Makalah Fungsi dasar Hadist ekonomi

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan makalah mata kuliah
Hadist Ekonomi dengan judul " Kedudukan dan Fungsi Hadist dalam Ekonomi Islam "
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin saya upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak
lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya
dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang
ingin

memberi

saran

maupun


kritik

demi

memperbaiki

makalah

ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Bandung, 8 Februari 2017

Penyusun

1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1

Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah................................................................................ 2

1.3

Tujuan Masalah................................................................................... 2

BAB II.............................................................................................................. 3
PEMBAHASAN.............................................................................................. 3

2.1

Definisi Hadist.................................................................................... 3

2.2

Kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam..................................................4

2.3

Fungsi Hadist terhadap Al-Quran...........................................................12

BAB III.......................................................................................................... 19
PENUTUP.................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... iii

2

BAB I
PENDAHULUAN


1.1

Latar Belakang
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, memiliki peranan sangat
penting dalam bentuk peradaban manusia yang mulia. Sebagai agama Islam
tidak saja hanya mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, tetapi juga
hubungan manusia dan manusia dan alam sekitarnya.
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah wahyu Allah SWT yang
berisikan sejarah, hukum, dan syariat-syariat yang menuntun dan membimbing
umat Islam ke jalan yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia
itu sendiri. Al-Quran juga membenarkan Kitab-Kitab yang Allah turunkan
sebelumnya yaitu Zabur, Taurat, dan Injil.
Sebagai kitab suci tentu saja Al-Quran merupakan sumber hukum utama bagi
umat Islam dalam menjalankan perintah-perintah dan meninggalkan laranganlarangan Allah. Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam AlQuran, maka Hadist memiliki peran penting dalam menuntun dan mengarahkan
manusia dalam menjalankan ajaran Al-Quran.
Kata “Hadist” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang
merupakan lawan kata dari al-qadim (lama/terdahulu). Makna ini dipahami
sebagai berita yang disandarkan kepada Nabi Saw, karena pembaruannya
sebagai perimbangan dengan berita yang terkandung dalam Al-Quran yang

sifatnya qadim. Dengan demikian hadist memiliki peran yang sangat penting dan
tinggi bagi umat Islam sebagai sumber hukum atau penjelasan dari sumber
hukum yang ada di Al-Quran.
Terkadang banyak yang memahami agama setengah-setengah, dengan dalih
kembali pada ajaran Islam yang murni, yang hanya berpegang teguh pada
sunnatullah atau Al-Quran saja dan meniadakan peranan hadist, sehingga banyak
yang terjerumus pada jalan yang sesat, mereka tidak hanya sesat melainkan juga
menyesatkan yang lain. Oleh karena itu peranan hadist terhadap Al-Quran dalam
melahirkan hukum syariat Islam tidak bisa dikesampingkan lagi, karena tidak
mungkin umat Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya merujuk
pada Al-Quran saja, melainkan harus diimbangi dengan hadist.
1

Di sisi lain Imam Syafi’i telah menanamkan fondasi epistemologis yang
sangat kokoh ketika mengeluarkan kaidah fiqhiyah yang berbunyi: iza asaha alhadist fahuwa mazhabi, bahwa ketika “jika sebuah hadist telah teruji
kesahihannya,

itulah

mazhabku”.


Berawal

dari

konteks

ini

ternyata

perkembangan agama (hukum) Islam tidak lepas dari kontek kajian hadist.

1.2

Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.


Apa definisi Hadist?
Bagaimana kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam?
Bagaimana Fungsi Hadist terhadap Al-Quran?
Bagaimana kedudukan Hadist terhadap hukum yang tidak dijelaskan
dalam Al-Quran?

1.3

Tujuan Masalah
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui definisi Hadist.
Untuk mengetahui kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam.
Untuk mengetahui kedudukan Hadist terhadap Al-Quran.
Untuk mengetahui kedudukan Hadist terhadap hukum yang tidak
dijelaskan dalam Al-Quran.


2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Definisi Hadist
Kata Hadist berasal dari kata hadist, jamaknya ahadist, hidtsan dan hudstan.
Namun yang terpopuler adalah ahadist, dan lafal inilah yang sering dipakai oleh
para ulama hadist selama ini. Dari segi bahasa kata ini memiliki banyak arti,
diantaranya al-jadid (sesuatu yang baru) yang merupakan lawan kata dari alqadim (sesuatu yang lama). bisa diartikan pula sebagai al-khabar (berita) dan alqarib (sesuatu yang dekat).
Ilmu hadist adalah ilmu tentang memindah dan meriwayatkan apa saja yang
dihubungkan dengan Rasulullah Saw, baik mengenai perkataan beliau yang
diucapkan, atau perbuatan yang beliau lakukan, atau pengakuan yang beliau
ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang dilakukan di depan Nabi Saw, dan
perbuatan tersebut tidak dilarang olehnya) atau sifat-sifat beliau, termasuk
tingkah laku beliau sesudah dan sebelum menjadi Rasul, atau meriwayatkan apa
saja yang dihubungkan kepada sahabat atau tabi’in.


Sedangkan pengertian hadist secara terminologi adalah “Segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
pernyataan (taqrir) dan sebagainya.
Pengertian Hadist menurut istilah dari tiga sudut pandang Ulama:
a.

Menurut para Muhadditsun (ahli hadist)
Hadist didefinisikan sebagai riwayat yang berasal dari Rasulullah baik
berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir), sifat fisik dan tingkah
laku beliau baik sebelum ataupun sesudah diangkat menjadi rasul.
Karena para Muhadditsun meninjau bahwa pribadi Nabi Muhammad itu
adalah sebagai uswatun hasanah, sehingga segala yang berasal dari
beliau baik ada hubungan dengan hukum atau tidak, dikategorikan
sebagai hadist.

3

b.


Menurut para Ushuliyyun (ahli ushul fiqh)
Para Ushuliyyun mendefinisikan hadist sebagai segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW selain Al-Quran, berupa perkataan,
perbuatan, maupun ketetapan (taqrir) beliau, yang dapat dijalankan
sebagai dalil hukum syariah karena bersangkut paut dengan Hukum
Islam. Ushuliyyun meninjau bahwa pribadi Nabi Muhammad adalah
sebagai pembuat undang-undang (selain yang sudah ada dalam AlQuran) yang membuat dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahid yang
datang sesudahnya dan menjelaskan kepada umat Islam tentang aturan
hidup (ibid).

c.

Menurut para Jumhur Ulama (sebagain Ulama)
Menurut sebagian Ulama antara lain at-thiby, sebagaimana dikutip M.
Syuhudi Ismail, mengatakan bahwa hadist adalah segala perkataan,
perbuatan dan takrir Nabi, para sahabat, dan para tabi’in.

Ada banyak Ulama periwayat hadist, namun yang sering dijadikan referensi
hadist-hadistnya ada tujuh Ulama, yakni:
1. Imam Bukhari

2. Imam Muslim
3. Imam Abu Daud
4. Imam Tarmudzi
5. Imam Ahmad
6. Imam Nasa’i
7. Imam Ibnu Majah
Pemberitaan terhadap hal-hal yang didasarkan kepada Nabi Muhammad SAW
disebut berita yang marfu’, sedangkan yang disandarkan kepada sahabat disebut
berita mauquf dan yang disandarkan kepada tabi’iy disebut maqthu’.

2.2

Kedudukan Hadist terhadap Hukum Islam
Kedudukan hadist atau sunnah mendekati Al-Quran. Hadist adalah berfungsi
menafsirkan nashnya, menjelaskan pengertiannya, men-takhsish yang ‘amm,
men-taqyid yang muthlaq, menjelaskan yang musyikil, menjelaskan yang
mubham, dan menjelaskan hukum-hukumnya. Oleh karena itu wajib
mengikutinya sebagaimana mengikuti Al-Quran. Dengan demikian sangat
4

jelaslah kedudukan hadist didalam Islam sangat tinggi dan penting, dan terlebih
lagi dalam pengambilan hukum yang tepat yang dapat diterapkan dalam
kehidupan umat Islam.
Imam Ahmad berkata, “mencari hukum dalam Al-Quran haruslah melalui
hadist, demikian pula halnya dengan mencari Agama. Jalan yang dibentang
untuk mempelajari fiqh Islam sesuai syariat ialah melalui hadist atau sunnah”.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa para ulama sepakat dalam menetapkan
bahwa hadist berkedudukan sebagai pensyarah dan penjelas bagi Al-Quran.
Dalam hal ini Al-Quran kerap kali membawa keterangan-keterangan yang
bersifat tidak terinci dan ada juga yang bersifat umum atau tidak dibatasi.
1. Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam
Kedudukan sunnah (hadist) dalam Islam sebagai sumber hukum. Para
Ulama juga telah berkonsensus bahwa dasar hukum Islam adalah AlQuran dan sunnah (hadist) menjadi dasar hukum Islam (tasyri’iyyah)
kedua setelah Al-Quran. Hal ini dapat dimaklumi karena beberapa alasan
sebagai berikut:
a. Fungsi sunnah (hadist) sebagai penjelas terhadap Al-Quran
Sunnah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap AlQuran. Tentunya pihak penjelas diberikan peringkat kedua setelah
pihak yang dijelaskan. Teks Al-Quran sebagai pokok asal, sedangkan
sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya. Dengan
demikian segala uraian dalam sunnah berasal dari Al-Quran.
b. Mayoritas sunnah relatif kebenarannya
Seluruh umat Islam juga telah berkonsensus bahwa Al-Quran
seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir (para periwayat secara
kolektif dalam segala tingkatan). Maka ia memberi faedah absolut
kebenarannya dari Nabi, kemudian diantaranya ada yang memberi
petunjuk makna secara tegas dan pasti dan secara relatif petunjuknya.
Sedangkan sunnah (hadist), diantaranya ada yang muatawatir yang
memberikan faedah absolut kebenarannya, dan diantara bahkan yang
mayoritas ahad (periwayatannya secara individual) memberikan
faedah relatif kebenarannya bahwa ia dari Nabi sekalipun secara
umum dapat dikatakan absolut kebenarannya.

5

2. Dalil-Dalil Kehujahan Hadist
Ada beberapa dalil yang menunjukan atas kehujahan hadist dijadikan
sebagai sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
a. Dalil Al-Quran
Dalam Al-Quran banyak terdapat ayat yang menegaskan
tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan
ketaatan mengikuti Rasul-Nya, seperti firman Allah berikut ini:

‫وي ويأ وي رأوها ٱل رولذيون وءاومن أووا و أ ولطيأعوا و ٱلل رووه ووأ ولطيأعوا و ٱل رورأسوول ووأ أووللي‬
‫ٱليأ وميلر لمنك أميم وفلإن تون يووزعيتأمي لفي وشييءء وفأر رأدوأه لإولى ٱلل روله‬
‫خييرر‬
‫ووٱل رورأسولل لإن أكنتأ يم تأؤيلمأنوون لبٱلل روله ووٱليي وويلم ٱليأو ل ل ر‬
‫خر يوذللوك و‬
٥٩ ‫ووأ وحيوسأن توأيلويللا‬
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah

Rasul (Nya), dan Ulil amri di antara kamu. Kemudian Jika Kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya”. (QS.
An-Nisa: 59)
Selain itu banyak dalil Al-Quran yang memerintahkan ketaatan
kepada rasul dan mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada
rasul berarti perintah mengikuti sunnah sebagai hujah. Antara
lain:
1. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya.
sebagaimana perintah Allah dalam surat Ali Imran: 179

‫عل وييله‬
‫عل ويى وما وأنتأ يم و‬
‫روما وكاون ٱلل روأه للي ووذور ٱليأمؤيلملنيون و‬
‫يب وووما وكاون ٱلل روأه‬
‫ث لمون ٱل روط ل ر ل ب‬
‫وحترويى ي ولميوز ٱلي و‬
‫خلبي و‬
‫عولى ٱليوغييلب وول يولك رون ٱلل رووه ي وجيتولبي لمن‬
‫للي أطيللوعك أمي و‬
‫شاء ‍وف‍المأنوا و لبٱلل روله ووأرأسلللهۦر وولإن تأؤيلمأنوا و‬
‫رأرأسلللهۦ ومن ي و و أم‬
١٧٩ ‫علظيرم‬
‫ووتوتروأقوا و وفل وك أمي أ وجيرر و‬

6

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang
yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga
Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin).

Dan

Allah

sekali-kali

tidak

akan

memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan
tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara
rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa,
maka bagimu pahala yang besar”. (QS. Ali Imran: 179)
2. Perintah Iman kepada rasul beserta iman kepada Allah.
Sebagaimana perintah Allah dalam surat An-Nisa: 136

‫وي ويأ وي رأوها ٱل رولذيون وءاومن أووا و وءالمأنوا و لبٱلل روله ووورأسولللهۦ ووٱليلكتويلب‬
‫عل ويى ورأسولللهۦ ووٱليلكتيولب ٱل رولذيو وأنوزول لمن‬
‫ٱل رولذي ن و ر وزول و‬
‫يل ووومن ي وكيأفري لبٱلل روله ووومل ويلئك ولتلهۦ ووك أتألبلهۦ ووأرأسلللهۦ‬
‫وقب أ ر‬
١٣٦ ‫ووٱليي وويلم ٱليأولخلر وفوقدي وض رول وضل يولولا بولعيلدا‬

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-

rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang
itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa: 136)
3. Kewajiban taat kepada rasul karena menyambut perintah
Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam surat An-Nisa:
64

‫له وول ووي أ ون ر وأهمي‬
‫وووما أ وريوسليونا لمن رورأسولل لإ رولا للي أوطاوع لبلإذيلن ٱل رو ل ر‬

‫لإذ روظل وأمووا و وأنأفوسأهمي وجاأءووك وفٱسيتوغيوفأروا و ٱلل رووه ووٱسيتوغيوفور‬
٦٤ ‫ل وأهأم ٱل رورأسوأل ل ووووجأدوا و ٱلل رووه تو رووامبا رورلحيمما‬

“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan

untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau
7

mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon

ampun

kepada

Allah,

dan

Rasulpun

memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang”. (QS. An-Nisa: 64)
4. Perintah taat kepada rasul bersama perintah taat kepada
Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam surat Ali Imran:
32

‫سولم وفلإن تووول روويا و وفلإ رون ٱلل رووه ولا‬
‫أقلي أ ولطيأعوا و ٱلل رووه ووٱل رور أ و‬
٣٢ ‫ب ٱليك يولفلريون‬
‫ي ألح رأ‬

“Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir".”. (QS. Ali Imran: 32)

5. Perintah taat kepada rasul secara khusus. Sebagaimana
perintah Allah dalam surat Al-Hasyr: 7

‫عل ويى ورأسولللهۦ لمني أ وهيلل ٱليأقوريى وفللل روله‬
‫روما أ ووفاوء ٱلل روأه و‬
‫ووللل رورأسولل وولللذي ٱليأقريبويى ووٱليي وتيووميى ووٱليوم ويسلكيلن ووٱبيلن‬
‫ٱل روسلبيلل ك ويي ولا ي و أ‬
‫كوون أدول و و لة بوييون ٱليأ وغيلنويالء لمنك أمير وووما‬
‫عنيأه وفٱنتوأهو را و ووٱتروأقوا و‬
‫وءاتوىيك أأم ٱل رورأسوأل وف أ‬
‫خأذوأه وووما ن ووهىيك أمي و‬

٧‫ب‬
‫ٱل رو و م‬
‫له لإ رون ٱلل رووه وشلديأد ٱليلعوقا ل‬

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari

penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah.

Dan

bertakwalah

kepada

Allah.

8

Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. (QS.AlHasyr: 7)
Disamping itu banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan
kepada rasul secara khusus dan terpisah karena pada
dasarnya ketaatan kepada rasul berarti ketaatan kepada
Allah SWT, yaitu:
1. QS. An-Nisa (4) ayat 65 dan 80
2. QS. Ali Imran (3) ayat 31
3. Qs. An-Nur (24) ayat 56,62 dan 63
4. QS. Al-A’raf (7) ayat 158
Selain Allah memerintahkan agar umat Isam percaya
kepada Rasul SAW, juga menyerukan agar menaati segala
bentuk

perundang-undangan

dan

peraturan

yang

dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan.
Tuntutan taat dan patuh kepada Rosul SAW ini sama
halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT. Banyak
ayat Al-Quran yang berkenaan dengan masalah itu.
b.

Dalil Hadist
Dalam suatu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan
keharusan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup, di samping
Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau bersabda:

‫ع لن أ لبي هسريرة ل رضي الل نه ع لن ل‬
‫سوُ ل‬
‫ل‬
‫هأ ن‬
‫ن لر س‬
‫س ن س‬
‫ن ض‬
‫ل نل ل ض ل‬
‫م لقاَ ل‬
‫م‬
‫ل ت للرك نت س ض‬
‫ه ع لل ليِ نهض ول ل‬
‫فيِك س ن‬
‫سل ن ل‬
‫صنلىَّ الل ن س‬
‫الل نهض ل‬
‫ل‬
‫ب الل نهض‬
‫ن تل ض‬
‫ماَ ك ضلتاَ ل‬
‫م ن‬
‫م ب ضهض ل‬
‫سك نت س ن‬
‫ماَ ت ل ل‬
‫ضللوُا ل‬
‫أ ن‬
‫ن لل ن‬
‫ملري ن ض‬
(‫ )الماَم ماَلك‬.‫ه‬
‫سن ن ل‬
‫ة ن لب ضيِ ي ض‬
‫ول س‬
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah
bersabda: "Telah Aku tinggalkan pada diri kamu sekalian dua
perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang
teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya"
(H.R. Malik)

9

Hadist tersebut menunjukan bahwa Nabi SAW diberi Al-Kitab
dan sunnah, dan mewajibkan kita berpegang teguh pada
keduanya, serta mengambil apa yang ada pada sunnah seperti
mengambil pada Al-Kitab. Masih banyak Hadist-Hadist lainnya
yang menegaskan kewajiban tentang mengikuti perintah dan
c.

tuntunan Nabi SAW.
Dalil Ijma Ulama
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat bahwa apa-apa
yang berasal dari Rasulullah, baik perbuatan, perkataan dan
takrirnya dijadikan sebagai landasan untuk menjalankan agama.
Tidak seorangpun diantara mereka menolak tentang kewajiban
untuk menaati apa-apa yang datang dari Rasulullah. Kewajiban
untuk menaati sunnah rasul dikuatkan oleh dalil-dalil yang
bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Kesepakatan para sahabat
selanjutnya diikuti oleh para tabi’in, tabi’ tabi’in dan generasi
berikutnya hingga sampai saat ini.
Banyak
peristiwa
menunjukan

adanya

kesepakatan

menggunakan hadist sebagai sumber hukum Islam, antara lain
dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini:
1. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi Khalifah, ia pernah
berkata “Saya tidak meninggalkan sedikit pun sesuatu yang
diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya
saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.
2. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata “Saya
tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak
melihat

Rasulullah

menciummu,

saya

tidak

akan

menciummu”.
3. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang
ketentuan shalat safar dalam Al-Quran, Ibnu Umar
menjawab: “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad
SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuat.
Sesungguhnya kamu berbuat sebagaimana duduknya
Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana Rasulullah dan
saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul”.

10

4. Diceritakan dari Saíd bun Musayyab bahwa Usman bin
‘Affan berkata: “Saya duduk sebagaimana duduknya
Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya
d.

Rasulullah, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul”.
Dalil Akal (Rasio)
Maksud dari dalil ini adalah argumen yang disusun
berdasarkan pendekatan akal untuk menjelaskan kedudukan
hadist. Hampir tidak dapat dibayangkan betapa seorang manusia
tidak akan bisa menjalankan praktik Ubudiyah maupun praktik
Mu’amalah dengan benar bila mengambil pijakan langsung dari
Al-Quran tanpa mengetahui keterangan dan penjabaran dari
hadist terhadap ayat-ayat mengenai hal-hal tersebut.
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan
oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima
dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadang kala
atas insiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun,
tidak jarang beliau membawa hasil ijtihad semata-mata mengenai
sauatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak
dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku
sampai ada nas yang menasakhnya.

2.3

Fungsi Hadist terhadap Al-Quran
Secara global, sunnah sejalan dengan Al-Quran, menjelaskan yang mubham
(yang tidak jelas), merinci yang mujmal (yang umum), membatasi yang mutlak,
mengkhususkan yang umum dan menguraikan hukum-hukum dan tujuantujuannya, disamping membawa hukum-hukum yang belum dijelaskan secara
eksplisit oleh Al-Quran yang isinya sejalan dengan kaidah-kaidahnya yang
merupakan ralisasi dari tujuan dan sasarannya.
Imam Asy-Syatibi menjelaskan beberapa fungsi hadist terhadap Al-Quran
adalah 1) Memberikan tafshil, perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang
masih mujmal. 2) Memberikan taqyid (persyaratan) terhadap ayat-ayat yang
masih bersifat mutlaq. 3) Memberikan takhshish (penentuan khusus) terhadap
11

ayat- ayat yang masih bersifat umum. 4) Memperkuat hukum-hukum yang telah
ditetapkan Al-Quran. dan 5) Menetapkan hukum-hukum yang tidak detetapkan
dalam Al-Quran.
Para ulama berbeda pendapat tentang penjelasan hadis terhadap Al-Quran.
1. Menurut ulama ahl al-ra’y penjelasan hadis terhadap Al-Quran adalah
sebagai berikut:
a. Bayam Taqrir
b. Bayam tafsir
c. Bayam tabdil
2. Menurut Imam Malik bayan hadist itu terbagi menjadi lima, yaitu:
a. Bayam Taqrir
b. Bayam Tawadhih (bayam tafsir)
c. Bayam Tafshlil
d. Bayam Tabshith
e. Bayam Tasyri´
3. Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i menetapkan bahwa penjelasan hadist
terhadap Al-Quran menjadi lima, yaitu:
a. Bayam Tafshil
b. Bayam takshish
c. Bayam Ta’yin
d. Bayam Tasyri’
e. Bayam Nashk

12

4. Ahmad Ibnu Hambal sependapat dengan gurunya Isalm Asy-Syafi’i
bukan lebih keras lagi pendiriannya. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
menjelaskan pendapat Ahmad Ibnu Hambal bahwa penhelasan sunnah
terhadap Al-Quran terbagi menjadi empat:
a. Bayam ta’kid (bayam taqrir)
b. Bayam Tafsir
c. Bayam Tasyri’
d. Bayam Takhshish dab Taqyid\
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sunnah, menurut pendapat
Ahmad, dapat men-takhsir Al-Quran, mentaqyid atau menafsirkan. Ia juga
berpendapat bahwa sunnah dapat menafsirkan zhahir Al-Quran, dan hadist ahaad
dapan men-takhsishis Al-Quran. Dalam kitab Ushul al-Hadits dikatakan bahwa
ada tiga fungsi sunnah terhadap Al-Qutan:
1. Kalau ada persesuaian hadis dengan Al-Quran, maka hadis berfungsi
sebagai penguat apa yang ada di dalam Al-Quran, seperti hadis tentang
perintah shalat, zakat, keharaman riba dan sebagainya.
2. Kalau ia berfungsi menjelaskan dan menafsirkan apa yang mujmal di
dalam Al-Quran, maka hadist menjelaskan maksudnya, seperti penjelasan
tata cara shalar, jumlah rakaatnya dan waktu pelaksanaannya. Al-Quran
hanya menyebutkan waktu-waktunya secara umum. dan hadislah yang
menjelaskan tatacara pelaksanaannya.
3. Rasulullah menetapkan suatu hukum yang belum ada ketentuan nash-nya
di dalam Al-Quran, seperti keharaman memakan keledai kampung.

Dari banyak perbedaan pendapat para ulama terpercaya tentang penjelasan
hadis terhadap Al-Quran, berikut diambil dan dijelaskan secara singkat beberapa
diantaranya:
1. Hadis sebagai Bayan Tashfil
13

Yang dimaksud dengan bayan tashfil di sini adalah bahwa hadist itu
menjelaskan atau memperinci kemujmalan Al-Quran. Karena Al-Quran
bersifat mujmal (global), maka agar ia dapat berlaku sepanjang masa dan
dalam keadaan bagaimanapun diperlakukan perincian. Maka dari itu
diperlukan adanya hadist atau sunnah.
Dalam Kedudukannya sumber kedua setelah Al-Quran, hadis berfungsi
sebagai pemerinci atau penafsir hal-hal yang masih disebutkan secara
mujmal oleh Al-Quran. Mujmal dalam pengertian ini adalah suatu lafaz
yang belum jelas dilalahnya atau masih bersifat umum dalam
penunjukannya. Dengan hadis diharapkan dapat diketahui dengan jelas
maksud dan penunjukannya.
Dalam Al-Quran ada perintah melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat,
mengerjakan ibadah haji. Namun teknik operasional tidak dijumpai
didalam Al-Quran, teknik pelaksanaan tersebut dijelaskan di dalam hadis.
2. Hadis sebagai Bayan Takhshish
Dalam hal ini hadis bertindak sebagai penjelas tentang kekhususan ayatayat yang bersifat umum. ‘Amm dalam pengertian ini adalah suatu lafaz
yang menunjukan suatu makna yang mencakup seluruh satuan makna
yang tidak terbatas dalam satuan tertentu. Dengan kata lain, semua lafaz
yang mencakup semua makna yang pantas dengan suatu ucapan saja.
Misalnya lafaz al-Muslimun (orang-orang Islam), al-rijal (anak-anak lakilakimu), dan lain-lain.
Misalnya, terkait informasi Al-Quran tentang ketentuan anak laki-laki
yang dapat mewarisi orang tua dari keluarganya, di dalam Al-Quran
dijelaskan sebagai berikut: “Allah telah mewariskan kepadamu tentang
bagian anak-anakmu, yakni untuk laki-laki sama dengan dua bagian
untuk anak perempuan”. (QS. An-Nisa: 11). Ayat ini tidak menjelaskan
syarat-syarat untuk dapat saling mewarisi antara keluarga. Selanjutnya hal
itu dijelaskan oleh hadis yang menerangkan tentang persyaratan khusus
tentang kebiasaan saling mewarisi tersebut, antara lain tidak berlainan
agama dan tidak ada tindakan pembunuhan di antara mereka.
3. Hadis sebagai Bayan Taqyid
Bayan taqyid adalah penjelasan terhadap Al-Quran dengan cara
membatasi ayat-ayat yang bersifat mutlak dengan keadaan sifat dan syarat
tertentu. Istilah mutlak maksudnya adalah hakikat dari suatu ayat yang
14

hanya berorientasi pada dhohirnya tanpa memiliki limitasi yang dapat
membuat pagar hukum yang sistematis. Adapun contoh hadist yang
memiliki pembatasan hukum adalah:

‫ وقاول ورأسوأل والل روله صلى الله‬:‫ت‬
‫عن ووها وقال و و‬
‫عالئوشوة ورلضوي والل روأه و‬
‫عون و‬
‫و‬
( ‫ ) ولا تأوقوطأع ي وأد وسالرلق لإ رولا لفي أربألع لديونالر وفوصالعلدا‬: ‫عليه وسلم‬

‫ ووالل رووفأظ للأموسللم‬.‫عل وي وله‬
‫ل‍أمترووفرق و‬.
‫ تأوقوطأع ا ول وي وأد لفي أربألع لديونالر وفوصالعلدا وولفي لروواي ولة‬:‫خالرلري‬
‫وول ووفأظ ا ول وبأ و‬
‫ ووولا توقووطأعوا لفيوما أهوو أ وودونى لمون وذللوك‬,‫للأ ووحومود الوقوطأعوا لفي أربألع لديونالر‬
“Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Tidak boleh dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar
seperempat dinar atau lebih." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut
riwayat Muslim. Menurut Lafadz Bukhari: "Tangan seorang pencuri
dipotong (jika mengambil sebesar seperempat dinar atau lebih." Menurut
riwayat Ahmad: "Potonglah jika mengambil seperempat dinar dan jangan
memotong jika mengambil lebih kurang daripada itu”.
Hadist di atas dalam prakteknya yaitu membatasi hukuman pencuri yang
secara hukum tetap ia potong tangannya sebagaimana dijelaskan secara
mutlak dalam ayat:

‫زاء لبوما ك ووسوبا ن وك يوملا لرمون ٱل رو ل‬
‫لهب‬
‫ووٱل روسالرأق ووٱل روسالروقأة وفٱقيوطأعووا و أ وييلدي وأهوما وج و ول‬
٣٨ ‫علزيرز وحلكيرم‬
‫ووٱلل روأه و‬

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana”. (QS.Al-Maidah: 38).
Ayat ini menjelaskan tentang hukuman mutlak potong tangan bagi
pencuri laki-laki dan perempuan tanpa sauatu pembatas takaran
curiannya. Ayat ini mengobligasikan potong tangan secara mutlak. Maka,
kemudian hadis datang untuk membatasi hukum bahwa yang dikenakan
potong tangan adalah bagi mereka yang mencuri seperempat dinar atau
lebih.
15

4. Hadis sebagai Bayan Ta’kid
Hadis berfungsi juga sebagai penguat hukum-hukum yang ada di dalam
Al-Quran. Suatu ketetapan hukum tentang suatu masalah memiliki dua
sumber atau argumentasi, yakni Al-Quran dan sunnah. Selain itu sunnah
dalam konteks ini melengkapi sebagaian cabang-cabang hukum yang
berasal dari Al-Quran.
Dalam Al-Quran tentang puasa Ramadhan, Allah berfirman:

‫ت لرمون‬
‫وشهيأر وروموضاون ٱل رولذيو أأنلزول لفيله ٱليأقريوءاأن أهمدى لرلل رونالس ووبو لي رن يو ء‬
‫قان وفومن وشلهود لمنك أأم ٱل روشهيور وفليي وأصم أ ميه ووومن وكاون‬
‫ٱليأهوديى ووٱليأفري و ل ر‬
‫خر ي ألريأد ٱلل روأه لبك أأم ٱليي أسيور ووولا‬
‫عل ويى وسوفءر وفلع رودرة لرمني أ و رويالم أ أ و و ب‬
‫وملريلضا أ ووي و‬
‫عل ويى وما وهودى يك أمي‬
‫ي ألريأد لبك أأم ٱليأعسيور ووللتأكيلمألوا و ٱليلع رودوة ووللتأك و لبرأروا و ٱلل رووه و‬
١٨٥ ‫وول ووعل روك أمي توشيك أأروون‬

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang
di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda

(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur”. (QS.Al-Baqarah: 185)
Ayat ini dikuatkan oleh hadis Nabi yang berbunyi: “Berpuasalah kamu
setelah melihat bulan itu dan bebukalah setelah melihat bulan juga”
(H.R. Bukhari-Muslim)
5. Hadis sebagai Bayan Tasyri’
Bayan tasyri’ adalah penjelasan hadist Nabi yang mendefinisikan suatu
ketetapan hukum secara independen yang tidak didapati dalam nash-nash
Al-Quran secara tekstual. Penjelasan itu muncul dengan sebab adanya
permasalahan-permasalahan yang timbul di antara masyarakat. Di sinilah

16

dengan tidak bertoleransi terhadap Al-Quran, numaun tetap ada
bimbingan langsung dari sang pemilik semesta, Allah SWT. Misalnya
hadist Nabi:

‫عون‬
‫عون ال وأ و و‬
‫عورلج و‬
‫عون أ ولبي اللرزونالد و‬
‫عون وماللك و‬
‫حويى و‬
‫و وح رودث ولني ي و و‬
‫جومأع‬
‫عل وي وله وووسل رووم وقاول ولا ي أ و‬
‫أ ولبي أهوري ووروة وأنورأسوول الل روله وص رولى الل روأه و‬
‫ع روملتوها ووولا بوي وون ال وومورأ ولة وووخال ولتوها‬
‫بوي وون ال وومورأ ولة وو و‬
“Tidak boleh menikahi seorang perempuan bersamaan dengan bibinya
dari pihak bapak & tak boleh menikahi perempuan bersamaan dengan
bibinya dari pihak ibunya”. (HR. Malik No.977)[23]
Hadist di atas menjelaskan bahwa seseorang dilarang mempoligami
perempuan bersama dengan bibinya. Disini Nabi memutuskan suatu
hukum akan larangan itu. Dalam Al-Quran tidak ada sebuah ayat tersurat
tentang larangan mengawini perempuan bersama dengan bibinya baik
dari arah ayah maupun ibu. Hanya ada dalam Al-Quran keteranganketerangan

tentang

dilarangnya

menikahi

perempuan

beserta

keluarganya, seperti ibu, saudara, anak, dan sebagiannya. Disinilah hadis
menjelaskan haramnya menikahi bibi perempuan yang dinikahi tanpa
berorientasi terhadap Al-Quran dalam membuat keputusan itu.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunahkan oleh
Rasulullah SAW tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan
hukum Allah juga, sebagaimana Allah berfirman:

‫ب ووولا‬
‫ووك و ويذللوك أ وويوحييونا لإل وييوك أرومحا لرمني أ وميلرن وار وما أكن و‬
‫ت توديلري وما ٱليلكتيو أ‬

‫ٱليلإييومأن وول يولكن وجوعلين يوأه أنومرا ن ر وهيلدي لبلهۦ ومن ن ر ووشاأء لمني لعوبالدن وار وولإن ر ووك‬
٥٢ ‫ل وتوهيلديو لإل ويى لصيورءط رأمسيتولقيمء‬

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)

dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah
Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi
Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia
siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan
17

sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus”. (QS. Ash-Shura: 52)

18

BAB III
PENUTUP
Al-Quran memang merupakan pedoman umat Islam yang utama, namun isi
dan redaksi dari Al-Quran itu sendiri masih sangat bersifat global (mujmal).
Maka dari itu kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah menjelaskan
ayat-ayat Al-Quran yang masih global. Rasulullah diperintahkan untuk
menjelaskan tiap-tiap ajaran kepada para sahabat setelah beliau mendapatkan
penjelasan dari Jibril.
Peran kedua adalah agar hadis menjadi pedoman ketika muncul persoalanpersoalan yang tidak secara spesifik terdapat dalam Al-Quran. Setelah masa
Rasulullah SAW. Al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai rujukan para ulama
untuk mengeluarkan fatwa dan aturan lainya. Karena tidak menutup
kemungkinan perseteruan akan terjadi di masa yang akan datang berhubungan
dengan hukum dalam Al-Quran.
Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara
sembarangan dilencengkan sehingga seolah ayat-ayat Al-Quran berkontradiksi.
Penjelasan Rasulullah sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami bahwa
juga telah ditafsirkan mendalam oleh para ulama. Kedudukan Hadist sebagai
penjelas sanganlah penting bagi Hukum Islam, seperti dalam bidang Ekonomi
Islam
Rasulullah yang bergelar uswatun hasanah segala ucapan dan kepribaianya
adalah pencitraan dari Al-Quran. Sehingga umat Islam yang mengikuti hadishadis Rasulullah adalah mereka yang juga taat kepada Al-Quran.

19

DAFTAR PUSTAKA
Agus Solehudin, M dan Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara
Noer Sulaiman, M. 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press
Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Supian, Aan. 2014. Ulumul Hadis. Bogor: IPB Press
http://tijaniagus.blogspot.com/2012/11/fungsi-hadits-terhadap-al-quran-di.html/

.

Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 21.33 WIB.
http://akhmadsuseta.blogspot.com/2012/05/fungsi-hadits-terhadap-alquran.html.
Diakses tanggal 8 Februari 2017 pukul 00.12 WIB.
http://awanaalfaizy.blogspot.com/2012/11/kedudukan-dan-fungsi-hadits-dalamagama_2.html.
Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 20.28 WIB.
http://alquran-sunnah.com/kitab/bulughul-maram/source/10.%20Kitab
%20Hukuman/3.%20Bab%20Hukum%20Pencurian.html.
Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 19.32 WIB.
http://pipa-biru.blogspot.com/2014/01/kedudukan-hadist-sebagai-sumber-hukum.html.
Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 20.15 WIB.
http://www.mutiarahadits.com/25/51/76/wanita-yang-tak-boleh-dipoligamibersama.html.
Diakses tanggal 7 Februari 2017 pukul 22.35 WIB.

3