BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 F.nucleatum sebagai salah satu bakteri yang terdapat pada infeksi endodonti - Efek Antibakteri Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Sebagai Perancah Dengan Ekstrak Batang Kemuning Terhadap Fusobacterium Nucleatum Sebagai Alternatif B
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 F.nucleatum sebagai salah satu bakteri yang terdapat pada infeksi endodonti
Fusobacterium merupakan salah satu genus yang ditemukan oleh Knorr
(1922) yang merupakan basil anaerob gram negatif yang ditemukan dalam rongga
15,16
mulut, baik dalam keadaan normal maupun sakit. Berdasarkan morfologinya,
Fusobacterium terbagi atas tiga spesies, diantaranya F.nucleatum, Fusobacterium
15
polymorphum, dan Fusobacterium plauti-vincentii . Perbedaan karakter dari
F.nucleatum dibagi menjadi beberapa subspesies, diantaranya subspesies nucleatum,
16,17,18
vincentii, polymorphum, fusiforme, dan animalis. Subspesies nucleatum dan
18 vincentii dipercaya berkaitan dengan penyakit periodontal.
F.nucleatum merupakan salah satu spesies dari genus Fusobacterium, yang
berasal dari famili Bacteroidaceae. Gambaran morfologi F.nucleatum memiliki panjang antara 5-10 µm dengan kedua ujungnya yang tajam. Bakteri ini masuk ke dalam kelompok bakteri anaerob namun masih bisa tumbuh sampai kadar oksigen hingga 6%. Selain itu, F.nucleatum merupakan bakteri gram negatif yang tidak dapat
17 membentuk spora dan tidak bergerak.
F.nucleatum merupakan salah satu spesies bakteri yang paling sering dijumpai
pada plak subgingival baik dalam keadaan aktif maupun inaktif dari gingivitis
18
maupun periodontitis. Bakteri anaerob gram negatif ini juga menunjukkan beberapa aktivitas biologis yang berhubungan dengan etiologi inflamasi gingiva dan penyakit mulut, dan organisme ini memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam berbagai
19
koagregasi. Selain periodontitis, F.nucleatum juga berperan dalam terjadinya infeksi
20 seperti sinusitis, osteomilitis, dan abses pada otak maupun pada paru-paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sundqvist (1992), Boldstad et al. (1996), Dahlén dan Möller (1992) dan Moraes et al.(2002), menyatakan bahwa
F.nucleatum merupakan salah satu bakteri yang paling umum diisolasi dari infeksi
5,14endodontik. Hal ini juga didukung oleh penelitian oleh Guimarães et al.(2012), yang menunjukkan bahwa F.nucleatum adalah bakteri anaerob yang paling banyak ditemukan dari gigi dengan nekrosis pulpa sebanyak 67% yang dijumpai 11 spesimen
21 dari 16 sampel.
Gambar 1. (A) Fusobacterium nucleatum dilihat melalui mikroskop elektron, (B dan
C) melalui mikroskop elektron terlihat Outer membran (OM), Periplasmik (P) dan 17 Cell membrane (CM) Fusobacterium memerlukan suatu media yang baik dalam pertumbuhannya
dan biasanya dapat tumbuh dengan subur di dalam media yang mengandung
trypticase, peptone, dan ekstrak ragi. F.nucleatum merupakan salah satu spesies
bakteri nonspora yang menggunakan asam amino dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi dan beberapa strain F.nucleatum memerlukan peptida untuk proses pertumbuhannya. F.nucleatum juga memerlukan glukosa untuk membandingkannya dengan spesies lainnya dan dalam pertumbuhannya, bakteri ini tidak menggunakan glukosa sebagai sumber energi utamanya. Oleh karena itu,
F.nucleatum memerlukan glukosa untuk proses biosintesis molekul intraselular dan
17,19 bukan untuk metabolisme energi.F.nucleatum memiliki karakteristik membran luar bakteri gram negatif.
Pelindung sel terdiri atas lapisan luar dan lapisan dalam (sitoplasma) yang dipisahkan oleh ruang periplasma yang terdiri atas lapisan peptidoglikan. Pada umumnya, lapisan dalam bakteri gram negatif mengandung lapisan fosfolipid simetris dengan kadar fosfolipid dan protein dalam jumlah yang sama. Lapisan luar membran berfungsi sebagai penyaring molekul dan merupakan membran asimetris yang terdiri atas fosfolipid, lipopolisakarida (LPS), lipoprotein, dan protein. Sepertiga dari massa
17
lapisan luar Fusobacterium adalah protein.F.nucleatum berperan dalam desulfurasi sistein dan methionin sehingga
17 menghasilkan ammonia, hydrogen sulfida, asam butirat dan methyl mercapthan.
Kemampuan patogenesis F.nucleatum tidak hanya sebagai bakteri tunggal namun dapat dikaitkan dengan keberadaan bakteri lain. Adanya interaksi F.nucleatum dengan jenis bakteri lain berhubungan dengan beberapa hal, diantaranya adalah kemampuan mengumpulkan glukosa dalam bentuk glukan intraseluler yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Apabila jumlah glukosa berkurang, maka glukosa yang ada dapat dieksresikan dari sel bakteri. Hal ini memungkinkan bakteri lain mendekati permukaan F.nucleatum dan selanjutnya berikatan dengan dinding selnya
17,19 (Kolenbrander et al., 1992).
Kemampuan koagregasi F.nucleatum dengan Candida albicans terjadi melalui ikatan protein permukaan sel bakteri dengan residu karbohidrat pada permukaan Candida albicans (Bagg., 1986). Selain itu, F.nucleatum mampu berkoagregasi dengan P.gingivalis karena adanya ikatan karbohidrat yaitu galaktosa pada permukaan P.gingivalis dan protein lapisan luar pada F.nucleatum. (Kinder et
17
., 1983)
al
2.2 Bahan medikamen saluran akar
Penggunaan bahan medikamen merupakan bagian integral dalam perawatan saluran akar dan dianggap penting terhadap keberhasilan perawatan karena irigasi dan preparasi biomekanikal tidak dapat mengeliminasi seluruh mikroorganisme yang ada
1,3
di dalam saluran akar. Namun, pernah dianggap bahwa keberhasilan perawatan, baik untuk jangka pendek maupun panjang, bergantung pada bahan medikamen yang
1 digunakan dalam saluran akar. Dalam mengeliminasi jumlah mikroorganisme di dalam saluran akar diperlukan bahan medikamen, seperti fenol, seperti formocresol, camphorated
monoparachlorophenol (CMCP), metacresyl acetate, eugenol dan thymol. Adapun
kelompok lain yang juga biasa digunakan adalah aldehid, halida, steroid, kalsium
1,3 hidroksida, antibiotik, dan kombinasi.
Penggunaan bahan medikamen fenol dan aldehid mampu mengeliminasi mikroorganisme dengan efektif, namun kedua bahan ini juga bersifat toksik. Selain itu, penggunaan fenol maupun aldehid tidak efektif dalam mengatasi nyeri.
Salah satu bahan medikamen yang sering digunakan adalah kalsium hidroksida (Ca(OH)
2 ), yang menjadi gold standard dalam perawatan endodonti
hingga saat ini. Kalsium hidroksida tersedia dalam berbagai bentuk, kombinasi, dan
1,2
senyawa komersial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ferreira et al (2002) menunjukkan adanya sifat antibakteri kalsium hidroksida terhadap beberapa bakteri anaerob, diantaranya F.nucleatum, Provotella nigrescens, Clostridium perfringens,
13
dan Bacteroides fragilis. Pada penelitian sebelumnya, kalsium hidroksida memiliki efek antibakteri terhadap Enterococcus faecalis pada studi in vitro. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rathke et al (2012) yang menunjukkan bahwa bahan medikamen kalsium hidroksida memiliki efek antibakteri terhadap F.nucleatum dan
4 Parvimonas micra . Meskipun bahan ini memiliki sifat antimikroba yang baik, namun
kalsium hidroksida ini juga memiliki efek terhadap jaringan yang perlu
1 dipertimbangkan.
2.3 Kitosan sebagai antibakterial
Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat kitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat
22 pertumbuhan bakteri. Keutamaan kitosan adalah bersifat biodegradable dan biocompatible (Maachou et al. 2008). Saraswaty et al. (2001) menambahkan bahwa kitosan juga memiliki biodegradabilitas, fleksibilitas dan ketahanan terhadap panas yang tinggi karena ikatan intramolekul hidrogen yang terbentuk antara gugus hidroksil dan 23 amino.
Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi adalah molekul kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri kemudian teradsorpsi membentuk suatu lapisan (layer) yang menghambat saluran transportasi sel bakteri sehingga mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel bakteri tersebut. Secara kimiawi, proses pelarutan cukup aman karena dapat dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) sehingga
22 membentuk larutan kitosan homogen yang relatif aman.
Penelitian menyatakan bahwa kitosan memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Pada penelitian yang dilakukan El-Ghaouth et al. menunjukkan terdapat kemampuan aksi antibakterial kitosan dan derivatnya. Pada penelitian tersebut pula dikemukakan bahwa kitosan bereaksi dengan permukaan sel, mengubah permeabilitas sel, dan mencegah kebocoran material. Menurut Chen et al (2002), antibakteri kitosan lebih efektif terhadap bakteri gram negatif daripada bakteri gram positif. Hal ini juga didukung oleh penelitian Chung et al b(2004) yang menyatakan bahwa penyerapan kitosan oleh bakteri gram negatif lebih besar dari bakteri gram positif. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa penyerapan kitosan juga berhubungan dengan lingkungan sekitar, yaitu nilai pH dan derajat deasetilisasi. Pernyataan tersebut terbukti dengan suasana yang lebih asam (pH 4) dan derajat asetilisasi yang tinggi (95%), kitosan akan bermuatan lebih positif dan lebih
- mudah mengangkut gugus amino (NH
3 ) yang akan mempermudah penyerapan
bakteri terhadap kitosan dibandingkan dengan suasana pH yang kurang asam (pH 5)
24 dan derajat deasetilisasi yang rendah (75%). Kombinasi kitosan dan chitooligosaccharide menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap Escherihia coli, Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kombinasi kitosan dan kopolimer memiliki aktivitas antibakteri terhadap Candida albicans,
25 Trichophyton rubrum, dan Trichophyton violaceum.
2.3.1 Aplikasi kitosan di bidang kedokteran gigi
Kitosan memiliki kualitas kimia dan biologi yang sangat baik dan dapat
26
digunakan secara luas dibidang industri mupun bidang kesehatan. Kitosan dapat dimanfaatkan di berbagai bidang, seperti biokimia, obat-obatan atau farmakologi, pangan dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah, industri kertas,
22
tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya. Kitosan dianggap sebagai polisakarida yang potensial karena memiliki gugus amino bebas yang berperan sebagi polikation, cheleating agent, dan sebagai bahan dispersi apabila telah dilarutkan
26 terlebih dahulu dalam pelarut asetat.
Dalam bidang kesehatan, kitosan dapat berupa serat, membran, spons, atau hidrogel dan digunakan sebagai desinfektan seperti, pembalutan luka, ortopedi, rekayasa jaringan, penghantaran obat dan hemodialisis. Bahan pembalutan luka yang ideal harus mampu menyerap cairan yang berasal dari permukaan luka, memungkinkan terjadinya penguapan pada tingkat tertentu, dan meminimalkan adanya mikroba. Polisakarida seperti kitosan dalam bentuk hidrogel telah dipertimbangkan keuntungannya dalam aplikasinya sebagai bahan pembalutan luka
27 (Chen et al., 2005).
Aplikasi kitosan di bidang kedokteran gigi dapat berpotensi dalam proses differensisasi sel osteoprogenitor dan dapat memfasilitasi pembentukan tulang (Lee
et al., 2000a). Sebagai faktor pertumbuhan, khususnya sel T yang dapat
meningkatkan regenerasi periodontal apabila digabungkan dengan bahan yang bersifat biodegradasi sehingga mampu membentuk konsentrasi terapeutik selama
28
proses reaksinya(Lee et al., 2000b). Selain itu, kitosan juga telah digunakan pada kasus periodontitis untuk mengurangi tingkat kegoyangan gigi, kedalaman poket dan
12,25 regenerasi jaringan periodontal.
2.3.2 Kitosan blangkas (Tachypleus gigas) sebagai bahan medikamen saluran akar
Pemakaian bahan alami merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengeliminasi mikroorganisme dari saluran akar. Saat ini telah dilakukan beberapa penelitian tentang kitosan blangkas sebagai salah satu bahan medikamen yang berasal dari alam, kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki sifat antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi. Kitosan banyak digunakan karena
3 memiliki sifat biokompatibilitas, biodegradasi yang baik , dan tidak bersifat toksik.
Penelitian yang dilakukan oleh Trimurni (2007) yang melakukan penelitian efektivitas kitosan blangkas sebagai bahan kaping pulpa melalui pemeriksaan immunohistokimia dari sampel pulpa terbuka gigi tikus menunjukkan bahwa bahan tersebut bersifat biokompatibel dan dapat merangsang bioaktivitas sel-sel pulpa gigi untuk membentuk dentin reparatif yang ditandai dengan meningkatnya ekspresi
12 fosfatase alkali.
Penelitian yang dilakukan oleh Banurea dan Trimurni (2008) menunjukkan bahwa bahan coba kitosan bermolekul tinggi yaitu kitosan blangkas dan kitosan
7 komersial memiliki efek antibakteri terhadap F.nucleatum dengan konsentrasi 10%.
Hal ini didukung oleh penelitian Fania dan Trimurni yang membandingkan efektivitas kitosan blangkas bermolekul tinggi yang diaplikasikan dengan pelarut gliserin dan VCO (Virgin Coconut Oil) menunjukkan bahwa hanya kitosan blangkas pada konsentrasi 1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin yang memiliki daya hambat
8
terhadap bakteri F.nucleatum. Pada penelitian yang dilakukan oleh Trimurni dan Tika menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin, maka semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dan nilai kadar hambat larutan kitosan blangkas
3 dengan pelarut gliserin adalah 0,006%.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kitosan dan zinc oxide nanopartikel dalam mengeliminasi bakteri pada perawatan saluran akar memiliki hasil yang
29
positif. Penelitian yang dilakukan Nurdin D (2013), menyatakan bahwa mikrokapsul silika yang mengandung 2% khlorheksidine aktif yang dilapisi sodium alginate dan
30 kitosan juga dapat digunakan sebagai bahan medikamen saluran akar.
2.4 Ekstrak Batang Kemuning
Para peneliti sudah banyak menggunakan tanaman kemuning (Murraya paniculata (L) Jack ) sebagai bahan penelitian karena memiliki khasiat dan fungsi. Tanaman kemuning berasal dari dataran India, Asia Selatan. Di Indonesia, kemuning tumbuh liar di semak belukar, tepi hutan, dan belakangan ini sering dijadikan sebagai
10
tanaman hias dan tanaman pagar. Tumbuhan kemuning tumbuh kira-kira sampai setinggi 400 m di atas permukaan laut. Tumbuhan yang termasuk suku Rutaceae ini, merupakan perdu atau pohon kecil yang bercabang banyak, tinggi 3
- – 8 m, batangnya keras, beralur, tidak berduri. Daunnya merupakan daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3
- – 9, yang tumbuh berseling, bentuk bundar telur sungsang,
- – dengan ujung dan pangkal daun meruncing, tepi rata atau agak beringgit, panjang 2 7 cm, lebar 1 – 3 cm, permukaan licin dan mengkilat. Panjang tangkai daun 3 – 4 mm. Daun bila diremas tidak berbau. Bunganya bunga majemuk 1
- – 8, warnanya putih, wangi keluar dari ujung batang atau ketiak daun. Buahnya buni berdaging, bulat telur atau bulat memanjang, lebar, merah mengkilat, panjang 8 – 12 mm, berbiji dua. Bagian tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat adalah daun, buah dan
31 kulit.
10 Gambar 2. Tanaman kemuning Tumbuhan ini dikenal dengan beberapa nama daerah, di Sumatera: Kemuning, kamunieng, di Jawa: kamuning, kamoneng, kemuning, Nusa tenggara: kajeni, kemuning, kamuni, kahabar, karizi, Sulawesi: kemuning, kamuni, kayu gading,
31 kamoni, kamuning, palopo, Maluku: esehi, fanasa, kamoni, kamone.
Tanaman kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) berkhasiat sebagai pemati rasa (anastesia), penenang (sedatif), antiradang, dan antitiroid. Bagian yang sering dijadikan sebagai bahan obat adalah daun, ranting, kulit batang, dan akar. Daun dan rantingnya dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi, mengatasi lemak tubuh yang berlebihan, infeksi saluran urin, dan menghaluskan kulit. Akarnya berguna untuk mengatasi memar akibat benturan atau pukulan, nyeri rematik, keseleo, dan digigit ular berbisa atau serangga. Sementara kulit batang dapat digunakan untuk mengatasi
10
sakit gigi, nyeri akibat luka terbuka di kulit, ataupun ulkus. Trimurni, dkk (1999) berhasil menunjukkan senyawa aktif batang kemuning bersifat biokompatibel. Trimurni et al (2000) juga berhasil menunjukkan bahwa senyawa aktif batang kemuning dapat meredakan nyeri interdental. Hal tersebut didukung juga dengan penelitian Steven dan Trimurni (2008) yang membandingkan kadar hambat minimum (KHM) ekstrak batang kemuning dan ekstrak siwak menunjukkan bahwa pada ekstrak batang kemuning 7.5% yang memiliki daya hambat terbesar terhadap
11 F.nucleatum.
2.5 Bahan Perancah (Scaffold)
Salah satu biomaterial yang diperlukan untuk memudahkan dalam pemanipulasian ke dalam saluran akar adalah bahan perancah. Kesesuaian bahan perancah tergantung pada sifat kimia dan fisikanya, seperti struktur geometrik. Biomaterial yang memiliki potensi terhadap aplikasi klinis harus menghasilkan kondisi yang optimal terhadap adhesi, migrasi, proliferasi dan differensiasi sel-sel dari jaringan disekitarnya, atau dari sel-sel yang ditanamkan dalam bahan perancah
9,32
untuk membentuk jaringan yang diinginkan. Ada beberapa kondisi yang harus dimiliki oleh biomaterial di dalam aplikasi klinis, seperti biokompatibel, tidak beracun, bioaktif, memiliki kemampuan untuk penyerapan, dan faktor biomekanikal
9 seperti tarikan, tekanan, dan kelenturan.
Gambar 3. Kombinasi tiga elemen yang memungkinkan terjadinya regenerasi
12
jaringan atau organ Aplikasi bahan perancah pada jaringan bertujuan agar mampu mendukung pembentukan jaringan suatu lingkungan mikro dengan struktur tiga dimensi yang mempunyai sifat fisikokimia dan biologis menunjang bagi migrasi, perlekatan, proliferasi dan diferensiasi sel-sel dari jaringan sekitarnya, atau dari sel-sel yang ditanamkan dalam porus bahan perancah untuk membentuk jaringan yang
12 diinginkan.
2.5.1 Penggunaan Kitosan sebagai Perancah bila dikembangkan dengan bahan lain
Kitosan merupakan polisakarida alam yang memiliki sifat biodegradability dan biocompability. Hal ini yang menarik perhatian bidang kesehatan dan farmasi. Kedua sifat tersebut menjadikan kitosan sebagai material yang dapat digunakan di
32
berbagai bidang. Hasil penelitian yang dilakukan Nurdin D (2013), menyatakan bahwa mikrokapsul silika yang mengandung 2% khlorheksidine aktif yang dilapisi sodium alginate dan kitosan juga dapat digunakan sebagai bahan medikamen saluran akar karena ukuran yang kecil memungkinkan masuk ke dalam tubulus dentin dan
30 mampu menjadikan kondisi pH menjadi 6,5 pada saluran akar yang terinfeksi.
Bhupendra GP (2010) melakukan penelitian tentang penggunaan gel kitosan sebagai penghantar obat clotrimazole (CLZ) yang dilakukan terhadap tikus. Hasilnya dapat disimpulakan bahwa kitosan dapat digunakan dalam bentuk gel karena sifat
32 fisiknya yang stabil dan mampu menyerap air secara alami.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi DK (2011) menyatakan bahwa penanaman material implan dengan bahan perancah hidroksiapatit-kitosan yang dilakukan tidak mempengaruhi sel darah putih (leukosit) domba dan dapat diterima dengan baik oleh tubuh domba. Kombinasi HA-Kitosan baik untuk menghasilkan perancah yang baik. Idealnya campuran tersebut harus memiliki porositas tinggi, ruang yang besar (berpori), untuk memberi ruang yang cukup bagi perkembangan jaringan dan vaskularisasi baru. Penggabungan ini berbentuk pelet berpori sehingga menyediakan jejaring untuk migrasi sel yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan
23 jaringan.
2.6 Kerangka Teori Perawatan saluran akar
Penggunaan bahan medikamen saluran akar untuk mengeliminasi jumlah mikroorganisme
Alternatif bahan medikamen saluran akar Bahan Medikamen
Gold standar Ca(OH)
2 Kitosan blangkas sebagai perancah dengan ekstrak batang kemuning
- derajat deasetilasi >> dan suasana pelepasan ion OH
Kitosan
- )
gugus amino (NH >> penyerapan - hidrolisa lemak LPS
asam
3
kitosan oleh bakteri >> permeabilitas membran bakteri perubahan sel terganggu dan terjadi kebocoran materi bakteri struktur sel membran
sel lisis daya antibakteri (+) sitoplasma Ekstrak batang kemuning bersifat biokompatibel - aktivasi enzim alkali dan dapat meredakan inflamasi jaringan pulpa phospatase << gigi oksidasi enzim dan protein
- mengganggu DNA replikasi terhambat
F.nucleatum
Sel lisis Sel mati