Pengaruh Pematahan Dormansi Secara Fisik dan Kimia terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna (Mucuna bracteata D.C.)

  TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Sistematika tanaman Mucuna bracteata adalah sebagai berikut ini : Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Subdivisio: Angiospermae; Ordo: Fabales; Family: Fabaceae; Genus: Mucuna; Species: Mucuna bracteata D.C.

  (Harahap, dkk, 2008). memiliki perakaran tunggang berwarna putih

  Mucuna bracteata

  kecoklatan, dan memilki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat banyak, pada nodul dewasa terdapat kandungan leghaemoglobin. Laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur tiga tahun panjang akar dapat mencapai 3 m kedalam tanah (Harahap dan Subronto, 2004).

  Batang tanaman ini berwarna hijau kecoklatan umumnya batang tumbuh menjalar, merambat dan membelit diameter batang dewasa dapat mencapai 0,4 - 1,5 cm dan pada umumnya memilki buku-buku dengan panjang dapat mencapai 25 - 35 cm. Batang mucuna pada umumnya tidak berbulu, bertekstur cukup lunak, lentur dan mengandung serat dan berair. Batang yang telah tua akan mengeluarkan binti-bintil kecil berwarna putih yang bila bersinggungan dengan tanah akan berdiferensiasi menjadi akar baru (Mugnisjah dan Setiawan, 1991).

  Daun berbentuk oval pada setiap tangkai daun terdapat 3 helai anak daun berwarna hijau dan muncul disetiap ruas batang. Ukuran daun dewasa dapat mencapai 15 x 10 cm. Jika suhu meningkat maka helaian daun dapat menutup sehingga mengurangi respirasi pada permukaan daun (Harahap, dkk, 2008).

  Bunga tanaman Mucuna bracteata berbentuk tandan menyerupai anggur. Panjang tangkai bunga dapat mencapai 20 - 35 cm dan termasuk ke dalam jenis monoceous. Bunga berwarna biru terong dan dapat mengeluarkan bau yang menyengat sehingga dapat menarik perhatian kumbang penyerbuk (Harahap dan Subronto, 2004).

  Polong Mucuna pada awalnya berwarna hijau dengan bulu-bulu kecoklatan yang dapat menyebabkan gatal pada kulit, polong yang siap di panen adalah polong yang sudah berubah menjadi coklat tua. Polong siap dipanen sekitar 50 hari setelah terbentuk dari bakal polong (Edy et al., 2007).

  Biji berbentuk bulat oval berwarna hitam dan pada umumya memiliki kulit biji yang tebal sehingga perbanyakan melalui biji dapat dilakukan dengan perlakuan benih melalui skarifikasi dan penggunaan larutan kimia. Bobot biji dapat mencapai 0,5 - 1 g/biji (Purwanto, 2007).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Tanaman Mucuna bracteata dapat tumbuh baik di berbagai daerah baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Tetapi untuk dapat melakukan pertumbuhan generatif atau berbunga tanaman ini memerlukan ketinggian > 1000 m dpl, jika berada di bawah 1000 m dpl maka pertumbuhan akan jagur tetapi tidak dapat terjadi pembentukan bunga (Harahap dan Subronto, 2004).

  Kelembaban Mucuna bracteata menghendaki areal yang tinggi dari permukaan laut untuk dapat memasuki fase generatif. Tanaman ini tidak menyukai kelembaban udara terlalu tinggi. Jika kelembaban udara terlalu tinggi, maka bunga-bunga yang telah terbentuk akan busuk, layu dan kering.

  Kelembaban udara yang dihendaki oleh kacangan ini adalah < 80% (Harahap, dkk, 2008).

  Untuk dapat melakukan pembungaan tanaman ini memerlukan suhu harian

  o o o

  berkisar antara 12 C

  C. Apabila suhu berada diatas 18 C maka pembungaan

  • – 23 akan sulit terjadi (Mugnisjah dan Setiawan, 1991).

  Curah hujan yang dibutuhkan agar pertumbuhan tanaman mucuna baik berkisar antara 1000 - 2500 mm/thn dan 3 - 10 merupakan hari hujan setiap bulannya. Sedangkan untuk kelembaban tanaman ini adalah 80%. Jika kelembaban terlalu tinggi akan berakibat bunga busuk, layu dan kering. Untuk panjang penyinaran, Mucuna bracteata membutuhkan lama penyinaran penuh antara 6 - 7 jam/hari (Harahap dan Subronto, 2004).

  Kacangan penutup tanah ini termasuk ke dalam tanaman berhari pendek dan hanya membutuhkan 6 - 7 jam penyinaran matahari penuh untuk setiap harinya. Jika ditanam di daerah panas dengan penyinaran matahari panjang maka

  Mucuna bracteata akan merundukkan daun dan batangnya untuk mengurangi penguapan yang umum terjadi di siang hari (Harahap, dkk, 2008).

  Tanah

  dapat tumbuh baik hampir setiap jenis tanah,

  Mucuna bracteata

  pertumbuhan akan lebih baik apabila tanah mengandung bahan organik yang cukup tinggi, gembur dan tidak jenuh. Apabila mucuna ditanam pada tanah yang tergenang akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif terganggu. Untuk pertumbuhan Mucuna bracteata secara umum dapat tumbuh baik pada kisaran pH 4,5 - 6,5 (Harahap dan Subronto, 2004).

  Mucuna bracteata mampu tumbuh dengan baik pada kondisi tanah asam

  (pH 5) sampai basa (pH 8), dengan kondisi tanah yang miskin hara tanaman ini mampu menghasilkan bahan organik dari sisa-sisa tanaman sebesar 1,75 ton/ha (Setiawan, 2008).

  Dormansi Biji

  Dormansi adalah suatu keadaan dimana benih tidak dapat melakukan perkecambahan meskipun dalam keadaan yang optimum. Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Hartmann,et. al, 2002; Villiers, 1972).

  Secara alamiah dormansi benih merupakan suatu mekanisme pengaturan perkecambahan sebagai adaptasi untuk ketahanan alami spesies yang bersangkutan terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk perkecambahan (Sahupala, 2007).

  Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh karena keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi kedua keadaan tersebut. sebagai contoh: kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminosae. Pada benih wortel yang dormansinya diakibatkan oleh immaturity pada embrionya (Sutopo, 2004).

  Kulit biji yang keras dan tebal mungkin tidak dapat ditembus oleh air, atau udara yang dapat membatasi mekanisme kerja dari embrio biji. Perkecambahan biji tidak hanya ditentukan pada kemampuannya dalam menyerap air, tetapi juga kondisi selama imbibisi. Kelebihan air sering menyebabkan perkecambahan yang tidak baik dan bisa juga mendorong perkembangan dari mikroorganisme disekitar kulit biji, yang akan bersaing dengan embrio dalam mendapatkan oksigen (Mayer and Mayber, 1975).

  Menurut Silvertown (1999) dalam Mistiani (2012) dormansi terbagi atas beberapa tipe yaitu tipe endogenus, berhubungan dengan keadaan embrio, dan tipe eksogenus, berhubungan dengan endosperm atau jaringan-jaringan lain pada benih atau buah.

  Dormansi pada benih Mucuna bracteata disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji. Lapisan kulit yang keras menghambat penyerapan air dan gas ke dalam biji sehingga proses perkecambahan tidak terjadi. Dormansi dari jenis leguminosae sangat beragam, untuk jenis mucuna masa dormansi benih berkisar antara dua sampai enam bulan (Purwanto, 2007).

  Perkembangan impermeable seed coats berpengaruh secara langsung terhadap fase istirahat. Impermeable seed coats bagi biji yang sedang mengalami dormansi, dapat mereduksi kandungan oksigen yang ada di dalam biji, sehingga dalam keadaan anaerobik, terjadi sintesa zat penghambat tumbuh (growth

  ). Fase akhir dari dormansi adalah fase berkecambah. Setelah

  inhibiting subtance

  fase istirahat berakhir, maka aktivitas metabolisme meningkat dengan disertai meningkatnnya aktivitas enzim dan respirasi (respiration rate) (Abidin, 1983).

  Pematahan Dormansi Biji

  Dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansi dapat dipersingkat. Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan skarifikasi atau penggoresan yang mencakup cara-cara mekanik seperti mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas empelas, melubangi kulit biji dengan pisau, pembakaran dengan bantuan pisau, jarum, kikir, pembakar, kertas gosok atau perlakuan

  impaction (goncangan) untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Dimana

  semuanya bertujuan agar kulit biji lebih permeabel terhadap air dan gas oksigen (O2) (Utomo, 2006; Jain, 2008; Kramer and Kozlowski, 1960; Sutopo, 2004; Devlin and Witham, 2002).

  Skarifikasi

  Pengguntingan kulit biji dilakukan dengan cara menggunting salah satu sisi biji dengan gunting kuku sehingga kulit terkupas dan air dapat dengan mudah masuk ke dalam biji. Pengguntingan ini harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai merusak embrio biji. Persentase perkecambahan dengan cara ini lebih tinggi dibandingkan dengan cara skarifikasi yaitu mencapai 95%, namun pengerjaannya lebih sulit dibandingkan dengan perlakuan yang pertama (Gardner et. al, 1991).

  Skarifikasi pada biji seperti palem tidak meningkatkan perkecambahan, tetapi skarifikasi pada bagian pangkal biji dekat dengan embrio menyebabkan air lebih mudah menembus kulit biji sehingga mempercepat perkecambahan dan skarifikasi juga dapat dilakukan dengan penipisan kulit endokarp pada seluruh permukaan biji sampai kelihatan endosperm biji yang menghalangi masuknya air ke dalam benih. Skarifikasi pada bagian pangkal biji harus dilakukan dengan hati- hati jangan sampai embrio rusak (Meerow, 2004).

  Perlakuan mekanis umumnya digunakan dalam pematahan dormansi biji untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji (Sutopo, 2004).

  Penelitian tentang pematahan dormansi telah dilakukan. Hasil penelitian

  o

  Sulaiman dkk (2008) dengan merendam biji mucuna dalam air panas 85 C menghasilkan perkecambahan sebesar 66% pada minggu kedua setelah semai.

  Siregar (2010) juga melaporkan bahwa benih mucuna dengan pengguntingan kulit biji menghasilkan 70% perkecambahan.

  Perendaman asam sulfat (H

2 SO 4)

  2

4 Asam sulfat (H SO ) merupakan salah satu zat kimia yang mampu

  meningkatkan persentase perkecambahan pada benih yang memiliki dormansi kulit benih yang keras . Hal ini disebabkan oleh H

  2 SO 4 memfasilitasi kandungan

  lignin pada benih sehingga benih berlubang. Hal ini menyebabkan air mudah masuk sehingga benih mudah berkecambah. Hasil penelitian tentang penggunaan

  2

  4

  larutan H SO untuk pematahan dormansi kulit dapat digambarkan pada Jati (Tectona grandis Linn. F.). Penelitian Hidayat (2005) tentang pematahan dormansi Jati dengan perendaman dalam larutan Accu Zurr 10% selama 0, 5, 6, 7, 8, dan 9 menit. Perendaman dalam larutan Accu Zurr selama 9 menit memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya kecambah, nilai perkecamahan, dan kecepatan tumbuh benih jati.

  Menurut Sutopo (2004) mengatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan bahan kimia sering digunakan untuk memecah dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit benih atau biji menjadi lebih mudah

  2

  4

  untuk dimasuki air pada proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti H SO sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak.

  Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat benih dorman. Sadjad et al. (1975) menyatakan bahwa perlakuan kimia (biasanya asam kuat) yang digunakan dapat membebaskan koloid hidrofil sehingga tekanan imbibisi meningkat dan akan meningkatkan metabolisme benih. Sagala (1991) mengatakan bahwa perlakuan

  2

  4

  dengan menggunakan H SO pada benih biasanya bertujuan untuk merusak kulit benih, akan tetapi apabila terlalu berlebihan dalam hal konsentrasi atau lama waktu perlakuan dapat menyebabkan kerusakan pada embrio. Dalam hal ini benih tersebut akan rusak dan tidak dapat tumbuh.

  2

  4 Menurut Sadjad et al. (1975) perlakuan kimia seperti H SO pada

  prinsipnya adalah membuang lapisan lignin pada kulit biji yang keras dan tebal sehingga biji kehilangan lapisan yang permiabel terhadap gas dan air sehingga metabolisme dapat berjalan dengan baik. Achmad et al. (1992) mengatakan bahwa perlakuan pendahuluan untuk benih Cendana (Satalum album) adalah dengan perendaman dalam larutan H

  2 SO 4 pekat selama 50-60 menit. Dan menurut

  Muharni (2002) dalam Rozi (2003) dalam penelitiannya mengatakan bahwa

  2

  4

  larutan H SO memberikan pengaruh yang paling baik terhadap benih dan pertumbuhan semai Kayu Kuku.

  Perendaman kalium nitrat (KNO )

3 Kaliun nitrat (KNO

  3 ) merupakan salah satu perangsang perkecambahan

  yang sering digunakan baik dalam hubungannya dengan pengujian maupun dalam

  3

  operasional perbanyakan tanaman kerena KNO mampu memasakkan embrio

  3

  terutama embrio yang belum masak fisiologis. KNO mempunyai pengaruhyang kuat terhadap persentase perkecambahaan dan vigor pada perlakuan pendahuluan asam benih Acacia nilotica (Schmidth, 2002).

  Pematahan dormansi dengan KNO

  3 diduga berhubungan dengan aktifitas

  

2

  lintasan pentosa fospat, ketersediaan O yang terbatas mengakibatkan lintasan pentosa fospat menjadi non aktif, karena O

  2 digunakan untuk aktifitas respirasi

  melalui lintasan lain. Perlakuan benih dengan aseptor hidrogen seperti nitrat, nitrit dan methylene blue diduga dapat membantu proses reoksidasi NADPH sehingga mengaktifkan kembali lintasan pentosa fospat. NADH dan NADPH merupakan koenzim yang penting untuk beberapa lintasan metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan benih, perkembangan bibit dan organ penyimpanan. Koenzim tersebut diantaranya berperan dalam proses respirasi, reaksi kimia, sintesis deoxynukleotida dan katabolisme asam lemak (Athiyah, 2008).

  Metode pematahan dormansi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan cara mekanis, fisis maupun kimia. Metode kimia dapat dikatakan metode yang paling praktis karena hanya dilakukan dengan mencampurkan cairan kimia dengan biji. Larutan kimia yang terkenal murah dan

  3

  3

  tersedia banyak di pasaran adalah KNO . KNO juga sudah teruji efektif

  3

  mematahkan dormansi beberapa benih tanaman, antara lain padi dan aren. KNO berfungsi untuk meningkatkan aktifitas hormon pertumbuhan pada benih.

3 Pengaruh KNO yang ditimbulkan ditentukan oleh besar kecil konsentrasinya.

  Perlakuan awal dengan larutan KNO

  3 berperan merangsang perkecambahan pada

  3

  hampir seluruh jenis biji. Perlakuan perendaman dalam larutan KNO dilaporkan juga dapat mengaktifkan metabolisme sel dan mempercepat perkecambahan (Faustina, dkk, 2011).

  Menurut hasil penelitian sebelumnya, Cempaka (2011) mengatakan bahwa teknik pematahan dormansi menggunakan perendaman benih dalam larutan KNO

  3

  1% selama 24 jam merupakan teknik pematahan dormansi yang efektif untuk varietas Bah Butong.

  Pada konsentrasi 1% perkecambahan meningkat dari 37% (kontrol) menjadi 79% dan pada konsentrasi 2% meningkat menjadi 85%. Pada Casuariana

  

equiaetifolia perkecambahan meningkat dari 46% dalam kontrol menjadi 65%

  setelah perendaman dalam 1,5% KNO

  3 selama 36 jam. Pada percobaan ini,

  konsentrasi tertinggi dan terendah dan lamanya waktu perendaman yang sangat singkat memperlihatkan perkecambahan yang sangat rendah. konsentrasi dan lamanya waktu perendaman mempengaruhi tingkat kerusakan pada biji. Semakin tinggi dan semakin lama waktu perendaman maka kerusakan biji juga semakin tinggi (Schmidth, 2002).

  Penelitian Ellis et al. (1983) menyatakan nitrit atau nitrat yang berasal dari larutan KNO

  3 diketahui memiliki stimulatory effect terhadap perkecambahan

  benih melalui perannya sebaga ion penerima elektron. Hasanah (1989) menyatakan meningkatnya daya berkecambah benih padi diduga karena pematahan dormansi oleh impermeabilitas kulit benih terhadap oksigen dapat

  3

  diatasi dengan perendaman dalam larutan KNO 3%. Nugraha dan Soejadi (2001) melaporkan perendaman benih padi dalam larutan KNO

  3 3% selama dua hari nyata meningkatkan daya berkecambah.

  3 Pematahan dormansi dengan KNO diduga berhubungan dengan aktivitas

  lintasan pentose fosfat, oksigen yang terbatas mengakibatkan lintasan pentose fosfat menjadi inaktif karena oksigen digunakan untuk aktivitas respirasi melalui lintasan lain (Bewley & Black 1985). Perendaman dalam larutan KNO

  3 dapat

  meningkatkan daya berkecambah benih yang diduga karena impermeabilitas kulit benih terhadap air dan oksigen (Hasanah, 1989). Ilyas & Diarni (2007)

  3

  melaporkan bahwa perlakuan perendaman dalam KNO 1% selama 48 jam merupakan pematahan dormansi yang paling efektif pada benih padi gogo varietas Kalimutu, Way Rarem dan Gajah Mungkur pada 0 MSP (masa sesudah panen).

  Perendaman giberelin (GA 3 )

  Giberelin adalah hormon tanaman yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, perpanjangan batang, pembungaan dan perkecambahan biji. Giberelin mempunyai peran dalam mendukung perpanjangan sel, aktifitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesis protein, sehingga mampu mempercepat perkembangan sel (Abidin, 1983).

  Pada perkecambahan giberelin diperlukan pada tahapan pengaktifan pertumbuhan vegetatif embrio, pelunakan (pembelahan) endosperm, mobilisasi cadangan tersimpan dalam endosperm. Pematahan dormansi biji karena suhu dingin dan dalam waktu perendaman tertentu mampu memudahkan imbibisi air.

  Giberelin juga merangsang produksi alfa milase dan ada peranan giberelin pada induksi sinyal. Cara kerja giberelin dalam perkecambahan biji diawali dengan terjadinya imbibisi air merangsang sintesis giberelin, lalu giberelin tersebut berdifusi ke lapisan aleuron dan merangsang sintesis enzim. Selanjutnya enzim memecahkan amilim dan gula yang kemudian ditransportasikan ke embrio yang sedang berkembang (Davies, 2004).

  Giberelin dapat memecahkan dormansi biji dan tunas pada sejumlah tanaman. Giberelin menginisiasi sintesa amilase, enzim pencerna, dalam sel - sel aleuron, lapisan sel-sel paling luar dari endosperm. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protease dan enzim - enzim hidrolitik lainnya. Senyawa- senyawa gula dan asam-asam amino, zat - zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditransfer ke embrio, dan di sini zat - zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah. pengaruh pemberian giberelin terhadap pembesaran sel yaitu tumbuh tunas lateral pada bagian tanaman, dan juga mampu meningkatkan besar daun beberapa jenis tumbuhan (Heddy, 1989).

  Penelitian menggunaan giberelin dalam mematahkan dormansi banyak dilakukan menurut Sormin (2010) juga melaporkan bahwa biji mucuna yang direndam dalam zat pengatur tumbuh GA

  3 300 ppm mampu menghasilkan

  perkecambahan sebesar 66%. Dan menurut Indrawati (1999) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pematahan dormansi dengan perendaman GA

  3 300 ppm selama 24 jam mampu meningkatkan perkecambahan benih aren sebesar 70%.

  Perkecambahan Biji

  Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Proses perkecambahan fisiologis secara biologis, terjadi beberapa proses berurutan selama perkecambahan biji adalah tahap pertama perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air yang berperan untuk melunakkan kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim- enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.

  Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh dari akar, kemudian diikuti oleh ujung-ujung tumbuh tunas (Bewley and Black, 1986; kamil, 1979; Sutopo,2002).

  Perkecambahan merupakan suatu proses di mana radikula (akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis (Salisbury dan Ross, 1995).

  Benih yang mengalami kekurangan atau kerusakan giberelin endogen akan terhambat perkecambahannya dan hal ini dapat diatasi dengan pemberian giberelin eksogen. Giberelin eksogen yang kini banyak digunkan antara lain

  3 adalah GA (Kusumardhani, 1997).

  Proses perkecambahan dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan cahaya. oksigen dipakai dalam proses oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivasi enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelap. Perkecambahan memerlukan hormon auksin dan hormon ini mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu di tempat gelap kecambah tumbuh lebih panjang daripada di tempat terang (Kartasapoetra, 2003).

  Dalam penelitian yang Lensari (2009) menyatakan bahwa biji yang berkecambah > 80% merupakan biji yang mempunyai vigor yang baik. Benih yang berkecambah setelah batas 80% biasanya pertumbuhan semainya kurang baik, kerdil dan bahkan mati.

  Dalam tahap perkecambahan benih dapat tumbuh normal apabila benih tersebut dalam keadaan sehat. Menurut Sutopo (2004) benih dikatakan sehat apabila benih tersebut bebas dari patogen, baik berupa bakteri, cendawan, virus maupun nematoda. Sedangkan patogenisitas adalah kemampuan relatif dari suatu patogen untuk menyebabkan kematian. penyakit yang ditimbulkannya kemungkinan dapat terjadi pada kecambah, tanaman muda ataupun tanaman yang telah dewasa. Selain itu kesehatan benih juga dapat menurun akibat karena kerusakan-kerusakan fisik pada benih yang menudahkan patogen-patogen tertentu dapat berkembang dan menurunkan kualitas benih.

  Salah satu faktor penghambat perkecambahan adalah dormansi benih. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh kulit benih yang keras dan keadaan fisiologis embrio. Benih yang dorman dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman.

  Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan, misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati (Saenong et al., 1989).

  Di dalam suatu uji biokimia tanda terjadinya proses reduksi dalam sel hidup dihasilkan oleh reduksi dari suatu indikator. Garam tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel hidup zat ini ikut serta dalam proses reduksi. Dengan proses hidrogen dari 2, 3, 5, triphenyl tetrazolium

  

cholide atau bromida, dalam sel-sel yang hidup terbentuklah triphenyl formazan

  yang berwarna merah, stabil dan besrifat tidak difus. Dan ini memungkinkan untuk dapat membedakan bagian sel hidup yang berwarna merah dari bagian sel mati yang tidak berwarna. Dari posisi dan ukuran daerah yang berwarna dan tidak berwarna pada embrio dan/atau endosperm dapat ditentukan apakah benih tersebut digolongkan sebagai viable atau non viable (Sutopo, 2004).