Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian IPA

  IPA singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam atau sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti suatu ilmu atau pengetahuan yang mempelajari tentang gejala- gejala alam, baik benda hidup atau mati melalui metode ilmiah. Seperti yang dikemukan Wahyana 1968 (Trianto 2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Menurut Kardi dan Nur (Trianto 2010: 136), IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik mkhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Menurut Depdiknas (2006: 443), “IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa juga harus memiliki kemampuan proses penemuan (discovery ).”

  IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar. Dengan belajar

  IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

  Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:137) IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.

  Menurut Trianto (2010:138), secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003:2) adalah sebagai berikut.

  1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah. 3)

  Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi. 4)

  Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

  Dilihat dari hakikat, fungsi dan tujuannya, IPA bukan sekedar ilmu atau pengetahuan yang dipelajari tetapi perlu dikembangkan melalui berbagai metode ilmiah. Sehingga, IPA dapat membentuk watak anak lebih mencintai alam karena mereka belajar mengenai alam itu sendiri. Melalui pembelajaran IPA juga diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah serta mempersiapkan diri terhadap perkembangan jaman yang semakin maju dan canggih. Oleh karena itu, IPA perlu dipelajari dan dihayati sehingga menjadi bekal hidup dalam kehidupan di masyarakat.

  IPA membahas tentang gejala

  • – gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.

  IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan hasil dari observasi / eksperimen. Winaputra ( Usman, 2010 ) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda / makhluk hidup tetapi memerlukan kerja, cara pikir dan memecahkan masalah.

  Berdasarkan uraian diatas sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah. Sudah sangat jelas memberikan pemahaman bahwa IPA sesungguhnya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala macam fenomena yang terjadi di alam.

2.1.1.1 Ruang Lingkup IPA

  Ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pengajaran IPA diharapakan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam kehidupan sehari hari. Proses pelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajah dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan fisik, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu Pendididkan IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, menyebutkan bahwa Ruang Lingkup Pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: 1.

  Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan.

  2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.

  3. Energi dan perubahanya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

  4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda- benda langit lainnya.

2.1.1.2 Tujuan Pelajaran IPA

  Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yaitu: 1.

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  7. Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjudkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.1.3 Pembelajaran IPA di SD

  Pembelajaran itu menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru (Rusman 2012:93). Berdasarkan Kurikulum 2004, tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

  (SD) dan Madrasah Ibtidaiyyah (MI) adalah agar siswa mampu :

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

  Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut.

1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.

  3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

  4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar dan dapat bekerja sama.

  5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

  6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.

  (Depdiknas 2003, dalam Trianto 2010:143). Pada pembelajaran IPA di SD tentu berbeda dengan IPA yang ada di sekolah menengah. Oleh karena itu, harus memperhatikan metode pembelajaran yang tepat bagi siswa SD. Dari tujuan pembelajaran IPA di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan IPA adalah agar siswa mengenal, menyadari akan alam serta menjaga, melestarikan dan memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran SD haruslah berpusat pada siswa baik potensi, kebutuhan, perkembangan siswa serta menyeluruh secara berkesinambungan.

  IPA sebagai disiplin ilmu dan penerepannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting, tetapi pengajaran IPA yang bagaimana yang paling penting untuk anak

  • – anak? Oleh karena itu struktur kognitif anak
  • – anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuan, padahal mereka perlu diberikan kesempatan untuk berlatih ketramp
  • – ketrampilan proses IPA dan yang perlu memodifikasi sesuai tahap perkembangan kognitif ( Usman, 2010:5)

  Palo dan Marten ( Usman, 2010:5) menegasakan bahwa IPA tercakup juga coba – coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mebcoba lagi. IPA

  • – tidak menyediakan untuk semua masalah yang kita ajukan. Dalam IPA anak anak dan kita harus tetap bersifat skeptis sehingga kita selalu siap
memodifikasi model

  • – model yang kita punyai tentang ala mini sejalan dengan penemuan – penemuan baru yang kita daptkan.

2.1.2 Hasil Belajar

  2.1.2.1 Pengertian Belajar Pengertian belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut.

  Menurut Sudjana (Rusman, 2012:1). Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua sitiuasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu Sudjana (Rusman, 2012:1). Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan pembelajaran.

  Anthony Robbins (Trianto, 2012:15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.

  Traves (Agus Suprijono, 2013:2) belajar adalah proses menghasilkan penyesuian tingkah laku. Menurut Geoch (Agus Suprijono, 2013:2) belajar adalah perubahan perbuatan sebagai hasil latihan.

  Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proes melihat, menciptakan hubungan antara sesuatu dan menghasilkan perubahan perbuatan sebagai hasil latihan.

  Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya yang banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengakar yang berusaha emberikan ilmu pengetahuan sebanyak

  • – banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya.

  2.1.2.2 Hasil Belajar

  Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang pada suatu perolehan akibat dilakukan suatu aktivitas / proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku merupakan perolehan yang menjadi belajar (Purwanto, 2013:45) . dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perolehan akibat perubahan perilaku individu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Menurut Rusman (2012:123) mendefinisikan hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa. Hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan pengajaran Gronlund (Purwanto, 2013:45)

  Hasil belajar adalah pola

  • – pola perbuatan, nilai – nilai, pengertian – pengertian, sikap
  • – sikap, apresiasi dan ketrampilan – ketrampilan (Agus Suprijono, 2013:5).

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir yang diperoleh seseorang dari proses kegiatan belajar dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai hasil belajar dengan menggunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai.

  Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

2.1.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapat pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2003) faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern meliputi faktor jasmaniah, psikologis dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.

  a.

  Faktor Intern, ada tiga faktor yaitu: 1.

  Faktor jasmaniah, meliputi

  a) Kesehatan: proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya.

  b) Cacat tubuh: sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Keadaan cacat tubuh akan mempengaruhi belajar, siswa yang cacat belajarnyapun terganggu.

2. Faktor psikologi

  Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan 3. Faktor kelelahan

  Kelelahan pada seseorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis).

  b.

  Faktor Ekstern, ada tiga faktor yaitu: 1.

  Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.

  Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

3. Faktor Masyarakat

  Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat.pada uraian berikut ini penulis membahas tentang kegiatan siswa dalam masyarakat, dibahas tentang kegiatan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar.

  Sependapat dengan Slameto menurut Munadi (2008, dalam Rusman 2012:124), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu :

  1. Faktor internal yang meliputi faktor fisiologis (kesehatan jasmani, keadaan fisik) dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif dan daya nalar siswa).

  2. Faktor eksternal yang meliputi faktor lingkungan (lingkungan fisik dan lingkungan sosial) dan faktor instrumental (kurikulum, sarana belajar mengajar dan guru).

  A

  da dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar meliputi jasmaniah, psikologis dan kelelahan dan faktor ekstern yaitu faktor luar dari individu atau lingkungan meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor-faktor tersebut akan sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa, dan untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan memuaskan maka siswa perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut. Untuk dapat meningkatkan hasil belajarnya siswa harus kebiasaan belajar yang baik. Begitu juga untuk guru juga harus menciptakan iklim belajar yang nyaman dan menyenangkan. Guru tidak hanya memperhatikan hasil belajar siswa saja, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.1.3 Cooperative Learning

  Cooperative Learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa

  belajar dalam kelompok dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Ada beberapa pendapat tentang pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) yang ditemukan oleh para ahli pendidikan antara lain sebagai berikut.

  Pembelajaran Cooperative adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk

  • – bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Agus Suprijono, 2013:54)

  Davidson dan Warsham (Isjoni, 2012:27) mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.

  Nurulhayati (Rusman, 2011:203) mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompok saling bekerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.

  Pendekatan kelompok diharapkan dapat metumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egoisme dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu yang kekurangan. Sebaliknya yang kekurangan dengan rela hati mau mau belajar dari yang berlebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan yang positifpun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Inilah yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif, kreatif dan mandiri.

  Dalam model pembelajaran kooperatif, terdapat beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif: a.

  Setiap anggota memiliki peran.

  b.

  Terjadi hubungan interaksi langsung antara siswa.

  c.

  Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya.

  d.

  Guru membantu ketrampilan-ketrampilan interpersonal kelompok.

  e.

  Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlakukan.

  Menurut Roger dan David Johnson (Rusman 2011: 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning ), yaitu sebagai berikut.

  1. Prinsip ketergantungan positif (positiv interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

  2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas

  3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

  4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

  5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

  Menurut Johnson dan Sutton (Trianto 2011: 60), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:

  1. Pertama, saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil erhadap suksesnya kelompok.

  2. Kedua, interaksi antara siswa yang semakian meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara ilmiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok memengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interkasi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam tukar menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

  3. Ketiga, Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dala belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalah hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

  4. Keempat, Ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut ketramilan khusus.

5. Kelima, Proses kelompok. Belajar koopertaif tidak akan berlangsung

  mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

2.1.4 Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Learning Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.

  Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga ada unsur kerja sama uantuk menguasai materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari Cooperative Learning.

  Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu : 1) Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. 2) Perspektif sosisal artinya melalui koooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar. 3) Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berfikir mengolah berbagai informasi Sanjaya (Rusman, 2012:207). Menurut Rusman (2012:207), karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu:

  1. Pembelajaran secara tim.

  2. Didasarkan pada manajemen kooperatif.

  3. Kemampuan untuk bekerja sama.

  4. Keterampilan bekerja sama. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja sama dalam situasi pembelajaran didorong dan dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengorganisasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam pembelajaran kooperatif , dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama.

  Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

  Tahap 4

  Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

  Tahap 6

  Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

  Tahap 5 Evaluasi.

  Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

  Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

  Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Cooperative Learning

  Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar.

  Tahap 3

  Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

  Tahap 2 Menyajikan informasi.

  Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

  Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

  Tahap Kegiatan Guru Tahap 1

  (Rusman, 2011)

2.1.5 Tipe STAD

  Model pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menurut Slavin (Rusman 2011:213) model STAD (Student Teams Achievement Devision) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

  Student Team Achievement Division (STAD) Model pembelajaran STAD menempatkan siswa dalam timbelajar beranggota4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku Trianto (2010:73)

  STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat sampai lima yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran, dan kemudian siswa-siswa di dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bias menguasai pelajaran itu. Akhirnya, semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak bias saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang sebelumnya, dan nilai rata-rata itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka yang sebelumnya. Nilai-nilai ini kemudian dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok, dan kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang lainnya.

  Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai ketrampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajarai pelajaran. Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain: a.

  Mempersiapkam perangkat pembelajaran Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pembelajaran (RP), Buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembarjawabannya.

  b.

  Membentuk kelompok kooperatif Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu mmemerhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.

  c.

  Menentukan skor awal Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing- masing individu dapat dijadikan skor awal.

  d.

  Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.

  e.

  Kerja kelompok Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok. Siswa dan kelompok dengan bantuan tim STAD mengerjakan permasalahan dengan bersumber pada buku-buku teks, ceramah guru, penampilan gambar-gambar, tayangan video dan sebagainya. Dalam belajar bekerja sama ini mereka saling pengetahuannya, karena dorongan teman sebaya. Berkat bantuan tim STAD yang menguasai materi pelajaran, maka belajar bekerja sama memecahkan permasalahan itu akan lancar dan mencapai hasil yang optimal. Kebenaran hasil belajar bekerja sama itu nanti akan disutujui oleh guru. Secara garis besar model metode ini terdiri dari 6 langkah, yaitu : 1.

  Penyampaian tujuan dan motivasi. Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

  2. Pembagian kelompok. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender atau jenis kelamin, ras atau etnik.

  3. Presentasi dari guru. Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang ketrampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.

  4. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim). Siswa belajar dalam kelompok yang dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

  5. Kuis (evaluasi). Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara agar siswa secara individual bertanggung jawa kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal.

  6. Penghargaan prestasi tim. Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut.

  a) Menghitung skor Individu. Untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2.2 Penghitungan Perkembangan Skor Individu

  No. Nilai Tes Skor Perkembangan 1.

  2.

  3.

  4.

  5. Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar.

  10 sampai 1 poin dibawah skor dasar. Skor 0 sampai 10 poin diatas skor dasar. Lebih dari 10 poin di atas skor dasar. Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)

  0 poin 10 poin 20 poin 30 poin 30 poin

  (Trianto, 2012)

  b) Menghitung Skor Kelompok. Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel berikut

  • Tim yang baik (good team) Tim yang baik sekali (great team) Tim yang istimewa (super team)

  c) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok. Setelah masing- masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).

  3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memerlukan waktu yang lama sehingga target pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi.

  1. Pembelajaran kooperatif tipe STAD bukanlah obat yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil.

  Menurut Soewarso (Ricky, 2010:34) kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

  yang dilakukan masih dekat dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dalam langkah

  

Learning yang cukup sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran

  Berdasarkan tinjauan tentang Cooperative Learning tipe STAD ini menunjukkan bahwa Cooperative Learning tipe STAD merupakan tipe Cooperative

  (Trianto, 2012)

  0 ≤ N ≤ 5 6 ≤ N ≤ 15 16 ≤ N ≤ 20 21 ≤ N ≤ 30

  4.

  3.

  2.

  No Rata-rata Skor Kualifikasi 1.

Tabel 2.3 Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok

  • – langkah Cooperative Learning tipe STAD, yaitu adanya penyajian informasi atau materi pelajaran. Perbedaan model ini dengan pembelajaran konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan pada kelompok.

2. Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir tidak dapat berlatih belajar mandiri.

  4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat.

  5. Penilaian terhadap individu, kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya. Meskipun banyak kelemahan yang timbul, menurut Soewarso (Ricky,

  2010:34) pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki keuntungan, yaitu: 1.

  Pelajaran kooperatif tipe STAD membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas.

  2. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.

  3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menjadikan siswa mampu belajara berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama.

  4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.

  5. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.

  6. Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuannya.

  7. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor siswa dalam belajar bekerja sama.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Slavin dalam Shlomo (2012), tujuan utama dari kelompok belajar siswa adalah mempercepat pemahaman semua siswa. Metode kelompok belajar siswa sudah banyak dievaluasi dan secara konsisten dinyatakan efektif berdasarkan penelitian yang diawasi dengan baik di sekolah-sekolah umum reguler.

  P enelitian yang dilakukan oleh Nofitasari yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Mata Pelajaran IPA Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semeste r 2 Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menunjukan pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 67,22 sedangkan kelompok eksperimen 76.

  Berdasarkan hasil analisis uji beda nilai rata-rata posttest kelompok kontrol dan eksperimen menunjukkan nilai sig (2-tailed) sebesar 0,002 < 0,05 atau berdasarkan kriteria pengujian

  • –t hitung < -t tabel (-3,315 < -1,688), maka Ho ditolak, berarti ada perbedaan yang signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan nilai posttest kelas eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar secara positif dan signifikan pada siswa kelas 4 SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang tahun 2012/2013.

  P enelitian yang dilakukan oleh Katalina yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Siswa Kelas V SD Negeri Kecandran 01 Gugus Gajahmada Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012

  ”. Hasil penelitian menunjukan setelah dilaksanakan analis data hasil dari uji t-tes diketahui nilai t adalah 7,745 dengan probabilitas signifikan 0.00<0,05, maka terdapat perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran menggunakan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran konvensional. Perbedaaan rata-rata berkisar antara 9,39755 sampai 16,00816 dengan perbedaan rata-rata 12,70286 Dilihat skor rata-rata hitung prestasi belajar, siswa yang pembelajarannya menggunakan Model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai skor rata rata 10,04. Sedangkan pembelajarannya menggunakan metode konvensional mempunyai rata-rata hitung 04,81. Hasil penelitian ini menyatakan adanya pengaruh yang Konvensional, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) kelas V SDN Kecandran 01 Gugus Gajahmada Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

  P enelitian yang dilakukan oleh Suryani Lilik yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Students Team Achievement Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar IPA Bagi Siswa Kelas IV SD N Tanggung Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2011/2012

  ”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mean dari hasil belajar kelas eksperimen adalah 9,11 dan mean kelompok kontrol adalah 7,50. Selisih mean kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 1,61. Hasil perhitungan diperoleh signfikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05) dan besar t hitung (-15,44) kurang dari t tabel (-2,009). Karena signifikansi kurang dari 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel maka hipotesis diterima, artnya terbukti ada pngruh model pembelajaran STAD terhadap hasil belajar IPA bagi siswa kelas IV SD N Tanggung.

  Hasil penelitian diatas kebanyakan masih menggunakan media gambar saja sehingga masih monoton dan siswa merasa jenuh, sedangkan penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian yang dilakukan diatas, karena peneliti ini menggunakan alat peraga visual dan praktikum sehingga pembelajarnnya akan menarik bagi siswa karena dengan praktikum siswa akan lebih aktif serta kreatif dalam penelitian ini tidak menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran.

2.3 Kerangka Pikir

  Kebanyakan guru masih menerapkan pembelajaran konvensional dalam mengajar IPA. Dalam pembelajaran, guru menggunakan metode ceramah saja, siswa menjadi pasif dalam pembelajaran. Guru menjadi sangat aktif dan siswa menjadi penonton dalam kegitan pembelajaran. Siswa tidak dilibatkan untuk berinteraksi dengan temannya dalam proses belajar mengajar, tetapi siswa dituntut hanya terlibat dengan orang lain yang ada di sekitarnya, dalam memecahkan sebuah masalah belajar yang dihadapinya.

  Dengan menggunakan Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan minat belajar pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar tidak hanya monoton secara individu saja, tetapi siswa belajar secara interaksi dengan cara mengelompok dan melakukan beberapa interaksi antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian pemahaman terhadap materi pelajaran dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun menjadi optimal.

  Berikut bagan kerangka berfikir Pengaruh Model Cooperative Learning tipe STAD Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2014/2015.

  Pembelajaran

  Post Test Kelas

  Pre Test menggunakan pembelajaran

  Kontrol konvensional ceramah

  Uji beda hasil posttest apakah ada signifikan dengan penggunaan

  Cooperative Learning tipe STAD

  Pembelajaran Kelas menggunakan

  Pre Test Post Test

  Cooperative

  Eksperimen tipe

  Learning

  STAD

  

Bagan : 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan :

  

H : Tidak ada pengaruh Model Cooperative Learning tipe STAD terhadap hasil

  belajar IPA siswa kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.

  H

1 : Ada pengaruh Model Cooperative Learning tipe STAD terhadap hasil belajar

  IPA siswa kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Berbantuan Power Point Siswa Kelas 5 SD Negeri Susukan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/2015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Berbantuan Power Point Siswa Kelas 5 SD Negeri Susukan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/2015

0 0 91

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Management User pada Hotspot dengan Menggunakan Radius di Kampus secara Umum

0 0 36

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten S

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/201

0 0 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajar

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang Kabupat

0 0 36

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS V SDN NGAJARAN 02 KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN AJARAN 20142015

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/201

0 0 65

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 3 SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Ta

0 0 7