BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pelatihan untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Mengem
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif
a. Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif
Pembelajaran tematik terpadu (integratif) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga memberikan pengalaman bermakna bagi siswa (Lampiran
Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014). Pengertian pembelajaran tematik integratif dalam permendikbud ini menekankan adanya tema yang digunakan untuk mengikat mata pelajaran. Hasil integrasi dari beberapa mata pelajaran dikemas dalam satu tema sehingga memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.
Pembelajaran tematik integratif pada hakikatnya merupakan kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan materi dari beberapa mata pelajaran menggunakan suatu tema (Hajar, 2013: 21). Pengertian tersebut menegaskan bahwa jika guru ingin mengadakan kegiatan belajar mengajar, maka guru harus merancang pebelajaran berdasarkan tema-tema tertentu dari berbagai mata pelajaran.
Definisi senada dikemukakan oleh Rusman (2012: 254) bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik. Holistik bermakna bahwa pembelajaran tematik integratif akan mampu mengembangkan tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) siswa secara utuh. Bermakna berarti bahwa materi pembelajaran tematik integratif sesuai dengan alam pikir siswa. Autentik berarti bahwa pembelajaran tematik integratif yang dikembangkan mampu memberikan pengalaman nyata dan langsung kepada siswa.
Berdasarkan pengertian pembelajaran tematik integratif dari Permendikbud, Hajar, dan Rusman, penulis merangkum komponen- komponen utama pembelajaran tematik integratif yang menjadi dasar dalam penelitian R&D ini, yaitu, a) pembelajaran tematik integratif merupakan suatu pendekatan pembelajaran, b) adanya suatu tema yang digunakan untuk mengikat berbagai muatan Berdasarkan pengertian pembelajaran tematik integratif dari Permendikbud, Hajar, dan Rusman, penulis merangkum komponen- komponen utama pembelajaran tematik integratif yang menjadi dasar dalam penelitian R&D ini, yaitu, a) pembelajaran tematik integratif merupakan suatu pendekatan pembelajaran, b) adanya suatu tema yang digunakan untuk mengikat berbagai muatan
Pembelajaran tematik integratif terdiri dari beberapa komponen yaitu tujuan, bahan ajar, metode, media dan evaluasi (Ibrahim & Sukmadinata, 2010: 4). Agar tercipta sistem pembelajaran yang baik, maka seluruh komponen
harus berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang utuh. Secara lebih jelas, interaksi
tersebut
antarkomponen pembelajaran dapat di gambarkan pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Komponen-Komponen Pembelajaran
Setiap komponen berinteraksi dengan komponen yang lain sehingga terbentuk sistem Setiap komponen berinteraksi dengan komponen yang lain sehingga terbentuk sistem
dicapai dalam pembelajaran. Umumnya tujuan pembelajaran dipilah
yang
akan
yaitu tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Tujuan pembelajaran umum sifatnya masih umum, belum menggambarkan perilaku spesifik
menjadi
dua,
dicapai. Tujuan pembelajaran khusus sudah lebih spesifik dan operasional. Dalam pembelajaran tematik integratif di SD berdasarkan Kurikulum 2013, tujuan umum mencakup tujuan kurikuler yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi inti (KI) dan tujuan pembelajaran umum yang dituangkan dalam rumusan kompetensi dasar (KD). Tujuan khusus dirumuskan dalam bentuk indikator pencapaian kompetensi dasar. Tujuan umum dan tujuan khusus dalam pembelajaran tematik integratif di SD merupakan gabungan dari KD dan indikator yang diturunkan dari KI tertentu dari berbagai muatan mata pelajaran yang diintegrasikan (Permendikbud No. 22 Tahun 2016).
yang
akan
Kedua, komponen bahan ajar tematik integratif
dengan materi pembelajaran sebagai isi pokok bahasan.
berkaitan
Organisasi bahan ajar bertumpu pada tema dan subtema yang dipilih berdasarkan latar belakang dan kebutuhan pengetahuan siswa. Materi pembelajaran ranah kognitif terdiri dari lima komponen, yaitu fakta, konsep, proses, prosedur, dan prinsip (Clark & Mayer, 2008: 15). Di samping ranah kognitif, terdapat materi yang berisi nilai-nilai dan keterampilan. Materi tematik
merupakan materi interdisipliner, karena kajiannya ditinjau dari berbagai disiplin ilmu. Dalam kurikulum SD tahun 2013, materi pembelajaran tematik integratif diorganisasikan berdasarkan tema dan sub tema tertentu sebagai pengikat pembelajaran, serta disesuaikan dengan ranah KI-nya. KI-1 berisi nilai-nilai dan sikap spiritual, KI-2 nilai-nilai dan sikap sosial, KI-3 pengetahuan
integratif
keterampilan. Pengembangan
dan
KI-4
pada setiap pembelajaran (kecuali PPKn dan Agama) dikembangkan bahan ajar mencakup materi pengetahuan dan keterampilan, sedangkan untuk
materi
ranah nilai-nilai/sikap tidak dirumuskan dalam bentuk bahan ajar, melainkan merupakan dampak pengiring pembelajaran (Permendikbud No. 21 Tahun 2016).
Ketiga, komponen strategi pembelajaran. Terdapat beberapa istilah yang mempunyai makna berdekatan dengan makna strategi pembelajaran, yaitu model dan metode. Ketiga hal tersebut mempunyai hubungan hierarkis fungsional. Model pembelajaran merupakan kerangka
yang melukiskan prosedur
konseptual
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, sementara strategi dan metode pembelajaran merupakan bagian dari model tersebut (Joyoatmojo, 2011: 102). Salah satu tugas guru SD dalam merancang pembelajaran adalah memilih strategi dan metode pembelajaran yang sesuai model pembelajaran yang diikuti. Pemilihan strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, karakteristik materi, dan kondisi guru.
secara
Keempat, komponen media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu menyampaikan pesan dan informasi materi pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan. Media pembelajaran yang cocok digunakan untuk siswa SD adalah media yang bersifat konkret, sehingga siswa lebih mudah Keempat, komponen media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu menyampaikan pesan dan informasi materi pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan. Media pembelajaran yang cocok digunakan untuk siswa SD adalah media yang bersifat konkret, sehingga siswa lebih mudah
pembelajaran semestinya disesuaikan dengan karakteristik materi
media
pebelajaran yang digunakan (Permendikbud No. 22 Tahun 2016).
dan
strategi
Kelima, evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran merupakan sarana
untuk menilai kualitas pembelajaran dan internalisasi karakter serta pembentukan kompetensi siswa. Salah satu hal yang ditekankan dalam penilaian
tematik adalah penilaian autentik. Hakikat penilaian autentik adalah menilai peserta didik baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) (Kunandar, 2013:35-36). Penilaian autentik di SD, siswa diminta untuk menerapkan konsep atau teori dalam keadaan sebenarnya sesuai dengan kemampuan atau keterampilan yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan keseimbangan antara
pembelajaran
penilaian kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Model pembelajaran tematik integratif mencakup: 1) model terpisah (fragmented), yaitu model pembelajaran yang paling lemah integrasinya karena dirancang dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan saling terpisah; 2)
model keterkaitan/keterhubungan (connected) model pembelajaran di mana topik-topik
disiplin ilmu berhubungan satu sama lain; 3) model berbentuk sarang/kumpulan (nested), yaitu keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, dan kontent (contents skill) dicapai di dalam satu mata pelajaran (subject area); 4) dalam satu rangkaian
dalam
satu
yaitu model pembelajaran terpadu dimana persamaan- persamaan yang ada diajarkan secara bersamaan, meskipun termasuk ke dalam mata pelajaran yang berbeda; 5) berbentuk jaring laba-laba (webbed) yaitu pengajaran tematis, menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran; 6) dalam satu alur (treaded), yaitu model keterpaduan di mana ketrampilan- ketrampilan sosial, berpikir, berbagai jenis kecerdasan,
(sequence),
keterampilan belajar direntangkan melalui berbagai disiplin; 7) terpadu (integratif), yaitu proses pemaduan
dan dan
membentuk jejaring (networked), yaitu proses pemaduan topik yang dipelajri melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya (Robin Fogarty, 2009: 22-116).
dan
Dari ragam model pembelajaran tematik yang telah dipaparkan, model pembelajaran tematik yang paling cocok diterapkan dalam pembelajaran di SD adalah jaring laba-laba (webbed). Model ini dimulai dari menentukan tema, kemudian dikembangkan menjadi subtema dengan memperhatikan keterkaitan tema dengan mata pelajaran yang terkait. Melalui subtema tersebut diharapkan aktivitas siswa dapat berkembang secara mandiri (Mawardi dan Bambang S. Sulasmono, 2011: 96).
b. Pentingnya Pembelajaran Tematik Integratif
Pembelajaran tematik integratif merupakan
pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Pembelajaran pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Pembelajaran
integratif adalah: 1) mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu; 2) mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama; 3) memiliki
terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik; 5) lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain; 6) lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas; 7) guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan; dan 8) budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuhkembangkan dengan mengangkat
pemahaman
sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi (Kemendikbud, 2014: 16).
Secara garis besar, berdasar pada Kemendikbud (2014: 16) pembelajaran tematik integratif
untuk menjadikan pembelajaran lebih berkesan dan bermakna, sehingga memudahkan peserta didik dalam mempelajari
bertujuan
pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dari beberapa muatan pelajaran.
c. Proses Pembelajaran Tematik Integratif
Proses pembelajaran tematik integratif sepenuhnya diarahkan pada pengembangan tiga ranah yakni: ranah kognitif, affektif dan psikomotor.
ranah tersebut dikembangkan secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sikap
Ketiga
diperoleh
aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan,
melalui
menganalisis, mengevaluasi, mencipta”.
Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta” (Permendikbud nomor
22 tahun 2016). Pembelajaran
tematik integratif dilakukan
pendekatan ilmiah (scientific). Pendekatan scientific bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai
dengan
menggunakan informasi yang berasal dari mana saja, kapan saja, tidak hanya bergantung pada informasi searah dari guru. Adapun langkah-langkah pendekatan scientific meliputi: 1) mengamati, yaitu peserta didik melakukan observasi melalui membaca, mendengarkan, menyimak, melihat untuk menemukan fakta pada objek yang diamati; 2) menanya, peserta didik mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapat informasi tambahan tentang apa yang diamati; 3) menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang diobservasi; 4) mencoba, yaitu peserta didik melakukan percobaan; 5) mengolah, yaitu peserta didik mengolah informasi yang
materi
dengan
diperoleh dari percobaan secara kolaboratif; 6) menyimpulkan,
peserta didik menyimpulkan hasil
yaitu
kegiatan mengolah informasi bersama kelompok; 7) menyajikan dan mengkomunikasikan, yaitu peserta didik menyajikan dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun (Kemendikbud, 2013: 200-209).
2.1.2 Kompetensi Pedagogik Guru SD
a. Definisi Kompetensi Pedagogik Guru SD
Guru merupakan tenaga profesional yang dituntut memiliki berbagai kompetensi yang menunjang
pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik. Kompetensi guru tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Tanpa adanya kompetensi yang melekat pada guru, tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Dengan adanya kompetensi guru maka pembelajaran akan direncanakan dengan baik, dilaksanakan sesuai rancangan dan dievaluasi untuk perbaikan. Sehingga, akan membantu siswa memperoleh makna dalam pembelajaran.
mendefinisikan kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat
Syah
Agak berbeda dengan pendapat Syah, Danim (2012: 171) mendefinisikan kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang
spesifikasi
dari
penerapannya dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja. Lebih lanjut Danim menjelaskan kompetensi guru memiliki taksonomi standar meliputi standar isi, standar proses, dan standar penampilan. Standar isi meliputi muatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditunjukkan dalam pelatihan; standar proses mencakup kriteria kinerja dalam aktivitas transformasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dituntut, termasuk daya dukung fasilitatif; standar penampilan berkenaan dengan standar performansi, yaitu bagaimana guru menampilkan penguasaan pengetahuan, sikap,
serta
dan keterampilannya dalam menjalankan
sebagai guru profesional.
fungsinya
Berdasar pada Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas profesional.
Dari berbagai pandangan mengenai kompetensi guru, dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang direfleksikan kedalam kebiasaan berperilaku dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.
Lebih lanjut dalam pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru dipilah menjadi empat, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sebagai guru sekolah dasar, harus
memiliki empat kompetensi tersebut. Kompetensi pedagogik merupakan
guru dalam merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
kemampuan kemampuan
merupakan kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi yang menjadi titik fokus pada penelitian dan pengembangan ini adalah kompetensi pedagogik guru.
b. Aspek-Aspek Kompetensi Pedagogik Guru SD
Berdasarkan Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru sebagaimana tertuang dalam Lampiran Permendiknas nomor
16 tahun 2007, terdapat 10 aspek kompetensi pedagogik
1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, 2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, 3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu, 4) Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang mendidik,
Memanfaatkan teknologi Memanfaatkan teknologi
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, 7) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, 8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, 9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, dan 10) Melakukan tindakan reflektif
peserta
peningkatan kualitas pembelajaran.
untuk
c. Pentingnya Kompetensi Pedagogik Guru
Secara garis besar, kemampuan yang harus
terkait dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan merancang
dikuasai
guru
mengembangkan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sesuai rancangan,
dan
melakukan penilaian sekaligus melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran. Sunardi, Sujadi, Winarni & Suryanti (2017: 1) menyatakan bahwa sebagai guru penguasaan kompetensi pedagogik
merupakan suatu keharusan oleh karena: (1) Guru memerlukan
tersebut tersebut
untuk memiliki kemampuan yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan ajar yang diajarkan dan terampil dalam mengajarkannya; (3) Dalam proses pembelajaran, penguasaan model, strategi dan metode pembelajatran dalam
dituntut
rangka menyampaikan materi pembelajaran murupakan hal yang mutlak. Tidak dikuasainya model, strategi dan metode tersebut akan berdampak pada kegagalan guru dalam pembelajaran; (4) Pemahaman guru tentang karakteristik siswa, penguasaan terhadap teori-teori belajar dan pembelajaran sangat
diperlukan dalam merancang, melaksanakan dan menilai pembelajaran, agar dapat mengarahkan siswa berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna; (5) Guru juga harus mampu merencanakan pembelajaran, memilih media pembelajaran yang tepat, melaksanakan
proses
dan melakukan dan melakukan
Kompetensi Pedagogik Guru
d. Strategi
Mengembangkan
4 Pedoman Kegiatan Pengembangan
Buku
Keprofesian Berkelanjutan (Kemendiknas, 2010: 1) menyatakan bahwa konsekuensi dari jabatan guru sebagai profesi, diperlukan suatu sistem pembinaan dan pengembangan terhadap profesi guru secara terprogram
berkelanjutan. Pengembangan
dan
berkelanjutan (PKB) hakikatnya merupakan pengembangan kompetensi
keprofesian
seiring dengan pengembangan karier guru. Salah satu unsur PKB yang langsung berkaitan dengan pengembangan kompetensi guru adalah komponen pengembangan diri.
guru
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) dan/atau kegiatan kolektif guru. Diklat adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau latihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) dan/atau kegiatan kolektif guru. Diklat adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau latihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang
bersangkutan (Kemendiknas, 2010: 15-17). Mengacu buku panduan PKB seperti tersebut di atas, kegiatan perancangan pelatihan kurikulum 2013 menggunakan model CEM merupakan salah satu strategi dalam mengembangkan kompetensi guru, termasuk kompetensi pedagogik.
guru
yang
Kompetensi Pedagogik Guru SD
e. Indikator
Pengukuran
Sebagai tenaga profesional, konsekuensi sebagai guru profesional adalah memiliki kompetensi,
satunya kompetensi pedagogik. Dari sepuluh aspek kompetensi pedagogik guru sebagaimana dipaparkan pada bagian 2.1.2 sub b di atas, terdapat 3 aspek yang
salah
relevan terhadap pelatihan pengembangan pembelajaran tematik integratif relevan terhadap pelatihan pengembangan pembelajaran tematik integratif
1) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang yang diampu menggunakan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif;
2) menyelenggarakan kegiatan pembelajaran
mendidik; dan 3) menyelenggarakan penilaian sekaligus evaluasi proses
belajar (Lampiran
Permendiknas nomor 16 tahun 2007: 18).
Tuntutan kompetensi yang bersifat umum ini tentu akan disesuaikan dengan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, termasuk menyesuaikan dengan tuntutan kurikulum 2013 SD tematik integratif versi 2017. Dalam rangka penyesuaian tersebut, sudah
semestinya standar kompetensi pelatihan pengembangan pembelajaran tematik integratif mencakup: 1) menguasai secara luas dan mendalam hakikat pembelajaran tematik integratif yang mendukung pembelajaran tematik integratif di SD;
2) mampu mengembangkan
pembelajaran tematik integratif sesuai lingkungan sekolah.
Standar kompetensi tersebut kemudian dijabarkan menjadi kompetensi dasar dan indikator berikut:
1) memahami karakteristik model-model desain pembelajaran tematik integratif di SD, mencakup
menentukan karakteristik model-model desain pembelajaran tematik integratif; b) menentukan kelebihan dan
indikator:
a)
kelemahan model-model desain pembelajaran tematik integratif di SD; dan c) memilih model desain pembelajaran tematik integratif yang cocok diterapkan di SD.
2) Merancang jaring tema berbasis lingkungan untuk pembelajaran tematik integratif di SD, mencakup indikator: menyusun jaring tema berbasis lingkungan untuk pembelajaran tematik integratif di SD.
3) Memahami hubungan antara SKL, KI, KD, dan Silabus, dengan indikator: a) menyebutkan butir-butir SKL, KI, KD, dan Silabus; dan b) memerinci butir-butir SKL, KI, KD, dan Silabus.
4) Menganalisis SKL, KI, KD, dan Silabus serta membuat
dengan indikator mentabulasikan SKL, KI, KD dalam Silabus.
indikator,
5) Memahami karakteristik pembelajaran dengan pendekatan Saintifik, Problem Based Learning, Project Based Learning, dan Discovery Learning, dengan indikator: a) menjelaskan pengertian pembelajaran dengan pendekatan Saintifik, Problem Based Learning, Project Based Learning,
Learning; b) membedakan
dan
Discovery
pembelajaran dengan pendekatan Saintifik, Problem Based Learning, Project Based Learning, dan Discovery Learning; dan c) memilih model pembelajaran tematik sesuai dengan materi pembelajaran.
karakteristik
6) Menyusun skenario pembelajaran tematik integratif,
indikator merancang skenario
dengan
sesuai model pembelajaran yang dipilih.
pembelajaran
7) Menentukan
penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan, dengan indikator: a) menentukan kompetensi dasar pengetahuan dan keterampilan pada masing- masing semester; dan b) menentukan teknik penilaian
teknik
pengetahuan, dan keterampilan.
sikap,
8) Menyusun
penilaian sikap, pengetahuan,
instrumen
dan keterampilan dengan dan keterampilan dengan
9) Memahami prinsip penyusunan RPP, dengan indikator menelaah prinsip penyusunan RPP.
10) Merancang RPP berdasarkan kurikulum 2013 dengan indikator menyusun RPP kelas 4 SD untuk 1 (satu) kali pembelajaran dilengkapi dengan materi pembelajaran.
2.1.3 Model Pelatihan Critical Event Model (CEM)
a. Model-model Pelatihan
Seorang manajer di suatu organisasi sekolah terikat pada fungsi menajerialnya (planning, organizing, actuating, controlling) termasuk dalam mengelola sumber daya manusianya.
sumber daya manusia (guru) yang relevan dalam rangka menyambut pemberlakuan kurikulum 2013 adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan secara terus menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan
Pengelolaan
organisasi. Program pelatihan tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga lembaga atau organisasi dan hubungan manusiawi dalam kelompok kerja.
suatu
Pelatihan merupakan upaya investasi sumber daya manusia dalam sebuah lembaga.
Pelatihan sebagai proses mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu agar pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik (Mangkuprawira, 2004: 15). Pelatihan adalah aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk memberi para pembelajar pengetahuan dan keterampilan
dibutuhkan untuk pekerjaan mereka saat ini (Mondy, 2008: 256). Pelatihan adalah modifikasi perilaku sistematis melalui pembelajaran, yang terjadi sebagai hasil
yang
pengembangan pembelajaran,
dari
pendidikan,
pengalaman yang direncanakan (Armstrong, 2009: 67). Pelatihan merupakan upaya yang direncanakan oleh suatu
dan
lembaga pendidikan untuk mempermudah
pembelajaran tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan,
pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku (Noe, 2014: 351).
yang
meliputi
Mengacu pendapat Noe (2014: 351), pelatihan
upaya yang direncanakan
guru
adalah
meningkatkan penguasaan
untuk
kompetensi
guru yaitu guru yaitu
dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Tujuan pelatihan bagi karyawan secara garis besar ada 2 (dua) yaitu untuk menutup gap antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan; (2) program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan (Handoko, 2008: 103).
Pelatihan bagi guru bertujuan agar guru: (1) mampu memperbaiki kinerjanya. Guru yang memiliki
atau tidak memuaskan dapat disebabkan kurangnya pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap bidang
kinerja
kurang
(2) dapat memuthakhirkan keahliannya sejalan dengan kemajuan teknologi dan dapat menerapkannya dalam dalam pekerjaan sehari-hari; (3) membekali guru baru agar kompeten dalam pekerjaan, karena seringkali guru baru tidak menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan
pekerjaannya;
menjalankan tugas- tugasnya; (4) membantu memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam menjalankan
dalam dalam
program pelatihan hendaknya dilandasi pada kebutuhan guru; (5) mengembangkan karier guru.
sehingga
Terdapat berbagai model pelatihan yang dapat digunakan dalam mengembangkan sumber daya guru SD, tentu saja model-model tersebut disesuaikan dengan pendekatan, strategi serta materi latihan. Kamil (2003: 11-
14) merangkum berbagai model pelatihan, diantaranya adalah model latihan keterampilan kerja (Skill training for the job) yang dikembangkan oleh Louis Genci pada tahun 1966; model Training Design and Evaluation Model yang dirancang oleh Craig tahun 1976; dan Model Tujuh Langkah (The Seven-step Model) yang dikemukakan oleh Parker pada tahun 1976.
Di samping model-model tersebut, terdapat model pelatihan yang menekankan pada peristiwa-peristiwa penting yang harus dirancang oleh desainer pelatihan. Model tersebut adalah Critical Event Model (CEM) yang dikembangkan oleh Nadler (2011).
b. Model Pelatihan Critical Event Model (CEM)
The Critical Events model (CEM) merupakan model pelatihan terbuka yang
setiap eventnya selalu dievaluasi. Pada model ini tidak semua variabel bisa diidentifikasi atau ditetapkan pada saat dilakukan perancangan program pelatihannya, namun pada setiap langkahnya selalu di evaluasi dan sebagai follow up. Pada dasarnya CEM berguna untuk program pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan yang dimiliki individu. Tujuan model ini adalah menggambarkan apa yang mungkin terjadi, namun tidak dapat memprediksi produk akhir yang tepat. Nadler juga mengungkapkan keberhasilan CEM yang dibuktikan oleh siswa dan kliennya dengan menyelaraskan sebagai sebuah model. It is one with which I have had success that my student have found useful and that my client have been able to relate to so offer it as one model (Nadler, 1988: 11).
Model yang dikembangkan Nedler ini dimulai dari: 1) menentukan kebutuhan organisasi, 2) menspesifikasikan kinerja peserta
mengidentifikasi kebutuhan peserta pelatihan, 4) merumuskan tujuan pelatihan, 5) memilih kurikulum pelatihan, 6) memilih strategi pelatihan, 7) mendapatkan sumber
pelatihan,
belajar, dan 8) melaksanakan pelatihan, dan selanjutnya belajar, dan 8) melaksanakan pelatihan, dan selanjutnya
The Critical Events Model Identify the Needs of
the Organization
Conduct
Specify Job Training
Performance
ck
Obtain Instructional
Identify Resources
Fee
a m Learner Needs o
a ti lu Select Instructional Eva
Determine Strategies
Gambar 2.2. The Critical Event Model (Nadler & Nadler, 1988: 12; 2011: 15)
Secara lebih rinci, setiap langkah pada gambar 2.2 dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, Identify the needs of the organization yaitu
menentukan masalah/kebutuhan mendasar. Tahap ini merupakan pijakan awal dari langkah selanjutnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara kenyataan dan harapan adalah front-end analysis. Menurut Firdousi (2011: 113), sebelum melakukan pelatihan, diwajibkan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dalam organisasi agar tercapai tujuan yang diinginkan.
Identifikasi kebutuhan merupakan komponen kritis dan sangat penting dalam keseluruhan
pelatihan bahwa menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam mendesain program pelatihan (Dick, Carey & Carey, 2009: 23; Hariandja dan Hardiwat, 2007: 174). Hasil penelitian Kanada (2015: 158), bahwa pelatihan In-House Training secara konsisten dan berkesinambungan dapat terjamin secara kuantitas, tetapi disisi lain dibutuhkan pelatihan yang terjamin secara
proses proses
Kedua, Specify Job Performance, yaitu menspesifikasikan kinerja. Pada tahap ini diperoleh data tentang spesifikasi kinerja para peserta pelatihan. Teknik pengumpulan data dapat menggunakan kuesioner, wawancara, rapat, observasi, dan lain sebagainya.
Kinerja guru dispesifikasikan dalam bentuk Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) pelatihan yang dikembangkan dari Permendiknas nomor 16 tahun 2007. Pemetaan kompetensi ini senada dengan pandangan Hakim (2009: 243), kompetensi pedagogik merupakan suatu performansi (kemampuan) seseorang dalam bidang ilmu pendidikan. Untuk menjadi guru yang profesional harus memiliki pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan dan keterampilan
bidang profesi kependidikan. Kompetensi pedagogik atau akademik ini merujuk kepada kemampuan guru untuk mengelola proses belajar, mengajar, termasuk di dalamnya perencanaan
pada pada
sebagai individu- individu. Menurut Atwi Suparman (2012: 68) hakikat kompetensi dalam pelatihan berbasis kompetensi sebenarnya adalah tujuan umum yang hendak dicapai oleh sebuah pelatihan.
siswa
Ketiga, Identify Learner Needs, yaitu mengidentifikasi kebutuhan peserta pelatihan. Tujuan utama dari event ini adalah mengidentifikasi kebutuhan peserta pelatihan. Jika pada event sebelumnya berfokus pada kinerja peserta pelatihan, maka pada event ini berfokus pada orang yang melakukan kinerja tersebut. Teknik identifikasi kebutuhan guru menggunakan front-end analysis. Menurut Nedler
untuk mengetahui kebutuhan yang muncul dapat dilihat dari kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi faktualnya. Sejalan dengan pandangan tersebut, Mawardi (2014: 34) menguraikan
langkah-langkah untuk mengidentifikasi defisit kompetensi pedagogik dan profesional sebagai kebutuhan pelatihan dengan analisis awal-akhir (front-end analysis).
Proses front-end analysis terdiri dari: analisis kinerja
(performance analysis), analisis kebutuhan (need assessment), dan analisis pekerjaan (job analysis) untuk program pelatihan tertentu. Pengumpulan data pada event ini dapat dilakukan dengan cara rapat, wawancara, observasi, kuesioner, dan tes.
Keempat, Determine Objectives, yaitu merumuskan tujuan pelatihan. Pada tahap ini desainer mengidentifikasi elemen-elemen yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan tujuan program pelatihan dan pengalaman yang akan didapat oleh peserta pelatihan. Soetarno
(2011: 80-81) menyatakan
Joyoatmojo
indikator pelatihan sebenarnya
bahwa
merupakan tujuan pembelajaran/pelatihan
khusus yang dikembangkan dari tujuan umum pelatihan (SK dan KD). Tujuan pelatihan khusus merupakan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai oleh perserta pelatihan, sekaligus sebagai acuan dalam memilih materi, strategi dan instrumen penilaian. Tujuan pelatihan khusus yang dinyatakan dengan jelas akan menjadi
deskripsi deskripsi
Senada dengan Soetarno Joyoatmojo, perumusan tujuan pelatihan yang didasarkan pada indikator yang telah dikembangkan dari SK dan KD pelatihan ini, Mujiman (2011: 70), menyatakan bahwa tujuan pelatihan mengacu pada penguasaan terhadap kemampuan yang ditargetkan untuk dapat dikuasai pada akhir pelatihan.
Kelima, Build Curriculum, yaitu memilih kurikulum pelatihan. Event ini merupakan point utama dalam CEM, karena pada event ini desainer menentukan apa saja yang harus dipelajari serta urutan pembelajaran yang akan didapat oleh peserta pelatihan. Pemilihan materi pelatihan dapat menggunakan materi yang telah ada asalkan sesuai dengan tujuan pelatihan (Joyoatmojo, 2011: 86). Pendapat senada juga disampaikan oleh Mujiman (2011:
71) bahwa pemilihan materi ini harus disesuaikan dengan tujuan pelatihan. Lebih lanjut, Mujiman menjelaskan bahwa dalam menyusun
materi
pelatihan, perlu pelatihan, perlu
kolega untuk mendapatkan masukan. Keenam, Select Instructional Strategies, yaitu memilih strategi pelatihan. Pada event ini berisi pemilihan strategi yang berupa aktivitas instruktur dan peserta pelatihan dalam melakukan pelatihan. Pemilihan strategi pembelajaran perlu disesuaikan dengan materi pelatihan (Nadler, 2011: 164). Berbeda dengan pandangan Nadler, Mujiman (2011: 71) mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran dalam pelatihan ditentukan oleh tujuan pembelajaran, karakteristik peserta pelatihan, ketersediaan
preferensi, kemampuan instruktur,
dan sebagainya. Ketujuh, Obtain Instructional Resources, yaitu mendapatkan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran yang dimaksud dalam event ini meliputi sumber belajar fisik (ruang pelatihan, soundsystem, ATK, dll), finansial, dan sumber daya manusia (Supervisor, instruktur, pengelola, dan peserta). Hal senada juga ditegaskan oleh Mujiman (2011: 72) bahwa sumber belajar pelatihan dapat berupa dan sebagainya. Ketujuh, Obtain Instructional Resources, yaitu mendapatkan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran yang dimaksud dalam event ini meliputi sumber belajar fisik (ruang pelatihan, soundsystem, ATK, dll), finansial, dan sumber daya manusia (Supervisor, instruktur, pengelola, dan peserta). Hal senada juga ditegaskan oleh Mujiman (2011: 72) bahwa sumber belajar pelatihan dapat berupa
Kedelapan, Conduct Training, yaitu melaksanakan pelatihan. Tujuan event ini adalah untuk melakukan program pelatihan yang telah dirancang sebelumnya. Pada tahap ini, aktivitas perancang semakin berkurang dan diambil alih oleh instruktur pelatihan. Aktivitas perancang beralih menjadi pengawas proses
pelatihan meskipun kompetensi perancang tidak sama dengan kompetensi pengawas sesungguhnya. Hal ini tetap dilakukan karena setidaknya perancang mengetahui keseluruhan desain pelatihan yang dirancang. Evaluation and Feedback wajib dilakukan pada setiap event sebagai output event yang sedang berlangsung dan input pada event berikutnya (Nadler & Nadler, 1988: 12; 2011: 15).
pengembangan ini memilih model Critical Event Model (CEM), dengan pertimbangan: 1) CEM memiliki langkah-langkah prosedural, artinya tahapan demi tahapan pelaksanaan pelatihan memiliki keterkaitan logis. Output tahapan sebelumnya
Penelitian
dan
menjadi input bagi tahapan berikutnya yang berkonsekuensi menindak lanjuti tahapan sebelumnya mengarah pada keefektifan sistem pelatihan sistemik; 2) CEM memiliki langkah- langkah fungsional yang saling terkait dan saling membutuhkan; 3) CEM bersifat inovatif, sejauh penelusuran hasil penelitian tentang CEM dijurnal cetak maupun online baru ditemukan satu hasil penelitian tentang pelatihan yang menggunakan model CEM; 4) CEM dilaksanakan sesuai dengan bekal pengetahuan awal peserta pelatihan, pada hakikatnya pelatihan CEM cocok untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang sudah mempunyai pekerjaan.
Pelatihan CEM mempunyai dampak terhadap kinerja sumber daya manusia. Hal ini telah
Nadler bahwa keampuhan pelatihan CEM telah dibuktikan oleh siswa dan kliennya yang kemudian diselaraskan sebagai sebuah model. It is one with which I have had success that my student have found useful and that my client have been able to relate to so offer it as one model (Nadler, 1988: 11). Senada dengan pernyataan tersebut,
ditegaskan
oleh
Mulastin (2016) melalui penelitian dan pengembangan
dilakukan telah membuktikan keberhasilan pelatihan CEM untuk meningkatkan sumber daya manusia.
yang
c. Desain Pelatihan menggunakan CEM
Pelaksanaan suatu program tidak dapat terlepas dari suatu rancangan atau desain. Desain dapat diartikan sebagai peta jalan atau kerangka kerja sebagai pedoman bagi pelaksana program mencapai tujuan yang ditetapkan. Tanpa adanya desain, maka pelaksanaan suatu program tidak dapat mencapai
pula dalam pelaksanaan program pelatihan bagi guru mengembangkan
tujuan.
Begitu
pembelajaran tematik integratif, harus didesain sedemikian rupa agar tujuan pelatihan dapat tercapai.
Desain pelatihan merupakan proses sistematis dalam mencapai tujuan pelatihan secara
efisien melalui pengidentifikasian masalah, pengembangan strategi
efektif
dan
pelatihan, serta pengevaluasian terhadap strategi dan bahan pelatihan untuk menentukan hal-hal yang
dan
bahan bahan
Mendesain pelatihan adalah kegiatan merancang penyajian bahan pelatihan dalam bentuk lesson plan yang dapat digunakan oleh instruktur. Secara garis besar lesson plan pelatihan harus memuat topik, masalah pokok, tujuan, materi, alokasi waktu, metode, media, dan instrumen evaluasi (Mudjiman, 2011: 73).
2.1.4 Hasil Penelitian Relevan
Penelitian dan pengembangan tentang desain pelatihan CEM untuk meningkatkan kompetensi
mengembangkan pembelajaran tematik integratif ini didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut berkaitan dengan penelitian
guru guru
guru dalam mengembangkan
kompetensi
pembelajaran tematik integratif SD. Pertama, penelitian relevan terkait pelatihan guru dilakukan oleh Kazu, H. & Demiralp, D. (2016) tentang Faculty Members’ Views on the Effectiveness of Teacher Training Programs to Upskill Life-Long Learning Competence.
penelitiannya diperoleh data bahwa guru kekurangan kompetensi life-long learning seperti rasa ingin tahu, melek informasi, terbuka untuk belajar, semangat meneliti bahkan guru tidak dapat memenuhi kompetensi yang dibutuhkan oleh bidang keahliannya. Teacher Training Programs (TTP) yang dilakukan ternyata tidak sesuai untuk meningkatkan kompetensi life-long learning
Pada
akhir
memadai dalam pengembangan personal guru pra-jabatan. Hal ini disebabkan karena guru telah lulus dari fakultas pendidikan sebelum mendapatkan kompetensi life-long learning dan juga belum dapat memenuhi kompetensi yang dibutuhkan
dan
tidak tidak
diperlukan pengaturan kurikulum yang mendorong pembelajaran life-long learning. Kazu & Demiralp
bahwa
pada kagiatan pelatihan selanjutnya diharapkan program pelatihan dilengkapi dengan proyek yang berorientasi
menyarankan
memungkinkan pembelajaran berbasis reflektif dan berbasis kompetensi. Penelitian dan pengembangan ini berusaha menjawab temuan Kazu & Demiralp, dengan menyelenggarakan pelatihan dilengkapi dengan
praktik,
memungkinkan pembelajaran berbasis
praktik
dan
kompetensi yang dibutuhkan. Selain Kazu, Jalmo dan Rustaman (2010) juga melakukan penelitian pengembangan tentang
Program Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru IPA menemukan hasil berikut: 1) Program Pelatihan Guru dengan strategi Scaffolding (PPGS) merupakan program yang efektif dalam meningkatkan kompetensi peserta; 2) terdapat enam karakteristik PPGS;
3) kelemahan PPGS adalah tidak efisien waktu; dan 4) keunggulan PPGS adalah student 3) kelemahan PPGS adalah tidak efisien waktu; dan 4) keunggulan PPGS adalah student
Selanjutnya, Tuginem dan Muhyadi (2014) meneliti tentang keefektifan pelatihan penyusunan bahan ajar berbasis Lectora, menunjukkan hasil bahwa melalui program pelatihan penyusunan bahan ajar, standar kompetensi pedagogik guru terpenuhi dalam kategori sangat efektif (>22,75). Temuan ini mendukung R&D yang dilakukan oleh peneliti, bahwa melalui program pelatihan dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru secara efektif.
Yoto (2015) melakukan penelitian kajian literatur pengembangan pendidikan melalui pendidikan dan pelatihan menemukan bahwa Yoto (2015) melakukan penelitian kajian literatur pengembangan pendidikan melalui pendidikan dan pelatihan menemukan bahwa
pengetahuan dan teknologi. Melalui pelatihan, guru mampu dan terampil dalam memainkan peran di hadapan peserta didik, sehingga mutu pendidikan akan menjadi baik dan lulusannya mampu bersaing dalam mencari pekerjaan. Hasil penelitian literatur yang dilakukan oleh Yoto sangat mendukung penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh peneliti, bahwa kegiatan pelatihan guru penting dilakukan bahkan secara continew agar mengetahui kebutuhan yang
ilmu
dan bagaimana meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian Wangid,
harus
dipenuhi
Astuti (2013) menunjukkan bahwa Pelatihan Pembelajaran Tematik Integratif Bagi Guru Sekolah Dasar dapat membantu upaya pemerintah dalam memberikan pelatihan terhadap guru-guru dalam
Mustadi,
dan
implementasi kurikulum 2013. Keberhasilan penelitian tersebut dibuktikan dengan dua indikator: 1) adanya peningkatan nilai rata-rata pretes dan postes; 2) adanya implementasi kurikulum 2013. Keberhasilan penelitian tersebut dibuktikan dengan dua indikator: 1) adanya peningkatan nilai rata-rata pretes dan postes; 2) adanya
Masrukhi, Widodo, Sukestiyarno dan Raharjo (2015) melakukan R&D tentang Pengembangan Model Pelatihan PTK Berbasis Pendampingan memperoleh hasil model dan perangkat pelatihan PTK yang terdiri dari buku panduan instruktur dan peserta, model pelatihan PTK berbasis pendampingan, buku pedoman pelatihan, dan modul materi pelatihan.
dilakukan kegiatan pelatihan, peserta mampu menghasilkan produk berupa karya ilmiah laporan hasil PTK. Temuan ini mendukung R&D yang dilakukan oleh peneliti tentang pengembangan desain pelatihan CEM. Bedanya dalam penelitian yang dilakukan
Setelah
Masrukhi, Widodo, Sukestiyarno
oleh
Raharjo adalah mengembangkan model pelatihan PTK berbasis pendampingan dengan menghasilkan beberapa produk berupa buku panduan instruktur dan peserta, buku pedoman pelatihan, dan modul materi pelatihan, sedangkan pada R&D yang dilakukan peneliti adalah mengembangkan desain pelatihan menggunakan CEM dengan produk berupa silabus, RPP, dan materi pelatihan.
dan
Secara garis besar, beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan pentingnya program
guru untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Meskipun dari
pelatihan
bagi
tersebut belum ditemukan hasil penelitian tentang pelatihan bagi guru untuk meningkatkan kompetensinya dengan menggunakan desain pelatihan CEM sebagaimana yang dilakukan peneliti pada R&D ini.
kajian
relevan terkait pelatihan CEM. Penelitian R&D tentang keefektifan pelatihan penelitian bagi dosen STIKes Jawa Tengah menggunakan model integratif CEM dilakukan oleh Mulastin, Samsudi, Rusdarti (2016). Hasil penelitian menunjukankan: 1). Hasil analisis pelatihan yang ada selama ini berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan pelatihan penelitian bagi dosen masih kurang efektif dan 2). Integrated Critical Event Model (ICEM) terbukti efektif digunakan dalam pelatihan penelitian bagi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Jawa Tengah (t-hitung = 10,72> nilai t-tabel 2,101). Model pelatihan ini menyisipkan teori ICEM, yaitu sebuah konsep berkenaan dengan penentuan kebutuhan
Kedua,
penelitian
kelembagaan, spesifikasi tugas yang harus dijalankan, tujuan, kurikulum, memilih strategi pembelajaran, hingga mendapatkan sumber pembelajaran.
ICEM yang dikembangkan oleh Mulastin mempunyai kesamaan dengan model pelatihan CEM sebagaimana yang dilakukan dalam R&D ini, hanya saja pada model ICEM peneliti mengkombinasikannya
Model
pelatihan
dengan strategi mentoring sehingga program pelatihan dapat terlaksana secara efektif.
Barger (2008) melakukan penelitian literatur tentang keampuhan model pelatihan CEM. Barger menyimpulkan bahwa model CEM merupakan model terbuka, fleksibel dan dapat melibatkan
terkait dalam merancang pelatihan melalui proses evaluasi dan pemberian umpan balik (feedback). Evaluasi dan umpan balik bukan merupakan aktivitas tunggal dalam pelatihan, melainkan merupakan sebuah proses pada setiap tahap. Fleksibilitas CEM terlihat pada pertanyaan yang muncul setiap tahapan sebagai bantuan perancang untuk memutuskan tindakan selanjutnya.
pihak-pihat pihak-pihat
Ketiga,
penelitian
guru dalam mengembangkan
kompetensi
pembelajaran tematik integratif
Pujianto dan Purwaningsih (2014) melakukan R&D tentang Pelatihan Pengembangan Model Pembelajaran
SD.
Rahayu,
Tematik dan Terintegrasi ‘Webbed’ Bermuatan Kearifan Lokal bagi Guru-Guru SD untuk Meningkatkan Kompetensi Guru sebagai
Penunjang Kesiapan Implementasi Kurikulum 2013.
menghasilkan pengetahuan dan pemahaman guru-guru terhadap
Penelitian
ini
pengembangan perangkat pembelajaran tematik dan produk berupa tujuh tema pembelajaran. Temuan ini mendukung penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh peneliti, khususnya pada penggunaan model pembelajaran tematik integratif ‘Webbed’ untuk mengembangkan
pembelajaran berbasis tema. Selanjutnya, Yama dan Setiyani (2016) melakukan penelitian mengenai pengaruh pelatihan guru, kompetensi guru, dan
pemanfaatan sarana prasarana terhadap kesiapan guru dalam implementasi kurikulum 2013.
Pembuktian secara statistik Pembuktian secara statistik
Kasmad (2015) melakukan penelitian tindakan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran tematik terpadu melalui kegiatan In House Training (IHT) bagi guru kelas 1 SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan IHT, kreativitas guru dan kualitas pembelajaran tematik integratif pada kelas 1 menjadi meningkat. Tindakan yang diberikan pada kegiatan IHT ini adalah workshop tentang pembelajaran
integratif dan pembahasan
tematik
pengamatan pembelajaran tematik. Keberhasilan penelitian ini dapat dilihat dari capaian nilai guru pada pelaksanaan pembelajaran tematik melalui peer teaching. Pada siklus 1 terdapat 2 guru yang mendapat nilai C, 3 guru mendapat nilai
instrumen
B, dan 1 guru mendapat nilai A. Pada siklus 2, sudah tidak ada guru yang memperoleh nilai
C, 1 diantaranya mendapat nilai B, 5 lainnya mendapatkan nilai A. Artinya, temuan ini mendukung penelitian R&D yang dilakukan oleh peneliti, bahwa melalui sebuah treatmen pelatihan dapat meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik integratif.