E020-1 ANALISIS ALGORITMA PENJADWALAN TRS+RR PADA JARINGAN WiMAX Thomhert Suprapto Siadari
ANALISIS ALGORITMA PENJADWALAN TRS+RR PADA JARINGAN WiMAX
1) 2) 3)Thomhert Suprapto Siadari , Hafidudin , Iman Hedi Santoso
1) Jurusan Teknik Telekomunikasi Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom
2) Jurusan Teknik Telekomunikasi Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom
3) Jurusan Teknik Telekomunikasi Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom
Abstrak
Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) merupakan teknologi nirkabel yang
berdasarkan standar IEEE 802.16. Teknologi WiMAX menggabungkan bepberapa mekanisme Quality
of Service (QoS) dalam satu lapis Media Access Control (MAC) yang menjamin kualitas layanan data,
suara, dan video. Teknologi WiMAX juga menggunakan algoritma penjadwalan dalam pembagian
resources kepada user. Algoritma penjadwalan yang baik harus bisa menjamin penggunaan bandwith
yang baik serta keadilan (fairness) untuk semua user. Pada penelitian ini disimulasikan algoritma
penjadawalan TRS+RR menggunakan Network Simulator 2 (NS2.29). Skenario yang dirancang
adalah melakukan penambahan jumlah node yang hasilnya dibandingkan dengan algoritma RR.
Perubahan nilai SNR threshold memberikan pengaruh terhadap nilai average delay, throughput, dan
packet loss. Nilai SNR Threshold paling ideal adalah 8.5 dB. Perubahan Time Removed (T )
Rmengalami peningkatan nilai everage delay yang awalnya 3.39367 ms, peningkatan nilai throughput
yang awalnya 22.764 Kbps, dan peningkatan nilai packet loss 0.0184468 %. Dari hasil simulasi dapat
disimpulkan bahwa algoritma TRS+RR memiliki performansi yang lebih baik karena kemampuan
untuk memblokir node yang memiliki SNR dibawah standar threshold.Kata Kunci: WiMAX, Scheduling, TRS+RR, QoS, NS2.29 .
Pendahuluan Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) merupakan teknologi
nirkabel yang berdasarkan standar IEEE 802.16. Berdasarkan standar tersebut, WiMAX dapat melayani fixed maupun mobile user. Base Station (BS) pada WiMAX dalam menyediakan BWA sampai jarak 50 km untuk pengguna yang bersifat tetap, dan 3 s.d. 10 km pada pengguna mobile dengan maksimum data rate hingga 70 Mbps (Nuaymi, 2007)
Teknologi WiMAX menggabungkan beberapa mekanisme Quality of Service (QoS) dalam satu lapis Media Access Control (MAC) yang menjamin kualitas layanan data, suara, dan video. Lapis MAC IEEE 802.16 menspesifikasikan 5 tipe kelas QoS: Unsolicited Grant Service (UGS),
real-time Polling Service (rtPS), non real-time Polling Service (nrtPS), extended real-time Polling
Service (ertPS), dan Best Effort (BE) (Nuaymi, 2007). Masing-masing kelas layanan ini
didefinisikan guna memenuhi syarat kelayakan QoS yang berbeda-beda.
Algoritma penjadwalan (scheduling algorithm) digunakan untuk pembagian resources secara efisien. Algortima penjadwalan harus mempertimbangkan kelas QoS dan syarat kebutuhan layanan serta harus menyediakan tingkat throughput yang tinggi. Namun standar IEEE 802.16 tidak menspesifikasikan secara jelas algoritma penjadwalan yang harus digunakan dalam suatu sistem.
Dalam penelitian ini dibuat beberapa simulasi menggunakan algoritma penjadwalan TRS+RR. Dari hasil simulasi diambil beberapa parameter yaitu average delay, througput, dan
packet loss sehingga dapat diketahui performasi TRS+RR. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat
menjadi panduan untuk perencanaan penerapan WiMAX dalam pemilihan algoritma penjadwalan yang tepat bagi perencanaan jaringan WIMAX untuk kelas layanan real time polling service (rtPS).
Adapun struktur pembahasan penelitian ini terdiri dari lima bagian sebagai berikut: pada bagian awal berisi latar belakang dan tujuan penelitian, bagian kedua menjelaskan tinjauan pustaka mengani WiMAX, Scheduling, dan Quality of Service pada WiMAX, bagian ketiga membahas spesifikasi model sistem yang digunakan, parameter-parameter yang digunakan pada software NS-2.29, selanjutnya membahas analisis performasi algoritma scheduling yang dipakai dan tingkat performasinya pada kelas layanan rtPS, dan terakhir pada bagian kelima berisi kesimpulan dan saran.
Studi Pustaka
Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) merupakan teknologi nirkabel yang
berdasarkan standar IEEE 802.16; memiliki berbagai aplikasi dan layanan dalam cakupan
Metropolitan Area Network (MAN). Berdasarkan standar tersebut, WiMAX dapat melayani fixed
maupun mobile user. Secara teoritis, Base Station (BS) pada WiMAX dalam menyediakan BWA sampai jarak 50 km untuk pengguna yang bersifat tetap, dan 3 s.d. 10 km pada pengguna mobile dengan maksimum data rate hingga 70 Mbps. Pada dasaranya tujuan utama teknologi ini, yaitu bagaimana memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dalam penggunaan sumber daya radio saat mentransmisikan beberapa tipe layanan ) (Nuaymi, 2007).
Gambar 1. WiMAX Architecture(Ma, 2009) WiMAX menjadi suatu teknologi yang menarik karena rentang pengembangan aplikasi menjadi tidak terbatas hanya pada akses internet broadband. WiMax memberikan service fixed
(tetap), portable atau mobile non-line-of-sight ( NLOS) terhadap sebuah station subscriber / device terkoneksi yang dikenal sebagai sebuah alat customer premise equipment (CPE) (Indoskripsi, 2008).
Teknologi WiMAX menggunakan standar IEEE 802.16. Secara sederhana perkembangan standar tersebut dimulai dari 802.16 (Khalil, 2007), standar ini mengatur pemanfaatan di band frekuensi 10–66GHz. Aplikasi yang mampu didukung baru sebatas dalam kondisi Line of Sight (LOS). Berikutnya adalah 802.16a, standar ini menggunakan frekuensi 2–11GHz, dapat digunakan untuk lingkungan Non Line of Sight. Standar ini difinalisasi pada Januari 2003. Setelah itu dilanjutkan dengan standar 802.16d yang merupakan standar yang berbasis 802.16 dan 802.16a dengan beberapa perbaikan. 802.16d juga dikenal sebagai 802.16-2004. Frekuensi yang digunakan sampai 11 GHz. Standar ini telah difinalisasi pada 24 Juni 2004. Terdapat dua opsi dalam transmisi pada 802.16d yaitu Time Division Duplex (TDD) maupun Frequency Division Duplex (FDD). Standar 802.16e sebagai perkembangan selanjutnya, memenuhi kapabilitas untuk aplikasi
portability dan mobility. Standar ini telah difinalisasi di akhir tahun 2005. Berbeda dengan standar
sebelumnya, 802.16e tidak bisa dilakukan interoperability sehingga diperlukan hardware tambahan bila akan mengoperasikan 802.16e. Sampai saat ini standar WiMAX yang dikenal adalah 2 tipe standar yaitu 802.16d (802.16-2004) untuk aplikasi fixed dan nomadic dan standar 802.16e (802.16-2005) untuk aplikasi portable dan mobile.
Karakteristik standar 802.16 di tentukan oleh spesifikasi teknis dari layer fisik (PHY) dan MAC. Perbedaan karakteristik kedua layer ini juga akan membedakan varian-variannya. Layer PHY menjalankan fungsi mengalirkan data di level fisik. Dihubungkan dengan kabel category 5 sebagaimana telah banyak digunakan untuk ethernet. Sedangkan MAC layer yang ada di atasnya seperti ATM dan IP. MAC layer dibagi lagi menjadi tiga sub-layer. Service-Spesific Convergence Sublayer (SS-CS), MAC Common Part Sublayer, dan Security Sublayer.
Gambar 2. Struktur Layer WiMAX MAC adalah protocol yang didisain untuk aplikasi PMP. Berbeda dengan Wi-Fi, mekanisme pengakolasian dipersiapkan untuk menangani ratusan terminal perkanal dan setiap terminal di mungkinkan lagi untuk penggunaan secara bersama (sharing) dengan beberapa pengguna akhir (end user). MAC layer mempunyai karakteristik connection-oriented dan setiap sambungan diidentifikasi oleh 16 bit Connection Identifier (CID). CID digunakan untuk membedakan kanal UL dan DL. Setiap SS memiliki MAC address dengan lebar standar 48 bit. Dalam mekanisme sambungan antar SS dan BS, terdapat tiga jenis menegement conection untuk setiap arah, yang masing-masing memerlukan tingkat penanganan QoS yang berbeda.
Medium Access Control (MAC) pada WiMAX dapat menjalankan QoS berbagai kebutuhan
bandwidth dan aplikasi. Aspek lain yang tersedia pada QoS yang terdapat di WiMAX adalah
kemampuan mengatur kecepatan data dimana ditentukan oleh analisis link antara BS dan SS. Standar IEEE 802.16 mendukung empat kelas layanan menurut kebutuhan QoS, yaitu: UGS (Unsolicited Grant Service), rtPS (real-time Polling Service), nrtPS (non real-time Polling
Service ), BE (Best Effort). Kelas layanan rtPS yang merupakan fokus dalam penelitian ini,
merupakan kelas layanan yang mendukung aliran aliran data real-time yang terdiri dari paket-paket data yang berukuran tidak tetap atau berubah-ubah pada interval yang periodic, misalnya MPEG video. Subscriber Station pada jenis layanan ini harus melakukan persaingan atau kompetisi untuk mendapatkan alokasi slot pada periode uplink.
Algoritma penjadwalan (scheduling algortihm) adalah hal penting yang digunakan sumber daya radio secara efisien. Algoritma penjadwalan harus mempertimbangkan kelas QoS dan syarat kebutuhan layanan serta harus menyediakan tingkat throughput yang tinggi. Namun standar IEEE 802.16 tidak menspesifikasikan secara jelas algoritma penjadwalan yang harus digunakan dalam permasalahan ini. Sehingga perusahaan telekomunikasi harus memilih algoritma penjadwalan yang akan digunakan.
Gambar 3. Scheduling Process (Xcell Journal - Issue 57, 2006)
Temporary Removal Scheduler (TRS)
TRS scheduler melibatkan pengidentifikasian daya panggilan paket, bergantung pada kondisi radio, dan secara sementara mengahpusnya dari daftar penjadwalan untuk periode waktu tertentu T R . Daftar penjadwalan ini berisi semua SS yang dapat dilayani di frame berikutnya. Ketika T R berakhir, paket yang tadi dihapus akan diperiksa kembali. Jika kanal membaik maka paket yang tadi dihapus dapat dimasukkan ke dalam daftar penjadwalan. Jika kanal masih dalam keadaan buruk, maka proses di atas akan diulangi sampai waktu tertentu, tergantung dari keadaan kanal tersebut. Proses ini terjadi sebanyak L kali. Setalah pengulangan L kali jika SS yang tadi akan dimasukkan dalam antrian baik dengan kondisi SNR yang sudah di atas threshold maupun tidak. Keadaan ini berlangsung selama Tp (Ball, 2006).
Gambar 4. Temporary Removal Scheduler (TRS) Berikut ini merupakan diagram alir dari algoritma TRS+RR tersebut:
Gambar 5. Diagram Alir Algoritma TRS+RR
Pemodelan dan Simulasi Sistem
Berikut adalah diagram alir yang menjelaskan bagaimana proses penelitian ini berjalan: Gambar 6. Diagram alir perancangan
Dalam penelitian ini menggunakan software Network Simulator 2 tipe NS-2.29. Software ini sebenarnya belum mendukung simulasi untuk bidang WiMAX sehingga membutuhkan source
code tambahan agar algortima scheduling tersebut dapat berjalan. Simulasi dengan software
diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi lapangan secara nyata jika algoritma ini diterapkan. Pada penelitian ini hanya dibatasi untuk scheduler pada bagian uplink saja.
Jaringan WiMAX yang dimodelkan berupa 1 sel yang terdiri dari 1 BS dan beberapa SS. Masing-masing SS mengakses layanan yang berbeda-beda sesuai dengan kelas layanan QoS yang dimodelkan. BS akan melayani permintaan layanan yang dilakukan oleh SS dengan mempertimbangkan beberapa aspek semisal kelas layanan QoS.
Parameter-parameter yang dianalisis pada penelitian ini adalah throughput, average delay,
packet loss. Alasan penggunaan ketiga parameter analisis tersebut dalam simulasi dikarenakan
ketiga parameter sudah cukup mewakilkan performasi kinerja algoritma TRS+RR dalam sistem.Semakin besar nilai packet loss maka semakin kecil nilai throughput. Untuk parameter delay menunjukkan lama waktu kirim paket dalam jaringan.
Skenario Simulasi a. Skenario Penambahan Subscriber
Pada penelitian ini dilakukan simulasi scheduling WiMAX dengan menggunakan algoritma penjadwalan TRS+RR. Simulasi algoritma ini kemudian dibandingkan dengan algoritma RR. Skenario pertama yang dijalankan adalah beberapa user mengkases layanan yang berbeda-beda sesuai dengan layanan QoS. Dengan kondisi seperti itu proses scheduling WiMAX akan berjalan dengan membagikan bandwidth sesuai dengan layanan yang digunakan oleh user. Selanjutnya akan dilakukan pengukuran dan analisis parameter QoS yaitu throughput, packet loss, dan average delay pada kelas layanan rtPS. Skenario yang dijalankan pada penelitian ini adalah perubahan junlah
user yang terus meningkat dengan variasi user kelas layanan QoS yang berbeda-beda. Simulasi ini
dilakukan untuk mengetahui performansi algoritma TRS+RR dibandingkan algoritma RR.Berikut adalah tabel yang menunjukkan konfigurasi skenario simulasi pada penelitian ini.
Tabel 1. Skenario Perubahan Subscriber
Percobaan UGS rtPS BE
1
5
9
2
2
6
10
2
3
7
11
2
4
8
12
2
5
9
13
2 b.
Skenario Perubahan SNR Threshold
Pada skenario keempat ini dilakukan simulasi algortima scheduling dengan melakukan perubahan nilai SNR threshold. Jumlah total subscriber yang dibuat adalah 20 Subscriber dengan rincian 7 UGS, 11 rtPS, dan 2 BE. Adapun tabel skenario perubahan SNR threshold adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Tabel Skenario Perubahan SNR Threshold
Percobaan Nilai SNR Threshold
1
5
2
8.5
3
15
4
21
5
25
c. R ) Skenario Perubahan Time Removed (T
Pada skenario kelima ini dilakukan simulasi algortima scheduling dengan melakukan perubahan nilai time removed. Jumlah total subscriber yang dibuat adalah 20 Subscriber dengan rincian 7 UGS, 11 rtPS, dan 2 BE. Adapun tabel skenario perubahan nilai time removed adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Tabel Skenario Perubahan Time Removed (T R )
Percobaan Nilai Time Removed
1
1
2
5
3
10
4
15
5
20 Simulasi dan Analisis Skenario yang disimulasikan dalam penelitian ini telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Setiap skenario yang dijalankan digunakan untuk menganalisis parameter QoS. Adapun data yang dijadikan sebagai parameter QoS adalah average delay, packet loss, dan throughput.
Pada bagian ini dianalisis pengaruh perubahan subscriber terhadap performansi jaringan. Parameter yang diamati adalah average delay, throughput, dan packet loss. Pada skenario ini bandwidth yang digunakan adalah 100Mbps, skema percobaan yang dilakukan sesuai dengan tabel-tabel diatas.
a. Analisis Berdasar Penambahan Subsrciber
Berikut ini beberapa grafik yang berkaitan dengan skenario penambahan jumlah user/pelanggan:
9
8
7
6 s) m
5 ( y
4 TRS+RR la e D
3 RR
2
1
1
2
3
4
5 Percobaan
Gambar 7. Grafik Average delay Terhadap Perubahan Jumlah Subscriber
20
18
16 s) p
14 b (K
12 t u
10 p h
TRS+RR
g
8 u
6 RR
ro h T
4
2
1
2
3
4
5 Gambar 8. Grafik Throughput Terhadap Perubahan Jumlah Subscriber
0.16
0.14
0.12 ) % (
0.1 ss
0.08 Lo
t
TRS+RR
e
0.06 ck
RR a P
0.04
0.02
1
2
3
4
5 Gambar 9. Grafik Packet loss Terhadap Perubahan Jumlah Subscriber Hasil simulasi menunjukkanbahwa algoritma TRS+RR yang diteliti memiliki performasi
average delay yang yang lebih rendah dibandingkan algoritma RR. Simulasi perubahan subscriber
menurunkan nilai average delay antrian pada TRS+RR.Pada suatu jaringan komunikasi nilai throughput menunjukkan kualitas performansi, karena semakin besar nilai throughput yang diterima maka kualitas semakin baik. Dari hasil simulasi yang terlihat pada gambar 8, throughput terhadap perubahan jumlah subscriber menunjukkan nilai throughput yang dihasilkan oleh algoritma TRS+RR memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai throughput yang dihasilkan oleh algoritma RR. Hal ini disebabkan algoritma TRS+RR melakukan penyaringan terhadap subscriber berdasarkan nilai SNR. Algoritma TRS+RR menetapkan standar threshold tertentu untuk menyaring subscriber di dalam jaringan.
Sedangkan untuk packet loss, hasil simulasi pada gambar 9 menunjukkan, secara umum algoritma TRS+RR memberikan packet loss yang relatif lebih kecil. Hal ini disebabkan algoritma TRS+RR melakukan proses filtering berdasarkan nilai SNR sehingga hanya subscriber yang memenuhi syarat yang dapat masuk ke antrian, sehingga menjamin keberhasilan transfer packet dalam jaringan.
b. Skenario Perubahan SNR Threshold
Pada skenario ini dianalisis pengaruh perubahan nilai SNR threshold terhadap performansi jaringan. Jumlah total subscriber yang dibuat adalah 20 Subscriber dengan rincian 7 UGS, 11 rtPS, dan 2 BE. Parameter yang diamati adalah average average delay, throughput, dan packet loss. Berdasarkan hasil simulasi pada skenarioPerubahan SNR Threshold diketahui bahwa SNR dengan nilai 8.5 dB adalah nilai terbaik untuk simulasi dengan patch WiMAX ini. Walaupun menggunakan modulasi 64QAM ¾ memiliki minimum SNR sebesar 21 dB, namun untuk hasil maksimal sebaiknya menggunakan SNR sebesar 8.5 dB.
c. ) R Skenario Perubahan Time Removed (T
Pada skenario ini dianalisis pengaruh perubahan nilai time removed terhadap performansi jaringan. Jumlah total subscriber yang dibuat adalah 20 Subscriber dengan rincian 7 UGS, 11 rtPS, dan 2 BE. Parameter yang diamati adalah average delay, throughput, dan packet loss. Acuan awal adalah T R = 2, 7 UGS, 11 rtPS, 2 BE, offered traffic load sebesar 4000 Kbps.
Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.9 Skenario Perubahan Time Removed (T R ) mengalami peningkatan nilai average delay yang awalnya 3.39367 ms, peningkatan nilai throughput yang awalnya 22.764 Kbps, dan peningkatan nilai packet loss 0.0184468 %. Hal ini membuktikan bahwa nilai T R memberikan pengaruh terhadap hasil simulasi. Walaupun semakin besar T R menyebabkan throughput meningkat namun ini akan menyebabkan peningkatan delay dan toleransi delay maksimum, dimana delay maksimum adalah L*T R (Ball, 2006). Saat simulasi skenario ini, waktu proses yang dibutuhkan oleh simulator juga bertambah lama.
Kesimpulan
Dari hasil simulasi, pengambilan data dan analisa, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:
a) Dari skenario perubahan jumlah subscriber menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah subcriber maka semakin rendah nilai delay antrian dan nilai throughput.
b) Perubahan nilai SNR threshold memberikan pengaruh terhadap nilai average delay, throughput, dan packet loss.Nilai SNR Threshold paling ideal adalah 8.5 dB.
c) R ) mengalami peningkatan nilai everage delay yang awalnya Perubahan Time Removed (T
3.39367 ms, peningkatan nilai throughput yang awalnya 22.764 Kbps, dan peningkatan nilai packet loss 0.0184468 %.
d) Dari semua skenario simulasi dapat disimpulkan bahwa TRS+RR memiliki performansi yang lebih baik untuk kelas layanan rtPS jika dibandingkan dengan algoritma RR yang sudah ada pada WiMAX.
Daftar Pustaka
Andrews, Jeffrey G, Arunabha Ghosh, dan Rias Muhamed. Fundamental of WiMAX Understanding Broadband Wireless Networking. Prentice Hall. Amerika Serikat. 2007. Ball, C.F, F. Tremi, X. Gaube, dan A. Klein. Performance Analysis of Temporary Removal
Scheduling applied to mobile WiMAX Scenarios in Tight Frequency Reuse . Jerman. 2006. [2]
Belghith, Aymen dan Loutfi Nuaymi. Comparison of WiMax Scheduling Algorithms and Proposals
for the rtPS Qos Class . France. 2008
Belghith, Aymen dan Loutfi Nuaymi. Design and Implementation of a Qos-Include WiMax Module
for NS-2 Simulator . France. 2008
Belghith, Aymen dan Loutfi Nuaymi. Design and Implementation of a Qos-Include WiMax Module
for NS-2 Simulator . France. 2008
Fatahillah DW. Tugas Akhir Analisis dan Simulasi Perbandingan Uplink Scheduling Algorithm Modified Deficit Round Robin (MDRR), Weighted Round Robin (WRR), Weighted Fair Queuing (WFQ), dan FIFO terhadap Performansi Jaringan WiMAX IEEE 802.16e. IT Telkom. 2009.
Indoskripsi, Pemodelan Perancangan WIMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access)
untuk Daerah Urban dan Sub Urban , 2008
Khalil, Ayman dan Adlen Ksentini. Classification of the Uplink Scheduling Algorithms in IEEE 802.16. Universite de Rennes 1. France. 2007. Laksmiati, Dewi, Simulasi dan Analisa Kualitas Layanan Trafik Video Streaming pada WiMax 802.16 .Universitas Indonesia, Jakarta, 2009. Ma, Dr. Maode. Current Technology Developments of WiMax Systems. Springer, Singapura, 2009. Nuaymi, Loutfi. WiMAX Technology for Broadband Wireless Access. John Wiley & Sons Ltd. Inggris. 2007. Santoso, Iman Hedi. Tesis Algoritma Scheduling Weighted Round Robin dan Deficit Round Robin pada Jaringan WiMAX. ITB. 2007. Sukiswo. Evaluasi Kinerja Algoritma Penjadwalan Weighted Round Robin Pada WIMAX, Semarang, 2008. "WiMAX – Delivering on the Promise of Wireless Broadband", Xcell Journal - Issue 57, Second Quarter 2006. WiMAX Reference Network Model. pada 24 Januari 2011 WiMAX Broadband Wireless Access. pada 24 Januari 2011