A. Pendahuluan - Index of /file
KETEPATAN KODIFIKASI RAWAT INAP GUNA MENINGKATKAN KUALITAS
ATAS DASAR PEMBUATAN LAPORAN DI RUMAH SAKIT C K PADALARANG
Oleh:
I Made Sukanta (1), Mahasiswa Prodi DIII -RMIK STIKes St. Borromeus Imelda Retna Weningsih, SST.MIK., M.Kom. (2), Dosen Prodi DIII-RMIK STIKes St. Borromeus
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini didasarkan adanya temuan ketidaktepatan kodifikasi Rekam Medis Rawat Inap Rumah Sakit CK(RSCK) tahun 2017 sebesar 50%. Tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran mengenai ketepatan kodifikasi guna meningkatkan kualitas data dasar pembuatan laporan di RSCK. Jenis penelitian yaitu deskriptif kuantitatif. Jumlah sampel sebesar
94 Rekam Medis Rawat Inap triwulan I tahun 2017 yang sudah terkodefikasi dan memiliki single dan multiple diagnosa. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu tidak terdapatnya prosedur (SOP) mengenai kodifikasi Rawat Inap, ketidaktepatan kodifikasi memilih main condition18,08%,
kodefikasi
24,46%, pemilihan dan kodefikasi 10,64%, kesalahan hanya terdapat pada multiple diagnosa, kesalahan memilih main condition berdasarkan chapter ICD terdapat pada chapter I, kesalahan kodifikasi terdapat pada chapter XV. Faktor yang menyebabkan ketidaktepatan yaitu tidak adanya SOP kodifikasi, tidak adanya petugas khusus kodifikasi, tidak lengkapnya hasil pemeriksaan penunjang. Sudah ada upaya yang dilakukan namun masih belum berdampak karena upaya yang dilakukan tidak terdokumentasi dan hanya diketahui oleh petugas yang bertugas saat itu. Dapat disimpulkan bahwa kualitas data dasar pembuatan laporan belum terpenuhi, tingkat pencapaian baru sebesar 68,09%, ada kemungkinan keterkaitan ketepatan kodifikasi dengan kualitas data dasar pembuatan laporan. Sarannya perlu dibuat SOPkodifikasi, menugaskan petugas khusus untuk kodifikasi, pengadaan pelatihan mengenai kodifikasi morbiditas, berkoordinasi dengan perawat melalui komite medik mengenai hasil pemeriksaan penunjang.
Daftar pustaka: 19 buku (2001-2017) Kata kunci : ketepatan, kodifikasi, kualitas A.
Pendahuluan
Hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai keakuratan kodifikasi rawat inap di Rumah Sakit CK, dari data kodifikasi morbiditas pada sampel bulan 10 sampai 12 tahun 2016 sebanyak 30 rekam medis, dari 30 jumlah sampel tersebut jumlah keseluruhan kesalahan sebanyak 15 rekam medis( 50% ) kesalahan tersebut dirincikan sebagai berikut, (kesalahan memilih main condition sebanyak 11 (36,6%), koding 4 (13,3%), dan peneliti juga menemukan kesalahan memilih serta kodefikasi dari 15 kesalahan tersebut terdapat 2 (6,6%)) . Peneliti akan mendalami tingkat ketepatan kodifikasi dan kualitas data dasar yang akan dijadikan laporan baik laporan internal dan eksternal hal ini akan berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh bagian yang menggunakan informasi tersebut. oleh kerena itu peneliti tertarik mengangkat judul “Ketepatan Kodifikasi Rawat Inap Guna Meningkatkan Kualitas Data Dasar Pembuatan Laporan Di Rumah Sakit CK Padalarang”
B.
Tinjauan teori
1. Rumah sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Setiap penyelenggaraan pelayanannya dibuktikan dengan rekam medis, sebagai bukti tertulis yang otentik hasil pemeriksaan terhadap pasien oleh dokter yang merawat.
2. Rekam medis Menurut Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008, rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Selanjutnya Gemala R.Hatta (Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan,2008;79) menjelaskan tujuan rekam medis terdiri dari dua tujuan. Tujuan pertama paling berhubungan langsung dengan pelayanan pasien sedangkan tujuan kedua berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan pasien namun tidak berhubungan langsung secara spesifik.
4.1 Peraturan Umum Baca dan pahami berbagai macam konvensi tanda baca di volume 2 Adanya sistem klasifikasi ganda (sistem dagger= tanda sangkur, dan asterisk=tanda bintang), adanya inclusion, exclusion, tanda baca titik-titik, titik-garis, berbagai tanda kurung (kurung biasa, kurung segi- empat dan kurung kurawa), NOS, NEC,
b) Leadterm untuk penyakit dan cedera biasanya merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya. Sebaiknya jangan menggunkan istilah kata benda anatomi, kata sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun demikian, beberapa kondisi ada yang diekspresikan sebagai kata sifat atau eponym (menggunakan kata penemu) yang tercantum di dalam Indeks sebagai leadterm.
3 Alphabetical Index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XXI (volume 1), gunakanlah sebagai “Leadterm” untuk dimanfaatkan sebagai panduan menulusuri istilah yang dicari pada seksi I indeks (volume 3). Bila pernyataan adalah penyebab luar (external causes) dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX (volume 1), lihat dan carikodenya pada seksi II di Index (volume 3).
a) Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode, dan buka volume
4.2. Sembilan Langkah Dasar Dalam Melakukan Kode
harus dijalankan sesuai perintah yang tertulis di volume 1,3. Pada volume 3 banyak terdapat tanda kurung biasa, tanda tunjuk silang dan tanda titik-garis, yang masing-masing mempunyai makna yang sangat berarti dan dapat memengaruhi penentuan pilihan kode yang benar dan akurat, dan cenderung menimbulkan kesalahan dalam pemilihan kode apabila pengkode tidak menaatinya.
use additional code dan lainnya yang
4. Pengkodean Secara garis besar proses pengkodean dijalankan antara lain sebagai berikut:
3. Fungsi dan kegunaan ICD Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas. Penerapan pengkodean sistem ICD digunakan untuk: a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan.
h. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan. i. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.
g. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.
f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis.
e. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.
d. Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s (diagnosis-related groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.
c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan.
b. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
c) Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah istilah yang akan dipilih pada volume 3.
d) Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “()” sesudah
Contoh:
dokter sebagai provider asuhan medis- klinis pasiennya juga memahami makna aturan penggunaan peraturan (rules) terkait.
Rule MB1-MB5 . Ada baiknya apabila
G01* Apabila dokter yang merawat atau bertanggung jawab tidak dapat menetapkan keadaan utama pasien, atau tidak mungkin memberikan penjelasana lebih lanjut, maka kondisi utama baru dipilih melalui lima ketentuan/aturan (rules) yang disediakan dalam ICD-10 volume 2. Pemilihan rule yang akan diterapkan harus menjamin bahwa kondisi utama yang dipilih dan dikode menggambarkan kondisi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam satu epidose pelayanan. Pengode harus memahami dan terbiasa dengan ketentuan ini dan mampu menggunakan ketentuan
dagger dan asterisk) : A17.0†
3. Tuberculous meningitis (dengan
W06.909
bed into floor : S06.2 ,
2. Cerebral contusion due to fall from
(M8520/3)
quadrant of the left breast : C50.5
1. Carcinoma lobutar lower outer
Pengobatan morbiditas sagat bergantung pada diagnosis yang ditetapkan oleh dokter yang merawat pasien atau yang bertanggungjawab menetapkan kondisi utama pasien, yang akan dijadikan dasar pengukuran statistik morbiditas. Gejala, tanda, alasan kontak dengan pelayanan kesehatan, kondisi ganda dapat dijadikan sebagai kondisi utama apabila sampai akhir episode suatu perawatan tidak dapat ditegakkan diagnosis utama pasien.Hal yang perlu dicatat untuk pengodean yang spesifik yaitu kondisi suatu sekuel (sequelae, gejala sisa) penyakit, akut atau kronis, neoplasma, cedera dan penyebab eksternal.
leadterm (kata dalam tanda
5. Peraturan Morbiditas Kondisi utama adalah suatu diagnosis/ kondisi kesehatan yang menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan bertanggungjawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya.
h) Tentukan kode yang anda pilih i) Lakukan analisa kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang dikode untuk pemastian kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang diagnose utama di berbagai lembar formulir rekam medis pasien, guna menunjang aspek legal rekam medis yang dikembangkan.
atau bagian bawah suatu bab (chapter), katagori, atau subkatagori.
exclusion pada kode yang dipilih
g) Ikuti pedoman Inclusion dan
morbiditas dan mortalitas.
tambahan yang tidak ada dalam indeks (additional code) serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem pelapran
1 dan merupakan posisi
f) Lihat daftar tabulasi (volume 1) unutk mencari kode yang paling tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat itu ada di dalam volume
e) Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references) dan perintah see dan see also yang terdapat dalam indeks.
kurung= modifier, tidak akan mempengaruhi kode). Istilah lain yang ada di bawah leadterm (dengan tanda (-) minus=idem=indent) dapat memengaruhi nomor kode, sehingga semua kata-kata diagnostic harus diperhitungkan).
6. Kualitas Data Kualitas data adalah bagian dari tata kelola data, kualitas data mempunyai pengertian tentang kelengkapan dan keakuratan data (Batini 2009). Selain itu, kualitas data juga berhubungan dengan konsistensi dan ketepatan waktu (Batini, 2009).
Data yang baik mengandung 4 persyaratan yaitu: a. Akurat : data lengkap dan tepat merekam keadaan tertentu
Di dalam melakukan kodifikasi rawat inap khususnya untuk rekam medis umum petugas tidak memiliki prosedur tetap dalam pelaksanaannya, petugas hanya melakukan pengkodean berdasarkan ketentuan ICD-10, dikarenakan didalam bagian rekam medis tidak memiliki kebijakan internal. namun dari hasil pengamatan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses pengkodean yang ada di dalam ICD-10 juga tidak dilakukan dengan baik, sehingga berpengaruh terhadap ketepatan kodifikasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala bagian rekam medis mengenai prosedur kodifikasi bahwa standar oprasional prosedur masih dalam proses pembuatan.Pedoman atau prosedur merupakan tata cara dalam melakukan kodefikasi dengan tepat, namun di RSCK tidak memiliki prosedur mengenai tata cara kodefikasi sehingga petugas tidak mempunyai aturan mengenai tata cara kodefikasi dengan tepat. Prosedur merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kodefikasi karena didalam nya menjelaskan tata cara menetukan koding, baik general coding, morbidity
serta kodifikasinya
kodifikasi dan pemilihan main condition
membagi kedalam beberapa kriteria yaitu kesalahan memilih main condition,
kodifikasi. Dari kesalahan tersebut peneliti
Dari sampel yang diambil peneliti sebanyak 94 rekam medis terdapat kesalahan sebesar 30 rekam medis baik dari pemilihan main condition dan
2. Ketepatan Kodifikasi Rawat Inap di RS CK
apabila tidak terdapat prosedur yang terdokumentasi maka dapat menimbulkan persepsi yang berbeda pada setiap petugas yang akan melakukan kodefikasi. Hal lain yang dapat timbul yakni hasil kodefikasi berpotensi tidak akurat
coding dan mortality coding.Sehingga
secara acak), yaitu mengambil Rekam Medis dari populasi yang sudah terkodefikasi memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, tidak ada intervensi tertentu dari peneliti.
b. Valid : data yang masih berlaku untuk waktu tertentu, tidak kadaluarsa
sampling dengan tehnik random sampling (pengambilan sampel
Pengambilan sampel menggunakan metode probably
b. Sampel Jadi jumlah sampel yang akan di ambil peneliti adalah sebesar 94 rekam medis rawat inap yang sudah terkodifikasi.
a. Populasi Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah rekam medis rawat inap bulan 1 sampai 3 Tahun 2017 sebanyak 1758 rekam medis.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi yaitu ketidak tepatan kodifikasi rawat inap yang akan berpengaruh terhadap kualitas data dasar pembuatan laporan di RSCK. Masalah yang layak diteliti dengan menggunakan metode deskriptif adalah masalah yang dewasa ini sedang dihadapi, khususnya di bidang kesehatan.
Metode dan Desain Penelitian
d. Reliable : data yang dapat diandalkan atau dapat dipercaya C.
c. Terus menerus : data yang dalam pengumpulannya tidak terputus-putus
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Prosedur Mengenai Kodifikasi di Rumah Sakit CK Padalarang
Tabel 4.1
a. Ketepatan kodifikasi berdasarkan
Ketepatan kodifikiasi rawat inap pada
chapter ICD-10
rekam medis bulan Januari-Maret
Tahun 2017 Tabel 4.3
Tabel ketidak tepatan kodifikasi padaRincian rekam medis bulan Januari – Maret
Sampel kesalahan yang Kodifikasi Jumlah ketidak
Tahun 2017 berdasarkan Chapter ICD-10 ditemukan tepatan petugas peneliti pada berdasarkan
Chapter pemilihan
No Keterangan Jumlah jenis
ICD MC dan diagnosa MC Kode
Chapter Kode
1 Pragnancy an chilbrid 5 kasus
XV
73 Diseases cyrkulatory (multiple
30
17
23
10
2 Chapter IX 4 kasus sistem Jumlah diagnosa) RM
21
3 Chapter X Disease respyratory 3 kasus (single
4 Chapter I Infection and parasitic 3 kasus diagnosa)
5 Chapter XI Disease digestiv sistem 3 kasus Total
94
30
7
13
10 Chapter Certainconditionsoriginat Prosenta 6 3 kasus 68,09% 31,92% 18,08% 24,46% 10,64%
XVI ingintheperinatal period se Chapter
7 Disease genitourinary 1 kasus
XIV Chapter
8 Injury, poisoning 1 kasus
Ketidaktepatan memilih main
XIX
23 condition (MC) sebanyak (18,08%)
Total kasus
dari 94 rekam medis, ketidaktepatan
kodifikasi (K)sebanyak (24,46%) Diagram 4.2
dari 94 rekam medis dan dari
Diagram ketepatan kodefikasi pada rekam
kesalahan di atas peneliti juga
medis bulan Januari – Maret 2017
menemukan kesalahan keduanya yaitu memilih main condition serta
diagram kodifikasinya sebanyak (10,64%)
dari 94 rekam medis. Dari seluruh
ketepatan kodifikasi
kesalahan tersebut diketahui bahwa kesalahan memilih main condition dan kodifikasi terdapat pada rekam medis yang memiliki diagnosa lebih dari satu (multiple diagnosa).
t epat
a. Ketidak tepatan memilih main
condition berdasarkan Chapter t idak t epat
ICD-10
Tabel 4.2 Ketidak tepatan memilih mainconditin pada rekam medis bulan Januari – Maret Tahun 2017
Dari diagram diatas merupakan
berdasarkan Chapter ICD-10
ketidaktepatan secara keseluruhan ketepatan kodefikasi, berdasarkan data
No Chapter Keterangan Jumlah
tersebut, peneliti menemukan adanya
ICD
1 I Infectin and parasitic
5
ketidaktepatan dari jumlah sampel
2 XI Disease digestiv
3
sebanyak 94 rekam medis ada sebanyak
3 XVI Certainconditionsoriginatin
3
30 (31,91%) rekam medis yang salah baik
gintheperinatal period
dari pemilihan main condition, kodefikasi
4 XV Pregnancy, childbirth and
2
dan memilih main condition serta
the puerperium kodefikasinya.
5 IX Diseases cyrkulatory sistem
2
6 X Disease respyratory
2 Dari 73 rekam medis yang memiliki
7 Total
17
diagnosa lebih dari satu atau multiple
kasus
kesalahan memilih sebanyak (23,28%) 17 rekam medis. Berdasarkan teori pada ICD-10 volume 2, dalam melakukan pemilihan diagnosa utama mengacu pada aturan-aturan (MB1-MB5) reseleksi diagnosa utama. Oleh karena itu penting bagi petugas untuk mengetahui tentang reseleksi dengan baik. Berdasarkan pengamatan peneliti, kesalahan pemilihan main condition terbanyak terdapat pada kasus infection and
parasit pada chapter I di dalam
main condition ini dikarenakan
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan kodifikasiData kodefikasi merupakan data awal untuk penentuan trend penyakit, dimana dalam penentuannya, memerlukan tahapan indeksing guna mempermudah dalam menentukan tren penyakit yang merupakan salah satu dari bentuk pelaporan, yang mana pelaporan tersebut akan dilaporkan oleh bagian rekam medis kepada pihak internal maupun external Rumah Sakit. Apabila ketepatan dari kodefikasi tidak mencapai 100% maka berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan terhadap laporan yang dihasilkan.
Dalam menentukan kode dalam kasus kebidanan memerlukan pemahaman mengenai aturan kodefikasi kebidanan, kelainan- kelainan yang muncul saat melahirkan juga harus diperhatikan karena didalam kodefikasi kebidanan yang menjadi fokus kodefikasi adalah komplikasinya bukan metode melahirkannya, namun dalam menentukan kode komplikasi kebidanan juga harus melihat anamnesa yang dirasakan pasien, seperti ketuban pecah dini (KPSW) petugas harus melihat periodenya karena akan mempengaruhi kode, misalkan ketuban pecah dini sebelum atau masih dalam waktu 24 jam dikode O42.0 sedangkan ketuban pecah dini lewat dari waktu 24 jam dikode O42.1.
delivery atau komplikasi saat melahirkan terdapat 4 kasus dari 5 kasus terbesar.
Chapter XV yaitu mengenai kebidanan, kasus yang terbesar adalah complicated of
Kesalahan kodefikasi juga terdapat pada rekam medis yang memiliki diagnosa lebih dari satu, pada rekam medis yang memiliki diagnosa hanya satu peneliti tidak menemukan kesalahan dalam menentukan kodefikasi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan hasil ketidak tepatan kodefikasi sebanyak 23 (31,50%) rekam medis dari 73 rekam medis yang memiliki diagnosa lebih dari satu. Kesalahan terbesar terdapat pada
petugas tidak melakukan pengecekan kedalam rekam medis, diketahui bahwa penyakit-penyakit yang terkait dengan bakteri harus memiliki hasil pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosa yang ditulis dokter itu sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Oleh karena tidak adanya petugas khusus yang melakukan kodefikasi sehingga hal- hal yang harus diperhatikan dalam proses reseleksi diagnosa tidak berjalan dengan baik karena petugas tidak fokus dengan pekerjaan kodefikasi, melainkan harus mengerjakan pekerjaan lainnya.
Ketidak tepatan pemilihan
ICD-10 sebanyak 5 kasus (29,41%) dari 17kesalahan memilih main
yang mudah sekali menular karena kontak dengan bakteri melalui makanan yang dimakan, sehingga penanganan pasien juga harus berhati-hati karena untuk mengatasi penularan, penyakit ini juga bisa menular melalui kotorannya.
thypoid fiver merupakan penyakit
terlebih dahulu kebenaran diagnosanya kedalam pemeriksaan lainnya serta obat-obatan yang diberikan kepada pasien. Diagnosa
tesnya negatip perlu dipastikan
Keluhan atau anamnesa dari penyakit ini sangat menyerupai kasus dangue fiver sehingga petugas yang harus melakukan kodefikasi harus memastikan diagnosa yang ditulis oleh dokter kedalam hasil pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosanya, jika hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan hasil reaksi widal tes positif berarti diagnosa yang ditulis dokter itu sesuai dengan yang diderita pasien, jika hasil widal
fiver yang paling banyak karena terdapat 3 dari 5 kasus terbesar.
ditemukan bahwa diagnosa thypoid
condition dan dari 5 kasus terbesar
a. Adanya aturan tertulis mengenai tata cara kodifikasi Khususnya bagian kodifikasi
4.
Upaya-upaya yang dilakukan kepala
tidak memiliki aturan atau bagian rekam medis standar oprasional prosedur Dari hasil wawancara dengan kepala (SOP) yang dijadikan pedoman bagian mengenai upaya yang dilakukan dalam menetukan main untuk meningkatkan ketepatan koding
condition serta kodifikasinya yaitu sebagai berikut:
oleh karena itu setiap petugas
a. Melakukan komunikasi secara teratur yang melakukan kodifikasi dengan dokter mengenai diagnosa terdapat perbedaan dalam yang bersangkutan dengan penyakit tahapan menentukan pasien. kodifikasinya. Pada saat melakukan peneliti
b. Adanya petugas tetap kodifikasi melakukan penelitian upaya tersebut rawat inap tidak dijalankan oleh petugas yang Di dalam bagian rekam medis melakukan koding, sehingga upaya RSCK tidak memiliki petugas tersebut belum membawa dampak tetap kodifikasi. Oleh karena itu terhadap ketepatan kodefikasi. ketepatan koding juga
b. Melakukan komunikasi dengan dipengaruhi oleh faktor tersebut petugas yang melakukan koding agar karena petugas tidak fokus pengkodingan secara sungguh- dalam melakukan satu tugas sungguh melainkan harus mengerjakan Upayainimerupakanupayasecara tugas yang lainnya. personal c. Lengkapnya pemeriksaan danmenyampaikansecaralisan, penunjang sehinggatidakkeseluruhanpetugasmen
Di dalam sampel yang diambil getahuiakanupayaini. peneliti ketidak tepatan kodifikasi terjadi karena ketidak
5.
Kualitas data dasar pembuatanlengkapan hasil pemeriksaan laporan penunjang dan laboratorium, dari Hasil kualitas data dari ketepatan jumlah kesalahan sebanyak 30 kodifikasi sebagai berikut: rekam medis peneliti mngidentifikasi ada sebanyak Tabel 4.5 8rekam medis yang hasil Kualitas Data Dasar Pembuatan pemeriksaan radiologi tidak Laporan Pada Rekam Medis Bulan disertakan dan rekam medis Januari – Maret Tahun 2017 yang hasil pemeriksaan laboratorium tidak disertakan. No Keterangan Jumlah Total % Untuk mempermudah dalam
1 Berkualitas 64 68,09%
mengidentifikasi ketidak
2 Tidak berkualitas 30 31,91%
lengkapan pemeriksaan penujang
3 Total 94 100%
peneliti menyajikan kedalam tabel sebagai berikut: Maka dari tabel diatas didapat data bahwa dari 94 sampel yang diamati peneliti
Tabel 4.4
didapat data yang berkualitas adalah
Ketidaklengkapan hasil
sebesar 68,09% (64 rekam medis) dan
pemeriksaan penunjang pada
yang tidak berkualitas adalah sebesar
rekam medis bulan Januari –
31,91% (30 rekam medis) dengan
Maret Tahun 2017
demikian kualitas data dasar kodifikasi yang dijadikan laporan di Rumah Sakit
Tidak ada Cahya Kawaluyan masih belum baik. Ada
Lab Rad Total Jml
20
2
8
10 % 66,66% 6,67% 26,66% 33,33%
Lab=laboratorium Rad= radiologi
Diagram 4.3 Tabel diagram kualitas data dasar pembuatan laporan Bulan Januari – Maret 2017
1. Unit rekam medis bagian kodefikasi rawat inap di RSCKbelum memiliki standar oprasional prosedur, sehingga yang menjadi acuan dalam mengerjakan kodefikasi rawat inap yaitu ketentuan pada ICD-10
Diagram kualitas data dasar pembuatan laporan berkualitas tidak berkualitas
6. Ada kemungkinan keterkaitan dari hasil kodifikasi rawat inap yang mempengaruhi kualitas data dasar pembuatan laporan
sehingga berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan terhadap data dasar laporan yang dihasilkan
main condition, kodefikasi dan pemilihan main condition serta kodefikasinya.
5. Tingkat pencapaian hasil akumulasi Kualitas data dasar pembuatan laporan mencapai 68,09% dari proses pemilihan
4. Upaya melakukan komunikasi teratur dengan dokter tentang diagnosa pasien yang tidak jelas yang berdampak pada ketepatan kodefikasi rawat inap.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan kodefikasi di RSCK yaitu, tidak adanya SOP sihingga tatacaara setiap petugas dalam melakukan kodifikasi tidak sama dalam melakukan kodefikasi rawat inap, petugas tidak fokus melakukan kodifikasi karena harus melakukan pekerjaan lainnya, dan tidak adanya hasil pemeriksaan penunjang sehingga petugas tidak mempunyai abstraksi tambahan dalam menentukan ketepatan kodifikasi.
Kesalahan memilih MC terbanyak terdapat pada chapter I dan kodifikasi terdapat pada chapter XV. Hal ini dikarenakan petugas tidak melihat kedalam rekam medis dan petugas kurang memahami aturan dalam ICD-10.
2. Ketepatan kodefikasi rawat inap di RSCK Padalarang baru mencapai 68,09%.
Peneliti menyimpulkan sebagai berikut
Dari data diatas bahwa kualitas data dasar pembuatan laporan di RSCK masih belum baik karena masih cukup besar data yang tidak berkualitas, data yang baik merupakan data yang akurat, dimana data lengkap dan tepat merekam keadaan tertentu, valid dimana data yang tidak kadaluarsa, terus menerus yaitu tidak terputus-putus dalam pengumpulannya dan
E.
SIMPULAN. Tidak ada petugas tetap pelaksana kodifikasi dampaknya tidak terlaksananya kodifikasi dan tidak terlaksananya pembuatan pelaporan. Tidak lengkapnya hasil pemeriksaan penunjang beradampak kepada kualitas ketepatan kodefikasi.
sebanyak 10,64% jadi keseluruhan kesalahan nya adalah 31,91%. Sehingga dari kesalahan tersebut berpengaruh terhadap kualitas data dasar pembuatan laporan yang hanya mencapai 68,09%. Hal ini disebabkan karena tidak adanya standar operasional prosedur dalam melakukan kodifikasi yang berdampak tidak konsisten petugas dalam pelaksanaan kodefikasi
main condition serta kodifikasi
menentukan kodifikasi sebanyak 24,46% dan dari kesalahan keduanya peneliti menemukan kesalahan keduanya dalam 1 rekam medis seperti kesalahan memilih
condition sebanyak 18,08%
Ada kesalahan dalam ketepatan kodifikasi dalam memilih mine
dipercaya. Kualitas data ini salah satunya dilihat dari segi kualitas ketepatankodefikasi.
reliable yaitudapat diandalkan atau
6. Kemungkinan keterkaitan antara ketepatan kodifikasi terhadap kualitas data dasar pembuatan laporan
sehingga tingkat pencapaian tidak terpenuhi.
F. SARAN
Tenth Revision, Volume 1 Introduction. World Health Organisation, Geneva. 2004.
Jakarta :Salemba Medika Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif
Dan Kualitatif Dan R&D . Bandung:
Penerbit Alfabeta Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis World Health Organisation, Geneva. 2004.
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem ,
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem ,
saran ini diharapkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan ketepatan kodefikasi bisa diminimalisir dan ketepatan kodefikasi bisa menjadi lebih tepat. Saran yang diberikan oleh peneliti yaitu sebagai berikut:
Tenth Revision, Volume 2 Introduction manuals. World Health Organisation, Geneva. 2004.
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem ,
Tenth Revision, Volume 3 Alphabetical Index. http://eprints.ums.ac.id/24161/13/NASKAH_PU
BLIKASI.pdf (Diakses tanggal
06 November 2016) http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/file/Rudy%
20J%20Mandels.pdf (Diakses tanggal 06 November 2016) http://Wikipedia.co.id// (Diakses tanggal 05 januari 2017) http://gifaralfaqih.blogspot.co.id//(diakses tanggal 23 juli 2017)
ILMU KEPERAWATAN Pedoman Skripsi, tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan .
Jakarta: CV. SagungSeto. Nursalam. 2009. KONSEP DAN PENERAPAN
Nursalam&SitiPriani. 2001. PendekatanPraktis METODOLOGI RISET KEPERAWATAN .
Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi
tentang penyelenggaraan rekam medis
METODOLOGI PENELITIAN
BalaiPustaka Keputusan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (Ui-Press). Indonesia, Departemen Pendidikan
Indonesia Nomor 55 Tahun 2007
Berwyn Illionis : Physicians’record company Hatta, Gemala R. 2008. Pedoman
Jakarta: Pt. RinekaCipta. Edna K.Huffman. 1994. Health Information Management , Edisi 10.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik .
4. Kepala bagian melakukan kordinasi dengan perawat melalui komite medik supaya menyerahkan hasil pemeriksaan penunjang kebagian rekam medis G.
3. Kepala bagian menunjuk petugas khusus kodefikasi dengan kriteria pernah mengikuti pelatihan mengenai kodifikasi dan pengalaman kerja selama 5 tahun dan pernah melakukan kodifikasi selama 1 tahun
2. Kepala bagian mensosialisasikan SOP yang sudah dibuat ke petugas yang melakukan kodefikasi, sosialisasi dilakukan setiap 3 bulan sekali
1. Untuk meningkatkan ketepatan kodefikasi disarankan bagian rekam medis di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan membuat Standar Operasional prosedur kodefikasi rawat inap (saran SOPterlampir)
DAFTAR PUSTAKA
Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan .