BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Sumber Daya Organisasi terhadap Kesiapsiagaan Petugas Penanggulangan Bencana Menghadapi Bencana Banjir di Kabupaten Aceh Timur

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu risiko alami dan aktivitas manusia. Kerugian dampak negatif dari suatu bencana tergantung pada populasi yang dapat mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan manusia (Bankoff, 2003). Istilah bencana biasanya mengacu pada kejadian alami yang dikaitkan dengan efek kerusakan yang ditimbulkannya (contoh, hilangnya kehidupan atau kerusakan bangunan). Bencana memberikan kerentanan yang berbeda pada daerah dengan kondisi sosial, kesehatan, dan ekonomi tertentu. Tiga aspek mendasar dalam menejemen bencana, yaitu respon terhadap bencana, kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan minimasi efek bencana (PAHO, 2006).

  Dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada saat terjadi bencana sangat memerlukan kecepatan dan kesiapan dalam memberikan penanganan, diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang ada serta sumber daya manusia. Pemberian dukungan kesehatan harus diberikan tanpa melihat dari golongan mana masyarakat yang membutuhkan dukungan tersebut. Namun, pemberian dukungan kesehatan pada kejadian bencana, sering dirasakan adanya keterlambatan atau kesulitan lain dalam memberikan bantuan.

  Salah satu potensi bencana yang sering terjadi adalah bencana banjir tahun 2012 memiliki pola cuaca yang sama dengan tahun 1992 dan 2006. Potensi banjir tahun ini disebabkan pula oleh laju kerusakan lingkungan, yaitu semakin berkurangnya tutupan lahan dan daerah resapan. Penyebab penting lainnya adalah perilaku masyarakat yang belum ramah lingkungan khususnya terkait dengan perlakuan sampah yang masih saja dibuang sembarangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).

  Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (Bakornas PB, 2008). Peristiwa banjir yang melanda Kabupaten Aceh Timur pada tanggal 13 Januari 2012 pada pukul 11.15 WIB menimbulkan kerusakan sarana kesehatan seperti polindes serta 19 desa terendam banjir. Jumlah penduduk yang menderita akibat bencana banjir yang mencapai sekitar 14.430 jiwa (3.371 KK).

  Berdasarkan inventaris data yang ada setiap tahun, banjir selalu menggenangi daerah pemukiman, persawahan, dan perkebunan masyarakat yang ada di sepanjang alur sungai sehingga mengganggu kegiatan masyarakat di segala sektor. Dampak lain dari banjir tersebut yaitu mengakibatkan kerusakan pada prasarana umum, jalan penghubung antara desa dengan kecamatan serta fasilitas lainnya.

  Dengan kata lain, apabila permasalahan ini tidak segera ditindaklanjuti, maka hal ini akan menimbulkan bencana banjir yang lebih luas lagi dampaknya.

  Secara umum banjir merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh semakin rendahnya kapasitas tampung badan sungai. Rendahnya kapasitas tampung ini sangat dipengaruhi oleh jumlah input air hujan yang sangat tinggi dan pendangkalan badan sungai. Air hujan yang langsung mengalir ke badan sungai akibat dari rendahnya daya serap kawasan hulu terhadap curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan volume air menjadi sangat banyak dan selanjutnya akan mengakibatkan meluapnya air sungai. Bencana banjir akan menyisakan dampak kerusakan fasilitas umum, usaha masyarakat, dan bahkan berdampak pada sisi kemanusiaan. Bencana banjir juga akan diikuti kondisi korban yang sangat rentan kesehatan, kekurangan bahan makanan dan persediaan air bersih, dan pengungsian yang tak layak.

  Berdasarkan kondisi topografi dan dampak kegiatan manusia, Kabupaten Aceh Timur merupakan suatu daerah rawan akan bencana (alam maupun bencana karena ulah manusia), yang diantaranya adalah dapat meningkatnya frekuensi banjir.

  Aceh sebagai salah satu provinsi yang rawan banjir, pada bulan Januari 2007 bencana banjir melanda Kabupaten/Kota: Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Pidie, Aceh Besar, Bireun, Aceh Selatan, Simeulu, Singkil, Aceh Tenggara, dengan korban yang meninggal dunia mencapai 81 jiwa dan korban yang mengungsi mencapai 208.475 jiwa (BPBA, 2009).

  Berbagai aspek yang menyebabkan Kabupaten Aceh Timur menjadi daerah rawan bencana banjir, yaitu: 1) curah hujan yang lebat (mencapai 175 mm/hari), 2) morfologi daerah lokasi banjir yang merupakan daerah rawan banjir dan terletak di bawah perbukitan merupakan daerah rawan tanah longsor, 3) kondisi penutupan lahan pada daerah DAS bagian hulu yang mengindikasikan banyak dijumpai lahan-lahan terbuka, 4) parit/saluran yang tersumbat sampah sudah sekian lama tidak dibersihkan.

  Upaya mengatasi masalah banjir di Kabupaten Aceh Timur, dilakukan penguatan kapasitas pemerintah dan masyarakat setempat dalam bidang pengelolaan bencana menjadi suatu hal yang sangat penting. Melalui upaya ini pemerintah dan masyarakat nantinya bisa bekerjasama dalam mencegah dan mengantisipasi bencana banjir di masa mendatang.

  Mengacu kepada kondisi tersebut maka penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Timur telah dibentuk dengan terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 03 Tahun 2010 tentang BPBD Kabupaten Aceh Timur. Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai fungsi antara lain: 1) pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana, 2) pada saat darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana, 3) pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana. Hal itu tidak terlepas dari keberadaan kabupaten tersebut yang merupakan salah satu daerah yang rawan bencana alam seperti banjir, karena selama ini penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Timur terkesan masih belum optimal dan tidak terkoordinir dengan baik.

  Menurut Bakornas PB (2008), paling tidak ada interaksi empat faktor utama yang dapat menimbulkan bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: (a) kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazards), (b) sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumber daya alam

  (vulnerability), (c) kurangnya informasi/peringatan dini (early warning) yang menyebabkan ketidaksiapan dan (d) ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

  Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah mengatur penyelenggaraan penanggulangan bencana yang meliputi: pra-bencana, tanggap darurat (saat terjadi bencana); pasca bencana (pasal 33). Untuk situasi di suatu daerah di mana terdapat potensi terjadinya bencana (tingkat kerentanan bencana tinggi) maka pada tahap pra bencana, penyelenggaraaan penanggulangan bencana yang perlu dilakukan meliputi : kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana (pasal 44). Menurut Qanun Pemerintah Kabupaten Aceh Timur Nomor 13 Tahun 2009 pasal 10 disebutkan setiap orang berkewajiban: 1) menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; 2) melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan 3) memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.

  Tanggung jawab untuk melakukan kegiatan penanggulangan bencana dapat berbentuk kesiapsiagaan (preparedness), yaitu: tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna (Carter, 1991).

  Mengantisipasi dampak kepada masyarakat akibat kondisi buruk yang ditimbulkan oleh bencana banjir diperlukan adanya kesiapsiagaan dalam rangka meminimalisir dampak yang terjadi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan merupakan elemen penting dan berperan besar dari kegiatan pengendalian risiko bencana dan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana.

  Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur diberi kewenangan sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi Pemerintahan Aceh untuk meneruskan koordinasi penanggulangan bencana dan krisis kesehatan bila terjadi bencana di daerah. Kewenangan ataupun tanggungjawab tersebut meliputi pengerahan dan pengkoordinasian unsur-unsur sumberdaya kesehatan baik SDM kesehatan, sarana dan prasasarana kesehatan, depot logistik kesehatan, peralatan dan SOP (Standar Operating Prosedur) pada instalasi kesehatan milik pemerintah, BUMN ataupun swasta lainnya. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten diberikan tanggung jawab melakukan inventarisasi potensi sumber daya, melaksanakan pelatihan terpadu dan melakukan sosialisasi rencana aksi yang diperlukan untuk senantiasa siap siaga menghadapi bencana.

  Kesiapsiagaan menghadapi banjir sebagaimana konsep kesiapsiagaan menghadapai bencana secara umum mencakup penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil (LIPI–UNESCO/ISDR, 2006). Upaya meningkatkan kesiapsiagaan bencana banjir merupakan sesuatu hal yang penting diperhatikan di Kabupaten Aceh Timur, karena di daerah ini seringkali dilanda bencana banjir. Hal ini ditunjukkan data bahwa dari 24 kecamatan terdapat 17 kecamatan diantaranya merupakan wilayah yang rawan terjadi banjir. Tingkat kerawanan banjir berbeda pada 17 kecamatan, di mana kecamatan dengan tingkat kerawanan paling tinggi adalah Kecamatan: Rantau Peureulak, Simpang Jernih, Banda Alam, Birem Bayeun, Nurussalam dan Indra Makmu dalam beberapa tahun ini (BPBD Aceh Timur, 2011).

  Ada 7 (tujuh) stakeholders yang berkaitan erat dengan kesiapsiagaan, yaitu: individu dan rumah tangga, instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan bencana, komunitas sekolah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi non pemerintah (Ornop), kelembagaan masyarakat, kelompok profesi dan pihak swasta. Dari ke tujuh stakeholders tersebut, tiga stakeholders, yaitu: rumah tangga, pemerintah dan komunitas sekolah, disepakati sebagai stakeholders utama, dan empat

  

stakeholders lainnya sebagai stakeholders pendukung dalam kesiapsiagaan bencana

(LIPI–UNESCO/ISDR, 2006).

  Instansi pemerintah sebagai salah satu stakeholders utama diwakili oleh BPBD dituntut memiliki tingkat kesiapsiagaan yang tinggi dalam menghadapi setiap ancaman bencana, khususnya bagi setiap petugas yang terlibat langsung dalam penanggulangan bencana. Pentingnya kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana mengacu kepada beberapa catatan keluhan yang masih timbul di kalangan masyarakat terkait dengan upaya penanggulangan bencana banjir yang tidak terorganisir serta terkoordinir sehingga terjadi kesimpangsiuran bantuan maupun informasi. Dalam kondisi demikian petugas penanggulangan bencana pemerintah harus cepat melakukan upaya di tempat kejadian memberikan instruksi atau mengatur arah berlari dan tujuan evakuasi.

  Hasil kajian Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Direktorat Pengairan dan Irigasi, Kementerian Pekerjaan Umum (2010) tentang Kebijakan Penanggulangan Banjir di Indonesia menyimpulkan bahwa : (1) kebijakan pemerintah daerah tentang penanggulangan bencana masih sangat terbatas; (2) peraturan perundang-undangan, terutama di daerah, masih terbatas; (3) pendanaan penanggulangan bencana masih sangat tergantung dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

  Penelitian Sudibyakto, dkk., (2010), menyimpulkan bahwa tahapan menghadapi kedaan darurat akibat bencana banjir terutama dilakukan oleh instansi yang terkait dengan bencana banjir (BBPD) dan dukungan dari berbagai pihak. Tingkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir adalah : siaga I, siaga II dan siaga III yang telah dikembangkan dalam Early Warning Sytem (EWS).

  Hasil pengamatan dan informasi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Timur belum seluruhnya petugas yang terlibat dalam penanggulangan bencana yang memiliki kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Kondisi petugas di atas diakibatkan oleh sumber daya organisasi yang dimiliki BPBD Kabupaten Aceh Timur belum semua terpenuhi seperti jumlah personil masih sangat terbatas, selain itu kurangnya sarana dan prasarana, serta keterbatasan dana untuk menanggapi bencana banjir. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Sumber Daya Organisasi Jenis Sumber Daya Jumlah Prediksi

  No Kekurangan Keterangan Organisasi Dimiliki Kebutuhan

  1 Personil 100 jiwa 100 jiwa 100 TRC 96 jiwa 146 jiwa 50 jiwa 34,2 Relawan 32 jiwa 150 jiwa 118 jiwa 78,7 SDM-BPBD

  2 Sarana dan Prasarana 4 unit 10 unit 6 unit

  60 Perahu tempel 2 unit 5 unit 3 unit

  60 Mobil rescue 2 unit 3 unit 1 unit

  33 Mobil dapur umum 1 unit 6 unit 5 unit

  83 Tenda peleton 1 unit 3 unit 2 unit

  66 Mobil tangki air 2 unit 5 unit 3 unit

  60 Boat skoci 1 unit 2 unit 1 unit

  50 Greder Beco 1 unit 2 unit 1 unit

  50 Buldozer 1 unit 2 unit 1 unit

  50 Mobil ambulance 3 unit 5 unit 2 unit

  40

  • Mobil trail 12 unit 12 unit 100
  • Handy talky 10 unit 10 unit 100
  • Mobil regu 25 unit 25 unit 100 Tenda keluarga 15 unit 15 unit 100 -
  • Tenda posko 35 unit 35 unit 100
  • Instalasi penjernih air 5 unit 5 unit 100
  • Mesin pompa 10 unit 10 unit 100

  Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Aceh Timur (2012)

  Berdasarkan Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa dilihat dari personol maupun sarana dan prasarana masih kurang dari kebutuhan yang seharusnya. Fakta empiris yang menggambarkan permasalahan tentang kesiapsiagaan petugas di mana jumlah petugas yang pernah mengikuti pelatihan tentang kesiapsiagaan bencana banjir masih kurang, yaitu dari 32 orang petugas di BPBD Kabupaten Aceh Timur hanya 12 orang (37,5%) serta kurangnya pengalaman petugas dalam penanganan bencana banjir. Masalah kurangnya kesiapsiagaan petugas yang diduga terkait dengan faktor sumber daya organisasi lainnya adalah kurangnya jumlah personil (petugas penanggulangan bencana) yaitu petugas Tim Reaksi Cepat (TRC) belum tersedia, tenaga relawan kurang 50 orang dan tenaga dengan status PNS (yang mempunyai tanggung jawab penuh dalam penanggulangan banjir) masih kurang 118 orang.

  Jumlah peralatan/fasilitas yang tersedia masih kurang untuk penanggulangan bencana banjir belum sesuai dengan kebutuhan. Upaya mengatasi keterbatasan sumber daya organisasi, khususnya aspek peralatan/fasilitas dalam penanggulangan bencana banjir, maka telah diusulkan penambahan peralatan untuk tahun anggaran 2012: perahu tempel 6 unit, mobil rescue 3 unit, mobil dapur umum 1 unit, tenda peleton 5 unit, tenda posko 35 unit, mobil tangki air 2 unit, boat skoci 3 unit, greder 1 unit, beco 1 unit, buldozer 1 unit, mobil ambulance 2 unit dan genset portable 1 unit, mesin pompa air 10 unit, handy talky 10 unit, tenda keluarga 15 unit, tenda posko 35 unit, instalasi penjernih air 5 unit.

  Menurut wawancara dengan Nasrullah (Pj Bupati Aceh Timur, Pemerintah Kabupaten Aceh Timur) menggandeng Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penanggulangan bencana banjir di wilayah Kabupaten Aceh Timur. Hal itu untuk memaksimalkan proses penanganan dan evakuasi saat terjadi bencana banjir. Terjadi bencana banjir pada bulan Maret 2012, BPDD meminjam perahu dari TNI, karena 3 perahu karet yang dimiliki BPBD hanya 1 yang bisa dipakai, yang lainnya masih dalam perbaikan. Diharapkan dengan adanya koordinasi antara Pemerintah Kabupaten dan TNI, dapat lebih memaksimalkan proses penanggulangan bencana banjir. Koordinasi dengan TNI sudah dilakukan saat banjir terjadi. Termasuk meminjam peralatan dan bantuan sumber daya manusia jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Hal ini selain membantu BPBD, juga memaksimalkan proses penanganan bencana alam. Nasrullah mengakui memang peralatan yang dimiliki BPBD Kabupaten Aceh Timur masih minim dikarenakan alokasi dana yang terbatas.

  Alokasi dana tersebut terbilang kecil dibanding anggaran yang disiapkan untuk penanganan bencana banjir.

  Menurut wawancara dengan Kepala BPBD Kabupaten Aceh Timur, selama ini penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur terkesan masih tidak sesuai dan tidak terkoordinir dengan baik karena sarana dan prasarana bencana banjir yang kurang memadai, sumber daya manusia yang kurang baik serta kurang sigap dalam menghadapi bencana banjir seperti belum mampu menggunakan peralatan dengan cepat dan benar, personil yang kurang berkualitas, dan banyak personil yang jarang mengikuti latihan serta simulasi bencana banjir. Demikian juga dengan alokasi anggaran dana pemerintah daerah untuk BPBD yang dirasakan tidak memadai, apalagi yang difokuskan untuk kegiatan tanggap darurat sehingga korban lebih banyak. Padahal, BPBD menangani masalah sejak ada bencana sampai sesudahnya yang memerlukan biaya tidak kalah besar dengan penanganan tanggap darurat. Tetapi walaupun demikian Kepala BPBD Kabupaten Aceh Timur mengatakan pihaknya terus berkomitmen untuk memperkuat lembaganya.

  Lingkup kegiatan pengendalian banjir meliputi : (1) Melakukan survey lapangan, untuk mengetahui kondisi dan permasalahan yang ada pada wilayah studi baik secara teknis maupun non teknis, (2) mempelajari kondisi lapangan, kemudian dilakukan studi pustaka, untuk identisifikasi permasalahan yang ada dan menentukan data yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, (3) pengumpulan data primer maupun sekunder yang didapat dari survey lapangan maupun yang diperoleh dari instansi yang terkait, (4) pengecekan kelengkapan data untuk mengetahui bahwa data yang, diperlukan benar benar sudah lengkap, sehingga analisis data dapat dilakukan, (5) pengolahan data dilakukan untuk menghasilkan alternatif penyelesaian masalah tersebut. (6) menentukan alternatif yang akan dipilih yang didasarkan pertimbangan teknis dan non teknis, (7) melakukan perencanaan dan perhitungan alternatif yang telah ditentukan sesuai dengan rencana kerja dan syarat, serta dilakukan perhitungan rencana anggaran biaya.

  Untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan adanya bencana banjir tersebut, dibutuhkan manajemen yang baik sehingga tercapai hasil yang efektif dan efisien. Kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana menghadapi banjir dapat memanfaatkan sumber daya organisasi suntuk menggerakkan semua kegiatan sektor dalam hal memberikan bantuan dan penanganan yang efektif dan segera serta pelaksanaan upaya untuk mengurangi besarnya masalah yang ditimbulkan dari bencana. sehingga dipandang penting dilakukan penelitian tentang sumber daya organisasi terhadap kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur.

1.2 Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: Apakah sumber daya organisasi yang meliputi personil, sarana atau peralatan dan dana berpengaruh terhadap kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur?.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sumber daya organisasi meliputi personil, sarana atau peralatan dan dana terhadap kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur.

  1.4 Hipotesis

  Sumber daya organisasi meliputi personil, sarana atau peralatan dan dana berpengaruh terhadap kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur.

  1.5 Manfaat Penelitian

  1. Sebagai masukan bagi BPBD Kabupaten Aceh Timur dalam upaya melengkapi sumber daya organisasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan petugas penanggulangan bencana dalam menghadapi bencana banjir.

  2. Sebagai bahan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian praktis tentang kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir.

Dokumen yang terkait

Hubungan Faktor Koordinasi dan Motivasi Kerja Petugas Penanggulangan Bencana terhadap Kesiapsiagaan Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011

2 44 199

Pengaruh Sumber Daya Organisasi terhadap Kesiapsiagaan Petugas Penanggulangan Bencana Menghadapi Bencana Banjir di Kabupaten Aceh Timur

4 44 95

Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait Terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh

1 36 172

Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh

0 50 172

Pengaruh Faktor Individu Dan Psikologis Terhadap Kinerja Petugas Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATLAK PB) Pada Fase Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Banjir Di Kota Tanjungbalai

1 34 131

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Strategi Adptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus: Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

1 1 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Koordinasi dan Motivasi Kerja Petugas Penanggulangan Bencana terhadap Kesiapsiagaan Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana 2.1.1. Definisi Bencana - Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait Terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh

0 0 47

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait Terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapsiagaan Petugas dalam Menghadapi Bencana Banjir - Pengaruh Sumber Daya Organisasi terhadap Kesiapsiagaan Petugas Penanggulangan Bencana Menghadapi Bencana Banjir di Kabupaten Aceh Timur

2 24 20