effect Sinergisitas Pajak dan Zakat dalam Pembangunan Ekonomi
Dengan adanya sinergisitas pajak dan zakat, maka peningkatan kesejahteraan masyarakat
akan semakin meningkat baik secara makro maupun mikro. Secara mikro, peningkatan
kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari peningkatan pendapatan perkapita yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sementara itu, secara makro peningkatan
kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum baik dalam segi
kualitas maupun kuantitasnya. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara makro didorong
oleh peningkatan pendapatan perkapita yang menciptakan wajib pajak baru sehingga pendapatan
negara dari pajak meningkat. dengan meningkatnya kesejahteraan ekonomi secara mikro maupun
makro, sehingga pembangunan ekonomi akan semakin cepat. Dan hasil dari pembangunan
ekonomi akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Berikut adalah bagan yang menggambarkan
tentang multiplier effect dari zakat.
ZAKAT

Daya beli

Pendapatan Perkapita

KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT

Wajib Pajak Baru

PEMBANGUNAN EKONOMI

Permintaan Pasar

Respon Produsen

Jangka Pendek

Wajib Pajak Baru

Jangka Panjang

Gambar 3.2 Bagan multiplier effect zakat dan pajak dalam pembangunan ekonomi
Secara rinci, multiplier effect dari zakat lebih bekonsentrasi pada sektor mikro.
Pendistribusian zakat secara lansgung akan memberikan efek jangka pendek. Efek tersebut
berupa peningkatan daya beli masyarakat. Setiap peningkatan daya beli masyarakat otomatis
akan meningkatkan permintaan pasar, sehingga akan memicu produsen untuk menambah
kapasitas produksi. Respon ini merupakan langkah jangka panjang. Namun tidak semua

15

perusahaan memandang dinamika pasar sebagai sebuah dasar dalam menentukan masa depan
perusahaan. Sehingga ada perusahaan yang menyikapi dinamika pasar dengan langkah jangka
pendek, yaitu meningkatkan harga jual. untuk menciptapkan ekluibrium yang baru. Respon
produsen, baik jangka panjang maupun jangka pendek otomatis akan meningkatkan pendapatan
produsen. Sehingga otomatis akan meningkatkan kuantitas dan kualitas wajib pajak. Dengan
terjadinnya peningkatan pendapatan pemerintah disektor pajak, maka laju pembangunan
ekonomi akan semakin lancar.
Sementara itu, jika zakat diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, maka zakat akan
memberikan efek jangka panjang. Multiplier effect nya pun tidak jauh berbeda dengan zakat
yang diberikan dalam bentuk barang konsumtif. Yang membedakan, yaitu

zakat produktif

memberikan kesempatan bagi kaum dhuafa untuk secara mandiri memenuhi kebutuhan
ekonominya sendiri. Kemandirian masyarakat merupakan sebuah efek jangka panjang yang
dapat menjadi pondasi perekonomian Indonesia yang kuat dan mampu bersaing di kancah
perekonomian global. Dengan suksesnya pembangunan ekonomi, maka kesejahteraan
masyarakat akan meningkat baik secara makro maupun mikro.
Multiplier effect dari pajak sendiri lebih condong pada sektor makro. Meningkatnya pajak
akan mempermudah pemerintah dalam membangun perekonomian. Fasilitas umum akan
semakin banyak dan kualitasnya pun akan semakin bagus. Sehingga secara makro, kesejahteraan
masyarakat sudah terpenuhi. Kesejahteraan masyarakat yang meningkat akan mengalirkan lagi
distribusi kekayaan melalui zakat dan pajak.
Konsekuensi Logis Sinergisitas Pajak dan Zakat
Sinergisitas pajak dan zakat memberikan peluang bagi pemerintah untuk menciptakan
sebuah pembangunan ekonomi yang berdasarkan produktifitas masyarakat. Perekonomian yang
di dasari oleh produktifitas masyarakat akan menciptakan kesejahteraan masyarakat baik secara
makro maupun mikro. Indonesia akan semakin mandiri dalam mengelola sumber daya yang ada.
Sehingga, Indonesia dapat mengoptimalkan sumeber daya yang dimiliki untuk mensejahterakan
masyarakat secara mandiri tanpa campur tangan dari pihak asing. Selain itu, dengan adanya
sinergisitas pajak dan zakat dapat menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.
Namun, konsekuensi logis tersebut akan benar-benar terjadi jika Indonesia sudah terbebas
dari utang luar negeri. Berdasarkan data dari Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (2014),
Utang luar negeri Indonesia pada bulan Januari 2014 sebesar 3,884 juta dolar AS. Utang luar

16

negeri yang sangat besar selama ini ditutup dengan menggunakan penerimaan pajak dari rakyat.
Sehingga, hal ini lah yang menyebabkan pembangunan ekonomi di Indonesia tidak pernah maju
walaupun pendapatan dari sektor pajak sangatlah besar. Selama utang luar negeri Indonesia
masih sangat besar, setiap peningkatan jumlah pajak tidak akan memberikan pengruh yang
signifikan dalam pembangunan ekonomi.

17

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pajak dan zakat merupakan suatu hal yang harus dibayarkan oleh seorang muslim dalam
rangka meningkatkan kesejateraan umum. Dari segi kebermanfaatannya, pajak dan zakat
memiliki perbedaan. Pajak hanya memberikan manfaat secara makro dan kebermanfaatan pajak
bagi sektor mikro ekonomi masyarakat masih sangat rendah. Menurut Abu Azka dan Lukman
Mohammad Baga hasil dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum
di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan
lain yang ingin dicapai oleh negara. Pajak hanya memberikan manfaat secara makro, tetapi
manfaat pajak untuk sektor mikro sangatlah kurang. Sementara itu, zakat yang dikeluarkan,
telah memiliki sasaran yang jelas, dan sasaran tersebut termasuk dalam kategori. Zakat yang
diberikan tidak harus berupa uang tunai, tetapi bisa berupa barang-barang modal yang dapat
digunakan untuk kegiatan produksi. Dengan digunakannya zakat produktif, maka zakat telah
memberikan dampak yang signifikan bagi sektor mikro.
Sinergisitas pajak dan zakat dalam pembangunan ekonomi Indonesia sangatlah penting,
karena pajak dan zakat memiliki kebermanfaatan yang saling melengkapi. Dengan
disinergikannya pajak dan zakat, maka pembangunan ekonomi yang terbentuk adalah ekonomi
yang kuat dan dapat bersaing ditengah-tengah krisis ekonomi yang mengancam. Hal ini
dikarenakan penguatan sektor mikro yang di tunjang dengan zakat. Zakat produktif telah
memberikan efek jangka panjang untuk menciptakan sektor mikro yang kuat. Dengan
diberdayakan zakat produktif untuk sektor mikro maka akan berpotensi menciptakan wajib pajak
yang akan menambah pendapatan negara dari sektor pajak. Dengan meningkatnya pendapatan
pemerintah dari sektor pajak, maka pemerintah akan memperoleh ruang fiskal yang cukup untuk
membangun perekonomian yang dapat meningkatkan kesejahteraan masayarakat baik makro
maupun mikro.
4.2 Saran
Penulisan makalah ini masih berdasarkan studi pustaka, sehingga untuk mendapatkan dasar
yang kuat maka diperlukan adanya penelitian lebih lanjut.

18

Daftar Pustaka
Al-Qardawi, Y. (1993). Fiqhuz Zakat. Jakarta: Litera AntarNusa
Azka, A., Baga, L.M, 2011. Sari Penting Kitab Fiqh Zakat Dr Yusuf Al-Qardhawi. Dept. of
Agr. Economics and Business, Massey University. Palmerston North, New Zealand.
Bank Indonesia. 2014. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia.
Boediono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit BPFE
BPS.2014. Realisasi Penerimaan Negara 2007-2014
Direktorat Jendral Pajak. 2013. Lebih Dekat dengan Pajak. Jakarta Selatan: Direktorat
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
Fawaz, M.W.A. 2011. Hukum Pajak dalam Fiqh Islam. Diakses dari Yufid.com (online), pada
tanggal 25 November 2014 pukul 20.00 WIB.
Michael, P.,T. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (terjemahan). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Salmadanis, 2008, Posisi Zakat dalam mengurangi kemiskinan, diakses dari http://www.fkkbih.or.id, diakses pada tanggal 20 April 2009.
Sartika, M. 2008. Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan
Mustahiq pada LAZ Yayasan SoloPeduli Surakarta. Jurnal EKonomi Islam "La Riba".
Vol. II, No. 1, Juli 2008
Wijono, W.W. 2010. Sumber-Sumber Pendapatan Ekonomi, Jurnal Manajemen dan Fiskal Vol
V, No. 2 Jakarta.
Wijono, W.W., Hidayat, A. 2005. Estimasi Pertumbuhan Ekonomi 2006 Berdasarkan Data
Sektoral Menggunakan Time Series Analysis, Papper dalam diskusi intern Bappeki, 15
Juli 2005.

19

Curicullum Vittae
a. Nama Lengkap

: Dhimas Fuad Hassan

b. Tempat Tanggal Lahir

: Malang, 08 Juli 1995

c. No. Telp dan Email

: 08990350587 dan Dhimasfuad86@yahoo.com

d. Alamat Lengkap

: Jalan Watugilang III Malang

e. Karya Ilmiah yang dihasilkan

: Emon (Empowering Baitul Maal For Nation)
sebagai Optimalisasi Dana Infak Masjid
sebagai Upaya Pemberdayaan Kaum Dhuafa di
Indonesia

f. Pengalaman Organisasi

:- Staf Departemen Kakak-Adik Asuh (Kadiksuh)
Forum Studi Islam dan Lingkungan (Forstilling)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
2013
-

Staf Departemen Sumber Daya Manusia
Lingkar Studi Mahasiswa Ekonomi dan Bisnis (LSME)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
2013

-

Staf Departemen Kewirausahaan
Center for Islamic Economic Studies (CIES)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
2013