Kohesi dalam Teks dan Wacana

Kohesi dalam Teks dan Wacana
Oleh Efri Yoni Baikoeni

Sebelum kita memahami pengertian kohesi dan koherensi terlebih dahulu
hendaklah kita memahami beberapa konsep yang terkait dengan kohesi dan koherensi
tersebut. Konsep-konsep yang dimaksud adalah: teks dan wacana.
1.

Pengertian teks

MK Haliday dan Ruqayah Hassan (1976:1) menyatakan bahwa :
A text is a unit of language in use. It is not a grammatical unit, like a clause or
sentence; and it is not defined by its size. A text is sometimes envisaged to
be some kind of super-sentence, a grammatical unit that is larger than a
sentence but it is related to a sentence in the same way that a sentence is
related to a clause, a clause to a group and so on.
Sebuah teks adalah terdiri dari unit-unit bahasa dalam penggunaannya. Unit-unit
bahasa tersebut adalah merupakan unit gramatikal seperti klausa atau kalimat namun
tidak pula didefenisikan berdasarkan ukuran panjang kalimatnya. Teks terkadang pula
digambarkan sebagai sejenis kalimat yang super yaitu sebuah unit gramatikal yang
lebih panjang daripada sebuah kalimat yang saling berhubungan satu sama lain. Jadi

sebuah teks terdiri dari beberapa kalimat sehingga hal itulah yang membedakannya
dengan pengertian kalimat tunggal. Selain itu sebuah teks dianggap sebagai unit
semantik yaitu unit bahasa yang berhubungan dengan bentuk maknanya. Dengan
demikian teks itu dalam realisasinya berhubungan dengan klausa yaitu satuan bahasa
yang terdiri atas subyek dan predikat dan apabila diberi intonasi final akan menjadi
sebuah kalimat.
2.

Pengertian Wacana

Dalam hubungan dengan penggunaan kohesi, selain teks dalam konsep
pengertian dalam bahasa tertulis, kohesi juga akan berhubungan dengan konsep
wacana yaitu sebagai kesinambungan cerita dengan bahasa yang mudah dan
kesinambungan ini ditunjang oleh jalinan informasi. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, wacana didefenisikan
sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu
kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan
utuh seperti novel, buku, atau artikel, atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya.
JS Badudu (dalam kolom Harian Kompas) menyatakan bahwa kata wacana
merupakan kata serapan yang digunakan sebagai pemadan kata dari bahasa Inggris

discourse. Oleh kalangan akademisi, terutama di perguruan tinggi, wacana sering
digunakan dalam pengertian nomor 2 dan nomor 3 di atas. Kalau dalam surat kabar
dikatakan "menurut wacana yang beredar", pemakaian itu masih dapat diterima dengan
pengertian seperti pada nomor 1: perkataan, ucapan, atau tuturan. Dalam arti seperti itu
kata wacana dapat dipakai.
Dasar sebuah wacana ialah klausa atau kalimat yang menyatakan keutuhan
pikiran. Wacana adalah unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk
karangan yang utuh dan dengan amanat yang lengkap dengan koherensi dan kohesi
yang tinggi. Wacana utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren
sedangkan sifat kohesifnya dipertimbangkan dari keruntutan unsur pendukungnya yaitu
bentuk.
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga

terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Wacana adalah satuan
bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai
awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.
Para pakar bahasa telah memperkenalkan beberapa definisi wacana, seperti
berikut:

i. Harimurti (1984:204)
"Wacana atau dalam Bahasa Inggerisnya ialah 'Discourse'. Wacana
merupakan satuan bahasa yang lengkap, yaitu dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi ataupun terbesar. Wacana ini
direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh seperti novel, buku seri
ensiklopedia dan sebagainya, paragraf, kalimat atau kalimat yang membawa
amanat yang lengkap."
ii. Anton M.Moeliono (1995:407):
"Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna
yang serasi di antara kalimat itu."
Menurut Asmah (1982:3) bahwa wacana tidak mempunyai satu-satu jenis kalimat
yang berdiri secara utuh tanpa dipengaruhi oleh proses-proses kelahiran kalimat. Ini
bermaksud bahawa kalimat yang selalu didapati dalam struktur dan sistem secara
teratur. Asmah telah membedakan kalimat sistem dari ayat wacana. Kalimat sistem
adalah kalimat atau tutur yang dikeluarkan dan diasingkan dari konteks wacana,
sedangkan kalimat wacana yang juga disebut kalimat teks adalah kalimat yang betulbetul terdapat dalam wacana teks dan wacana lisan.

Menurut Fokker (1951:4) pula, hubungan kesinambungan cerita itu dapat
menunjukkan secara nahuan, iaitu perujukan (verwijzing), kata-kata penghubung
(verbindingswoorden) dan pengguguran (ellips). Kesatuan makna dalam wacana

seperti yang diterangkan di atas akan dilihat dari segi makna logik dan makna tautan.
Makna tautan inilah yang merupakan konsep semantik dan merujuk kepada perkaitan
kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana.
Setelah dilihat beberapa uraian tentang beberapa definisi mengenai wacana yang
diambil daripada berbagai-bagai sumber, dapat dilihat bahawa adanya persamaan dan
juga perbedaan pendapat mengenai dengan definisi wacana yang diperolehi dari ahliahli linguistik.
Di samping itu juga, wacana letaknya lebih tinggi daripada kalimat pada skala tata
tingkat tatabahasa dan mempunyai keteraturan fikiran logik (koherensi) dan juga tautan
(kohesi) dalam strukturnya. Wacana dicirikan oleh kesinambungan informasi. Makna
kesinambungan di sini diartikan sebagai kesatuan makna.
Unsur-unsur penting dalam wacana adalah seperti, satuan bahasa, terlengkap,
mengatasi kalimat atau klausa, teratur atau tersusun rapi, berkesinambungan, kohesi,
lisan atau tulisan awal dan juga akhir yang nyata.
3.

Kohesi (Cohession)
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu kohesi adalah

'organisasi sintaktik'. Organisasi sintaktik ini adalah merupakan wadah ayat-ayat yang
disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian organisasi tersebut

adalah untuk menghasilkan tuturan. Ini bermaksud bahawa kohesi adalah hubungan di

antara ayat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi
tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik,
seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik.
Dalam kohesi, kaedah- kaedah yang digunakan adalah berdasarkan penyampaian
informasi lama dan informasi baru. Kaedah-kaedah itu adalah seperti kaedah
perujukan, kaedah penggantian, kaedah pengguguran, kaedah konjungsi dan kohesi
leksikal. Wacana juga dicirikan oleh kesinambungan informasi yang diartikan sebagai
kesatuan makna. Kesatuan makna dalam wacana ini pula dapat dilihat dari segi makna
logik dan makna kohesi.
Kohesi merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan
kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Manakala
menurut Halliday dan Hasan (1976:5) bahwa kohesi merupakan satu set kemungkinan
yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki kesatuan. Hal ini
berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun makna gramatikal, perlu
diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Menurut Halliday
dan Hasan lagi:
"Cohesion is expressed through the stratal organization of language.
Language can be explained as a multiple coding system comprising three

levels of coding or 'strata'. The semantic (meaning), the lexicogrammatical
(forms) and the phonological and orthographic (expression). Meanings are
realized (coded) as forms, and the forms are realized in turn (recoded) as
expressions. To put this in everyday terminology, meaning is put into wording
and wording into sound or writing."

Halliday dan Hasan (1976:7) telah mencoba melihat kohesi makna itu dari dua sudut,
iaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kedua-dua gramatikal ini terdapat dalam
sesuatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bentuk
kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan
makna yang terkandung di dalam unsur. Kaedah kohesi ini lebih dikenali dalam istilah
perujukan, penggantian, pengguguran, konjungsi dan gramatikal leksikal.
3.1. Perujukan
Perujukan ataupun rujukan ini ialah merujuk kepada unsur sebelum atau selepas
yang berkaitan dengan hubungan semantik. Perujukan ini dilihat dari dua sudut, iaitu
perujukan eksoforik dan perujukan endoforik.
3.1.1 Perujukan eksoforik
Pengertian eksoforik adalah berasal dari kata “ekso” yaitu “keluar” yang berarti
apabila kita tidak dapat menemukan rujukan dalam teks maka kita akan keluar dari teks
agar dapat memahami teks tersebut. Selain itu perujukan eksoforik ini digunakan untuk

merujuk kepada hal-hal yang mempunyai kaitan dengan situasi yang berkembang di
depan penutur ataupun pendengar yang menerima pesan ataupun informasi yang telah
disampaikan kepadanya.
Halliday dan Hasan (1976:8) mengatakan bahawa perujukan eksoforik ini
menerangkan tentang situasi yang merujuk kepada sesuatu yang telah diidentifikasi
dalam sesuatu konteks bagi sebuah situasi. Sedangkan, Harimurti Kridalaksana (1982)
memberikan pengertian bahawa perujukan eksoforik ini adalah hal ataupun fungsi yang
menunjukkan kembali kepada sesuatu yang ada di luar daripada sebuah situasi. Hal ini
berarti bahwa perujukan eksoforik ini adalah merujuk kepada hal-hal yang di luar

daripada konteks. Dalam situasi ini kaedah perujukan eksoforik inilah yang akan
digunakan bagi menunjuk sesuatu yang telah berlaku pada saat ujaran itu disampaikan.
Menurut Azmi Abdullah, perujukan eksoforik ini mengandungi tiga perkara iaitu,
konteks segera, pengetahuan bersama dan pengetahuan dalam satu dunia wacana.
3.1.1.1. Konteks “segera”
Dalam konteks segera atau dikenal sebagai Immediate Context, kita dapat
langsung memahami maksud kalimat itu melalui pemahaman yang kita miliki
berdasarkan dua hal yaitu:
i.


Pengetahuan dikongsi bersama (shared knowledge) seperti dalam contoh ayat
berikut:
“Keadaan ekonomi dunia sekarang adalah gawat. Oleh karena itu, kerajaan
telah mengambil beberapa langkah yang praktikal untuk menangani masalah
tersebut”.

ii.

Pengetahuan dalam suatu dunia wacana sebagaimana contoh ayat:
“Berikutan dari kelakuannya, Baginda Queen telah murka kepada Puteri Diana.
Ini adalah suatu isu hangat yang mamakukan golongan diraja”.
Namun demikian ada kalimat atau wacana yang tidak segera memberikan

pemahaman kepada pembaca maksud kalimat atau wacana tersebut. Untuk itu kita
harus memerlukan rujukan kepada konteks sebelumnya. Seperti berita tentang sesuatu
peristiwa yang dikeluarkan dalam suatu akhbar. Untuk memahami dengan baik
peristiwa yang dijelaskan pada bulan September kita mestilah merujuk laporan atau
berita yang pernah dimuat pada edisi keluaran sebelumnya yaitu bulan Juli maupun
bulan Mei seperti rajah berikut ini:


Untuk memahami informasi pada bulan September kita harus merujuk pada informasi
bulan Juli dan bulan Mei. Karena dalam teks tidak disebut sehingga kita harus keluar
dari teks untuk memahami makna dalam teks tersebut.
3.1.2 Perujukan endoforik
Perujukan endoforik ini pula merujuk apa yang hanya ada di dalam sesebuah teks.
Seperti apa yang telah diterangkan oleh Halliday dan Hasan (1976:9) yang mengatakan
bahwa perujukan endoforik ini merujuk hanya kepada teks yaitu merujuk semata-mata
hanya kepada teks. Harimurti Kridalaksana (1982) memberikan pendapat bahwa
perujukan endoforik ini adalah hal atau fungsi yang menunjukkan kembali pada hal-hal
yang ada dalam wacana, mencakupi perujukan anaforik dan perujukan kataforik.
3.1.2.1 Perujukan anaforik
Perbedaan antara perujukan anaforik dan kataforik lebih disebabkan perbedaan letak
perujuk dan penganjur. Letak “perujuk” dalam perujukan anaforik adalah dibelakang
“penganjur” sebagaimana contoh kutipan kalimat pada novel “Puncak Pertama” karya
Muslim Burmat (1988:159) berikut ini:
Ahmad tidak banyak tahu tentang erti bahasa kebangsaan dan sejauh mana
sudah perjuangan hendak mendaulatkan bahasa Melayu sebagai bahasa
resmi negara ini. Tetapi yang ia dapat berfikir mengapa bahasa yang sekian
lama terpakai itu mau diperjuangkan lagi untuk memakainya.
Kata “ia” pada kalimat kedua merujuk kepada “Ahmad” pada kalimat pertama. Kata “ia”

disebut sebagai perujuk sedangkan Ahmad disebut sebagai penganjur. Untuk
mengetahui lebih jauh tentang Ahmad maka kita harus keluar dari teks.
3.1.2.2 Perujukan kataforik

Contoh kutipan kalimat pada novel “Puncak Pertama” karya Muslim Burmat (1988:196197) berikut ini:
Kedua-dua mereka masih terkejut, bagaimana orang tua demikian boleh
bekerja dengan askar. Mana tenaganya, mana latihannya. Ahmad tidak
pernah berdampingan dengan askar. Malah mereka baru dengan kehidupan
askar, apalagi dengan askar bangsa asing. Sepanjang ingatan Rokayah
bapanya sering melarang keluarganya supaya tidak melibatkan diri dengan
kehidupan askar, tetapi tidak pula pernah diterangkan mengapa ia melarang
demikian.
Kata “kedua-dua mereka” pada kalimat pertama merujuk kepada “Ahmad” dan Rokayah
pada kalimat berikutnya. Kata “kedua-dua mereka” disebut sebagai perujuk sedangkan
Ahmad dan Rokayah disebut penganjur. Kalau diamati kalimat di atas terlihat bahawa
kata yang berfungsi sebagai “penganjur“ ada di belakang, sedangkan kata yang
berfungsi sebagai “perujuk” ada di depan.
3.2. Penggantian
Penggantian ini dikenali sebagai substitution. Penggantian adalah pengambilan alihan
atau pertukaran bagi sesuatu segmen kata, frasa atau klausa oleh kata ganti yang

lainnya. Penggantian ini juga ada penggantian nomina, penggantian verba dan
penggantian klausa.
3.2.1 Penggantian Nomina
Contoh kutipan kalimat pada surat kabar Media Permata edisi 8 April 2005 halaman
berikut ini:
Kini “kereta” itu dijumpai semula oleh Polis. Bagaimanapun kereta itu sudah
bertukar wajah menjadi "besi buruk".
3.2.2 Penggantian Verba
Contoh percakapan (Ann M.Martin. 1995:54) sebagaimana berikut ini:

A: Liz says you drink too much.
B: So do you!

3.2.3 Penggantian Klausa
Contoh percakapan (Ann M.Martin. 1995:97) sebagaimana berikut ini:
A: "Oh, here's what I owe you"
B: "Me, too".
3.3 Pengguguran
Ada yang mengatakan bahawa pengguguran ini juga sebagai penghilangan dan juga ia
lebih dikenali sebagai elipsis. Pengguguran ini mengandungi pengguguran nomina,
pengguguran verbal dan pengguguran klausa.
3.3.1 Pengguguran Nomina
Contoh dalam Leman Ahmad (1984: 24) berikut ini:
A: " Kita ini perlu anak. Tau anak! Adanya anak akan lebih bererti hidup …"
B: "Kenapa diungkit-ungkit juga soal ^ itu?"
3.3.2 Pengguguran Verba
Contoh dalam Tarigan, H.G. (1995:166) berikut ini:
A: "Pernahkah kamu menaiki beca dan basikal?"
B: "ya, pernah ^ "
3.3.3 Pengguguran Klausa
Contoh dalam Tarigan, H.G.(1995:147) berikut ini:
Guru: "Apakah kamu mahu mendapat biasiswa dari kerajaan?"
Pelajar: "Ya tentu"

3.4 Konjungsi

Konjungsi ini juga dikenali sebagai “conjunction”. Ada konjungsi yang mempunyai
kebalikan, tambahan, temporal dan sebab. Contoh penggunaan konjungsi dalam
kalimat berikut ini:
Dengan ini kami beritahukan bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan
Bulan Bahasa tahun 1996 kami mengadakan penyuluhan kebahasaan (1).
Pesertanya adalah para Kepala Tata Usaha (2). Oleh karena itu, kami
memberi kesempatan Saudara untuk mengirimkan nama calon peserta
selambat-lambatnya pada tangal 30 September 1996 (3).
Penggunaan konjungsi pada teks di atas dapat ditemukan dalam penggunaan bentuk
oleh karena itu dalam kalimat (3). Konjungsi ini menghubungkan kalimat (3) dengan
kalimat (2). Dalam hal ini, bentuk konjungsi itu adalah konjungsi antar kalimat.
3.4.1 Kebalikan (Adversative)
Contoh kalimat dalam Harun Aminurrashid (2001:25) berikut ini:
Kekuatan Awang Semaun yang luar biasa ini dikatakan kerana ia telah makan
sejenis ikan yang bernama 'sumpit-sumpit' yang sangat ganjil dan kononnya
ikan ini memang mempunyai kekuatan yang luar biasa. Cerita ini mungkin
hanya sebagai suatu dongeng yang diceritakan oleh orang tua-tua kita. Walau
bagaimanapun kekuatan Awang Semaun itu memang dari keadaan bentuk
badannya yang tegap sasa.
3.4.2 Tambahan (Additive)
Contoh kalimat dalam Leman Ahmad (1984: 31-32) berikut ini:
Aku melangkah ke depan. Sebentar menoleh ke kanan dengan ucapan
assalatu lailahaillallah. Dan ke kiri juga.
3.4.3 Temporal
Contoh kalimat dalam Harun Aminurrashid (2001: 28) berikut ini:

Rantai itu terlalu panjang. Pada mulanya rantai itu hendak dibuangnya tetapi
ada sesuatu yang menarik hatinya pada rantai itu. Lalu rantai itu dibasuhnya
bersih-bersih.
3.4.4 Sebab
Contoh kalimat dalam Harun Aminurrashid (2001: 2 & 7) berikut ini:
Mansor kerap kali datang ke sekolah dengan tidak membawa wang belanja,
sebab ayahnya telah meninggal dunia.
Lima orang itu sangat masyhur ceritanya hingga hari ini kerana mereka
terkenal sebagai pahlawan Melayu pada zaman Kerajaan Melayu Melaka
dahulu.
3.5 Kohesi Leksikal
Kohesi Leksikal diperoleh dengan cara memilih kosa kata yang serasi. Ada dua
cara bagi mencapai aspek leksikal kohesi ini, iaitu reiterasi dan kolokasi.
3.5.1 Reiterasi (Pernyataan Semula)
Reiterasi atau pernyataan semula berlaku melalui tiga cara, iaitu pengulangan
kata, sinonimi, superordinat dan kata-kata umum.
3.5.1.1 Pengulangan Kata
Pengulangan kata ini dikenali juga sebagai repetition. Kata yang sering kali diulang
ini adalah dari 'kata isi' (content word). Ini bermakna kata itu adalah kata yang amat
penting bagi sesuatu ayat yang dibentuk dan dibina bagi teks ataupun wacana. Kata isi
ini boleh dikenal pasti melalui dua cara. Cara yang pertama ialah kata itu atau 'kata isi'
tersebut akan dijadikan sebagai unsur yang tidak boleh ditinggalkan ataupun tidak
digunakan jika diperkatakan di dalam intipati teks. Manakala cara yang kedua ialah jika

kata tersebut tidak diulang maka berkemungkinan teks itu akan terganggu sifat
kesatuannya.
Contoh penggunaan pengulangan kata seperti pada contoh kalimat surat di bawah
ini:
Kami beritahukan kepada Saudara bahwa akhir-akhir ini para tamu
perpustakaan Balai Penelitian Bahasa di Yogyakarta banyak yang memesan
fotokopi buku-buku kebahasaan dan kesusastraan yang ada (1). Untuk
melayani mereka, kami harus memfotokopikan buku-buku di luar lingkungan
Balai Penelitian Bahasa (2). Mereka belum dapat kami layani dengan sebaikbaiknya (3).
Pada contoh teks di atas terlihat bahwa hubungan kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain sudah terjalin dengan erat. Alat-alat yang digunakan untuk menjalin
keeratan hubungan itu ialah penngunaan bentuk kami dalam kalimat (2) dan (3) yaitu
penggulangan bentuk kami dalam kalimat (1). Begitu pula bentuk buku-buku dalam
kalimat (2) merupakan repetisi bentuk buku-buku dalam kalimat (1).
Dalam bahasa Melayu, kata yang akan diulang itu boleh berubah bentuk dari segi
ataupun sudut morfologi. Ini dapat dikategorikan di dalam pengulangan kata ini, jika
kelas kata yang diulang itu tidak berubah.
Contoh: … amaran daripada penculik-penculiknya bahawa pasukan Amerika
akan cuba membunuhnya datang menghantuinya… (2) " Saya serta-merta
teringatkan apa yang diberitahu oleh penculik-penculik itu…" (3) … " Saya
tidak banyak bercakap dengan penculik-penculik …" (Media Permata. 7 Mac
2005: 1)
3.5.1.2 Sinonim

Sinonim ialah suatu kata yang mempunyai makna yang sama dengan 'kata searti'.
Sinonim ini digunakan kerana ianya untuk mengelakkan kebosanan bagi pengulangan
kata yang sama di dalam teks dan juga sinonim ini memberikan variasi kepada sesuatu
teks. Sesetengah kata dikatakan sinonim adalah disebabkan kedua-duanya merujuk
kepada perkara yang sama.
Contoh : (1) Gambar lukisan memastikan Iwo Jima terus menghidupkan
kenangan Amerika, tetapi bagi kebanyakan warga Jepun pertempuran pulau
berdarah adalah langkah… (2) … "Peperangan adalah sesuatu yang tidak
boleh difahami melainkan ia dialami," Endo, yang pernah… (3) … "Perjuangan
itu menjadi pengajaran kepada belia hari ini."…
(Media Permata. 7 Mac 2005: 9)

3.5.1.3 Superordinat
Superordinat ialah penggunaan kata yang lebih khusus atau 'hiponim' kepada kata
yang lebih umum atau dikenali sebagai 'hiperonim'. Contoh dalam Tarigan, H.G. (1995:
146) berikut ini:
Semua yang ada di desa seperti kambing, biri-biri, kerbau, lembu dan ayam,
harus dibuatkan kandangnya secara teratur. Ketua Kampung mengarahkan
penduduk desa membuat kandang ternakan masing-masing.

Superordinat bagi contoh di atas ialah kata umum yang merujuk 'kambing, kerbau, biribiri, ayam', iaitu 'ternakan'. Kata 'kambing, kerbau, ayam' adalah kata khusus yang juga
dikenali hiponim.
3.5.1.4 Kata-kata Umum
Kata-kata umum ialah kata-kata yang tidak tentu kelasnya sebagaimana contoh dalam
Harun Aminurrashid (2001:25) sebagai berikut:

Bagi Awang Semaun, jika ia beroleh sesuatu hasil perburuan atau berkarang,
sebelum perolehan itu dibawanya balik ke rumahnya…
3.5.2 Kolokasi
Bagi mengenal kolokasi adalah melihat dari dua sudut, iaitu dari sudut sintaksis
dan dari sudut semantik.

3.5.2.1 Dari Sudut Sintaksis
Contoh (1) dalam Harun Aminurrashid (2001:19) sebagai berikut:
Ketika itu nama Brunei dikenali sebagai Puni, kerana ibu kotanya bernama
Puni. Pada zaman Sultan Muhyiddin iaitu Sultan Brunei yang ke-XIV baharulah
Kerajaan Brunei itu dipindahkan ke tempat yang ada sekarang.
Contoh (2) dalam Tarigan, H.G.(1995: 138) sebagai berikut:
Di perkarangan itu, ditanam keperluan dapur sehari-hari; umpamanya: bayam,
tomato, cili, ubi kayu, kacang panjang, lobak, kubis dan lain-lain. Di
perkarangan itu, ditanam bahan ubat-ubatan tradisional; misalnya: misai
kucing, lengkuas, halia, kunyit dan sebagainya… dijual ke pasar: sebagai
contoh: bayam, cili, halia, kunyit dan sirih.
3.5.2.2 Dari Sudut Semantik
Contoh dalam Tarigan, H.G. (1995: 136) sebagai berikut:
Kerajaan berusaha bersungguh-sungguh meningkatkan perhubungan di tanah
air kita, iaitu perhubungan darat, laut dan udara. Dalam bidang perhubungan
darat telah digalakkan pemanfaatan kereta api dan kenderaan bermotor.
Kenderaan ini meliputi kereta, motosikal dan lain-lain.
4. Kesimpulan

Setelah dilihat mengenai dengan kaedah-kaedah tautan atau kohesi yang telah
dihuraikan secara ringkas sebelum ini, seperti perujukan, penggantian, pengguguran,
konjungsi dan kohesi leksikal. Setiap kaedah-kaedah yang terkandung dalam tautan
telah disertakan dengan contoh-contohnya sekali. Ini adalah bagi memudahkan dan
juga memperlihatkan hubungan tautan atau kohesi itu dengan kaedah-kaedah yang
telah disebutkan sebelum ini.
Unsur tautan ataupun tetenunan ini membentuk satu sifat kesatuan, iaitu di antara
satu dengan yang lainnya perlu berperanan bersama. Oleh itu, untuk menganalisa satusatu teks ataupun konteks kedua-duanya diperlukan perhatian yang penuh.
Rujukan
Ann M. Martin. 1995. The Baby Sitters Club. New York: Scholastic Inc.
Dk Zunainah Pg Aliuddin. 2002. Tautan Dalam Cerpen: Pelabuhan Senja. Latihan
Ilmiah. Universiti Brunei Darussalam.
Halliday dan Hasan. 1976. Cohession in English. New York. Longman Group Limited
Harimurti Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: P.T. Gramedia.
Harun Aminurrashid. 2001. Sinar Baru. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.1994. Jakarta
Leman Ahmad. 1984. Air Biru Ombak Biru. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Media Permata. 2005. 7 Mac.
Media Permata. 2005. 5 April.

Muslim Burmat. 1988. Puncak Pertama. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Sabariyanto, Dirgo. 1998. Bahasa Surat Dinas.. Jakarta. Mitra Gama Widya.
Zaidatul Akmam Ibrahim. 2001. Kajian Analisis Wacana: Suatu Perbandingan
Berdasarkan Buku Teks Bahasa Melayu Darjah Empat dan Menengah Satu.
Latihan Ilmiah. Universiti Brunei Darussalam.