BAB III PENGATURAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT DI INDONESIA A. Latar belakang Kredit Usaha Rakyat - Prinsip Kehati-Hatian Dalam Program Kredit Usaha Rakyat

BAB III PENGATURAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT DI INDONESIA A. Latar belakang Kredit Usaha Rakyat Sampai dengan akhir tahun 2006, jumlah unit UMKM (Usaha Mikro Kecil

  dan Menengah) di Indonesia mencapai angka 48,8 juta unit usaha. Namun demikian, dari jumlah tersebut, yang telah memperoleh kredit dari perbankan hanya sekitar 39,06% atau 19,1 juta, sehingga sisanya sejumlah 29,7 juta sama sekali belum tersentuh perbankan. Dari sejumlah 48,8 juta UMKM tersebut ternyata 90 persennya adalah Usaha Mikro yang berbentuk usaha rumah tangga, pedagang kaki lima, dan berbagai jenis usaha mikro lain yang bersifat informal, di mana pada skala inilah paling banyak menyerap tenaga kerja (pro job) dan mampu menopang peningkatan taraf hidup masyarakat (pro poor).

  Apabila tidak ada upaya khusus dari pemerintah, dikhawatirkan perbankan masih akan menghadapi kesulitan untuk dapat memberikan kredit kepada UMKM karena pada umumnya walaupun UMKM telah feasible namun belum bankable. Perbankan dituntut menerapkan manajemen risiko secara international best practices (Basel 2) yang tidak cocok dengan kondisi UMKM khususnya dan kondisi makro ekonomi Indonesia. Meskipun sebelum tahun 2007, cukup banyak program pemerintah yang ditujukan untuk mempercepat perkembangan UMKM melalui berbagai jenis kredit perbankan, namun perkembangan berbagai program tersebut tampaknya belum menarik minat perbankan sehingga dampaknya belum dirasakan secara signifikan oleh para pelaku UMKM di tingkat akar rumput (grass root).

  Mempertimbangkan kondisi tersebut, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Inpres No. 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan adanya Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007 dengan ditandai peluncuran Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM. Akhirnya pada tanggal 5 November 2007, Presiden R.I Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang lebih besar bagi para pelaku UMKM dan Koperasi yang telah feasible namun belum bankable.

B. Pengertian dan Dasar Hukum Kredit Usaha Rakyat

  Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank.

  Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksana yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM)

  Penyaluran KUR diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.

  10/PMK.05/2009. -Beberapa ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemerintah dalam penyaluran KUR adalah sebagai berikut :

  1. UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan: a. merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/ pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan melalui Sistem

  Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh fasilitas Kredit Program dari Pemerintah; b. khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggal Nota

  Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya; c.

  KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K yang bersangkutan.

  2. KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi dengan ketentuan : a.

  Untuk kredit sampai dengan Rp 5.000.0000 (lima juta rupiah), tingkat bungga kredit/ margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/setara 24% (dua puluuh empat persen) efektif per tahun b. Untuk kredit di atas Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan

  Rp 500.000.000 (lima ratus juta ruppiah), tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/ setara 16% (enam belas persen) efektif per tahun.

  3. Bank Pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian terhadaap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

C. Ruang Lingkup Kredit Usaha Rakyat

  Pemberian KUR diperuntukkan bagi sektor usaha dan kondisi tertentu antara lain sektor budidaya pertanian atau perikanan atau lainnya dimana UMKMK tidak dapat menyediakan agunan tambahan, maka bank pemberi kredit dapat membagi resiko yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak lain. Dalam hal terjadi kondisi seperti ini, maka pembagian resiko dimaksud adalah bukan sebagai agunan dan/atau tidak berfungsi sebagai agunan dari UMKMK penerima KUR.

  Kajian ini merupakan kajian kebijakan (policy research) untuk merumuskan masukan bagi penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR dimasa yang akan datang. Mengingat luasnya aspek kajian yang berhubungan dengan KUR, baik dalam bentuk kebijkan, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan serta dampaknya dari sisi perbankan maupun UKMK, maka agar kajian ini lebih terarah dan fokus perlu kiranya dibatasi dalam ruang lingkup sebagai berikut:

   1.

  Identifikasi kebijakan dan peraturan-peraturan teknis operasional yang menimbulkan masalah di lapangan dalam penyaluran KUR sehingga bisa menghambat penyaluran kredit.

  2. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR, terkait dengan: (a) sosialisasi dan evaluasi yang dilakukan bank pelaksana dan instansi pembina, (b) skim KUR: ketentuan agunan, dan persyaratan administrasi, dan (c) Agunan tambahan.

  3. Identifikasi dan evaluasi dampak pelaksanaan KUR, terhadap nasabah, bank pelaksana dan lembaga penjaminan.

  4. Merumuskan masukan untuk penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR dimasa yang akan datang berdasarkan fakta lapangan.

D. Mekanisme Pemberian Kredit dalam Program Kredit Usaha Rakyat

  Penyaluran Kredit Usaha Rakyat diharapkan dapat memenuhi persyaratan dan prosedur yang benar, sehingga nantinya diharapkan dapat lebih mengenal karakteristik nasabah secara menyeluruh. Secara umum prosedur pencairan KUR haruslah melewati tahap kelengkapan berkas, pengajuan permohonan, dan penilaian kredit apakah layak atau tidak untuk mendapatkan KUR. Kelengkapan 41

  http://www.smecda.com/kajian/files/Lap_Akhir_Kajian_Damp_KUR/2_Bab_I.pdf berkas dilakukan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah seperti foto, fotocopi ktp, fotocopi kartu keluarga, surat keterangan usaha, foto usaha dan jaminan (apabila ada). Tahap pengajuan permohonan kredit dilakukan oleh nasabah dengan cara mengisi form pengajuan KUR dan mengisi data nasabah yang dibutuhkan . Kemudian tahap penilaian kredit dilakukan oleh Mantri (Account Officer) untuk menentukan apakah nasabah layak untuk menerima KUR atau tidak. akan diteliti data yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya diambil keputusan apakah layak atau tidak untuk dicairkan.

  Penyaluran KUR tidak terlepas dari prinsip “5 C” yaitu Character,

  

Capacity , Capital, dan Condition of Economy. Untuk Collateral sendiri, tidak

  dilakukan penilaian, melainkan hanya pada sampai tahap melihat apakah jaminan tersebut benar milik nasabah yang mengajukan KUR. Untuk proses pencairan kredit membutuhkan waktu sekitar 2-5 hari kerja. Secara lebih jelas prosedur

  

  penyaluran KUR yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.

  Pemenuhan Kelengkapan Berkas 2. Pendaftaran

  Setelah seluruh kelengkapan berkas dipenuhi, maka akan dilakukan proses pendaftaran. Dalam hal ini, customer service bertugas untuk melengkapi form pengajuan KUR yang dibutuhkan sebelum dilakukan proses penilaian oleh Mantri. Selain itu, customer service juga akan memeriksa apakah nasabah pinjaman tersebut memang belum pernah sama sekali 42 menikmati pinjaman di tempat lagi (baik pinjaman uang ataupun cicilan

  iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/12009/2/H09eip.pdf. diakses tanggal 15 Juni 2010. motor). Setelah itu kemudian berkas diberikan kepada Kepala Unit untuk diproses lebih lanjut. Kepala Unit akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh customer service. Setelah itu barulah Kepala Unit memberikan disposisi kepada Mantri untuk melakukan proses pemeriksaan kebenaran laporan yang disampaikan oleh nasabah dengan kondisi usaha yang sebenarnya.

3. Pemeriksaan Terhadap Usaha Calon Nasabah

  Pemeriksaan terhadap aspek-aspek usaha calon nasabah juga sangat diperlukan untuk meminimalkan resiko terjadinya tunggakan apabila pinjaman dicairkan nantinya. Pemeriksaan langsung dilakukan oleh bank dengan cara datang langsung ke lokasi usaha maupun ke rumah calon nasabah untuk dapat melakukan penilaian usaha dan mengetahui aktivitas nasabah setiap harinya. Pemeriksaan tersebut juga dapat dilakukan melalui wawancara langsung dengan tetangga ataupun relasi. Prinsip 5 C harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini. Oleh karena itu bank harus dapat mengamati dan memeriksa secara tepat guna mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisis usaha calon nasabah. Adapun kriteria yang dilakukan dalam penilaian tersebut adalah:

  

a. Menilai apakah usaha yang dijalankan sesuai dengan surat keterangan

  usaha yang sudah dilengkapi

  

b. Mengetahui apakah alamat nasabah sudah sesuai dengan alamat pada

  KTP

  

c. Menilai apakah usaha yang dijalankan oleh calon nasabah memiliki prospek yang baik, d. Mengetahui karakteristik nasabah baik melalui wawancara langsung dengan nasabah, wawancara dengan tetangga atau relasi,

e. Kebenaran agunan yang dijaminkan di bank.

  Pemeriksaan terhadap usaha nasabah dapat dilihat pada aspek pemasaran, aspek keuangan, aspek manajemen dan aspek sosial ekonomi. Aspek pemasaran dianalisis untuk mengetahui prospek usaha dan laba untuk menjamin bahwa usaha tersebut akan terus berkembang. Aspek ini meliputi keadaaan pasar, baik permintaan maupun penawaran yang sudah ada untuk jenis usaha yang direncanakan dan diproduksi untuk dijual.

  Penilaian terhadap aspek keuangan dilakukan dengan cara melihat data keuangan calon nasabah dari kegiatan usaha yang sudah dijalankan.

  Dengan adanya data tersebut, maka dapat diperkirakan sejauh mana keuntungan dari usaha yang dijalankan dimasa yang akan datang. Dengan mengetahui aspek keuangan ini, maka pihak bank akan dapat mengetahui seberapa besar tingkat kesehatan usaha dan menjadi pertimbangan seberapa besar jumlah pinjaman KUR yang akan diberikan. Aspek manajemen dapat mencerminkan bagaimana hubungan antara kemampuan, pengalaman, kejujuran, cara mengelola usaha serta hubungan antara pemilik dengan karyawannya. Hal ini dapat berhubungan dengan karakter calon nasabah untuk mengetahui kemampuannya dalam mengembalikan pinjaman kredit. Aspek sosial ekonomi dapat dilihat dari peran usaha calon nasabah tersebut terhadap lingkungan masyarakat disekitarnya apakah baik atau buruk. Misalnya adalah kasus flu burung, dimana secara tidak langsung berpengaruh terhadap usaha peternakan ayam maupun unggas lainnya., dimana masyarakat sekitar cenderung tidak menerima apabila di sekitar lingkungannya berdiri usaha peternakan tersebut.

4. Pembinaan dan Pengawasan Nasabah KUR

  Kelancaran dalam pembayaran pinjaman merupakan hal yang sangat diinginkan oleh bank terhadap seluruh nasabah pinjaman KUR.

  Diharapkan melalui pembinaan dan pengawasan terhadap nasabah dapat mengurangi resiko terjadinya tunggakan dalam pembayaran angsuran.

  Formulir pembinaan akan dibawa pada waktu melakukan pembinaan dan pengawasan sehingga nantinya akan dapat diketahui apabila nasabah memiliki masalah dalam usahanya. Adapun sektor-sektor yang dibiayai oleh kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah:

  a. Sektor pertanian: sektor yang termasuk dalam bagian ini adalah

  seluruh aktivitas pertanian baik usaha kecil dan retail atau pedagang besar yang bergerak dalam bidang pengadaan input pertanian atau menjual produk pertanian,

  b. Perindustrian: seluruh usaha skala kecil yang bergerak di bidang

  pengolahan bahan mentah, c. Perdagangan: pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan penjualan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pokok,

  d.

  Jasa dan lainnya: usaha yang berhubungan dengan jasa seperti menjahit, salon, dan lain-lain.

E. Pengawasan terhadap Kredit Usaha Rakyat

  Kepercayaan masyarakat sebagai penitip dana, terasa sangat mahal harganya. Oleh karena itu, bank perlu menciptakan mekanisme kinerja yang baik sehingga kepercayaan masyarakat yang menitipkan dananya itu tetap terjaga. Salah satu cara supaya bank tetap bekerja dengan baik adalah perlunya pengawasan terhadap bank. Pembinaan dan pengawasan terhadap bank mutlak diperlukan.

  Bank Indonesia sesuai dengan pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 mempunyai tugas, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank. Khususnya dalam melakukan pengaturan dan pengawasan bank, termasuk di dalamnya pelaksanaan pembinaan. Mengingat tugas yang diemban tersebut maka bank Indonesia mempunyai langkah kewenangan tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu:

  1. Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati- hatian (pasal 25 ayat (1))

  2. Menyangkut perizinan perbankan, meliputi kewenangan untuk memberikan izin dan mencabut izin usaha, memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu (pasal 26)

  3. Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala setiap waktu apabila diperlukan juga dapat mencakup pemeriksaan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank (pasal 29 ayat (1) dan ayat (2)) 4. Memerintakan untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana perbankan (pasal 31 ayat (2)) Kewenangan Bank Indonesia selain ditetapkan dalam Undang-undang

  Nomor 23 Tahun 1999 juga ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 di antaranya yaitu:

  1. Menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank, tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah serta kegiatan lainnya dari bank, tata cara penyediaan informasi oleh bank untuk para nasabahnya (pasal 29) 2. Memeriksa buku-buku, dan berkas-berkas pada bank yang dibinanya

  (pasal 31) 3. Menugaskan akuntan public untuk dan atas naam bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan (pasal 31 A)

  4. Melakukan tindakan tertentu terhadap bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, diperkirakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya (pasal 37 ayat (1))

  5. Mencabut izin dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan RUPS guna membubarkan badan hukum dan membentuk tim likuidasi terhadap bank yang tidak bisa memperbaiki kinerjanya sehingga membahayakan sektor perbankan (pasal 37 ayat (2))

  6. Meminta pemerintah untuk membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan nasional (pasal 37 ayat (1))

  7. Mengeluarkan perintah tertulis agar bank memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak (pasal 41 ayat (1)) 8. Memberikan izin kepada pejabat BUPLN/ PUPN untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasbah debitur (pasal 41 A)

  9. Memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (pasal 42 ayat (1)) 10. Memberikan sanksi administrative kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang- undangan Secara fundamental terdapat beberapa alasan tentang tujuan dilakukannya

  

  pemeriksaan langsung terhadap industry perbankan, yaitu: 1.

  Pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas system 43 perbankan dan individual bank. Kepercayaan tersebut penting karena

  Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: Books Terrace & Library, 2005), hal. 218 sebagai sumber dana, tujuan dasar bank adalah memberikan jasa keuangan. Kehadiran bank yang tidak sehat dapat mengancam integritas system perbankan harus ditutup melalui evaluasi pemeriksaan terhadap kecukupan modal, kualitas aset, manajemen, posisi likuiditas dan kemampuan pendapatan.

2. Langkah terbaik untuk menentukan ketaatan bank terhadap ketentuan.

  Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan secara tradisional merupakan prioritas utama bagi pengawas.

  a.

  Mencegah masalah yang tidak dapat diperbaiki dan yang semakin buruk, sehingga biaya penyelamatan atau pembayaran terhadap nasabah penyimpan dapat diminimalkan b. Memberikan masukan kepada pengawas tentang bentuk, tingkat keseriusan dan akibat dari suatu masalah bagi bank dan memberikan fakta dasar bagi langkah-langkah perbaikan yang tepat, rekomendasi dan perintah. Dengan demikian, pemeriksaan memainkan peranan kunci dalam proses pengawasan itu sendiri. Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan pada aspek-aspek di dalam individual bank yang diharapkan dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional. Pemeliharaan kepentingan masyarakat dapat tercipta dengan mengupayakan agar secara individual bank beroperasi dengan sehat dan efisien.

  Dengan demikian, akan tercipta perbankan yang aman serta mampu memenuhi kewajibannya kepada para deposan. Perbankan harus berkembagn secara wajar sehingga pelayanan jasa perbankan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Perbankan sebagai pusat teknologi dan inovasi mampu secara aktifs mencari dan mengembangkan potensi ekonomi yang belum tergali di dalam masyarakat. Bank harus dapat tumbuh, namun pertumbuhan tersebut hendaknya berlangsung secara wajar. Bank yang sehat dan efisien bermanfaat bagi perkembangan ekonomi dan dapat menunjang pengendalian moneter.

  Ketika kredit diberikan, maka timbullah resiko, dan sejak saat itulah pengawasan harus dilakukan. Pemeriksaan dan pengawasan kredit sangat berperan dalam memelihara kelancaran pembayaran kredit. Beberapa aspek penting, selain aspek kelengkapan dkumen dan pengikatannya, unsur pengawasan dalam penggunaan dana pinjaman pun mempunyai peranan penting. Pengawasan ini bertujuan agar dana pinjaman digunakan untuk produktif dan bukan konsumtif.

  Ada beberapa prinsip dalam melaksanakn pengawasan terhadap kredit usaha rakyat, yaitu:

  1. Fungsi pengawasan kredit harus diawali dari upaya yang bersifat pencegahan sedini mungkin terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam perkreditan atau terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sehat. Dalam kaitan ini, hal tersebut harus tercermin dalam struktur pengendalian intern bank yang terkait dengan perkreditan.

  2. Pengawasan kredit juga harus meliputi pengawasan sehari-hari oleh manajemen bak atas setiap pelaksanaan pemberian kredit atau lazim dikenal dengan istilah pengawasan melekat.

  3. Pengawasan kredit juga harus meliputi audit intern terhadap semua aspek perkreditan yang dilakukan oleh SKAI (Satuan Kerja Audit Intern) Pengawasan terhadap kredit usaha rakyat harus meliputi semua aspek perkreditan serta semua objek pengawasan tanpa melakukan pengecualian, yaitu:

  1. Pengawasan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan 2.

  Pengawasan terhadap semua jenis kredit, termasuk kredit kepada pihak- pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu.

  Pengawasan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur- debitur besar tertentu, bahkan harus dilakukan secara intensif.

  Cakupan fungsi pengawasan kredit usaha rakyat sekurang-kurangnya meliuti hal-hal sebagai berikut:

  1. Mengawasi apakah pemberian kredit telah dilaksanakan sesuai KPB (Kebijaksanaan Perkreditan Bank), prosedur pemberian kredit dan ketentuan intern bank yang berlaku

  2. Mengawasi apakah pemberian kredit telah memenuhi ketentuan perbankan yang berlaku

  3. Memantau perkembangan kegiatan debitur termasuk pemantauan melalui kegiatan kunjungan kepada debitur dan memberikan peringatan dini mengenai penurunan kualitas kredit-kredit yang diperkirakan mengandung resiko bagi bank

  4. Mengawasi apakah penilaian kolektibilitas kredit telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

  5. Melakukan pembinaan kepada debitur untuk mengarahkan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya kepada bank

  6. Memantau dan mengawasi secara khusus kebenaran pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu apakah telah sesuai dengan KPB 7. Memantau pelaksanaan pengadministrasian dokumen perkreditan apakah telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

8. Memantau kecukupan jumlah penyisihan penghapusan kredit

BAB IV PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT A. Penerapan prinsip mengenal nasabah dalam pemberian kredit usaha rakyat Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank untuk

  mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi keuangan mencurigakan. Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles). Dalam menerapkan prinsip ini bank wajib:

  1. Mendapatkan kebijakan penerimaan nasabah 2.

  Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah 3. Menetapkan kebijaakn dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah.

  4. Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang berkaitan denganmenerapkan prinsip mengenal nasabah Sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank harus terlebih dahulu meminta informasi mengenai nasabah, yakni antara lain:

  1. Identitas calon nasabah 2.

  Maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank

  3. Informasi yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah, dan

  4. Identitas pihak lain, dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama nasabah Prinsip mengenal nasabah ini erat kaitannya dengan prinsip 5 C of credit yakni character. Bank harus mengenal perilaku nasabahnya. Karena berdasarkan perilaku nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit yang diperoleh nasabah adalah gejala bermasalah.

  

B. Implikasi tidak dilaksanakannya prinsip kehati-hatian dalam program

kredit usaha rakyat

  Pemberitaan yang gencar dari berbagai media masa terkait dengan terkuaknya kasus dugaan kredit macet/ kredit bermasalah di bank-bank milik pemerintah atau badan usaha milik negara telah menyudutkan posisi bank BUMN dan para bankirnya pada situasi yang sulit. Apalagi dengan ditahannya beberapa mantan direksi bank BUMN oleh aparat penegak hukum. Bagi dunia perbankan, adanya berita kredit bermasalah tentu telah menimbulkan implikasi kurang baik bagi internal bank. Beberapa debitur berkualitas baik mungkin akan berpindah ke bank lain dikarenakan adanya kredit bermasalah ini. Disinyalir bahwa debitur yang pindah khawatir jangan-jangan kredit mereka hanya menunggu giliran untuk

  

diungkap di media masa oleh pemeriksa.

  Dengan adanya pemberitaan itu secara langsung telah menurunkan citra dan kredibilitas bank di mata publik dan juga di mata perbankan internasional karena sebagian bank memiliki jaringan di luar negeri. Selain itu, anjloknya citra bank telah meningkatkan resiko reputasi pada bank-bank tersebut. Akibat lainnya 44 Kompas Edisi Selasa 14 Maret 2006. adalah muncul kekhawatiran bank dalam melakukan pembiayaan sektor riil dan muncul pula kekhawatiran di sebagian kalangan pelaku usaha untuk berhubungan dengan pihak bank yang memiliki masalah kredit macet.

  Beberapa dampak tersebut di atas merupakan beban tambahan bagi pihak bank, karena mereka harus segera melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan citra dan kredibiltias di mata masyarakat melalui serangkaian kegiatan public relations dan mereka juga harus mengembalikan kepercayaan dan dukungan masyarakat dalam dan luar negeri serta memunculkan kepercayaan diri agar muncul keberanian dalam melakukan penyaluran kredit, karena sejak menguaknya kasus kredit macet, tidak sedikit proposal kredit yang ditolak oleh pihak bank. Jika tidak ditangani secara baik, maka kredit bermasalah ini merupakan sumber kerugian yang sangat potesianl bagi bank. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang sistematis dan berkelanjutan. Ha ini dikarenakan Akibat kredit bermasalah ini akan menimbulkan biaya yang menjadi beban dan kerugian bagi bank.

  Usaha-usaha ini harus dilakukan oleh bank agar nasabahnya tetap setia dan tidak pindah ke bank lain, karena nasabah khawatir kredit mereka tiba-tiba macet kemudian diproses secara hukum, sehingga kredibilitas mereka turun di mata masyarakat dan sesama pelaku dunia usaha. Kekhawatiran di kalangan perbankan ini dilandasi pemikiran bahwa apabila terjadi kredit bermasalah, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena telah terjadi kerugian negara.

  Dalam hal munculnya kasus kredit macet dalam penyaluran KUR berpotensi adanya unsur pidana dan hal ini memberatkan pihak bank.

  Setiap kredit macet (bad debt) merupakan kredit bermasalah (problem loan), tetapi setiap kredit bermasalah belum tentu kredit macet, karena mungkin

  

  saja kredit tersebut bermasalah, tetapi sama sekali belum macet. Pada saat terjadi kredit bermasalah, kerugian itu mungkin baru pada taraf potensi, balum tentu menjadi realitas. Bak pasti akan melakukan restrukturisasi dalam rangka menyehatkan kredit tersebut agar menjadi lancer kembali. Banyak factor penyebab terjadinya kredit bermasalah. Sebagian pemberi pinjaman termasuk kreditur umum, mengatakan bahwa banyak peminjam yang mempunyai sedikit sifat maling dalam hati kecilnya. Tetapi kelihatannya alasan utama adanya kredit bermasalah dan kemungkinan kerugian adalah ketidakmampuan peminjam untuk mewujudkan pendapatan dari kegiatan bisnis yang normal, kesempatan kerja, atau

   penjualan hartanya.

  Sejumlah pinjaman yang diberikan untuk tujuan pembiayaan bisnis dan keperluan pertanian dapat berkembang menjadi pinjaman bermasalah dan kerugian karena berbagai faktor. Walaupun beberapa penyebabnya mungkin timbul di luar dunia usaha, dan beberapa analis telah berusaha untuk menjelaskan kegagalan dunia usaha dalam bentuk penyebab intern dan ekstern, sebagian besar kesalahan dapat ditimpakan pada manajemen. Manajemen sebuah perusahaan mempunyai tanggung jawab yang besar, yang meliputi pemilihan sasaran dan jenis organisasi untuk menjalankannya, pemilihan kebijaksanaan yang akan dijalankan sehingga memberikan hasil yang wajar pada pemilik perusahaan, 45 H.A.S Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

  2004), hal. 5 46 Rachmadi Usman, Op. cit, hal. 304-305.

  pengendalian atas proses produksi barang dan jasa yang dapat dijual, serta melakukan penyesuaian atas kebijaksanaan dan prosedur yang ada untuk

  

  menjamin kelangsungan operasional yang berhasil. Jika tanggung jawab ini tidak dipenuhi, kemampuan untuk menghasilkan pendapatan akan menurun, akibatnya kemampuan untuk membayar kembali pinjaman kreditur juga akan semakin berkurang.

  Banyak yang menjadi alasan terjadinya kerugian pinjaman, dan semua alasan yang ada bisa saja tidak berlaku untuk semua perusahaan. Sebagian pejabat kredit mengatakan bahwa penyebab yang paling utama adalah manajemen yang

  

  buruk. Faktor penting lainnya adalah yang dinamakan dengan kondisi ekonomi yang buruk,selain itu digabungkan dengan ketergantungan yang terlalu besar pada

   pinjaman. Kecurangan juga merupakan penyebab utama kerugian pinjaman.

  Walaupun faktor tersebut juga mungkin saja dihadapi jika hubungan antara kreditur dan peminjam mengalami ketegangan dan adanya kemunduran kerja sama antara peminjam dan pihak kreditur yang bersangkutan. Hal ini mungkin

   terjadi jika likuidasi perusahaan harus dilakukan.

  Kredit bermasalah atau kredit macet dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni adanya faktor internal dan eksternal. 47 Faktor internal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah yaitu:

  Kreditur BUMN Seperti Keong, http://www.majalahtrust.com/subscribe.html. Diakses tanggal 10 Juni 2008. 48 49 Ibid Eko B. Supriyanto, Sepuluh Tahun Krisis Moneter: Kesiapan Menghadapi Krisis Kedua, (Jakarta: InfoKreditur Publishing, 2007), hal.11. 50 Kredit UKM Tidak Dihapusbukukan Total, http://KREDIT UKM TIDAK DIHAPUSBUKUKAN TOTAL.html. Diakses tanggal 10 Juni 2010.

1. Kebijakan prekreditan yang ekspansif 2.

  Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan 3. Itikad kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai kreditur 4. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit serta lemahnya

   sistem informasi kredit macet.

  Sedangka faktor eksternal penyebab timbulnya kredit bermasalah adalah: 1. Kegagalan usaha debitur 2. Musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur 3.

  Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur

   4.

  Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.

  Ada 100 faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah, dimana

  

  menurut Mahmoeddin A.S, faktor-faktor tersebut antara lain : 1.

  Kreditur memiliki kemampuan teknis yang kurang.

  Kreditur sangat memerlukan tenaga ahli/ konsultan untuk melakukan penilaian atau analisis sebelum memberikan kredit kepada perusahaan atau proyek yang melakukan usaha high technology seperti misalnyaindustri komputer, otomotif, dan industri baja. Secara teknis sudah dapat dipastikan pengetahuan kreditur jauh ketinggalan, oleh sebab itu diperlukan tenaga ahli untuk melakukan penilaian terhadap prospek kerja usaha tersebut agar pihak kreditur tidak dibohongi secara mentah-mentah 51 oleh nasabahnya.

  Sumber: Data dari PT. Kreditur Mandiri RCR 1 Medan, tanggal 25 Januari 2008, hal.

  3. 52 53 Ibid Mahmoeddin. 100 Penyebab Kredit Macet, Op. cit, hal. 34.

  Semakin canggih usaha nasabah, maka semakin telitilah kreditur dalam melakukan analisisnya. Jika nasabah memiliki usaha sederhana, maka kreditur tentu lebih mudah memahami dan mempelajari lika-liku bisnis nasabah tersebut. Sebaliknya jika bisnis tersebut kompleks maka sering para kreditur tertinggal jauh pengetahuannya dibandingkan para nasabahnya. Hal demikian dapat menyulitkan pihak kreditur dalam menganalisis dan memberikan keputusannya 2. Kreditur terlalu mengejar target.

  Kreditur sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, mempunyai prinsip prositability. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka semakin besar pula kreditur tersebut di mata para pemilik saham dan para karyawannya. Banyaknya dana yang mengendap dalam bentuk kas, akan merupakan dana yang harus dibayar sewanya, apakah itu menganggur atau tidak. Dari segi keuntungan, dana yang menganggur dapat merugikan, atau mengurangi keuntungan kreditur. Krediturir yang mempunyai target mengejar keuntungan tidak akan mengambil resiko dengan membiarkan dana yang banyak mengendap. Untuk mencegah ini, sebaiknya para krediturir jangan terlalu mengutamakan target tersebut dan menomorduakan analisis yang tajam atas permohonan kredit para nasabah.

3. Kreditur terlalu melihat riwayat nasabah.

  Memang benar bahwa riwayat pinjaman seorang nasabah kreditur merupakan faktor penting dalam penilaian karakternya. Tetapi tidak jarang bahwa suatu waktu seseorang tersebut karakternya tidak teruji pada masa- masa sulit, dan tidak jarang pengusaha akan maju usahanya, jika ia berusaha dalam skala kecil, namun begitu usahanya membesar ia menjadi merasa bahwa ia tidak mampu mengelolanya.

  4. Kreditur terlalu melihat agunan atau terlampau mementingkan jaminan.

  Kreditur adalah lembaga keuangan yang memberikan kredit kepada nasabahnya, bukan rumah gadai yang memberikan kredit berdasarkan cukup atau tidaknya nilai transaksi dari barang agunan yang dijaminkan nasabahnya. Sebenarnya, hampir tidak ada hubungan sama sekali antara kredit dengan jaminan, kalau dimulai dari jaminan. Tetapi sebaliknya, jika analisis telah dilakukan secara cermat, paling akhir baru dibicarakan pemasalahan jaminan sekedar benteng pengaman dari kredit atau dengan motif berjaga-jaga. Tugas para analisis kredit adalah menghitung dengan cermat, berapa kebutuhan kredit dari nasabah. Bukan sebaliknya, dengan nilai sejumlah agunan tertentu, berapa nasabah diperbolehkan menikmati kredit. Jika permasalahan ini dilakukan secara terbalik, maka pemberian kredit sama sekali mengabaikan cash buget, atau tidak memperhitungkan

  Repayment capacity dari nasabah.

  5. Kreditur terlalu besar memberikan kredit.

  Pemberian kredit yang berlebihan dapat menyebabkan nasabah menggunakan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak yang kurang bermanfaat atau tidak produktif bagi perusahaannya. Selain itu alternatif lain yang akan dilakukan nasabah yang kelebihan kredit yaitu menabungnya di kreditur lain, yang tentu saja memperoleh bunga yang lebih kecil dari bunga yang harus dibayarnya kepada kreditur pemberi kredit, atau bisa saja nasabah tersebut menanamkan kelebihan kredit uang dengan membeli barang tetap yang tingkat likuiditasnya rendah, sehingga tidak mungkin mampu menutupi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya pemberian kredit yang berlebihan atau yang disebut juga dengan istilah

  

over lending/ over creditering antara lain karena adanya kelalaian petugas

  dalam kreditur dalam menganalisis, atau adanya unsur kesengajaan atau pun dengan adanya kerja sama antara petugas (pihak) kreditur dengan nasabahnya 6. Kreditur terlalu sedikit memberikan kredit.

  Jika perusahaan dapat dan mampu beroperasi secara optimum maka perusahaan tersebut juga akan dapat memperoleh laba yang maksimum.

  Produksi pada operasi yang optimum diperoleh jika modal kerja yang digunakan sudah diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Berdasarkan pengamatan kita sehari-hari, kita dapat melihat bahwa setiap perusahaan umumnya memiliki hutang piutang dengan sesama relasi atau mitra usahanya. Dengan demikian jika kredit yang diberikan tidak mencukupi maka bukan tidak mungkin kredit nasabah tersebut akan disedot atau diminta oleh mitra usahanya tersebut, sehingga mengakibatkan ia kehabisan dana untuk menggerakkan aktivitas usahanya, dampaknya akan terlihat saat pada ketidakmampuannya dalam memenuhi prestasinya kepada pihak kreditur yang memberikan kredit tersebut

  7. Nasabah melarikan diri Hal ini merupakan kasus yang ekstrim. Dalam kasus ini, nasabah langsung meninggalkan alamat tempat tinggal (keberadaannya) secara formal, sesudah memperoleh kredit. Bahkan, nasabah bisa saja menghilang dari kota atau negara tempat ia memperoleh kredit. Tujuannya agar pihak kreditur tidak dapat atau pun kesulitan melacak nasabah tersebut.

  8. Nasabah memalsukan catatan dan pembukuan Pemalsuan catatan dan pembukuan, baik itu pada saat pengajuan kredit maupun pada selama kredit berjalan, dapat menyebabkan terjadinya kasus kredit yang boleh dikatakan mendekati fiktif dimana kreditur terjebak dalam kasus penipuan. Catatan dan pembukuan nasabah merupakan sumber utama dalam menganalisis perjalanan bisnis nasabah. Adapun isi dari catatan tersebut adalah menerangkan mengenai prospek perusahaan dan keadaan usaha nasabah yang bersangkutan. Jika catatan tersebut palsu maka si pembaca yaitu pihak kreditur akan dibohongi oleh nasabah. Cepat atau lambat catatan ini akan bermuara pada ketidak beresan kredit nantinya.

  9. Perusahaan nasabah sulit berkembang Kreditur memberikan kredit kepada perusahaan yang sulit berkembang.

  Ukuran suatu kreditur dikatakan sulit berkembang dapat dilihat pada laporan keuangan dimana angka-angka dari tahun ke tahun menunjukkan grafik yang datar, bahkan bisa menurun. Terutama dapat dilihat pada laba perusahaan yang hampir sama setiap tahun Usaha untuk menangkal hal ini, kreditur harus mendidik nasabah berbisnis dengan baik dan tepat. Jika perlu mendidik mereka melakukan pencacatan berdasarkan kebiasaan yang berlaku.

  10. Nasabah dan krediturir melakukan kolusi Nasabah dan krediturir harus melakukan kerjasama yang baik dalam arti positif. Hal ini adalah demi kelancaran usaha nasabah, demi kelancaran pengembalian kredit, demi keberhasilan usaha perbankan dan akhirnya demi kesuksesan para krediturir dalam membina nasabah dan krediturnya sendiri. Jika kerjasama antara krediturir dan nasabah dilakukan secara negatif, maka hal ini disebut kolusi atau persekongkolan. Dimana yang paling dirugikan adalah kreditur sebagai perusahaan, dan yang memperoleh keuntungan adalah nasabah dan krediturir secara pribadi Apabila dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari nasabah adalah:

  1. Kelemahan nasabah a.

  Manajemen kurang (kurang menguasai manajemen kredit).

  b.

  Tidak memiliki perencanaan yang baik c. Produk ketinggalan jaman d. Kalah bersaing e. Lokasi usaha yang tidak tepat f. Adminitrasi yang kacau

2. Kenakalan nasabah a.

  Tidak jujur dan sukar ingkar janji b. Melakukan penyimpangan penggunaan c. Pola hidup yang boros atau mewah d. Suka berbuat skandal e. Suka berjudi dan berspekulasi

  Secara umum, kredit bermasalah adalah kredit yang dapat menimbulkan persoalan, bukan hanya terhadap bak selaku lembaga pemberi kredit, tetapi juga terhadap nasabah penerima kredit, karena itu bagaimanapun juga kredit ini harus diselesaikan dengan berbagai cara. Jika kredit tersebut menjadi macet, maka secara tidak langsung akan merugikan masyarakat pemilik dana.

  Kredit bermasalah bagaimanapun juga akan berdampak negatif, baik secara mikro (bagi ank itu sendiri dan nasabah) maupun secara makro (sistem perbankan dan perekonomian negara). Terhadap bank kredit bermasalah akan mengancam bank tidak likuid. Jika bank tidak likuid maka dapat mengurangi kepercayaan kepada pemilik dana, selain itu solvabilitas bank juga akan berkurang, dan juga mengganggu kesehatan bank. Terhadap karyawan bank, kredit bermasalah akan memberikan dampak negatif antara lain hilangnya rasa percaya diri, saling menyalahgunakan, cuci tangan bagi sebagian orang dan mencari kambing hitam, selain itu rusaknya karir pegawai, sehingga merusak masa depan mereka, turunnya pendapatan dan bonus yang seharusnya diterima oleh bankir dan karyawan, bertambahnya pekerjaan bagi karyawan dan bankir karena harus menyisihkan tenaga dan pikiran guna menghadapi kredit bermasalah. Terhadap pemegang saham, dapat kehilangan kesempatan dalam memperoleh dividennya, data menjatuhkan nilai saham bank yang bersangkutan. Terhadap nasabah, dapat merusak citra dan nama baik nasabah, hilangnya kepercayaan dari relasi bisnis, dan terhadap sistem perbankan dapat merusak kredibilitas bank nasional di mata internasional, yang pada gilirannya merusak sistem keuangan nasional di mata perdagangan internasional, juga menghambat kelancaran perkembangan ekonomi.

  Kredit bermasalah adalah salah satu dari lima masalah besar yang dihadapi perbankan nasional. Masalah lain antara lain adalah:

1. Pelanggaran batas maksimum pemberian kredit 2.

  Kelangkaan sumber daya manusia 3. Pembobolan bank oleh pelaku kejahatan perbankan 4. Perang tariff antar bank yang menimbulkan persaingan tidak sehat.

  Ada berbagai bentuk yang dapat dicatat sebagai potensi kredit bermasalah, yaitu:

   1.

  Tidak memenuhi pembayaran bunga 2. Tidak memenuhi pengembalian pokok pinjaman 3. Tidak mampu meningkatkan margin deposit 4. Tidak mampu melakukan pengikatan jaminan 5. Tidak mampu meningkatkan barang agunannya 6. Tidak memberikan laporan yang dijanjikan

  Menurut Munir Fuady sebelum dilakukan upaya-upaya hukum lainnya 54 Ibid, hal. 5 dalam penagihan kredit macet, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu apa yang disebut restrukturisasi, reconditioning, atau rescheduling terhadap kredit bermasalah. Bahkan apabila dimungkinkan bank lebih aktif, misalnya ikut memiliki saham, membenahi manajemen atau merestrukturisasi bisnis atau usaha- usah debitur.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Prinsip kehati-hatian wajib diterapkan oleh setiap bank dalam pelaksanaan

  pemberian kredit karena prinsip inilah yang akan menentukan terpenuhi atau tidaknya kriteria pencairan kredit serta juga sangat menentukan masa depan dari perjanjian kredit. Artinya apabila prinsip kehati-hatian ini diterapkan dengan baik, maka kecil kemungkinan akan terjadi kredit bermasalah/ macet pada pemenuhan kewajiban debitur.

2. Program kredit usaha rakyat di Indonesia diatur melalui Peraturan Menteri

  Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.

  10/PMK.05/2009. Kredit usaha rakyat ini diperuntukkan bagi UMKM serta koperasi.

  3. Prinsip kehati-hatian diterapkan pada program kredit usaha rakyat melalui penerapan 5C of Credit pada setiap kredit usaha rakyat yang diajukan kepada bank yang memperoleh mandat, yakni dengan menerapkan analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan, dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap, semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit.

B. Saran 1.

  Dalam upaya penyaluran kredit, khususnya kredit usaha rakyat, pihak bank harus mampu menerapkan prinsip kehati-hatian secara efektif agar kredit yang diberikan tepat sasaran dan jauh dari resiko macet ataupun bermasalahn.

  2. Perlu adanya pengaturan yang jelas tentang peruntukan kredit usaha rakyat ini, sebab tidak jarang program ini tidak sampai pada objek yang seharusnya, sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam kerangka program ini juga sulit untuk terwujud.

  3. Perlu adanya tindakan tegas, khususnya dari institusi Bank Indonesia untuk memberikan teguran maupun tindakan bagi bank-bank yang tidak serius menerapkan prinsip kehati-hatian ini dalam penyaluran kredit, sebagai khusus bagi kredit usaha rakyat, resiko yang muncul 70% akan ditanggung oleh pihak pemerintah, sehingga apabila timbul masalah di belakang hari, maka yang paling dirugikan adalah negara.