LAPORAN INDONESIA PRAKTIKUM INVESTIGASI WABAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian,
yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah
penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka (undang-undang wabah,
1969).
Sedangkan yang dimaksud dengan Kejadian Luar Biasa atau
yang biasa dikenal dengan KLB adalah timbulnya suatu kejadian
kesakitan atau kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok
penduduk dalam kurun waktu tertentu (undang-undang wabah, 1969).
Jika kita membicarakan wabah atau Kejadian Luar Biasa
(KLB), tentunya tidak lepas dari peranan seorang Sarjana Kesehatan
Masyarakat atau SKM. Sebagai ahli kesehatan masyarakat kita tidak
hanya berteori atau sekedar berbicara tentang penyakit-penyakit dan
segala jenis penyebaran serta penanggulangannya saja, melainkan kita
harus mampu mengaplikasikan dan juga mengimplementasikan di
lapangan.
Dalam memenuhi tuntutan tersebut, maka kami sebagai calon
sarjana Kesehatan Masyarakat harus mampu mengenali masalah yang

ada di masyarakat, penyebab terjadinya masalah dan alternatif
pemecahan masalah di masyarakat serta mampu mengelola secara
teknis, administrasi dan evaluasi program masyarakat dalam skala
mikro di tingkat pedesaan.
Sebagai

bahan

untuk

meningkatkan

pengetahuan

dan

keterampilan diatas maka perlu adanya kegiatan praktikum lapangan
dari mata kuliah investigasi (penyelidikan) wabah yaitu dalam bentuk
survei untuk memperoleh data tentang berbagai penyakit yang terjadi


1

di masyarakat yang kemungkinan potensial menjadi suatu kejadian
luar biasa (wabah).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pada akhir praktikum, mahasiswa diharapkan memiliki
pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan penyelidikan
Kejadian Luar Biasa (KLB) berdasarkan data puskesmas maupun
data kasus KLB yang sudah terjadi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengumpulkan data penyakit (data rutin)
di Puskesmas.
b. Mahasiswa mampu menganalisis data penyakit (10 penyakit)
terbesar di Puskesmas melalui data rutin.
c. Mahasiswa mampu mengolah data secara manual dan atau
computer.
d. Mahasiswa mampu membuat deskripsi atau gambaran dan
interprestasi data 5 penyakit terbesar di puskesmas yang
potensial menjadi KLB.

e. Mahasiswa mampu menentukan salah satu dari 5 penyakit yang
potensial menjadi KLB.
f. Mahasiswa mampu membuat perencanaan penyelidikan KLB
pada penyakit yang ditetapkan potensial KLB.
g. Mahasiswa

mampu

melakukan

penyelidikan

KLB

dan

menyusun laporan KLB.

2


C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman dalam mengaplikasi teori tentang
investigasi wabah.
b. Mendapatkan

kemampuan

dalam

mengumpulkan

data,

menganalisis dan membuat kesimpulan dari data rutin di
puskesmas tentang penyakit potensial wabah.
c. Mampu menyusun rencana kegiatan tentang penyelidikan dan
tindakan yang akan dilakukan dalam penanggulangan KLB.
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dalam

mendukung proses pembelajaran aktif.
b. Pengembangan akademik bagi mahasiswa dan staf pengajar.
c. Memperoleh masukan dari instansi tempat praktikum lapangan
(Stakeholder)

dalam

penyempurnaan

pembelajar

sesuai

kompetensi kritis kesehatan masyarakat.
3. Bagi Institusi (Dinas dan Puskesmas)
a. Terjalinnya kerjasama saling menguntungkan antara dinas
kesehatan dan puskesmas dengan Program Studi Kesehatan
Masyarakat

Fakultas


Ilmu

Kesehatan

Universitas

Muhammadiyah Surakarta.
b. Mendapatkan bantuan dari mahasiswa dalam pengelolaan data
penyakit di puskesmas.
4. Bagi Masyarakat Setempat (Masyarakat Juwangi)
Memberi

pengetahuan

kepada

masyarakat

mengenai


penyakit KLB yang terjadi serta mengetahui tingkat kegawatan
penyakit tersebut sehingga masyarakat lebih cepat dan tanggap
dalam tahap pengobatan penderita serta cara pencegahannya.

3

BAB II
ANALISIS DATA PENYAKIT
A. Hasil Pengumpulan/ Pengamatan Data Penyakit
Berdasarkan

data rutin tahunan yang kami peroleh di

Puskesmas Juwangi kab. Boyolali dari tahun 2008-2012 ditambah
data tahun 2013 sampai bulan maret, terdapat urutan 10 penyakit
terbesar di puskesmas Juwangi, yang dapat dilihat pada grafik
dibawah ini.
12000
10000


10426

8000
6999
6000
4000
2000

1780
793

0
PA
IS

a
nz
e
fu

In

573

114
72
18
17
10
i
s
s
u
s
is
le
re
BD
ar
pu

ia
itu
rd
ia
en
l
P
D
y
k
i
o
t
D
C
M
er
Th
on
TB

ip
io
Br
us
t
H
t
a
a
e
ns
m
ab
e
s
i
p
A
D
m
o
ec
D

Grafik 1. 10 besar penyakit di puskesmas Juwangi tahun 2008 – Maret
2013
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa 10 besar penyakit yang
terjadi di puskesmas Juwangi kab. Boyolali didominasi oleh penyakit
tidak menular. Dan di wilayah kerja puskesmas Juwangi bukan
merupakan puskesmas yang memiliki endemis KLB suatu penyakit,

4

sehingga dari 10 besar penyakit tersebut kami tidak menemukan KLB
yang sedang terjadi selama kurun waktu 5 tahun terakhir.
Melihat grafik diatas perlu adanya perhatian khusus terhadap
penyakit ISPA yang masih tinggi dibandingkan dari penyakit yang
lain yaitu sebesar 10426 dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dari
survei yang dilakukan, hal ini dipicu karena faktor lingkungan dimana
masih adanya rumah yang belum tergolong dalam kriteria rumah
sehat.
Diperingkat ke dua penyakit terbesar di puskesmas Juwangi
kab. Boyolali kurun waktu 5 tahun terakhir ini yaitu Influenza sebesar
6999. Mengingat bahwa Influenza merupakan penyakit musiman
yang selalu menyerang masyrakat di musim penghujan. Kemudian
ada Diare yang menempati peringkat tiga besar di puskesmas
Juwangi. Masih tingginya penderita Diare di puskesmas Juwangi
yaitu sebesar 1780 penderita dalam waktu 5 tahun terakhir ini
dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya pola hidup bersih
masyarakat sekitar di kecamatan Juwangi. Thypus 793 kasus dan
Hipertensi 573, Asma Bronkiale 114 kasus. TB Paru 72 kasus,
Diabetes Mellitus 18 kasus, Decompensatio Cordis 17 kasus.
Sedangkan kasus DBD dari tahun 2008-2012 terjadi 8 kasus ditambah
lagi data terakhir dibulan Januari 2013 terdapat 2 kasus di desa
Juwangi sehingga menambah jumlah kasus menjadi 10 kasus dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir. Dengan adanya kasus tersebut membuat
kekhawatiran masyarakat kec. Juwangi karena daerah Juwangi bukan
merupakan daerah endemis DBD. Sehingga perlu perhatian khusus
agar tidak berpotensi terjadinya suatu KLB.

5

B. Penyakit Potensial KLB dalam Kurun Waktu 5 Tahun Terakhir
Untuk menentukan adanya KLB di suatu daerah yaitu dengan
melihat kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada.
2. Penigkatan suatu kejadian penyakit atau kematian terus
menerus selama tiga kurun waktu berturut turut menurut
penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian penyakit 2 kali atau lebih dibandingkan
periode sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukan kenaikan 2
kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata
perbulan tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan dalam 1 tahun menunjukkan
kenaikan 2 kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata per
bulan tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dari suatu kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih,
dibandingkan CFR periode sebelumnya.
7. Proportional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode
tertentu menunjukkan kenaikan 2 kali atatu lebih dibanding
periode yang sama dan kurun waktu tahun sebelumnya.
Kemudian berdasarkan kriteria penetuan adanya KLB tersebut
diatas, maka diperoleh penyakit potensi KLB sebagai berikut :
1. DBD
2. TB paru
3. Diare
4. Influenza
Berikut adalah grafik dari keempat penyakit tersebut:

6

450
400
350
300
250
200

Infuenza
Diare
TB Paru
DBD

150
100
50
0

Grafik 2. 4 besar penyakit potensi KLB th. 2008 – Maret 2013
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kasus penyakit
yang mengalami peningkatan tajam adalah kasus Influenza. Meskipun
demikian peningkatan tajam pada tahun 2011 terjadi karena memang
tahun sebelunya data kasus influenza tidak terekap, sehingga tiba-tiba
ada dengan angka yang sangat besar. Pada kasus Diare setiap bulan
terjadi kasus, hal tersebut terjadi karena kesadaran perilaku hidup
bersih dan sehat sangat rendah. Hal tersebut terbukti adanya warga
yang masih terbiasa mandi dan buang air di sungai. Pada kasus TB
Paru kasus tertinggi terjadi pada bulan Juli 2009, hal itu terjadi karena
banyak kondisi rumah warga yang belum memenuhi kriteria rumah
sehat yang sebagian besar rumah warga masih menggunakan dinding
papan dengan lantai masih tanah dan ventilasi rumah yang kurang
memenuhi kriteria rumah sehat. Pada DBD terjadi kasus setiap bulanbulan musim pengujan pada tahun 2008, 2010, 2012 dan 2013. Hal itu
terjadi karena peningkatan jumlah nyamuk aedes aigypti saat musim
7

penghujan yang disebabkan oleh meningkatnya container perindukan
nyamuk.
C. Prioritas Penyakit KLB
Untuk menentukan prioritas KLB dari keempat penyakit
potensial KLB tersebut, kami menggunakan anlisis dengan teknik
skoring yakni memberikan penilaian (scor) terhadap masalah tersebut
dengan menggunakan ukuran parameter sebagai berikut:
a. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah.
b. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut
(saverity).
c. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase).
d. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut
(degree of unmeet need).
e. Keuntungan social yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi
(social benefit).
f. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasibility).
g. Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah (resource availability).
Dari berbagai parameter diatas kami memberikan nilai angka 5
untuk kategori sangat tinggi, 4 untuk tinggi, 3 untuk sedang, 2 untuk
rendah dan 1 untuk kategori sangat rendah. Dan hasil analis dengan
teknik skoring dapat dilihat pada table berikut:

8

Tabel1. Prioritas Masalah dengan Skoring

Parameter
No
.

1
2
3
4

Penyak
it

Prev
alen
ce

Sev
erit
y

Rate
Increa
se

Degree
of
Unmeet
Need

Social
Bene
fit

Techni
cal
Feasibi
lity

Resour
ces
Availa
bility

Jumla
h

2
2

1
1

2
3

3
3

3
3

5
5

4
4

20
21

4
4

3
5

3
4

4
5

4
4

3
4

3
3

24
29

Infuen
za
Diare
TB
Paru
DBD

Kesimpulan: Dilihat dari analisis skoring, prioritas terbesar dari
4 kasus penyakit tersebut adalah DBD dengan total skor 29.
Sedangkan prioritas terendah adalah influenza dengan total skor 20.
Selain menggunakan teknik skoring, dalam menentukan
prioritas

masalah tersebut kami juga menggunakan argumen

berdasarkan fakta dan data dari puskesmas dimana dari keempat
penyakit yang menjadi potensial KLB tersebut ditemukan bahwa
penyakit yang menjadi prioritas potensial KLB adalah Demam
Berdarah Dengue (DBD).
DBD merupakan penyakit virus berat yang ditularkan oleh
nyamuk endemik di banyak negara di Asia Tenggara dan Selatan,
Pasifik

dan

Amerika

Latin.

ditandai

dengan

meningkatnya

permeabilitas pembuluh darah, hipovolemia dan gangguan mekanisme
penggumpalan darah. Terutama menyerang anak-anak, tetapi juga
menyerang orang dewasa. Berikut adalah grafik kasus DBD dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir.
Perlu adanya perhatian khusus untuk kasus DBD di kecamatan
Juwangi ini karena mengingat bahwa DBD bukan merupakan penyakit
endemis pada wilayah ini. Dengan adanya kasus baru dapat
9

memungkinkan akan terjadinnya potensi KLB. Sehingga DBD perlu
menjadi prioritas masalah.

2.5

2

2

2

2

1.5

1

1

1

1

0.5

0

0

0

Grafik 3. Kasus DBD th. 2008 – Maret 2013
Analisis data yang diperoleh dari data rutin

Puskesmas

Juwangi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dari 10 desa di kecamatan
Juwangi terdapat 8 kasus dari tahun 2008 hingga 2012. 2 kasus di desa
Pilangrejo, 2 kasus di desa Juwangi dan 1 kasus di desa Ngleses pada
tahun 2008. Terdapat kasus kembali pada tahun 2010 di desa
Pilangrejo terdapat 1 kasus dan di tahun 2012 terdapat 2 kasus di desa
Ngleses dan bahkan belum lama ini pada bulan Januari 2013
ditemukan kembali 2 kasus di desa Juwangi.
Melihat data diatas kejadian kasus DBD rata-rata terjadi pada
musim penghujan, hal ini membuktikan bahwa ada peningkatan
pertumbuhan nyamuk dewasa di saat musim penghujan, faktor curah
hujan akan menambah genangan air di lingkungan sekitar masyarakat
Juwangi sebagai tempat perindukan nyamuk. Suhu dan kelembapan

10

udara selama musim penghujan sangat kondusif bagi kelangsungan
hidup nyamuk dewasa dan tidak menutup kemungkinan hidupnya
nyamuk dewasa yang telah terinfeksi.

11

BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Wilayah
Kecamatan juwangi terletak paling utara dari kabupaten
boyolali, berbatasan dengan kabupaten Grobogan
Batas kecamatan juwangi :
Sebelah Utara

: Kec Karang Rayung, Grobogan

Sebelah Barat

: Kec Kedung Jati, Grobogan

Sebelah Timur

: Kec Geyer, Grobogan

Sebelah Selatan

: Kec Kemusu, Boyolali

Gambar 1. Peta wilayah kabupaten Boyolali

12

Gambar 2. Peta wilayah kerja Puskesmas Juwangi
Luas wilayah kecamatan Juwangi adalah 7.999,350 Ha.
Wilayah kecamatan Juwangi terbagi atas 9 Desa, 1 Kelurahan, 43 RW
dan 212 RT. Semua desa di wilayah kerja Puskesmas Juwangi dapat
dijangkau

dengan

empat.Transportasi

kendaraan
umum

roda

yang

ada

dua
di

maupun

Kecamatan

roda
Juwangi

diantaranya kendaraan roda empat, roda dua, dokar, bus yang dapat
diakses melalui Terminal Juwangi dan kereta api yang dapat diakses
melalui Stasiun Telawa Juwangi.
Jumlah penduduk di Wilayah Kecamatan Juwangi pada tahun
2011 adalah sebanyak 34.269

jiwa. Rincian penduduk Wilayah

Kecamatan Juwangi adalah sebagai berikut:
Laki laki
Perempuan
Jumlah KK

: 16.891 jiwa
: 17.378 jiwa
: 9.473 kepala keluarga

13

Data penduduk program kesehatan Puskesmas antara lain:
 Jumlah bayi 0-1 thn

: 606 bayi

 Jumlah balita 1-5 thn

: 2.609 balita

 Jumlah WUS

: 7.247 orang

 Jumlah BUMIL

: 588 orang

 Jumlah PUS

: 6.170 orang

B. Distribusi Penyakit Berdasarkan Variabel Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) di puskesmas Juwangi
merupakan trend penyakit yang muncul tidak setiap tahun. Namun
dengan kemunculan DBD tersebut menjadikan keresahan dan
ketakutan masyarakat akan meluasnya DBD di Kecamatan Juwangi.
1. Disribusi DBD menurut waktu tahun (Time)
Pola terjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim
dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32) derajat celcius,
dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk aedes aegypti akan tetap
bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Indonesia merupakan Negara
dengan iklim tropis sangat mendukung untuk berkembangnya nyamuk
aedes aegypti. Dengan melihat grafik sebelumnya diatas dapat dilihat
bahwa kasus terjadinya DBD terjadi pada musim penghujan dan
peralihan musim. Dimana pada musim penghujan akan bnyak
genangan air yang tersedia sehingga tersedia pula habitat nyamuk
dewasa untuk bertelur dan berkembangbiak.
2. Disribusi DBD menurut Orang (Person)
Kasus DBD yang terjadi berdasarkan usia rata-rata menyerang
anak-anak dan remaja berusia 5 - 15 tahun, karena pada usia tersebut
merupakan

usia

rentan

terserang

penyakit

DBD.

Kemudian

kemunculan kasus pada tahun 2013 pada bulan Januari di desa
14

Juwangi, penderita berusia 18 dan 20 tahun yang terjadi pada kakakberadik, hal tersebut kemungkinan terjadi adanya penularan di dalam
rumah karena karakteristik dari nyamuk aedes aigypti adalah
endofagik. Berdasarkan survei, kasus tersebut terjadi kemungkinan
besar dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan
upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
3. Disribusi DBD menurut Tempat (Place)
Faktor lingkungan atau tempat sangat berpengaruh dalam
distribusi penyebaran nyamuk aedes aegypti. Penyakit DBD dapat
menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan
ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut karena pada
tempat tinggi dengan suhu yang rendah perkembangbiakan aedes
aegypti tidak sempurna. Dan juga perlu memperhatikan lingkungan
rumah apakah ada tempat-tempat persembunyiaan nyamuk aedes
aegypti untuk bertelur, seperti adanya genangan air pada ember bekas,
kaleng-kaleng bekas, ban bekas, tempat penampungan air dan juga lain
yang mendukung perkembangbiakan nyamuk.
Dari hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) pihak puskesmas di
bulan Januari 2013 kemarin dengan melakukan pemantauan jentik
berkala (PJB) di daerah penderita kasus di desa Juwangi ditemukan 6
rumah dari 25 rumah yang diperiksa terdapat jentik nyamuk.

HI = Rumah positif jentik
X 100%
Rumah yang diperiksa
HI = 6 / 25 x 100
HI = 24 %
ABJ = 100% - HI

15

ABJ

= 100% - 24 %

= 76 %
Berdasarkan ABJ diatas dapat disimpulkan bahwa Angka
Bebas Jentik masih jauh dengan standar yang ditentukan yaitu 95%,
karena perilaku gerakan PSN yang masih rendah. Didukung dengan
daerah pemukiman warga kecamatan Juwangi terdapat sungai yang
diduga sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk.

16

BAB IV
RENCANA PENYELIDIKAN DAN TINDAKAN
PENANGGULANGAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah
satu penyakit potensial wabah yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Penemuan dan peningkatan kasus DBD ini telah terjadi di
Kabupaten Boyolali khususnya di wilayah kerja Puskesmas Juwangi.
Saat menemukan adanya kasus DBD tersebut pihak Puskesmas
Juwangi

telah

melakukan

Penyelidikan

Epidemiologi

(PE).

Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan pada radius 20 rumah atau
sekeliling indeks dan di sekolah penderita. Berdasarkan PE pada bulan
Januari dilakukan pemantauan jentik dan abatisasi selektif serta
fogging foccus. PE yang dilakukan salah satu tujuannya adalah untuk
mencari penderita tambahan dalam periode 3 minggu yang lalu sejak
tanggal sakit indeks kasus dengan gejala sebagai berikut :
a. Panas 2-7 hari tanpa sebab
b. Penderita dengan tanda DBD (dengan tanda pendarahan atau
RL + )
c. Penderita meninggal dengan tanda DBD
.
Untuk menanggulangi keresahan dan ketakutan warga maka
pihak puskesmas Juwangi tanggap dengan melakukan tindakan foging
focus. Kemudian untuk menindaklanjuti adanya kasus tersebut kami
telah melakukan rencana penyelidikan dan penanggulangan.
A.

Rencana Penyelidikan
Rencana

penyelidikan

merupakan

kegiatan

pencarian,

pemeriksaan keadaan yang sesungguhya pada kontainer-kontainer di
tempat tinggal penderita dan rumah atau bangunan sekitarnya,

17

termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100
meter.
Upaya penyelidikan yang dapat dilakukan antara lain dengan
melakukan survey lapangan, observasi, dan metode wawancara.
Tujuan dari penyelidikan penyakit DBD antara lain:
1. Menentukan dan memastikan etiologi peningkatan penyakit
DBD.
2. Mengidentifikasi sumber penularan penyakit DBD.
3. Menggambarkan

distribusi/penyebaran

penyakit

DBD

berdasarkan variabel epidemiologi (Time, Place, Person).
4. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD).

B.

Tindakan Penanggulangan
Tindakan penanggulangan DBD secara sederhana dapat
dilakukan dengan tindakan menurut sasarannya, dapat dibedakan atas
dua macam, yakni terhadap kasus dan terhadap lingkungan.
Pada dasarnya tindakan terhadap kasus adalah dalam rangka
mengobati penyakit yang diderita dan pada umumnya hampir sama
dengan tindakan pengobatan. Hanya saja karena penyakit DBD adalah
penyakit menular maka tindakan terhadap kasus ini harus ditambahkan
dengan tindakan lain yang sesuai terutama pada tindakan penyelidikan
yaitu disertai anemnesis, pemeriksaan fisik, pengambilan sediaan
untuk pemeriksaan laboratorium, diagnosa, terapi dan isolasi.
Tindakan penanggulangan pada lingkungan yaitu dengan
pengendalian vektor penyebab penyakit DBD. Upaya penanggulangan
pengurangan jumlah vektor di puskesmas juwangi di lakukan dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), abatisasi dan fogging,akan
tetapi penggunaan fogging diadakan berdasarkan tingkat kegawatan
penyakit serta mengurangi keresahan warga akan bahaya, maka pihak
puskesmas lebih mengutamakan cara PSN

18

1.

Memusnahkan spesies Aedes aegypti di lingkungan pemukiman,
bersihkan tempat perindukan dengan gerakan Pemberantasan
Sarang Namuk (PSN) atau taburkan larvasida di semua tempat
yang potensial sebagai tempat perindukan larva Aedes aegypti.

2. Menggunakan lotion anti nyamuk atau obat nyamuk bagi orangorang yang terpajan dengan nyamuk
3. Cara mekanik dengan menggunakan jebakan atau raket elektrik
pembasmi nyamuk

19

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. DBD merupakan suatu penyakit yang berpotensial terjadinya
KLB. Apabila terjadi kasus/penderita DBD di suatu wilayah,
dalam waktu 3 tahun berturut-turut maka wilayah tersebut
merupakan wilayah endemis.
2. Di wilayah kerja Puskesmas Juwangi terdiri 10 Desa dan 3
diantaranya termasuk daerah potensial KLB DBD dan
membutuhkan upaya pengendalian serta penanggulangan yang
tepat.
3. Berdasarkan variabel epidemiologi, distribusi kasus menurut
waktu jumlah kasus tertinggi pada tahun 2008-2013 yaitu
sebanyak 10 kasus. Untuk distribusi kasus menurut tempat,
kasus terbanyak terjadi di Desa Pilangrejo dan Ngleses yaitu
sebanyak 3 kasus. Sedangkan untuk distribusi kasus menurut
orang, kasus DBD rata-rata menyerang anak-anak berumur 5-15
tahun.
4. Berdasarkan data yang kami peroleh dari Puskesmas Juwangi
cara penularan penyakit DBD dapat disebabkan oleh mobilitas
penduduk, letak geografis, kurangnya kesadaran masyarakat
untuk gerakan PSN.
B. Saran
1. Upaya penanganan intensif dari tim medis Puskesmas di
masing-masing wilayah.
2. Upaya Penanganan dan Pencegahan harus dilakukan sedini
mungkin.
3. Melaksanakan upaya penyelidikan dengan Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD).

20

4. Pada

daerah-daerah

yang

endemis

DBD

perlu

adanya

peningkatan gerakan PSN secara rutin.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN
secara mandiri dengan memberdayakan masyarakat melalui
kegiatan Jumantik
6. Melaksanakan

upaya

3M

Plus

(Mengubur,

Menimbun,

Menguras, dan Mencegah gigitan nyamuk).

21

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2005. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Chin James, 2007. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
Jakarta: Depkes RI

22