Sejarah dan Cabang dan Filsafat

1. Filsafat Pada Masa Yunani Kuno
Secara umum, inti dari pemikiran para filsuf Yunani Kuno adalah ”relativitas
pemikiran”, atau yang disebut juga sebagai, Filsafat Relativisme (Pluralis). Aliran filsafat
ini, adalah paham yang berdasarkan pemikiran dasar bahwa “Kebenaran itu
sesungguhnya adalah relatif”. Maka karenanya pula, ”seluruh versi kebenaran dapat saja
menjadi benar”, yang dalam hal ini bahkan masih pula bergantung kepada pemikiran,
perasaan, hawa nafsu, dan lain-lain, dari para pemikirnya; manusia, tentu saja. Dan di
beberapa Abad kemudian, khususnya di masa kini di Abad XXI Masehi ini, ini juga
menjadi salah satu inspirasi dasar gerakan Pluralisme. Termasuk juga dalam Pluralisme
Agama bahwa semua agama itu benar, semua agama mengajak ke Surga, semua versi
Tuhan adalah benar, maka Tuhan dapat dicapai melalui agama manapun, karena
kebenaran itu sebenarnya relatif.
Selain Filsafat Relativisme, masa ini juga terkenal juga dengan Filsafat
Liberalisme, dengan prinsip kebebasan berpikirnya yang berlebihan termasuk dalam
aneka eksperimennya, yang didengung-dengungkan kaum Liberalis, Sekuleris, Pluralis,
Spiritualis, Fremasonry, dan sebagainya, entah untuk apa. Kemungkinan menelaah dan
menggunakan alam semesta dengan menggunakan akal yang ternyata terbatas
kemampuannya itu, menjadi menarik, bagi kaum ini, dan mereka menggunakannya untuk
memahami segala hal. Sementara Pluralisme Budaya adalah sangat patut didukung
(asalkan tak bertentangan dengan syariat dari Allah Tuhan Semesta Alam) dan adalah
fitrahi (alami), konsekuensi wajar dari sunnatullah dan karenanya jugalah adanya

berbagai suku-bangsa, namun beberapa pendapat dari kaum ini antara lain mengatakan
bahwa Agama itu hanya sebuah produk budaya, alias buatan manusia dan Setan,
karenanya semua agama itu relatif kebenarannya dan bahkan semua agama itu (dapat
saja) benar, alias Pluralisme Agama. Hal terakhir ini adalah satu hal yang sangat tak perlu
didukung, apalagi diamalkan, bagi muslim. Telah dipaparkan sebelumnya, bahwa sebab
dari Filsafat, adalah pemikiran akan alam semesta, dan segala hal yang berkaitan
dengannya. Maka, misalnya yang terkenal, dalam hal ini, adalah perdebatan di antara
mereka sendiri, kaum pemikir-filsuf di masa Yunani Kuno itu, tentang apa sesungguhnya
isi dari alam semesta, yang notabene lebih didasarkan kepada sangkaan dan pemikiran
menurut mereka secara ‘bebas’ (dengan kata lain juga, lebih-kurang, adalah dengan
‘liar’), tanpa banyak mengindahkan petunjuk aturan dari Tuhan. Kiranya ini juga dapat
telah terjadi karena tak cukup ada ilmu-pengetahuan di masanya, sebagai pembandingpenguji kebenarannya, maka pemikiran dapat menjadi liar, rusak, dan merusak. Dan
manusia serta lingkungannya pun tak pelak turut menjadi rusak. Kebijaksanaan, atau
hikmah, tentu saja, diperlukan dalam menyaringnya. Dan Agama di masa ini, adalah
Agama yang mempercayai banyak tuhan, alias Politeisme, dengan aneka Dewanya.

Hal kebebasan berpikir ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales
(640-545 SM), yang menyatakan atau mengklaim bahwa esensi segala sesuatu adalah air,
belum murni bersifat rasional. Klaim atau argumen Thales masih dipengaruhi
kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phytagoras (572-500 SM) yang belum

murni rasional. Sekte atau Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang
menunjukkan bahwa ia masih dipengaruhi mitos (mengenai biji kacang itu). Ada tiga
filsuf dari kota Miletos di masa Pra Socrates ini yaitu Thales, Anaximander
(Anaximandros) dan Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam
dan kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan yang terus
menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap tinggal sama di
belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya itu. Thales mengatakan bahwa
prinsip itu adalah air, Anaximander berpendapat “To apeiron” atau yang tak terbatas,
sedangkan Anaximenes menunjuk ke udara.
Intinya, pada masa Yunani Kuno ada keterangan-keterangan tentang terjadinya
alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan
kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu mencoba mencari
keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari jawabannya apakah
sebetulnya alam itu. Ciri yang menonjol dari Filsafat Yunani Kuno di awal kelahirannya
adalah ditunjukkannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik
sebagai ikhtiar guna menemukan suatu (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya
segala gejala.

2. Fisafat Pada Abad Pertengahan (300 SM-1300 M)
Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali

dengan arah pemikiran pada masa Yunani Kuno. Filsafat abad pertengahan
menggambarkan suatu zaman yang baru sekali di tengah-tengah suatu rumpun bangsa
yang baru, yaitu bangsa Eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut Skolistik. Sebutan
Skolistik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan oleh
sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terkait pada tuntutan pengajaran di sekolah-sekolah
itu. Semula Skolistik timbul di biara-biara tertua di Gallia Selatan, tempat pengungsian
ketika ada perpindahan bangsa-bangsa, di situlah tersimpan hasil-hasil karya para tokoh
kuna dan para penulis Kristiani.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5
abad) belum memunculkan ahli pikir (filsof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi,
muncullah para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa
yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan. Filsafat Barat Abad

Pertengahan (467 – 1492) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”. Pendapat ini
disarankan pada pendekatan sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat
membelenggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir pada saat itu pun
tidak memiliki kebebasan berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang
bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakan akan mendaptkan
hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan

berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian tentang agama/teologi yang tidak
berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat. Yang berhak
mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah gereja. Walaupun demikian, ada juga
yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian
diadakan pengejaran (inkusisi).
Ciri-ciri pemikiran filsafat barat abad petengahan antara lain:
a. Cara berfikirnya dipimpin oleh gereja.
b. Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
c. Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh
dengan upaya mengiringi manusia ke dalam kehidupan sistem kepercayaan yang picik
dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu
perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja,
yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain,
dominisi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai
perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Zaman Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu
pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga
aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyang yang berlaku bagi ilmu
pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama. Namun demikian harus diakui

bahwa banyak juga temuan bidang ilmu yang terjadi pada masa ini. Periode Abad
Pertengahan mempunyai perbadaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan
itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang dijarkan oleh
Nabi Isa as. pada permulaan Abad Masehi membawa perubahan besar terhadap
kepercayaan keagamaan. Agama Kristen menjadi problem kefilsafatan karena
mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Pada abad
ini pula Agama Islam mengalami kemunduran, dan Agama Kristen berpengaruh cukup
besar terhadap kekaisaran eropa dan perkembangan budaya saat itu.

3. Filsafat Pada Masa Modern
Zaman modern adalah zaman dimana akal sangat diagung-agungkan. Selain itu
pengaruh gereja sudah tidak dominan lagi karena kekuasaan gereja yang begitu agung di
zaman Renaissance tersebut sudah runtuh. Keruntuhan kekuasaan gereja ini membawa
dampak positif bagi perkembangan keilmuan di zaman ini. Tak heran bila di zaman ini
muncul banyak filosof-filosof hebat yang begitu buah pemikirannya mampu
mengguncang dunia.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau ajaran agama, tidak juga berasal dari penguasa, tetapi dari diri manusia itu
sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio (akal). Aliran

empirisme sebaliknya, meyakini pengalaman sebagai sumber pengetahuan itu, baik yang
batin, maupun inderawi. Lalu muncul aliran kritisme, yang mencoba memadukan kedua
pendapat berbeda itu.
Sejarah filsafat modern lalu bisa dilukiskan sebagai pemberontakan intelektual
terus menerus terhadap metafisika tradisional. Karena pemikiran yang berdasarkan pada
iman (teologi) lebih dikalahkan oleh pemikiran yang berdasarkan pada akal (rasio). Disisi
lain filsafat modern juga menjadi sebuah emansipasi, sebuah kemajuan berfikir yang
sebelumnya didominasi oleh pemikiran metafisika tradisional yang didukung oleh
kekuasaan gereja. Pada posisi ini mendukung radikalisasi lebih lanjut yaitu pemisahan
ilmu pengetahuan dari filsafat. Kalau filsafat tradisional lebih mempermasalahkan kepada
hal-hal yang bersifat teosentris yaitu persoalan kenyataan Adi Kodrati, entah yang disebut
Allah, ruh dsb.
Filsafat modern lebih mempermasalahkan kepada hal-hal yang bersifat
antroposentris yaitu bagaimana menemukan dasar pengetahuan yang shohih tentang
semua itu hal ini menjadi sebuah usaha untuk melepaskan diri dari tradisi. Oleh karena
itu, diluncurkan tema- tema sebagai refleksi baru seperti: rasio, persepsi, afeksi sehingga
pada masa filsafat modern ini pengetahuan baru sudah banyak muncul seperti yang
sekarang ini kita kenal dengan “ilmu pengetahuan modern” yakni ilmu-ilmu alam.
4. Aspek Dalam Filsafat
a. Ontologi

Dalam Filsafat, Ontologi membicarakan tentang hakikat (segala sesuatu), ini
berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu. Ontologi mencakup banyak sekali
filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini, misalnya Logika, Metafisika,
Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat Pendidikan, Filsafat
Hukum dan lain-lain.

Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan
yang paling kuno. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat
ilmu mengatakan, ontology membahas tentang yang ada,yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang
termuat dalam setiap kenyataan, menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
b. Epistemologi
Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah “Theory
of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata “episteme” dan ”logos”. Epistime
berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam filsafat, Epistemologi
membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan.

Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang
dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran
(pengetahuan) filsafat. Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa
epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan
dan radikal tentang asal mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas
pengetahuan. Dalam prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan. Oleh karena itu
sistematika penulisan epitemologi adalah terjadinya pengetahuan, teori kebenaran,
metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori pengetahuan.
c. Aksiologi
Aksiologi membicarakan tentang gunanya pengetahuan. Aksiologi filsafat
hanya mencakup satu bidang filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan guna
pengetahuan filsafat.
Dalam aksiologi diuraikan dua hal, yang pertama tentang kegunaan
pengetahuan filsafat dan yang kedua tentang cara filsafat menyelesaikan masalah.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu
semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang kepada ilmu. singkatnya ilmu merupakan sarana untuk

mencapai tujuan hidupnya. Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat
memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai

kumpulan teori filsafat, kedua filsafat sebagai metode pemecahan masalah, dan ketiga
filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life). Mengetahui teori-teori filsafat
amat perlu karena dunia dibentuk oleh teori-teori itu. Jika anda tidak senang pada
komunisme maka anda harus mengetahui Marxsisme, karena teori filsafat untuk
komunisme itu ada dalam Maxsisme. Jika anda menyenangi ajaran syi’äh Dua Belas
di Iran, maka anda hendaknya mengetahui filsafat Mulla Shadra. Begitulah kira-kira.
Dan jika anda hendak membenuk dunia, baik dunia besar maupun dunia kecil (diri
sendiri), maka anda tidak dapat mengelak dari penggunaan teori filsafat. Jadi,
mengetahui teori-teori filsafat amatlah perlu. Filsafat sebagai teori filsafat juga perlu
dipelajari oleh orang yang akan menjadi pengajar dalam bidang filsafat.
d. Metodologi
Filsafat sebagai metodologi merupakan cara memecahkan masalah yang
dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai satu cara atau model pemecahan masalah
secara mendalam dan universal.
Dalam aspek metodologi, filsafat digunakan sebagai metode dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang
dunia (world view). Dalam hidup kita banyak menghadapi masalah. Masalah artinya

kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara
dalam menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Sesuai
dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
Penyelesaian filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah.
Universal artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya
agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.
e. Research Objective
Research objective atau tujuan penelitian yaitu merupakan rumusan masalah
dalam bentuk kalimat pernyataan. Tujuan penelitian memuat uaian yang
menyebutkan secara spesifik maksud atau tujuan yang hendak dicapai dari penelitian
yang dilakukan. Maksud-maksud yang terkandung dalam kegiatan tersebut baik
maksud utama maupun tambahan harus diungkapkan dengan jelas.
f. Konflik dan Pergantian Paradigma