Gangguan makan dan gangguan tidur

MAKAN
DAN
GANGGUAN
TIDUR.
Disusun oleh:
Grace Tabita S. R.
Margareta Nina A.
Tiara Paramita
Trifena Wahyu A.K.

15010112140
15010112140
15010112130100
15010112130128

GANGGUAN MAKAN


Jenis gangguan makan :
1.
2.

3.
4.

Anoreksia Nervosa
Bulimia Nervosa
Obesitas
Binge

ANOREKSIA NERVOSA




Anorexia berarti hilangnya selera makan,
dan nervosa mengindikasikan
bahwa
hilangnya selera makan tersebut disebabkan
emosional. Istilah itu sendiri tidak tepat
karena
sebagian

besar
pasien
yang
menderita anorexia nervosa secara aktual
tidak kehilangan selera makan atau selera
mereka terhadap makanan. Namun mereka
berusaha untuk melaparkan diri.
Orang dengan anoreksia nervosa berusaha
melaparkan diri, hidup dengan sedikit atau
tanpa makanan untuk waktu yang sangat
lama, namun mereka yakin bahwa mereka
masih perlu untuk menurunkan berat badan

Empat simtom anoreksia nervosa




Penderita
anoreksia

nervosa
tidak
bersedia atau tidak mampu untuk
mempertahankan berat badan yang
minimal yang setidaknya memiliki 85%
dari berat badan dan tinggi orang
tersebut.
Penderita anoreksia nervosa memiliki
ketakutan
yang
berlebih
mengenai
kenaikan berat badan menjadi gemuk
walaupun berat badanmereka sangat
rendah.






Penderita anoreksia nervosa memiliki
distorsi persepsi mengenai berat badan
mereka atau mengenai bentuk tubuh
yang mereka miliki, kemungkinan mereka
akan menyangkal bahwa mereka memiliki
berat badan yang sangat rendah.
Wanita dengan anoreksia nervosa yang
berada
pada
tahap
postpubescent
mengalami
anomore,
yaitu
tidak
mengalami tiga kali siklus menstruasi.

Gejala Fisik Anorexia












Hilang berat badan secara ekstrim
Terlihat kurus
Kadar darah yang tidak normal
Kelelahan
Tidak bisa tidur
Pusing atau Pingsan
Perubahan warna kebiruan di jari
Kuku rapuh
Rambut yang tipis, patah atau rontok.
Terlambat menstruasi




Konstipasi



Kulit kering



Tidak tahan terhadap dingin



Ritme jantung yang tidak beraturan



Tekanan darah rendah




Dehidrasi



Osteoporosis



Bengkak pada lengan atau kaki
Anorexia nervosa umumnya timbul pada awal
hingga pertengahan masa remaja, seringkali timbul
setelah suatu episode diet dan terjadinya stres
kehidupan.

Penanganan psikologi
anoreksia nervosa
Terapi bagi anoreksia secara umum diyakini
sebagai suatu proses dua tahap. Tahap

pertama, adalah tujuan jangka pendek yang
membantu pasien menambah berat badan
untuk mencegah komplikasi medis dan
kemungkinan kematian. Program operant
conditioning cukup berhasil untuk menambah
berat
badan
dalam
jangka
pendek.
Sedangkan tujuan jangka panjang memiliki
dampak yang kurang bisa berhasil secara
reliabel dalam penanganan berat badan.

BULIMIA NERVOSA


Bulimia Nervosa adalah kelainan cara makan
yang terlihat dari kebiasaan makan berlebihan
yang terjadi secara terus menerus. Bulimia

adalah kelainan pola makan yang sering
terjadi pada wanita. Kelainan tersebut
biasanya merupakan suatu bentuk penyiksaan
terhadap diri sendiri. Yang paling sering
dilakukan oleh lebih dari 75% orang dengan
bulimia nervosa adalah membuat dirinya
muntah, kadang-kadang disebut pembersihan;
puasa, serta penggunaan laksatif, enema,
diuretik, dan olahraga yang berlebihan juga
merupakan ciri umum.

KRITERIA DSM-IV-TR untuk
BULIMIA NERVOSA
1.
2.
3.
4.

Makan berlebihan secara berulang.
Pengurasan berulang untuk mencegah

bertambahnya berat badan.
Simtom-simtom
terjadi
sekurangkurangnya 3 bulan.
Peniliaan diri sangat tergantung pada
bentuk tubuh dan berat badan.

Tipe bulimia nervosa




Tipe purging :
berusaha untuk mengeluarkan makanan
yang telah mereka makan dari tubuh; untuk
melakukannya mereka memaksakan diri
untuk muntah atau minum obat pencahar
atau diuretik.
Tipe non-purging :
melakukan kompensasi atas apa yang

mereka makan denga puasa atau olahraga
yang secara berlebihan.

Penanganan Bulimia
Nervosa secara Psikologis
Dalam penanganan dengan pendekatan
kognitif-behavioral yang di temukan oleh
Fairburn (1985),
 Tahap
pertama,
mengajarkan
pasien
konsekuensi psikologis dari binge eating
(gangguan makan secara berulang tetapi
tidak mengeluarkannya lagi) dan purging
(membersihkan/mengeluarkan
elemen
yang
tidak
diinginkan),
serta
ketidakefektifan memuntahkan makanan
untuk mengontrol berat badan.

Efek lainnya dari diet juga digambarkan,
dan pasien mulai dijadwalkan makan
dengan porsi kecil, jumlah makanan yang
terkontrol (5 atau 6 kali dalam sehari
dengan tidak lebih dari 3 jam interval
antara makanan utama (yang telah
dikontrol) dengan snack). Hal ini dapat
menghilangkan kesempatan makan secara
berlebihan atau sebaliknya.



Tahap
selanjutnya,
berfokus
pada
mengalihkan pemikiran disfungsional dan
sikap terhadap bentuk tubuh, berat, dan
makan. Pasien dapat dijadwalkan untuk
melakukan aktivitas tertentu agar pasien
tidak akan menghabiskan waktu sendiri
setelah makan selama masa-masa awal
treatment.

OBESITAS
Obesitas adalah masalah kesehatan yang serius
dan banyak melanda individu (Howel, 2010;
Kruseman dkk, 2010 dalam Santrock 2012).
Obesitas berkaitan dengan risiko
terserang
penyakit hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular (Granger dkk, 2010 dalam
Santrock, 2012).
Berat badan berlebih atau
obesitas juga berhubungan dengan masalah
kesehatan mental. Sebagai contoh, studi terbaru
mengungkapkan bahwa wanita yang kelebihan
berat badan lebih besar kemungkinannya untuk
menderita depresi dibanding wanita dengan
berat badan normal (Ball, Burton, & Brown, 2009
dalam Santrock, 2012).

Faktor-faktor yang
mempengaruhi obesitas


Hereditas (genetik)
Beberapa
individu
memang
memiliki
tendensi untuk mengalami kelebihan berat
tubuh (Holzapfel dkk, 2010 dalam Santrock,
2012). Kegemukan dapat diturunkan dan
generasi
sebelumnya
pada
generasi
berikutnya didalam sebuah keluarga. Itulah
sebabnya
kita
seringkali
menjumpai
orangtua yang gemuk cenderung memiliki
anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini
nampaknya faktor genetik telah ikut
campur dalam menentukan jumlah unsur
sel lemak dalam tubuh.





Leptin
Leptin berasal dari bahasa Yunani leptos,
yang berarti tipis, yaitu sebuah protein yang
berperan dalam menimbulkan rasa kenyang
(kondisi merasa kenyang hingga puas) dan
dilepaskan
oleh
sel-sel
lemak;
leptin
mengakibatkan berkurangnya nafsu makan
dan meningkatkan pelepasan energi. Leptin
bertindak sebagai hormon anti-obesitas.
Set point
Jumlah lemak yang tersimpan di dalam tubuh
adalah sebuah faktor yang penting dalam set
point, berat yang dipertahankan ketika tidak
ada usaha yang dilakukan untuk menambah
atau mengurangi berat tubuh.



Metabolisme
Kelebihan lemak membuat metabolisme tubuh
menurun karena pola makan yang tidak teratur
dan gaya hidup yang malas bergerak. Orang
yang duduk bekerja seharian akan mengalami
penurunn metabolisme basal tubuhnya. Energi
yang dikonsumsi lebih lambat untuk dipecah
menjadi glikogen sehingga akan lebih banyak
lemak yang disimpan di dalam tubuh. Mereka
yang mempunyai metabolisme basal rendah,
apabila tidak melakukan olahraga dan diet
yang benar akan mempunyai kecenderungan
bertambah gemuk.



Faktor-faktor lingkungan
Faktor-faktor lingkungan berperan penting
dalam obesitas (Wardlaw & Smith, 2011
dalam Santrock, 2012). Jika seseorang
dibesarkan
dalam
lingkungan
yang
menganggap
gemukcadalah
simbol
kemakmuran dan keindahan, maka orang
tersebut akan cenderung untuk menjadi
gemuk. Faktor-faktor sosiobudaya juga
mempengaruhi
obesitas;
jumah
kemunculannya
pada
wanita
dengan
penghasilan rendah adalah enam kali lipat
dibandingkan jumlah kemunculannya pada
wanita dengan penghasilan tinggi.



Gender
Sebuah studi menemukan bahwa pada
tahun 2000 para wanita Amerika Serikat
menyantap 335 kalori lebih banyak
perharinya dan para pria 168 kalori lebih
banyak perharinya, dibandingkan dengan
awal tahun 1970an (Pusat Nasional untuk
Statistik Kesehatan, 2004).

Penanganan Obesitas


Pengukuran tingkat obesitas
Untuk mengetahui tingkat kegemukan
seseorang,
umumnya
dilakukan
pengukuran lermak tubuh dengan berbagai
cara antara lain:
- Pinch test
- Rasio pinggang panggul
- Mengukur ketebalan lemak
- Mengukur tubuh idealnya



Terapi fisik
- Diet
Ketika obesitas meningkat, diet menjadi obsesi
bagi sebagian besar orang. Penelitian terbaru
yang melihat hasil jangka panjang dari diet
pembaasan kalori mengungkapkan bahwa
sepertiga hingga dua per tiga pelaku diet
kembali mengalami kenaikan berat badan yang
lebih besar dibanding berat badan yang
berhasil mereka turunkan saat berdiet (Mann
dkk, 2007 dalam Santrock, 2012). Akan tetapi,
beberapa orang benar-benar
turun berat
badannya dan berhasil mempertahankannya
(Yancy dkk, 2009 dalam Santrock, 2012).

- Olahraga
Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin
banyak berolahraga maka semakin banyak kalori
yang hilang. Jadi olahraga sangat penting dalam
penurunan berat badan tidak saja karena dapat
membakar kalori, melainkan juga karena dapat
membantu
mengatur
berfungsinya
metabolis
normal.
Para peneliti menemukan bahwa olahraga tidak
hanya berguna untuk menjaga kesehatan fisik
tetapi juga kesehatan mental. Secara khusus,
olahraga dapat memperbaiki konsep diri
serta
mengurangi kecemasan dan depresi. Meta-analisis
memperlihatkan bahwa seperti halnya psikoterapi,
olahraga
efektif
dalam
mengurangi
depresi
(Richardson dkk, 2005 dalam Santrock, 2012).









Berikut ini adalah sejumlah strategi yang dapat
membantu
mengembangkan
kebiasaan
olahraga:
Mengurangi waktu menonton TV karena
berkaitan dengan kesehatan yang memburuk
dan obesitas
Petakan kemajuan dengan cara mencatat hasil
olahraga yang dilakukan secara sistematis
Berhenti
mencari
alasan
untuk
tidak
berolahraga
Bayangkan alternatifnya



Terapi Psikologis
- Dengan menggunakan CBT (Cognitif Behavioral Treatment)
Terapi kognitif-perilaku (CBT) merupakan terapi yang
mendasarkan pada teori kognitif perilaku yang menekankan
keterkaitan antara pikiran, perasaan dan perilaku. Menurut
teori ini, psikopatologi terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
antara tuntutan-tuntutan lingkungan dengan kapasitas
adaptif individu.
Teori ini sangat efektif karena penderita telah memiliki
kesadaran bahwa mereka memiliki berat badan yang
berlebih, sehingga subjek mampu mengenali dan kemudian
mengevaluasi atau mengubah cara berfikir, keyakinan dan
perasaannya (mengenali diri sendiri dan lingkungan) yang
salah, dapat mengubah perilaku maladaptif dengan cara
mempelajari ketrampilan pengendalian diri dan staregi
pemecahan masalah yang efektif (Okun, 1990).

- Self Monitoring
Self monitoring ini berhubungan dengan
lingkungan di sekitarnya dalam hal ini
adalah keluarga dan terapis. Keluarga
berhubungan dengan pengaturan segala
jenis makanan yang dikonsumsi, pengatur
waktu makan dan aktivitas diri, serta
keluarga berperan dalam meningkatkan
motivasi dan rasa percaya diri. Sedangkan
terapis
berperan
dalam
mengontrol
kemajuan-kemajuan
selama
perlakuan
diberikan dan target-target yang harus
dicapai oleh penderita.

GANGGUAN TIDUR
Gangguan tidur sebenarnya bukanlah suatu
penyakit melainkan gejala dari berbagai
gangguan fisik, mental dan spiritual (Johanna
& Jachens, 2004). Pada orang normal,
gangguan tidur yang berkepanjangan akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada
siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan
tubuh serta menurunkan prestasi kerja,
mudah
tersinggung,
depresi,
kurang
konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya
dapat
mempengaruhi
keselamatan
diri
sendiri atau orang lain (Potter & Perry, 2001).

Jenis-jenis Gangguan Tidur



Insomnia
Insomnia merupakan gangguan tidur yang
umum, dan dapat mempengaruhi aktivitas
sehari-hari.
Orang
yang
mengalami
insomnia selalu merasa bahwa mereka tidak
memiliki tidur yang cukup. Gejala insomnia
berupa sulit untuk tertidur dan sering
terbangun di tengah malam. Insomnia bisa
disebabkan oleh banyak hal, seperti stres,
depresi, gelisah, pola tidur yang buruk, atau
karena sedang menjalani pengobatan serta
mengkonsumsi obat-obatan tertentu.



Mendengkur
Suara dengkuran berasal dari udara masuk
yang menggetarkan jaringan halus di
tenggorokan. Mendengkur bisa menjadi
masalah karena suara yang dihasilkannya
tersebut. Selain itu, mendengkur bisa
menjadi pertanda utama masalah tidur yang
lebih serius, yaitu sleep apnea.

Mendengkur dibagi menjadi dua:


Intermitten
- tidak timbul setiap malam
- disebabkan oleh beberapa faktor
(obesitas, merokok, konsumsi alkohol)



Persisten
- timbul setiap malam
- keluhan sakit kepala, kelelahan, kurang
konsentrasi, hipertensi, obesitas



Hipersomnia
Jika insomnia merupakan gejala sulit tidur,
hipersomnia
adalah
kebalikannya:
kebanyakan tidur. Penderita hipersomnia
biasanya memiliki waktu tidur yang lebih
lama dari orang lain, bahkan sering tidur di
siang hari. Kondisi ini bisa disebabkan oleh
beberapa hal seperti gangguan pada
sistem saraf atau pada sistem metabolisme
tubuh, namun penyebab pastinya belum
diketahui secara pasti.



Parasomnia

Jenis gangguan tidur ini meruapakan kelainan pada
perilaku tidur seseorang, sehingga mengganggu
ritme tidur. Gejalanya yang umum adalah berjalan
saat tidur (sleepwalking), mimpi buruk, mengigau,
dan lain sebagainya. Gejala parasomnia biasanya
terjadi pada fase tidur NREM, dan lebih sering
terjadi pada anak-anak usia 3-5 tahun. Seorang
anak yang mengalami mimpi buruk bisa bangun
sambil berteriak, namun tidak dapat menjelaskan
ketakutannya.
Kondisi ini sebenarnya
lebih
menakutkan bagi orang tua dibandingkan sang
anak, karena kebingungan yang ditimbulkan akibat
perilaku tidur anak tersebut.

Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya
parasomnia yaitu:
 Peminum alkohol
 Kurang tidur (sleep deprivation)
 Stress psikososial



Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gangguan tidur kronis,
berupa rasa kantuk yang berlebihan di siang
hari. Gejala tersebut bisa terjadi dimana saja,
bahkan di tempat kerja, biasanya hanya
berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang
dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar
kembali dan terulang kembali 2-3 jam
berikutnya. Kondisi ini sering disebut dengan
sleep attack, alias serangan tidur. Narkolepsi
diduga merupakan akibat dari gangguan
pada sistem saraf pusat (otak) yang
menyebabkan terganggunya siklus tidur
normal tubuh.

Sleep Anea
Gangguan tidur ini terjadi ketika sebagian saluran
pernapasan bagian atas tersumbat, menghalangi
proses pernapasan dalam waktu singkat, dan
membuat seseorang terbangun dari tidurnya.
Apnea berarti ‘tanpa napas’ dan berlangsung
selama lebih dari 10 detik. Sleep apnea bisa terjadi
berulang kali selama tidur, sehingga penderitanya
selalu merasa sangat ngantuk di siang hari. Orang
yang
tidurnya
mendengkur
lebih
beresiko
mengalami
gangguan
tidur
ini.
Penelitian
menunjukkan bahwa gejala sleep apnea yang
parah dan tidak diobati dapat dihubungkan dengan
penyakit serius seperti hipertensi, stroke dan
penyakit jantung.


Faktor risiko Sleep Apnea
1.
2.
3.
4.
5.

Pembesaran
tonsil
dan
adenoid
menghalangi jalan napas
Berat
badan
berlebihan
terutama
kegemukan disekitar leher
Rongga kerongkongan sempit -> faktor
keturunan
Pengguna alkohol, obat-obat penenang /
tidur
Riwayat keluarga dengan sleep apnea

Penanganan Gangguan
Tidur
Melalui pendekatan hubungan antara
pasien dan dokter, tujuannya:
•Untuk mencari penyebab dasarnya dan
pengobatan yang akurat dan sangat efektif
untuk pasien gangguan tidur kronik
•Untuk mencegah komplikasi sekunder yang
diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,
alkohol, gangguan mental
•Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek


Konseling dan Psikoterapi
Psikoterapi sangat membantu pada pasien
dengan gangguan psikiatri seperti (depressi,
obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik.
Melalui
psikoterapi
dapat
membantu
mengatasi masalah-masalah gangguan tidur
yang
dihadapi
oleh
penderita
tanpa
penggunaan obat hipnotik.


Sleep hygiene.
Bertujuan untuk memberikan lingkungan dan
kondisi yang kondusif untuk tidur. Metode
tersebut antara lain:
 Tidur dan bangun secara reguler / kebiasaan
 Hindari tidur pada siang hari / sambilan
 Tidak mengkonsumsi kafein pada malam
hari
 Tidak
menggunakan obat-obat stimulan
seperti decongestan
 Melakukan
latihan/olahraga yang ringan
sebelum tidur









Menghindari makan pada saat hendak
tidur, tetapi tidak tidur dengan perut
kosong
Segera bangun dari tempat bila tidak dapat
tidur (15-30 menit)
Menghindari rasa cemas atau frustasi
Membuat suasana ruang tidur yang sejuk,
sepi, aman dan nyaman

DAFTAR PUSTAKA


Barlow, D. H., & Durand, V. M (2009). Abnormal Psychology.
Canada: Wadsworth Cengange Learning.



Halgin, R. P., & Whitbourne, S. K. (2010). Psikologi Klinis:
Perspektif Klinis pada Gangguan Psikologis. Jakarta: Salemba
Humanika.



Santrock, J. W. (2011). Life Span Development Ed. 13 Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.



http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi12.
pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29430/4/Chapter
%20II.pdf
http://
staff.ui.ac.id/system/files/users/rita.rogayah/material/gangguanti
dur.pdf
http
://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Agus%20Supriyan