Dasar Pandangan Mengenai anak dan Kehidu

B. DASAR PEMAHAMAN MENGENAI ANAK DAN KEHIDUPAN
SOSIAL
1. Konsep Memandang Anak dan Kehidupan Sosial
Berbicara mengenai pendidikan tentu saja tentu saja tidak terlepas dari konsep
bagaimana memandang manusia atau anakdan kehidupan social. Seperti apa
yang dikatakan oleh Aries bahwa: “citra mengenai anak yang dipegang oleh
masyarakat mempengaruhi macam sistem pendidikan yang diberikan
kepadanya”.
Jean Piaget memiliki pandangan bahwa anak merupakan agent pokok dalam
pendidikan dirinya dan perkembangan mentalnya. Dia lebih jauh berpendapat
bahwa perkembangan mental hanya terjadi melalui proses interaksi yang terusmenerus dan kompleks antara anak dan lingkungannya yang mulai sejak
lahirnya.
Anak dalam proses perkembangannya selalu aktif membentuk citra atau
struktur psikologik dimana walaupun hal itu terjadi karena interaksi dengan
lingkungannya namun dirinya sendiri adalah agent penting dalam
megasimilasikan dengan kehidupan dirinya. Belajar dalam konsep ini dapat
dikatakan sebagai proses untuk pengembangan psikologis atau citra mental, ini
merupakan penggerak semua kegiatan kehidupannya atau tingkah lakunya.
Manusia (anak) adalah aktif dalam proses tronsformasi realita ini. Mengetahui
sesuatu tidak cukup dengan hanya diberitahu saja, tetapi dengan melakukan
atau mengerjakan itu. Sejalan dengan pengertian Dewey mengenai ‘learning by

doing’ Yng berarti bahwa dalam belajar anak sendiri yang melakukan, bukan
orang lain yang melakukan. Namun anak lahir dalam masyarakat dan tentu saja
berkembang dalam masyarakat. Masyarakat bukan sekedar dunia fisik, tetapi
merupakan dunia pengertian, dunia pengalaman, informasi dan dunia nilai yang
akan mempengaruhi perkembangan pikir dan perasaannya.

Dengan keterlibatan manusia dalam proses perkembanngan atau pembangunan
maka tugas pembangunan masyarakat seharusnya melibatkan orang atau
kelompok dalam proses berpikir tentang apa yang mereka inginkan,
membicarakan apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan itu,
kemudian merencanakan dan melakukan apa saja yang perlu dilakukan untuk
mewujudkan keputusannya itu. Dapat dikatakan tugas pendidik atau
pembangun masyarakat adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan
diri mereka sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri dann
mempertimbangkan pandangan dan interes orang lain. Secara singkat menolong
orang lain untuk berkembang dan matang.

2. Pendidikan dan Keterkaitannya dengan Kebutuhan Klien atau Murid
Dalam kaitannya dengan kebutuhan klien atau murid, Malcom S Knowles
menemukan adanya enam kebutuhan dasar klien atau murid sebagai manusia

yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan. Enam Kebutuhan Dasar itu
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kebutuhan Fisik (physical needs)
Kebutuhan tumbuh (growth needs)
Kebutuhan keamanan (the need of security)
Kebutuhan pengalaman baru (the need for new experiences)
Kebutuhan kasih saying (the need for affection)
Kebutuhan penghargaan (the need for achievement)
Manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisik yang meliputi

kebutuhan akan istirahat, makan, minum untuk menjaga fisiknya,
membutuhkan udara yang segar, suara yang tidak terlalu keras, kursi yang
nyaman, dan lain lain. Individu akan sulit belajar dalam keadaan kebutuhan

fisik ini terganggu.
Kebutuhan akan pertumbuhan adalah dorongan universal dan bersifat dasar,
yaitu keinginan yang terus-menerus untuk tumbuh dan maju kedepan, seperti

halnya orang inngin belajar berbicara, merangkak, dan tumbuh terus dalam
berbagai hal. Mengajar tentunya harus memelihara dorongan untuk tumbuh ini.
Kebutuhan keammanan seperti adanya instink pada binatang untuk melindungi
diri dari bahaya, namun kebutuhan keamanan manusia lebih jauh daripada itu,
yaitu termasuk keamanan psikologis yaituu perlindungan dari ancaman
jatuhnya harga diri dan citra diri. Secara psikologis belajar harusnya menjamin
adanya perasaan aman, tidak takut, tidal tertekan, sebab dalam keadaan takut
dan tidak senang, belajar akan terganggu.
Kebutuhan akan pengalaman baru seolah-olah berlawanan dengan kebutuhan
rasa aman, sebab kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk pengembaraan dan
mencari risiko.Dalam pendidikan kebutuhan ini harus diperhatikan sehingga
pendidikan atau belajar menjadi tidak hanya rutin dan menjemukan, tetapi
selalu penuh dengan kegiatan baru yang menarik.
Kebutuhan akan kasih saying menunjukkan kecenderungan orang untuk
dikasihi. Kebutuhan ini mendorong orang untuk mencari teman (individu lain)
dimana dia dapat merasakan senang bersama, mencurahkan kesedihan dan

bergembira bersama.
Kebutuhan akan penghargaan menunjukkan kecenderungan semua orang untuk
ingin dihargai dan dihormati oleh orang lain. Karena kebutuhan inikah orang
terdorong untuk memperoleh posisi dalam kelompok atau masyarakat.Klien
atau anak dalam pendidikan seharusnya dihargai sepenuhnya sebagai manusia
terhormat yang memliliki kediriannya sendiri.
Dengan konsep pandangan akan kebutuhan manusia semacam ini pendidik
dalam melakukan kegiatannya harus menjamin kenyamanan secara fisik,
menjamin individu memperoleh pengalaman belajar yang memberikan perasaan
tumbuh, memberikan program yang ditujukan untuk meningkatkan keamanan
social dan psikologik, menyediakan iklim belajar yang menyenangkan dan tidak

menakutkan, menciptakan iklim pendidikan yang segar, menggairahkan untuk
pengembangan minat baru, ide baru, atau pengembangan cara-cara baru untuk
melekukan sesuatu, mennciptkan hubungan yang hangat antara guru dengan
murid, murid dengan murid dan menjamin hubungan yang saling mempercayai
dan bersahabat, dan lebih jauh mengembangkan kesempatan diamana klien
dapat memperoleh penghargaan.

3. Tinjauan Sosiologis dan Hubungan Antar Manusia

Suatu tinjauan sosiologis berarti sorotan yang di dasarkan pada hubungan antar
manusia, hubungan antar kelompok serta hubungan antar manusia dengan
kelompok, di dalam proses kehidupan bermasyarakat. Di dalam pola hubunganhubungan tersebut yang lazim disebut interaksi sosial, anak dan remaja
merupakan salah satu pihak, disamping adanya pihak-pihak lain. Pihak-pihak
tersebut saling memengarui, sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian
tertentu sebagai akibatnya.
Proses saling memengaruhi melibatkan unsur-unsur yang baik dan benar, serta
unsur-unsur lain yang di anggap salah dan buruk. Unsur-unsur yang lebih
berpengaruh biasanya tergantung dari mentalitas pihak yang menerima. Artinya,
sampai sejauh manakah pihak penerima mampu menyaring unsur-unsur luar
yang diterimanya melalui proses pengaruh-memengaruhi.
Di dalam proses interaksi yang melibatkan anak dan remaja, terjadi proses
sosialisasi. Sosialisasi tersebut merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar
pihak yang dididik atau di ajak, kemudian mematuhi kaidah-kaidah dan nilainilai yang berlaku dan di anut oleh masyarakat.Tujuan pokok adanya sosialisasi
tersebut bukanlah semata-mata agar kaidah-kaidah dan nilai-nilai diketahui
serta dimengerti.Tujuan akhir adalah agar manusia bersikap dan bertindak

sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku serta agar yang
bersangkutan menghargainya.
Di dalam proses sosialisasi khususnya yang tertuju pada anak dan remaja,

terdapat berbagai pihak yang mungkin berperan. Pihak-pihak tersebut dapat
disebut sebagai lingkungan-lingkungan sosial tertentu dan pribadi-pribadi
tertentu. Tinjauan sosiologis lebih memusatkan perhatian pada lingkungan ini
tanpa mengabaikan peranan pribadi-pribadi yang tidak mustahil mempunyai
pengaruh yag lebih besar.
Di dalam peranan berbagai lingkungan sosial di dalam memengaruhi
tumbuhnya motivasi dan keberhasilan studi anak dan remaja, kiranya jelas
bahwa ada pengaruh yang menunjang dan ada yang menghalangi. Keduaduanya akan dijelaskan dengan cara mengungkapkan peranan yang diharapkan
dari lingkungan-lingkungan yang akan di soroti adalah:
a.

Orang tua, saudara-saudara, dan kerabat dekat

b.

Kelompok sepermainan

c.

Kelompok pendidik (sekolah).


Sudah tentu perlu dicatat bahwa lingkungan-lingkungan tersebut diatas juga di
pengaruhi oleh lingkungan sosial yang lebih besar, seperti misalnya, lingkungan
tetangga, lingkungan bekerja, lingkungan organisasi, lingkungan masyarakat
dan bagian-bagiannya, maupun negara sebagai lingkungan sosial ekonomi
politik.Lagi pula perlu dicatat lagi bahwa ini hanya membatsi pembahasan pada
keadaan di kota-kota besar.Hal-hal yang tercatat ini di dasarkan pada bahanbahan yang di peroleh dari hasil pengamatan secara tidak terlibat.
3.1.

Orang Tua, Saudara-saudara, dan Kerabat Dekat

Di dalam keadaan yang normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan
anak adalah orang tuanya, saudara-saudaranya yang lebih tua (kalau ada), serta

mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah.Melaui lingkungan itulah si
anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku seharihari. Melalui lingkungan itulah si anak mengalami proses sosialisasi awal.
Orang tua, saudara, maupun kerabat terdekat lazimnya mencurahkan
perhatiannya untuk mendidik anak supaya anak memperoleh dasar-dasar pola
pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penanaman disiplin dan
kebebasan serta penyerasiannya.Pada saat ini orang tua, saudara maupun

keranbat (secara sadar atau setengah sadar) melakukan sosialisasi yang biasa
diterapkan melalui kasih sayang.Atas dasar kasih sayang itu, anak didik untuk
meengenal nilai-nilai tertentu, seperti nilai ketertiban dan ketentraman, nilai
kebendaan dan keakhlakan, nilai kelestarian dan kebaruan, dan sterusnya.
Pada nilai ketertiban dan ketentraman di terapkan perilaku disipliner dan
prilaku bebas yang senantiasa harus diserasikan.Umpama, si anak yang lapar
boleh makan dan minum sampai kenyang, tetapi pada waktu-waktu tertentu,
anak boleh main sepuas-puasnya, tetapi dia harus berhenti bermain apabila
waktu makan telah tiba.Nilai kebedaan dan nilai keakhlakan serta penyerasian,
misalnya dapat ditanamkan dengan jalan membelikan mainan yang di
inginkannya, tetapi mainan itu harus dipelihara baik-baik agar tidak cepat rusak.
Kalau mainan itu ia rusak, orang tua harus dapat menahan diri untuk segera
membelikan mainan yang baru. Melalui cara-cara itu pula nilai kelestarian dan
kebaruan dapat ditanamkan melalui prilaku teladan yang sederhana.
Apabila usia anak meningkat ke umur remaja, penanaman nilai-nilai tersebtu di
atas harus tetap di pertahankan, tetapi dengan cara-cara lain, sesuai dengan
pertumbuhan jiwa remaja tersebut. Secara psikologis usia remaja merupakan
umur yang di anggap “gawat”, karena yang bersangkutan sedang mencari
identitasnya. Untuk itu, harus tersedia tokoh-tokoh ideal yang pola prilakunya
terpuji.


Pertama-tama, dia akan berpaling pada lingkungan yang terdekat dengannya,
yakni orang tua, saudara-saudaranya dan mungkin juga kerabat dekatnya.
Apabila idealismenya tidak terpenuhi oleh lingkungan terdekatnya, dia akan
berpaling kelingkungan lain (yang belum tentu benar dan baik). Oleh karena
itu, lingkungan terdekat senantiasa harus siap untuk membantu sang remaja.
Remaja lebih banyak memerlukan pengertian dari pada sekadar pengetahuan
saja.Dia harus mengerti mengapa manusia tidak boleh terlalu bebas juga tidak
boleh terlalu terikat (disiplin).Memang orang tua kadang-kadang lebih
mementingkan displin atau keterikatan dari pada kebebasan, sedangkan remaja
lebih menyukai kebebasan daripada disipln atau keterikatan. Namun, manusia
memerlukan keduanya daalm keadaan yang serasi, mausia yang terlalu disiplin
hanya akan menjadi “Robot” yang mati daya kreatifitasnya, sedangkan manusia
yang terlalu bebas akan menjadi makhluk lain yang (bukan manusia).
Tumbuhnya motivasi dan keberhasilan studi justru ditunjang oleh keserasiankeserasian tersebut di atas.Kalau pada anak, orang tualah yang harus
menanamkan agar si anak berpengetahuan, sedangkan pada remaja orang tua
harus memberikan pengertian melalui cara-cara yang dewasa. Anak atau remaja
yang diharuskan belajar terus menerus atau dibebani dengan kewajiban
mengikuti pelajaran tambahan (les) atau keterampilan tertentu akan
mengakibatkan kebosanan, sehingga pekerjaan tersebut di anggapnya sebagai

kegiatan rutin belaka. Dia tidak sempat mengenyam kebebasan berfikir karena
selalu dibebani dengan keterikatan, di mana orang tua senantiasa memegang
peranan yang menentukan di dalam mengambil keputusan-keputusan.Anak atau
remaja tersebut hanya di latih untuk berfikir semata-mata, tanpa mendidiknya
untuk senantiasa menyerasikan fikiran dengan perasaan.
Membiarkan anak atau remaja bersikap tidak semaunya juga buruk dan tidak
benar.Mereka memerlukan tuntunan orang tua, saudara-saudaranya maupun
kerabat dekatnya tetapi tuntunan itu tidak diperolehnya.Lingkungan yang
berpola fikiran demikian juga tidak menghasilkan pengaruh yang menunjang

tumbuhnya motifasi dan keberhasilan studi karena dilepas begitu saja.kritik
para remaja biasanya tertuju pada hal-hal sebagai berikut:
1. Orang tua terlau konservatif, atau terlalu liberal
2. Orang tua hanya memberiakan nasihat, tanpa memberikan contoh yang
mendukung nasihat tersebut.
3. Orang tua terlalu mementingkan pekerjaan di kantor, organisasi, dan lain
sebaginya.
4. Orang tua mengutamakan pemenuhan kebutuhan material belaka.
5. Orang tua lazimnya mau “menangnya” sendiri (artinya, tidak mau
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dasar remaja yang mungkin berbeda)

Suasana keluarga yang positif bagi motivasi dan eberhasilan studi adalah
keadaan yang menyebabkan anak atau remaaj yang merasa dirinya aman atau
damai bila berada di tengah keluarga tersebut. Suasana tersebut biasanya
terganggu apabila:
1)

Tidak ada saling pengertian aau pemahaman mengenai dasar-dasar

kehidupan bersama.
2)

Terjadinya konflik mengenai otonomi, disatu pihak orang tua ingin agar

anaknya dapat mandiri, namun di dalam kenyataannyamereka mengekangnya.
3)

Terjadinya konflik nilai-nilai yang tidak diserasikan (misalnya, kalau nilai

kebendaan terlalu menonjol seyogyanya hal itu tidak diganti dengan nilai
keakhlakan namun diserasikan)
4)

Pengendalian dan pengawasan orang tua yang berlebih-lebihan.

5)

Tidak adanya rasa kebersamaan dalam kelarga.

6)

Terjadinya masalah dalam hubungan antara ayah dengan ibu, sebagai

suami dan istri.
7)

Jumlah anak yang banyak yang tidak di dukung fasilitas yang memadai.

8)

Campur tangan pihak luar (baik kerabat maupun bukan kerabat)

9)

Status sosila ekonomis yang di bawah standar minimal.

10) Pekerjaan orang tua (misalnya, kedudukan istri lebih tinggi dari suami
sehingga penghasilannya juga lebih besar, yang tidak mustahil akan
mengakibatkan bahwa suami merasa rendah diri dan menyalurkannya ke arah
yang negatif).
11) Aspirasi orang tua yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada.
12) Konsepsi mengenai peranan keluarga serta anggota keluarga yang meleset
dari kenyataan yang ada.
13) Timbulnya favoritisme di kalangan anggota keluarga
14) Pecahnya keluarga karena konflik antara suami dengan istri yang tidak
mungkin lagi di atasi.
15) Persaingan yang sangat tajam antara anak-anak, sehingga menimbulkan
pertikaian.

3.2. Kelompok Sepermainan
Kelompok sepermainan dan peranannya belum begitu tampak pengaruhnya
pada masa kanak-kanak, walaupun dalam masa itu seorang anak sudah
mempunyai sahabat-sahabat yang terasa dekat sekali dengannya.Sahabat itu
mungkin adalah anak tetangga, teman satu kelas, anak kerabat dan seterusnya.

Persahabatna itu adakalanya diteruskan hingga pada usia remaja. Lazimnya
sahabat tersebutterdiri dari tidak lebih dari tiga orang yang sejenis.Sahabatsahabat itu memang diperlukan sebagai penyaluran berbagai aspirasi yang
memperkuat unsur-unsur kepribadian yang diperoleh dari rumah.
Sudah tentu sahabat tersebut cenderung memberikan pengaruh yang baik dan
benar.Walaupun tidak mustahil bahwa ada sahabat yang memberikan pengaruh
yang kurang baik. Sahabat yang baik dan benar akan menunjang motivasi dan
keberhasilan studi karena dengan mereka biasanya terjadi proses saling
mengisi, yang mungkin terbentuk persaingan yang sehat. Tidak jarang sahabat
yang baik merupakan unsur penggerak untuk belajar dan menyelesaikan tugastugas lainnya dengan sebaik mungkin.
Selanjutnya mungkin kelompok sahabat tersebut berkembang dengan lebih luas
karena menjadi satu dengan kelompok-kelompok sahabat lainnya.
Perkembangan lebih luas itu antara lain disebabkan karena remaja bertambah
luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

3.3. Kelompok Pendidik (Sekolah)
kelompok pendidik sebenarnya tidak hanya mencakup sekolah saja karena
sekolah hanya menyelenggarakan pendidikan formal. Namun, di dalam
makalah ini pembicaraan yang hanya akan di batasi pada kelompok pendidik
atau guru yang mengajar di sekolah, yang diharapkan menciptakan suatu
suasanaa yang sangat mendorong motivasi dan keberhasilan studi anak
didiknya.
Pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pendidikan awal seperti Taman
kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah lanjutan tingkat Pertama, peranan
guru sangat besar dan bahkan dominan.Pada taraf pendidikan formal tersebut,
guru mempunyai peranan yang cenderung mutlak di dalam membentuk dan

mengubah pola prilaku anak didik. Dengan demikian, hasil kegiatan guru
tersebut akan tampak nyata pada kadar motivasi dan keberhasilan studi pada
taraf itu, yang mempunyai pengaruh yang sangat besar pada tahap-tahap
pendidikan selanjutnya.
Keadaan berubah setelah anak (yang sudah menjadi remaja) memasuki Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas.Peranan guru di dalam mebentuk dan mengubah prilaku
anak didik, di batasi dengan peranan anak didik itu sendiri di dalam membentuk
dan mengubah perilakunya.sudah tentu bahwa guru masih tetap berperan di
dalam hal membimbing anak didiknya agar mempunyai motivasi yang besar
untuk menyelesaikan studinya dengan benar dan baik. Setidak-tidaknya itulah
yang menjadi peranan yang sangat diharapkan dari guru di Sekolah Lanjtan
Tingkat Atas.
Pada tahap ini para siswa yang terdiri dari para remaja mulai mempunyai sikap
tertentu terhadap gurunya, kepribadiannya mulai terbentuk dan menuju
kepribadian.Oleh karena itu, para remaja mulai mengkritik keadaan sekolah
yang kadang-kadang tidak memuaskan baginya.
Lazimnya kritik tersebut di lancarkan terahadap hal-hal sebagai berikut:
1)

Guru-guru terlampou tua, masih mengembangkan pavoritisme terhadap

murid-murid dan hanya melakukan tugas mengajar sebagai pekerjaan rutin
yang tidak berkembang.
2)

Kebanyaan guru tidak mau mencari penyerasian nilai dengan anak didik,

tetapi cenderung senantiasa membenarkan nilai-nilai yang di anut golongan tua.
3)

Mata pelajran yang di ajarkan kebanyakan merupakan mata pelajran

wajib sehingga tidak ada peluang untuk mengembangkan bakat.
4)

Di dalam proses belajar mengajar lebih banyak di pergunakan metode

ceramah sehingga kemungkinan mengadakan diskusi dengan guru sdikit sekali.

5)

Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk ikut serta mengelola

sekolah hampir-hampir tidak di berikan.
6)

Jarak antara guru dengan siswa di pelihara sedemikian rupa sehingga yan

lazim adalah hubungan yang dilakukan secara formal.

SUMBER


Kuntoro, Sodiq. Memahami Konsep Dasar Pendidikan dalam Rangka



Perubahan Kehidupan
A Soekanto Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT




Rajagrafindo Persada.
Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sadulloh Uyoh. 2011. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:




Alvabeta CV.
Hamzah. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Maliki Zainuddin. 2009. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah



Mada University Press
http://ainunzaky.blogspot.com/2013/04/tinjauan-sosiologis-mengenailingkungan.html