Waria dan Upayanya dalam meraih kapital
Waria dan Upayanya dalam meraih kapital simbolik:
Studi Kasus Pengajian Al-Ihklas dan Persekutuan Doa Hati Damai dan Kudus
Lastiko Endi Rahmantyo
Departemen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga,
Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Indonesia.
E-mail: [email protected]
Abstract
Transgender and religion have always been two contradictory things called as oxymoron. All religions do not admit the
discourse of transgender and it does happen in Surabaya. The discrimination and stigma attached to them have made
them avoid the religious places. It is the notion happening in most of transgender because they are shy and felt that they
did not belong to it. Interestingly, there were two religious affiliations created and addressed for transgender in
Surabaya: Pengajian Al-Ikhlas (for Moslems) and Persekutuan Doa Hidup Damai dan Kudus (for Christians). By the
time this thesis was finished, the two religious organizations have already grown up for more than ten years and still
exist and keep developing. The theory used in this thesis was Pierre Bourdieu’s Habitus, Field, and Capital. It was used
to analyse how those two affiliations were built and developed. The method used was qualitative method by using
ethnographic research. The primary data used were the data from the interviews and participatory observation; while the
secondary data were from documents such as newspapers and magazines. The results of this thesis indicated that the
Habitus owned and internalized by the owner of these affiliations were the major reason on why these affiliations were
grown and developed. It was also facilitated by the field in Surabaya that made them comfortable. Furthermore, capital
was also noted to be the one that keeps the affiliations running. The attendants were having extra care within their
death, extra cash, socialization, and also the most important was being recognized as citizens.
Keywords: oxymoron, Pengajian Al-Ikhlas and Persekutuan Doa Hidup Damai dan Kudus, habitus, field, capital
dan memilih untuk mencari nafkah di kota (wawancara
1. Pendahuluan
dengan responden A, 17 April 2011).
Waria merupakan salah satu fenomena gender dan
seksualitas yang ada di pelbagai sudut dunia, tak
Banyaknya jumlah waria di Surabaya juga diikuti
terkecuali di Indonesia. Dengan menyandang sebagai
dengan tumbuhnya organisasi yang menaungi mereka.
salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia,
PERWAKOS (Persatuan Waria Kota Surabaya) yang
Indonesia, khususnya Surabaya juga merupakan kota
juga merupakan organisasi waria terbesar dan tertua di
dengan
(Departemen
Indonesia telah banyak memberikan bantuan dalam
Kesehatan, 2009:32). Banyaknya jumlah waria di
bentuk materi maupun dukungan terhadap kaum
Surabaya merupakan cerminan umum dari kota
transgender yang ada di Surabaya. Oleh karena itulah,
metropolitan dimana banyak orang yang datang untuk
organisasi ini berkembang seiring dengan tumbuhnya
mencari pekerjaan di kota, termasuk waria. Selain itu,
populasi waria di Surabaya.
jumlah
waria
terbanyak
pola migrasi para waria di kota dikarenakan peluang
untuk mendapatkan pekerjaan di kota lebih besar
Dalam
mengingat mayoritas waria yang bekerja di kota
diskriminasi
merupakan waria yang tidak diterima di keluarganya
heteroseksual. Banyak dari mereka yang dilecehkan
1
kesehariannya,
dan
waria
stigma
sering
negatif
mengalami
oleh
kaum
baik secara verbal maupun secara fisik, bahkan ada
lanjut peneliti akan melihat faktor-faktor apakah yang
juga yang sampai mengalami cedera serius (Ariyanto
berperan di dalam pembentukan organisasi keagamaan
dan Triawan, 2008). Diskriminasi dan stigma negatif
waria tersebut.
yang dialamatkan pada waria bahkan sampai ke
kebebasan menjalankan ibadah keagamaan. Artinya
Pertanyaannya
bahwa untuk waria, beribadah pun sulit untuk
keagamaan waria bisa terbentuk? Apakah ada proses
dilakukan.
negosiasi yang berlangung di dalamnya?
Hal ini seolah-olah
menjadi sebuah
adalah
bagaimana
organisasi
tamparan keras bahwa kebebasan beragama dan
beribadat seperti yang diamanatkan oleh Undang
2. Teori dan Metode
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pada
pasal 29 ayat 2 hanya berlaku untuk kaum-kaum
Penelitian
ini
menggunakan
trio
teori
yang
tertentu.
dikemukakan oleh Pierre Bourdieau yaitu habitus,
arena, dan kapital. Bourdieau mengemukakan bahwa
Dengan diskrimasi yang muncul dalam berbagai
ketiga unsur teori tersebut tidak bisa dipisahkan,
bentuk tersebut, waria seolah-olah berada di dalam
artinya bahwa antar ketiganya saling berhubungan.
penjara. Bahkan mungkin lebih buruk dari penjara
Secara gamblang Bourdieau menyatakan bahwa:
karena untuk melakukan kebaikan pun mereka juga
[(habitus)(kapital)] + arena = practice (Maton, 2008:
tidak bisa. Atas dasar inilah, di Surabaya terdapat dua
51).
organisasi keagamaan yang didirikan oleh waria untuk
waria. Kedua organisasi tersebut bernama Pengajian
Sederhananya, habitus berfokus pada cara kita
Al-Ikhlas untuk yang beragama Islam dan Persekutuan
bertindak,
Doa Hati Damai dan Kudus (PHDK) untuk yang
seseorang” (Maton, 2008:52). Termasuk bagaimana
beragama
tersebut
kita membawa sejarah yang pernah kita alami ke dunia
merupakan cikal bakal organisasi keagamaan waria
yang sedang dijalani sekarang, serta bagaimana kita
lain yang muncul di berbagai daerah di luar Surabaya,
bertindak dengan cara tertentu tidak dengan cara yang
seperti
Yogyakarta,
lain. Proses ini berlangsung terus menerus, sampai
Persekutuan Doa Hidup Baru dan Kudus di Solo,
bahkan mungkin menciptakan sejarah sendiri bagi kita,
Malang, dan Semarang.
tetapi tidak dengan keputusan-keputusan yang kita buat
Kristen
Pengajian
Protestan.
Senin
Organisasi
Kamis
di
berpikir,
merasakan,
dan
“menjadi
secara independen, masih ada pengaruh dari masa lalu
Terbentuknya
organisasi
keagamaan
oleh
yang pernah kita tempuh (ibid).
waria
merupakan hal yang menarik, karena sejatinya antara
agama dan waria merupakan hal yang oksimoron. Sifat
Di sisi lain, untuk memahami interaksi antar manusia
agama dan waria seperti sifat minyak dan air yang
atau menjelaskan tentang fenomena sosial tidaklah
tidak
organisasi
cukup hanya dengan melihat apa yang dikatakan, atau
keagamaan waria bisa terbentuk. Untuk menyatukan
apa yang terjadi (dalam hal ini sejarah). Sangatlah
minyak dan air butuh sabun, hal yang sama juga terjadi
penting untuk melihat ranah sosial dimana terjadi
pada organisasi keagamaan waria. Proses negosiasi
interaksi, transaksi, dan kejadian. Ranah sosialinilah
yang berjalan antara waria dan agama inilah yang
yang disebut oleh Bourdieu sebagai field/arena
menjadi fokus utama peneliti pada karya ini. Lebih
(Thomson, 2008:67). Bourdieu menganalogikan arena
bisa
menyatu,
tetapi
mengapa
2
ini dalam tiga ranah: pada ranah sepakbola, fiksi
dapat dikonversi menjadi kapital-kapital yang lain,
ilmiah, dan fisika (2008:68). Ia juga menekankan
serta kapital simbolik lah yang dikejar oleh pelaku
bahwa tidak ada definisi mutlak tentang arena, oleh
sosial sebagai puncak dari semua kapital (Haryatmoko,
karena itu peneliti seharusnya melihat pengandaian
2003: 12).
filsafat pada ketiga ranah tersebut. Pada ranah sepak
bola, arena dianalogikan seperti sebuah tempat dimana
Metode kualitatif dipilih untuk menganalisa fenomena
individu-individu di dalamnya mentaati peraturan yang
yang terdapat pada kedua organisasi keagamaan waria
disepakati dan berinteraksi sesuai dengan peran yang
ini. Pengumpulan data didasarkan pada analisis
diemban masing-masing individu. Sementara pada
dokumen,
ranah fiksi ilmiah, arena dianalogikan seperti sebuah
observation),
pesawat yang mempunyai tembok penghalang untuk
pedomanterhadapketua, anggota, dan pemuka agama di
menghalangi partikel yang ingin menghantam pesawat
organisasi tersebut. Terdapat dua sumber data primer
ataupun menghidari partikel dari dalam pesawat yang
dan satu sumber data sekunder yang digunakan sebagai
ingin keluar. Pada wanah ini, arena membawa
data di dalam penelitian ini. Sumber data primer terdiri
pengaruh bagi individu yang berada di dalamnya.
dari data observasi/pengamatan terlibat dan wawancara
Terakhir adalah pada ranah fisika, dimana Bourdieau
mendalam, sementara data sekunder diambil dari
menganalogikan arena sama dengan konsep force field,
dokumen-dokumen yang terkait dengan Al-Ikhlas dan
dimana meskipun terdiri atas berbagai kutub masih
PHDK.
pengamatan
wawancara
terlibat
(participatory
mendalam
dengan
tetap tarik menarik (ibid). Kutub yang bermain pada
ranah ini adalah kapital ekonomi dan kapital budaya
Pengamatan yang dilakukan adalah berpartisipasi pada
seperti yang akan dijelaskan pada paragraf di bawah
kegiatan di PHDK dan Al-Ikhlas. Di PHDK, peneliti
ini.
datang sebanyak tiga pertemuan, pada tanggal 14
Maret 2012, 28 Maret 2012, dan 18 Juni 2012.
Di dalam dunia sosial, pelaku atau kelompok pelaku
Sementara untuk pengajian Al-Ikhlas, pengamatan
dibedakan berdasarkan dua hal: (1) besarnya kapital
terlibat dilakukan pada tanggal 27 April 2012.
yang mereka miliki, dan (2) sesuai dengan bobot
Pengamatan pada pengajian hanya dilakukan satu kali
komposisi keseluruhan kapital mereka (Haryatmoko,
karena memang pengajiannya dilakukan sebanyak
2003:12). Kapital ini sengaja diburu atau dicari oleh
sebulan sekali.
pelaku atau kelompok pelaku di dalam dunia sosial,
karena memiliki kapital berarti memiliki kuasa
Wawancara dilakukan dengan mengambil topik pada
tertentu. Bourdieu membagi kapital menjadi empat
motivasi,
macam: (1) kapital ekonomi (uang dan aset); (2)
organisasi keagamaan ini. Tiga komponen utama yang
kapital budaya (tingkat pendidikan, estetika, preferensi
dipilih sebagai informan adalah ketua, anggota aktif,
budaya, bahasa); (3) kapital sosial (afiliasi dan
dan pemuka agama yang rutin memberikan ceramah
jaringan, keluarga, relijiusitas, warisan budaya); (4)
pada organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan rutin
kapital simbolik (sesuatu yang dapat ditukar dengan
adalah tiap kali diadakan persekutuan doa ataupun
semua
pengajian, maka mereka lah yang menjadi pembicara
kapital
yang
pengakuan/rekognisi)
ada,
contohnya
(Thomson,
2008:69).
adalah
utama.
Dari
kesemua kapital yang ada, kapital ekonomi lah yang
3
manfaat,
dan
dampak
terbentuknya
Wawancara mendalam dilakukan selama tahun 2012,
Sebagai
tetapi ada satu responden yang diwawancarai pada
Handayani, mengungkapkan bahwa latar belakangnya
tahun
data
mendirikan PHDK adalah karena ia telah tobat
wawancara adalah pada bulan Maret sampai dengan
menjalani kehidupan sebagai waria yang tidak dekat
Juni 2012. Dari hasil wawancara tersebut, terdapat lima
dengan
2011.
Adapun
bulan
pengambilan
informan kunci dan delapan responden yang telah
ketua
sekaligus
pendiri
(Anggraeni,
Tuhan
dari
PHDK,
2003).
Pada
mulanya, Handayani membentuk organisasi
dikodekan dengan acak. Pada pelaksanaan wawancara,
ini dengan tujuh orang teman waria yang
rata-rata lama wawancara adalah sepanjang 60 – 120
menit. Metode wawancara semi-structured dengan
seiman. Alasan mereka mendirikan PHDK
pertanyaan open questions. Identitas ke tiga belas
adalah untuk menampung waria yang malu
responden dirahasiakan, hanya Handayani yang sudah
untuk datang beribadah ke gereja.
menyatakan
kesediaannya
untuk
dicantumkan
namanya.
Dukungan dana dan bantuan dalam bentuk
Hasil wawancara akan didokumentasikan dalam bentuk
materi pada mulanya bersifat independen,
transkrip wawancara. Data tersebut beserta data berita
artinya
koran diklasifikasikan berdasarkan habitus, arena, dan
menggunakan
kapital. Selain itu data juga dipakai di dalam penulisan
anggotanya.
tentang sejarah singkat organisasi keagamaan ataupun
pendiri
organisasi.Setelah
data
waktu,
diklasifikasi
PHDK
maju
dana
Seiring
PHDK
hanya
iuran
oleh
dengan
mendapat
dengan
para
berjalannya
bantuan
dari
berdasarkan ketiga kelompok tersebut, peneliti akan
Yayasan Pondok Kasih dan Gereja Bukit
melakukan interpretasi dengan menggunakan teori
Zion. Bantuan yang diberikan oleh kedua
Bourdieu tentang habitus, arena, dan kapital. Selain itu,
organisasi tersebut berwujud tidak hanya
peneliti juga akan menulis tentang bagaimana negoisasi
dalam bentuk materi, tetapi juga pelayanan
yang terjadi antara dua elemen, waria dan agama,
kesehatan,
sehingga organisasi keagamaan ini bisa terbentuk dan
penceramah
berkembang.
dan
yang
juga
dalam
datang
pada
bentuk
saat
persekutuan doa (wawancara dengan Handayani, 27
April 2012).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Sejarah Singkat PHDK dan Pengajian AlIkhlas.
PHDK yang dahulu bernama PD WGL
PHDK merupakan organisasi keagamaan waria untuk
(Persekutuan
pemeluk agama Kristen Protestan yang pertama kali
melaksanakan kegiatan rutinnya setiap hari
ada di Indonesia (wawancara dengan Handayani, 27
Selasa (minggu kedua) dan Jumat (minggu
April 2012). Proses berdirinya PHDK tidak melalui
Doa
Waria
Gay
Lesbi)
keempat) pada pukul 18.00 WIB. Pada
jalan yang mulus, tetapi melalui jalan yang terjal,
dengan berbagai rintangan yang menghalangi sampai
persekutuan doa tersebut, jemaat yang datang
organisasi ini terbentuk pada tahun 1993 (ibid).
beragam, mulai dari waria yang tingkat
4
ekonominya rendah (ditandai dengan jenis
Usia peserta PHDK juga beragam,ada yang
pekerjaan) sampai dengan waria yang tingkat
berusia muda (kisaran 20 tahunan), dan ada
ekonominya
(ditandai
pula yang berusia lanjut (kisaran 60 tahunan).
Kegiatan
Mereka duduk bersama dalam satu ruangan
dengan
menengah
kepemilikan
persekutuan
doa
keatas
salon).
dilaksanakan
di
Salon
untuk berdoa bersama dan memanjatkan
Handayani yang berada di daerah Bratang,
pujian untuk Tuhan. Mayoritas peserta PHDK
dan pada tiap kegiatannya jumlah jemaat yang
(sekitar 90%) adalah waria. Untuk mencari
datang tidak sampai maksimal sesuai dengan
anggota, Handayani bersikap proaktif. Kala ia
jumlah anggotanya yang mencapai 80 orang.
mendengar ada waria yang sedang sakit, tidak
Hal tersebut mungkin terjadi karena waria
hanya Kristen tetapi juga agama lain,
mempunyai kesibukannya sendiri-sendiri.
Handayani
menawarkan
biasanya
doa
mendatanginya
kesembuhan.
dan
Setelah
Selain kegiatan yang dilaksanakan di salon
sembuh, biasanya waria tersebut datang ke
Handayani,
juga
PD dan kemudian mengikuti acara PD.
dilaksanakan di Bukit Zion. Persekutuan
Bahkan ada beberapa waria yang kemudian
waria yang dilakukan di Bukit Zion disebut
beralih kepercayaan (convert).
persekutuan
doa
dengan Adulam. Adulam merupakan nama
sebuah gua yang isinya masyarakat yang
Hambatan yang datang dalam pendirian PD
terpinggirkan di masyarakat, mulai dari orang
tidak datang dari masyarakat sekitar, tetapi
yang
malah datang dari pendeta yang sinis dengan
tidak
pernah
membayar
hutang,
penjahat, dan lain-lain dibawah pimpinan
keberadaan waria.
Raja Daud. Kemudian, setelah bertemu
“Penduduk sekitar ga masalah, mendukung, justru pro
kontranya adalah pendeta-pendeta itu ada yang
menentang (bukan menentang tapi meremehkan),
“halah wong waria kok ngadakan persekutuan doa,
paling yo guyon-guyon tok hepi-hepi tok.”
dengan Raja Daud mereka bisa dibina, dan
ketika keluar dari gua tersebut, mereka
menjadi anak buah Raja Daud (wawancara
dengan responden B, 21 Juni 2012). Dari
nama tersebut, tersirat pemahaman bahwa
(“Waria saja kok mengadakan persekutuan doa, paling
yang ada hanya bercanda dan tidak serius.”)
persekutuan
Oleh
doa
Bukit
Zion
memang
karena
itulah,
Handayani
bertekad
untuk
menjadikan PHDK ini sebagai organisasi keagamaan
bertujuan untuk “membina” waria untuk
yang memang bertujuan untuk beribadah bukan untuk
kembali menjadi keadaan biologisnya.
mencari kesenangan semata.
5
PHDK
juga
tercantum
pada
struktur
berbagai kota di Jawa Timur sesuai domisili
organisasi PERWAKOS yaitu pada seksi
anggota
pengajian
tersebut.
Anggota
kerohanian. Jika ada waria yang beragama
pengajian ada yang berdomisili di Gresik,
Kristen dianjurkan untuk mengikuti ibadat
Lamongan, Malang, Madura dan Surabaya
yang dilakukan oleh PHDK, sementara jika
(wawancara dengan informan B, 1 Mei 2012).
ada waria Islam maka diarahkan untuk
Metode berpindah-pindah bertujuan untuk
mengikuti ibadah di pengajian Al-Ikhlas.
menunjukkan pada masyarakat bahwa waria
tidak hanya pekerja seks atau pengamen di
Pengajian Al-Ikhlas telah berdiri sejak tahun
jalan-jalan, tetapi ada juga waria yang
2003 dengan anggotanya saat itu sebanyak 19
mengadakan pengajian (wawancara dengan
orang dan semuanya telah berusia 30 tahun
informan A, 11 Mei 2012).
keatas (wawancara dengan responden J, 11
Mei
2012).
Latar
belakang
pendirian
Sampai saat penelitian ini dilakukan, anggota
pengajian ini kurang lebih sama dengan
yang terdaftar pada pengajian ini sejumlah 80
PHDK yaitu untuk mengakomodir keinginan
orang. Jumlah tersebut tidak selalu datang
waria yang beragama Islam untuk melakukan
rutin dalam pengajian, sehingga jarang sekali
ibadah.
pengajian dilakukan dengan jemaah sampai
dengan 80 orang. Fenomena tersebut berbeda
Lain halnya dengan PHDK yang telah
ketika pengajian untuk memperingati Idul
memiliki tempat tetap untuk melakukan
Fitri digelar. Pada saat itu, waria yang datang
peribadatan,
tidak
pada pengajian mencapai sekitar 300 orang,
memiliki lokasi khusus untuk beribadat. Pola
karena tidak hanya waria yang beragama
pengajian yang dilaksanakan sebulan sekali
Islam saja yang datang melainkan semua
ini mirip dengan pola arisan ibu-ibu yang tiap
waria biasanya datang pada acara-acara besar
bulannya dilakukan di tempat yang berbeda.
seperti Idul Fitri dan Natal.
Giliran menjadi tuan rumah biasanya diundi
Pada saat pengajian, para waria tersebut tidak
dan dalam satu tahun tidak ada yang menjadi
berpenampilan
tuan rumah sebanyak dua kali. Hal ini
mengenakan pakaian putih-putih seperti laki-
dilakukan agar semua anggota mendapatkan
laki dan tanpa make-up. Menurut informan B,
kesempatan yang samamenjadi tuan rumah.
mereka pada dasarnya adalah laki-laki, maka
Sampai saat ini, pengajian sudah dilakukan di
ketika beribadah, sholat, ataupun pengajian
pengajian
Al-Ikhlas
6
seperti
wanita,
tetapi
harus berpakaian seperti layaknya laki-laki (1
semuanya adalah waria, sehingga hal ini lah
Mei 2012). Meskipun berpenampilan seperti
yang menjadi pengganjal bagi waria.
laki-laki, masih banyak modifikasi pakaian
yang mereka lakukan sehingga pakaian laki-
Fenomena yang terjadi pada pendirian kedua
laki
organisasi
lebih
mirip
seperti
perempuan.
tersebut
sedikit
memberikan
Contohnya adalah adanya beberapa waria
gambaran tentang negosiasi yang terjadi
yang masih memakai kerudung penahan
antara waria, agama, dan pemuka agama.
rambut, serta ada juga waria yang sengaja
Oleh karena itu pada sub bab berikut ini
menggerai rambutnya.
peneliti akan menjabarkan dengan lebih detil
negosiasi yang terjadi dalam pandangan teori
Pengajian yang dilaksanakan pada hari Jumat
Bourdieu.
Legi(menurut penganggalan Jawa) dengan
3.2. Negosiasi yang terjadi pada PHDK dan
mengambil waktu selepas pukul 20.00 ini
Pengajian Al-Ikhlas.
pernah sekali mengalami pergantian ustadz.
Isi ceramah yang diberikan oleh kedua ustadz
Seperti yang telah dijabarkan pada sub bab teori dan
tersebut dasarnya sama, yaitu berusaha untuk
metodologi, dalam sebuah praktik terdapat faktorfaktor yang tidak dapat dipisahkan yaitu habitus, arena,
mengembalikan waria ke keadaan biologis
sebagai
laki-laki
(wawancara
dan kapital. Ketiga unsur tersebut terlihat dan menjadi
dengan
sebuah kajian yang menarik apabila dikaitkan dengan
informan B, 1 Mei 2012).
berdiri dan langgengnya organisasi keagamaan waria di
“Nek kyai sing biyen iku ojo takon mas, nek
ngomong langsung jleb-jleb.”
Surabaya.
Habitus
(“Jika kyai yang dahulu itu memang cara
bicara langsung “to the point.”)
Pertama adalah penjelasan tentang habitus. Pada bab
ini, peneliti akan menggambarkan tentang kehidupan
masa lalu waria dapat mempengaruhi kehidupan waria
Menurut informan A, cara ustadz pertama
memberikan
sekarang, terutama yang erat hubungannya dengan
terlalu
organisasi keagamaan waria. Pada beberapa anggota
heteronormatif, yang seringkali memojokkan
baik pengajian ataupun perkeutuan doa waria, terdapat
waria,
pola habitus yang sama, yaitu mereka berasal dari
sehingga
ceramahnya
banyak
yang
merasa
lingkungan yang agamis.
tersinggung dan kemudian menggantinya
dengan ustadz yang lain (wawancara dengan
“Saya muslim dari kecil. Saya dulu sering mbantumbantu istrinya pak Kyai di desa, jaman dulu kalo
temen saya ngaji saya dipanggil disuruh belanja
kebutuhan kyai tadi” (wawancara dengan
informan A, 11 Mei 2012). Bahkan terkadang
ustadz pertama lupa bahwa anggota pengajian
informan A, 11 Mei 2012)
7
“Saya itu berasal dari keluarga ningrat di daerah Jepara
dan hampir seluruh keluarga saya Haji” (wawancara
dengan responden I, 27 April 2012)
keagamaan, tembok penghalang itu juga
“Mak Anik yang berlatar
agamis….” (Nuraini, 2011)
masyarakat tentang waria dan agama.Tidak
belakang
nampak.Tembok tersebut adalah konsepsi
keluarga
hanya penduduk sekitar yang terkadang
“meremehkan”
Ketiga hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa
waria
yang
mengadakan
belakang
organisasi keagamaan, tetapi ada juga pemuka
kehidupan mereka dengan apa yang mereka lakukan
agama yang menganggap bahwa organisasi
Pola waria, baik anggota ataupun
keagamaan waria merupakan organisasi yang
ketua, yang berasal dari keluarga yang agamis
sifatnya tidak serius dan terkesan asal-
memberikan bukti bahwa habitus berfokus
asalan.Oleh
karena
pada cara kita bertindak, berpikir, merasakan
perbedaan
antara
dan
merepresentasikan dirinya di dalam dan di
memang
ada
sekarang.
keterkaitan
“menjadi
2008:52).Selain
antara
latar
seseorang”
(Maton,
luar
berasal dari keluarga atau
itu,
organisasi.Artinya
pasti
bagaimana
bagaimana
terdapat
waria
waria
pernah bekerja di lingkungan yang agamis,
melaksanakan ibadahnya ketika dilakukan di
ada
lingkungan sendiri dan lingkungan umum.
juga
yang
menyatakan
bahwa
keterlibatannya pada organisasi keagamaan
ini merupakan b2alasan dari perbuatan yang
Ketika
ibadah
dilakukan
di
lingkungan
mereka lakukan di masa lalu.“Oh ini saya dapet
sendiri, seperti contohnya ibadah PHDK
dengan
dilaksanakan di salon Handayani, waria lebih
informan A, 11 Mei 2012).informan A yang
bisa mengkespresikan diri dan curhat sesuai
dulunya yang bekerja di lingkungan pesantren
dengan apa yang ada di dalam hatinya. Itu
merasa bahwa semua rejeki yang ia dapat
artinya mereka merasa aman dan bisa
merupakan berkah dari kyai yang pernah ia
bertindak otonom. Tetapi keadaannya akan
bantu dahulu.
menjadi berbeda apabila waria tersebut
barokahnya
pak
Kyai”(wawancara
sedang berada di gereja. Suasana guyubdan
Arena
apa adanya seakan hilang apabila mereka
Organisasi keagamaan waria juga dapat berdiri
sudah masuk ke gereja. Suasana yang muncul
dikarenakan adanya arena yang mendukung mereka.
di gereja seakan menjadi kaku dan curhatnya
Pada
Bourdieu
tidak berkutat pada permasalahan hidup,
mengandaikannya sebagai sebuah pesawat
tetapi lebih ke ungkapan rasa terima kasih
yang mempunyai tembok penghalang sebagai
kepada Tuhan yang telah memberikan rejeki
filter dari dalam ke luar dan luar ke
dan berkah di dalam hidup.Suasana yang
dalam.Pada
arena
sosial,
pelaksanaan
organisasi
8
terlihat sangat normatif, tidak ada lagi
mata
ungkapan perasaan yang spontan keluar dari
seketika tetapi ada proses yang dilakukan.
menghentikan
sifat
waria
mereka
dalam hati, tetapi diproses dahulu kemudian
baru diutarakan.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa tembok
yang dikatakan Bourdieu sebagai force field
Perasaan aman untuk mengutarakan perasaan
tadi tidak kokoh dan masih ada peluang untuk
ketika peribadatan dilakukan di dalam salon
ditembus.Penembusan
mengindikasikan bahwa tidak ada ancaman
negoisasi yang dilakukan antara waria dan
yang
mereka.Berbeda
pemuka agama.Bentuk negoisasi tersebut
dengan ketika mereka di gereja, yang secara
bermacam-macam.Pada pengajian Al-Ikhlas
konseptual harus resmi dan normatif.Hal
bentuk negoisasinya adalah tidak memakain
tersebut yang membuat waria tidak bisa
make-up dan memakai pakaian laki-laki serta
“melepaskan” perasaannya saat berada di
fokus dari ceramah adalah pada aqidah (pada
dalam gereja. Konsepsi masyarakat akan
hati) bukan pada syariat(pada aturan). Pada
waria dan agama menjadi tembok atau filter
persekutuan doa, pembacaan ayat-ayatnya
sehingga muncul pembeda antara waria di
tidak secara signifikan menyuruh mereka
dalam dan di luar.
untuk kembali menjadi laki-laki, dan ketika di
dialamatkan
pada
ini
bisa
berupa
gereja, nama panggilan mereka bukan nama
Tembok yang kedua adalah tembok norma
warianya, tetapi nama aslinya. Jadi ada
keagamaan atau pandangan waria di dalam
semacam kelunakan yang diberikan oleh
agama, dalam hal ini dalam agama Islam dan
pemuka
Kristen.
organisasi ini sehingga bisa berjalan dan
Menurut
pemuka
agama
yang
diwawancarai, menjadi waria memang tidak
agama
di
dalam
pelaksanaan
berkembang.
diperbolehkan.Oleh karena itu, tujuan akhir
Kapital
pembinaan waria ini adalah supaya mereka
Poin ketiga yang dibahas adalah poin tentang kapital,
kembali ke jenis kelaminnya.Tetapi selalu ada
dimana kapital ini menjadi penyemangat bagi waria
premis dari semua pemuka agama yang
baik dalam mengikuti ataupun mendirikan organisasi
diwawancarai bahwa mengubah mereka itu
keagamaan waria. Kapital selalu diburu atau dicari oleh
sulit.Artinya selama ini masih ada ruang bagi
pelaku di dalam dunia sosial, karena memiliki kapital
waria di agama, dan itu diperbolehkan oleh
berarti memiliki kuasa tertentu.Hal ini juga terjadi pada
peserta organisasi keagamaan waria. Pada bab ini akan
pemuka agama. Pemuka agama tidak semata-
dijelaskan tentang manfaat yang didapat oleh peserta
organisasi keagamaan di dalam pelaksanaan ibadah
9
rutin organisasi. Dalam pelaksanaannya, manfaat
tahu ketika anggota keluarga yang merupakan
tersebut akan dibagi menjadi empat manfaat yaitu
waria tersebut meninggal. Hal ini dikarenakan
kematian, sosialisasi, ekonomi, dan rekognisi.
kebanyakan
keluarganya
Waria dan Kematian
sesuai dengan jenis kelaminnya. Mereka lebih
Bagi sebagian orang, kematian merupakan hal
memilih cara ini daripada dibawa pulang
yang sakral dan terdapat aturan tertentu untuk
untuk dimandikan secara adat di daerah
meninggal.
asalnya (ibid, 2011). Di Yogyakarta, terdapat
Contohnya pada saat orang Islam yang
sebuah komplek pemakaman yang ditujukan
meninggal, ritual yang dijalani meliputi
untuk orang-orang yang tidak memiliki KTP
pemandian jenazah, sholat jenazah, dan
(Kartu Identitas
prosesi penguburan yang penuh dengan doa-
Seperti yang tertuang didalam kutipan ini
masyarakat sekitar apabila yang meninggal
“They die in street, in the public space. So the
adalah pria atau wanita. Sebaliknya pada
government takes them and buries them here”
waria, diskriminasi yang terjadi berlanjut
(Terje, 2011).
sampai saat mereka meninggal.
Kebutuhan waria akan prosesi kematian yang
Stigma yang melekat pada waria sebagai
“layak” pun ditangkap dengan cermat oleh
pekerja seks tidak bisa begitu saja hilang pada
Stigma
kedua organisasi keagamaan waria yang
negatif
sedang diteliti, Al-Ikhlas dan PHDK. Pada
tersebut begitu kuat, sehingga bahkan sampai
tahun 2007, ketika ada seorang waria anggota
meninggal pun waria masih mengalaminya.
Pemuka
agama
terkadang
dari
banyak yang dimakamkan di komplek ini.
mudah dilakukan, baik oleh keluarga ataupun
masyarakat.
Penduduk). Mulai
pengamen, kaum tuna wisma, dan waria
doa pengiring jenazah. Hal tersebut pasti akan
pandangan
2011:166).
Rumah Sakit cenderung memandikan jenazah
hidup lainnya pada akhirnya pasti akan mati.
yang
(Boellstorff,
oleh
dimandikan di Rumah Sakit karena pihak
Baik pria, wanita, waria, dan seluruh makhluk
orang
“diacuhkan”
Mirisnya, banyak waria yang memilih untuk
Semua manusia pasti akan menemui ajalnya.
menghormati
waria
ragu
Pengajian Al-Ikhlas yang meninggal di
untuk
Tulangan, Sidoarjo yang langsung dikubur
memandikan waria karena secara tubuh,
tanpa disholati merupakan salah satu alasan
mereka tidak bisa dikategorikan sebagai pria
mengapa
atau wanita, sehingga tidak ada peraturan
pengajian
Al-Ikhlas
dibentuk
(Nuraini, 2011). Oleh karena itu, pengajian ini
untuk mereka (wawancara dengan responden
secara rutin mengumpulkan dana wajib yang
A, 17 April 2011). Anggota keluarga pun tidak
10
digunakan
untuk
membantu
rekan-rekan
yang memakai silikon seakan menanggung
waria yang meninggal. Selain itu, ketika ada
beban saat mereka meninggal.
waria anggota pengajian yang meninggal,
para rekan-rekan pengajian yang lain belajar
PHDK telah menjalin kerjasama dengan Peti
untuk memandikan dan mensholati rekan
Mati ARIO Surabaya yang khusus menangani
mereka yang meninggal (wawancara dengan
kematian. Kerjasama yang dijalin adalah
informan B, 1 Mei 2012). Sampai sekarang,
dengan memberikan peti mati gratis bagi
apabila ada rekan waria yang meninggal,
waria
majelis pengajian Al-Ikhlas akan datang ke
(wawancara dengan Handayani, 27 April
rumah yang bersangkutan untuk membantu
2012). Selain kerjasama dengan Peti Mati
memandikan dan mensholati apabila anggota
ARIO, PHDK juga menjalin kerjasama
keluarga yang bersangkutan tidak berkenan
dengan
melakukannya.
mendirikan panti jompo khusus waria (ibid,
anggota
Yayasan
PHDK
yang
Pondok
meninggal
Kasih
untuk
2012). Pendirian ini masih menjadi sebuah
Di sisi lain, perihal kematian ini juga
wacana yang digulirkan, dan sampai tulisan
merupakan alasan mengapa peserta organisasi
ini ditulis masih mencari donator untuk
keagamaan rata-rata sudah “berumur.” Rata-
pendiriannya.
rata usia anggota pengajian dan persekutuan
doa ini adalah sekitar 27 tahun keatas. Pada
Langkah-langkah
usia-usia
organisasi
kebutuhan
tersebut,
sudah
rohani
manusia
mulai
keagamaan
dilakukan
dalam
oleh
kaitannya
Tuhan
dengan proses kematian waria merupakan
(Megasari, 2011). Kebutuhan mereka untuk
salah satu pemancing mengapa banyak waria
mendekat pada Tuhan juga muncul karena
berminat untuk bergabung. Hal-hal tersebut
ketakutan mereka akan kematian. Responden
tidak akan bisa terlaksana apabila tidak ada
saya mengatakan “Mangkane nek wis tuek ojo
sebuah kelompok yang memperjuangkannya.
aneh-aneh, wis nang omah ae, ga usah
Seperti kata pepatah “bersatu kita teguh,
masang-masang silikon” yang dalam bahasa
bercerai kita runtuh” mungkin merupakan
Indonesia artinya “Makanya, kalau sudah tua
ungkapan yang tepat untuk menggambarkan
jangan aneh-aneh, di rumah saja, tidak usah
organisasi keagamaan waria ini. Dengan
memasang
terbentuknya
silikon
akan
muncul
yang
(wawancara
dengan
organisasi
keagamaan
ini,
informan A, 11 Mei 2012).” Terbersit secara
kapital sosial untuk menghadapi kematian
implisit pada kalimat tersebut bahwa waria
dengan cara yang layak menjadi sesuatu yang
11
telah dicapai dan diimpikan oleh waria
Barat sebagai tempat berkumpul kaum waria
anggota.
untuk bersosialisasi, tetapi seiring dengan
Waria dan Sosialisasi
berjalannya waktu lokasi tersebut berubah
Kumpul-kumpul,
bercengkrama,
menjadi tempat ‘mangkalnya’ pekerja seks
hangout,
waria. Hingga saat ini Jalan Irian Barat
kongkow merupakan cara waria untuk bergaul
terkenal sebagai tempat lokalisasi waria di
di dalam komunitasnya. Waria yang datang di
mata masyarakat umum. Pemerintah seolah
kota besar pasti akan berkumpul di dalam
tidak ada masalah dengan ‘lokalisasi’ waria
komunitas waria untuk mencari mentor.
tersebut pada awalnya, tetapi akhir-akhir ini,
Mentor yang dijadikan acuan oleh para waria
sekitar tahun 2010 dan 2011 terdapat banyak
muda pastilah waria senior yang sudah
sekali penertiban yang dilakukan di daerah
mempunyai nama di dalam komunitasnya,
Irian Barat (wawancara dengan responden A,
dan biasanya para mentor ini menjadi cultural
broker
(Kortschak,
2011).
Mentor
17 April 2011).
ini
Banyaknya pekerja seks waria
yang “mangkal” di daerah tersebut membuat
bertugas memberikan wawasan dan wacana
waria yang tidak berprofesi sebagai pekerja
terhadap waria muda tentang keadaan di kota
seks enggan untuk berkumpul di tempat itu.
besar. Oleh karena itu, biasanya waria tua dan
muda memainkan peran sebagai “ibu” dan
Keberadaan organisasi agama menjadi salah
“anak” di dalam pergaulannya dan tidak
satu tempat bersosialisasi bagi para waria
jarang seorang waria pendatang pasti ditanyai
siapa
“ibu”
nya
(wawancara
yang tidak berprofesi sebagai pekerja seks.
dengan
responden G, 27 April 2012).
“Sebelum ada didirikan pengajian, anak-anak
berkumpulnya di jalanan, sebagai waria malam, ya
dengan kegiatan yang sangat-sangat negatif. Dengan
adanya pengajian, kita ingin menghilangkan
kenegatifan tersebut juga stigma dan diskriminasi
terhadap waria” (wawancara dengan responden J, 11
Mei 2012)
Waria selalu membutuhkan wadah untuk
menunjukkan
eksistensinya.Menunjukkan
bahwa mereka “ada” dan “diterima” oleh
masyarakat.Di
Surabaya
sendiri,
dimana
Dari kutipan diatas, dapat diketahui bahwa
jumlah waria menempati posisi tertinggi di
waria yang tidak berprofesi sebagai pekerja
Indonesia,terdapat perlakuan khusus bagi
seks tidak mau berkumpul di jalan, oleh
waria.Walikota Surabaya Poernomo Kasidi
karena itu tempat pengajian merupakan
menunjuk Jalan Irian Barat sebagai tempat
tempat bagi mereka untuk bertemu dan
mereka bersosialisasi pada tahun 1980an.
bersosialisasi.Selain
Pada saat itu awalnya memberikan Jalan Irian
itu,
dari
data
yang
diambil pada saat observasi, forum pengajian
12
“Tambah banyak yang ayu-ayu lo, itu berarti Pak
informan B ga sukses” (wawancara dengan responden
J, 11 Mei 2012).
tersebut lebih condong untuk dijadikan ajang
sosialisasi daripada pendalaman agama. Hal
tersebut juga diiyakan oleh responden J:
Dari
segi
yang lama.Meskipun tidak menggunakan
make-up dan memakai baju laki-laki serba
putih
tetapi
penampilan
waria
lebih
menunjukkan pribadi sebagai wanita daripada
Di tempat tersebut, ketika ustadz sedang
sebagai laki-laki.Hal ini membuktikan bahwa
berceramah, anggota pengajian yang lain
habitus hexis yang mereka bawa masih kental
tidak seberapa memperhatikannya, melainkan
berbicang-bincang
adanya
daripada ketika masih diketuai oleh Kyai
responden J, 11 Mei 2012).
asyik
dengan
informan B ini waria lebih coming out
“Kalo saya kok dari pengajian itu ga dapet
apa-apa, ya saya suka kumpul-kumpulnya
aja.Kalo ilmu saya dapetnya dari pengajian
temen-temen KBIH saya” (wawancara dengan
mereka
penampilan,
terlihat meskipun dibalut dengan pakaian laki-
dengan
laki dan tanpa make-up.
anggota yang lain. Meskipun sudah ditegur
oleh pemuka agama pun, mereka diam
Waria dan Ekonomi
sejenak kemudian tetap berbincang-bincang
Mayoritas waria yang “hijrah” ke kota besar karena
dengan rekan-rekannya.
memang tidak diakui oleh keluarga dan pada akhirnya
“dibuang” oleh keluarga. Oleh karena itu banyak dari
Pergantian ustadz dari yang lama yang
mereka yang bekerja sebagai pekerja seks dan pekerja
cenderung heteronormatif dan “keras” ke kyai
kesenian.
yang
pendidikan mereka memang rendah (wawancara
lebih
“lunak”
dan
“sabar”
ke
bersosialisasi
daripada
tersebut
dikarenakan
memang
dengan Handayani, 19 Juni 2012 dan responden L, 20
memperlihatkan tujuan waria yang lebih
condong
Hal
Juni 2012). Selain bekerja pada dua bidang tersebut,
ke
waria muda biasanya tidak mempunyai keahlian
pendalaman agama.
khusus, sehingga banyak waria yang mengikuti waria
“Paham betul, mengikuti keinginan anak-anak.
Maksudnya saya adalah waria yang sama dengan
wanita (Pak informan B bisa) lebih ngemong”
(wawancara dengan responden J, 11 Mei 2012).
seniornya
yang
sudah
mempunyai
salon
atau
setidaknya bekerja di salon.
Latar belakang waria yang seperti itu membuat banyak
Meskipun mempunyai prinsip yang sama di
dari mereka yang tidak mandiri secara ekonomi.Oleh
dalam
B
karena itu, belum adanya organisasi yang benar-benar
merupakan pribadi yang lunak dan lebih bisa
menyentuh mereka secara ekonomi membuat mereka
ajarannya,
tetapi
informan
sering
menerima waria.
kesulitan
dalam
keuangan.
Bahkan
PERWAKOS sebagai naungan waria di Surabaya juga
tidak memberikan bantuan dalam bentuk pemberian
13
material uang, mereka lebih fokus pada penyebaran
tubuh saja saat datang baik ke persekutuan doa atau
kondom untuk memperkecil penyebaran HIV dan
kebaktian.
AIDS (wawancara dengan responden A, 17 April
2011).
Bahkan
menghiraukan
pemerintah
keberadaan
seakan
tidak
Pemberian
mereka.Bantuan
BLT
merupakan bentuk kapital ekonomi yang didapatkan
juga
bantuan
dari
gereja
Bethany
juga
oleh anggota PHDK. Waria yang dibaptis di gereja
mempunyai syarat yang terlalu “ribet.”
tersebut dan sudah berusia manula akan mendapatkan
Hal yang paling utama dari penerima BLT adalah
bantuan hidup bulanan sebesar Rp. 150.000 dan juga
mempunyai
menjadi
mendapatkan bantuan uang kos sebesar Rp. 300.000
permasalahan banyak waria.Kebanyakan dari mereka
dalam satu tahun (wawancara dengan Handayani, 26
tidak mempunyai KTP yang bisa dijadikan dasar
Juni 2012). Meskipun secara nominal tidak banyak,
hukum seseorang tinggal di daerah tertentu.
tetapi uang tersebut setidaknya bisa diandalkan oleh
KTP.Hal
tersebut
yang
waria manula yang kebanyakan sudah tidak memiliki
Dengan segala keterbatasan tersebut, waria memang
pekerjaan tetap.Sampai saat ini sudah ada 10 waria
jarang mendapatkan bantuan dana dari pihak manapun.
yang mendapatkan bantuan dari gereja tersebut (ibid,
Hal inilah yang ditangkap oleh organisasi keagamaan
26 Juni 2012).
waria.Untuk menjaring jemaat, PHDK memberikan
banyak akses yang secara ekonomi menguntungkan
Hal serupa juga ditawarkan oleh pengajian Al-Ikhlas.
bagi waria. Tiap sekali datang ke persekutuan doa,
Berhubung mereka berada pada kelas ekonomi yang
waria akan mendapatkan uang transport dan makan
lebih tinggi, maka ekonomi pun bekerja dengan cara
malam. Selain itu, pada beberapa acara tertentu seperti
yang lain. Waria anggota pengajian memilih untuk
Natal, Paskah, dan hari keagamaan Kristen lainnya
mengadakan iuran bulanan yang nantinya diberikan
mereka bahkan mendapat bingkisan sembako.Pada saat
kepada anggota yang mengalami kesusahan.Kesusahan
observasi, peneliti melihat bahwa tiap individu
tersebut bisa dalam bentuk sakit atau saat mereka
mendapatkan kopi satu “renteng,” mi instan, biskuit
meninggal. Selain itu dalam hal penyediaan “suguhan”
yang bisa dijadikan bekal.
saat pengajian juga dibantu dari dana iuran bulanan
tersebut. Meskipun jumlahnya sedikit, hal tersebut juga
Hal tersebut belum termasuk bantuan dari Bukit Zion
menjadi pemicu mengapa organisasi ini tetap berjalan
yang berupa bantuan kesehatan, dan bahkan bantuan
dan berkembang sampai saat ini.
ekonomi secara penuh bagi mereka yang sudah siap
untuk berubah (wawancara dengan responden B, 22
Waria dan Rekognisi
Juni 2012). Hanya saja Bukit Zion memang terbatas
pada waria yang mempunyai KTP, dan di dalam KTP
Semua kapital, mulai dari kapital ekonomi,
tersebut berlaku nama aslinya. Bantuan dari Bukit Zion
dan budaya, pasti pada ujungnya akan
tidak terbatas dalam hal itu saja, tetapi juga pemberian
bermuara pada kapital simbolik. Kapital
makan dan unag transport pada kebaktian hari Minggu.
Intinya
waria
yang
ingin
datang
tidak
simbolik merupakan hierarki tertinggi dalam
harus
kapital, yaitu kekuasaan yang memungkinkan
mengeluarkan uang apapun, mereka hanya membawa
untuk mendapatkan setara dengan apa yang
14
diperoleh
melalui
kekuasaan
ekonomi,
berkat
akibat
dan
Pada kasus pengajian Al-Ikhlas dimana letak
suatu
pengajiannya selalu berubah-ubah setiap kali
mobilisasi (Haryatmoko, 2003). Kapital ini
pelaksanaannya menjadi poin sentral dalam
bisa
upaya waria dalam mencari pengakuan.
berupa
gelar
fisik
khusus
pendidikan
yang
dicantumkan di kartu nama, cara bagaimana
“Dengan pindah-pindah, masyarakat bisa melihat
bahwa waria juga ada sisi positifnya” (wawancara
dengan responden J, 11 Mei 2012)
membuat tamu menanti, cara mengafirmasi
otoritasnya, dan lain-lain. Kapital simbolik ini
juga bisa diwujudkan dalam bentuk rekognisi
terhadap
Perpindahan lokasi tersebut seakan menandai
kaum-kaum/golongan-golongan
dan
yang termarjinalkan. Sebagai contoh adalah
selalu
didiskriminasikan
pada
masyarakat
sekitar bahwa waria tidak hanya yang
golongan waria yang memang di dalam
masyarakat
menginformasikan
“mejeng” di jalan dengan rok pendek dan
dan
menjajakan tubuhnya pada lelaki hidung
dimarjinalkan.
belang. Waria juga bisa ngaji dan melakukan
kegiatan keagamaan secara rutin. Bahkan di
Waria dan agama merupakan dua hal yang
oksimoron,
dimana
keduanya
suatu waktu, ada pengajian waria yang juga
saling
mengundang masyarakar sekitar (wawancara
bertentangan. Banyak agama tidak mengakui
dengan informan A, 11 Mei 2012). Dengan
adanya waria, tetapi waria masih tetap eksis
di
masyarakat.
Keberadaan
bergabungnya
organisasi
kegiatan
keagamaan yang menanungi waria pun tak
pelak
menjadi
sorotan
karena
bahwa
bisa
menimbulkan
pengajian
tersebut
batas-batas
antara
dalam
menandakan
waria
dan
dulunya selalu menempel pada mereka lambat
bertolak belakang. Kondisi yang demikian
akhirnya
sekitar
masyarakat seakan luntur. Stigma buruk yang
menjembatani antara dua hal yang sangat
pada
masyarakat
laun luruh dan digantikan dengan pendapat
banyak
yang positif.
pertanyaan pada masyarakat sekitar anggapan
bahwa waria hanya yang hidup di jalanan dan
KTA (Kartu Tanda Anggota) yang dimiliki
berprofesi sebagai pekerja seks menjadi
oleh tiap-tiap anggota juga menjadi salah satu
pudar. Bagi sebagian orang, stigma seperti itu
kapital simbolik yang dapat mereka miliki.
bisa dikurangi selama organisasi keagamaan
Mayoritas waria tidak mempunyai KTP, atau
ini berjalan dengan baik.
setidaknya KTP yang mereka miliki berasal
dari
daerah
asal
mereka,
bukan
KTP
Surabaya. Dengan adanya KTA, maka itu bisa
15
dijadikan simbol bahwa mereka terdaftar
Kostum/busana yang dikenakan pada saat
sebagai penduduk Surabaya meskipun secara
pengajian
tidak resmi. “Aku duwe KTA, iki lumayan lan
manfaat yang cukup signifikan terhadap waria
lah gawe didudohno.” “Saya mempunyai
anggota. Mereka menjadi paham bahwa
KTA, ini
hakikat mereka dalam beribadah adalah
lumayan
untuk
ditunjukkan.”
berlangsung
juga
membawa
sebagai pria bukan sebagai wanita.
(wawancara dengan informan A, 11 Mei
2012). Meskipun tidak ada jaminan bahwa
KTA tersebut bisa meloloskan mereka dari
Manfaat pengajian juga diakui Linda. Pemilik
operasi yustisi, tetapi setidaknya hal tersebut
Linda Salon di Jalan
menjadi semacam “pegangan” yang berguna
mengaku gaya hidupnya mulai berubah sejak
bagi waria anggota.
dirinya rutin mengikuti pengajian Jumat
Kendangsari itu
Manis. Dia yang sebelumnya menjalankan
Isi pengajian yang bermuatan ringan dan
salat di rumah dengan rukuh, seperti layaknya
mudah dipahami juga menjadikan kunci bagi
perempuan, kini mulai berani unjuk muka.
waria untuk mendapatkan sari pengetahuan
Setiap Jumat, dia pergi ke masjid dengan
agama dari pengajian tersebut. Salah satu
pakaian muslim. "Bahkan, setiap selesai
anggota dari pengajian tersebut merasa bahwa
ibadah, saya dipanggil takmir dan diajak
dengan menjadi anggota dari pengajian, rasa
berdiskusi. Itu artinya, keberadaan saya
percaya dirinya menjadi bertambah, karena
diterima," ungkapnya (Satriyo, 2006).
mendapatkan
pengetahuan
agama
dan
melakukan sesuatu sesuai dengan perintah
Penerimaan
Allah (wawancara dengan informan B, 1 Mei
keberadaan seorang waria merupakan hal
2012). Biasanya waria tersebut malu untuk
yang luar biasa di Indonesia. Seringkali waria
melakukan sholat Jumat di masjid dekat
malu untuk masuk ke masjid dan melakukan
rumahnya, tetapi sekarang dia tidak malu dan
ibadah, tetapi dengan adanya pengajian, waria
bisa membaur ke dalam masyarakat.
semacam mendapatkan pengetahuan agama
yang
takmir
membuat
mereka
masjid
terhadap
“berani”
untuk
berdiskusi dengan anggota masjid yang lain.
Dengan adanya pengajian ini setidaknya
waria mendapatkan pengertian bahwa secara
syariat mereka masih dikategorikan sebagai
16
laki-laki. Maksudnya adalah ketika mereka
"Doakan saya bisa naik haji," terang waria
menjalani ibadah, mereka harus kembali ke
berambut panjang itu. (Satriyo, 2006)
sejatinya mereka, sebagai laki-laki. Sebagai
contoh pada saat sholat, mereka tidak
Seiring dengan keinginan mereka untuk
diperkenankan
menghapus
memakai
mukena
seperti
dosa,
waria
yang
telah
layaknya perempuan, melainkan mengenakan
mendapatkan predikat sebagai haji akan
peci
memperoleh privilege spesial setidaknya jika
dan
sarung
seperti
laki-laki.
Hal
semacam ini membuat mereka semakin
bukan
percaya diri ketika menjalankan ibadah yang
masyarakat. Satu hal yang berubah ketika
diperintah Allah, termasuk yang termasuk
menjadi
salah
addressing/panggilan orang lain terhadap
satu
rukun
Islam
terakhir
yaitu
menunaikan ibadah haji.
untuk
keluarganya
haji
tetapi
adalah
bagi
mengenai
mereka. Orang memanggil mereka tidak
dengan panggilan mbak/ibu lagi tetapi dengan
Persoalan
mengenai
haji
ini
menjadi
panggilan haji. Hal tersebut merupakan salah
fenomena yang unik di kalangan waria. Mak
satu penanda bahwa mereka eksis dan bisa
Anik sebagai pemrakarsa pengajian ini sudah
menunaikan ibadah haji.
pernah menunaikan ibadah haji sekali, dan
berencana untuk menunaikan lagi pada tahun
Dengan
2012, tetapi tidak kesampaian karena telah
kalangan waria, maka secara tidak langsung
meninggal. Boellstroff pernah mengatakan
akan
bahwa waria menunaikan ibadah haji atau
terhadap waria. Salah satu waria mengatakan
mengirim orang tuanya untuk berangkat haji
bahwa ia sekarang tidak hanya mengikuti
bertujuan untuk menghapus dosa. Kebaikan
kegiatan keagamaan Al-Ikhlas, tetapi juga
(good
mengikuti pengajian-pengajian yang lain. Haji
deeds)
bisa
menjadi
kompensasi
mereka menjadi waria (2011: 166).
munculnya
membuka
rekognisi
penerimaan
terhadap
masyarakat
merupakan salah satu kapital bagi waria untuk
mendapatkan pengakuan di mata masyarakat
Dia mengaku banyak mendapat manfaat dari
dan juga menjadi penanda keberhasilan waria
pengajian Al- Ikhlas itu. "Yang jelas, saya
di bidang keagamaan.
bisa beribadah. Saya mengenal Tuhan,"
4. Simpulan
ungkap waria 41 tahun itu. Dia menargetkan,
Organisasi keagamaan waria merupakan solusi yang
jika rezekinya lancar, dua tahun mendatang
lengkap di dalam pengurangan diskriminasi dan stigma
bakal menyusul Marini ke Tanah Suci.
masyarakat terhadap mereka.Tempat tersebut memang
ditujukan
17
bagi
para
waria
yang
selama
ini
mendapatkan
kesulitan
untuk
mencari
adalah mengembalikan mereka sesuai dengan jenis
tempat
kelamin mereka.
beribadah yang nyaman.Tidak ada lagi istilah waria
yang malu atau sungkan untuk pergi ke tempat ibadah,
karena
keberadaan
organisasi
keagamaan
Habitus, Arena, dan Kapital menjadi tiga hal yang
waria
tidak bisa dipisahkan ketika berbicara mengenai Teori
mewadahi semua keinginan waria di dalam beribadah.
Praktik.Begitupun juga dengan keberadaan organisasi
Dalam sejarahnya, organisasi keagamaan waria ini
keagamaan waria ini, yang tidak bisa lepas dari
tumbuh untuk menyuarakan keinginan waria dalam
kapital.Dalam pelaksanaan organisasi keagamaan,
beribadah.Tidak hanya itu, berdirinya organisasi juga
terdapat tiga kapital yang diperebutkan, kapital sosial,
dipengaruhi oleh habitus dari pesertanya.Habitus
kapital ekonomi, dan kapital simbolik.Kapital sosial
tersebut bisa berupa pengalaman sejarah ketua dan
berbentuk organisasi keagamaan sebagai tempat waria
anggota yang dahulu dibesarkan di lingkungan yang
untuk bersosialisasi dengan yang lain serta dalam
relijius. Hal tersebut juga membawa efek dalam cara
pengurusan kematian waria yang selama ini selalu
berpakaian
ibadah
menjadi momok bagi waria.Kapital ekonomi muncul
pengajian, yaitu dengan memakai pakaian laki-laki dan
dalam bentuk pemberian bantuan materi kepada
tanpa make-up. Pada ranah inilah, habitus yang berupa
anggota organisasi.Meskipun tidak banyak tetapi
etos bekerja, yaitu dengan mengarahkan anggota sesuai
kapital ekonomi menjadi penting kaitannya dengan
dengan pemikiran Ketua, baik dalam pelaksanaan
waria yang berada dalam kelas ekonomi menengah
ibadah ataupun pencapaian tujuan bersama. Sementara
kebawah. Kapital simbolik muncul berupa rekognisi
habitus hexisbekerja dalam cara berpakaian waria dan
akan keberadaan waria dalam pandangan yang lebih
bagaimana pembawaan waria di dalam pelaksanaan
baik. Meskipun diskriminasi tidak hilang sepenuhnya,
ibadah.
tetapi masyarakat telah melihat sisi positif waria, dan
waria
ketika
melaksanakan
itu penting bagi perjalanan waria dalam mengupayakan
rekognisi.
Tembok/force field di dalam arena yang berfungsi
menjadi filter untuk menahan sesuatu dari dalam untuk
keluar
dan
dalam
Secara keseluruhan, munculnya organisasi keagamaan
pelaksanaan ibadah pada organisasi keagamaan waria.
waria membuktikan bahwa waria sudah selangkah
Tembok yang berupa konsepsi dari masyarakat dan
lebih
norma agama merupakan tembok yang bisa ditembus
masyarakat. Rekognisi ini penting adany
Studi Kasus Pengajian Al-Ihklas dan Persekutuan Doa Hati Damai dan Kudus
Lastiko Endi Rahmantyo
Departemen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga,
Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Indonesia.
E-mail: [email protected]
Abstract
Transgender and religion have always been two contradictory things called as oxymoron. All religions do not admit the
discourse of transgender and it does happen in Surabaya. The discrimination and stigma attached to them have made
them avoid the religious places. It is the notion happening in most of transgender because they are shy and felt that they
did not belong to it. Interestingly, there were two religious affiliations created and addressed for transgender in
Surabaya: Pengajian Al-Ikhlas (for Moslems) and Persekutuan Doa Hidup Damai dan Kudus (for Christians). By the
time this thesis was finished, the two religious organizations have already grown up for more than ten years and still
exist and keep developing. The theory used in this thesis was Pierre Bourdieu’s Habitus, Field, and Capital. It was used
to analyse how those two affiliations were built and developed. The method used was qualitative method by using
ethnographic research. The primary data used were the data from the interviews and participatory observation; while the
secondary data were from documents such as newspapers and magazines. The results of this thesis indicated that the
Habitus owned and internalized by the owner of these affiliations were the major reason on why these affiliations were
grown and developed. It was also facilitated by the field in Surabaya that made them comfortable. Furthermore, capital
was also noted to be the one that keeps the affiliations running. The attendants were having extra care within their
death, extra cash, socialization, and also the most important was being recognized as citizens.
Keywords: oxymoron, Pengajian Al-Ikhlas and Persekutuan Doa Hidup Damai dan Kudus, habitus, field, capital
dan memilih untuk mencari nafkah di kota (wawancara
1. Pendahuluan
dengan responden A, 17 April 2011).
Waria merupakan salah satu fenomena gender dan
seksualitas yang ada di pelbagai sudut dunia, tak
Banyaknya jumlah waria di Surabaya juga diikuti
terkecuali di Indonesia. Dengan menyandang sebagai
dengan tumbuhnya organisasi yang menaungi mereka.
salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia,
PERWAKOS (Persatuan Waria Kota Surabaya) yang
Indonesia, khususnya Surabaya juga merupakan kota
juga merupakan organisasi waria terbesar dan tertua di
dengan
(Departemen
Indonesia telah banyak memberikan bantuan dalam
Kesehatan, 2009:32). Banyaknya jumlah waria di
bentuk materi maupun dukungan terhadap kaum
Surabaya merupakan cerminan umum dari kota
transgender yang ada di Surabaya. Oleh karena itulah,
metropolitan dimana banyak orang yang datang untuk
organisasi ini berkembang seiring dengan tumbuhnya
mencari pekerjaan di kota, termasuk waria. Selain itu,
populasi waria di Surabaya.
jumlah
waria
terbanyak
pola migrasi para waria di kota dikarenakan peluang
untuk mendapatkan pekerjaan di kota lebih besar
Dalam
mengingat mayoritas waria yang bekerja di kota
diskriminasi
merupakan waria yang tidak diterima di keluarganya
heteroseksual. Banyak dari mereka yang dilecehkan
1
kesehariannya,
dan
waria
stigma
sering
negatif
mengalami
oleh
kaum
baik secara verbal maupun secara fisik, bahkan ada
lanjut peneliti akan melihat faktor-faktor apakah yang
juga yang sampai mengalami cedera serius (Ariyanto
berperan di dalam pembentukan organisasi keagamaan
dan Triawan, 2008). Diskriminasi dan stigma negatif
waria tersebut.
yang dialamatkan pada waria bahkan sampai ke
kebebasan menjalankan ibadah keagamaan. Artinya
Pertanyaannya
bahwa untuk waria, beribadah pun sulit untuk
keagamaan waria bisa terbentuk? Apakah ada proses
dilakukan.
negosiasi yang berlangung di dalamnya?
Hal ini seolah-olah
menjadi sebuah
adalah
bagaimana
organisasi
tamparan keras bahwa kebebasan beragama dan
beribadat seperti yang diamanatkan oleh Undang
2. Teori dan Metode
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pada
pasal 29 ayat 2 hanya berlaku untuk kaum-kaum
Penelitian
ini
menggunakan
trio
teori
yang
tertentu.
dikemukakan oleh Pierre Bourdieau yaitu habitus,
arena, dan kapital. Bourdieau mengemukakan bahwa
Dengan diskrimasi yang muncul dalam berbagai
ketiga unsur teori tersebut tidak bisa dipisahkan,
bentuk tersebut, waria seolah-olah berada di dalam
artinya bahwa antar ketiganya saling berhubungan.
penjara. Bahkan mungkin lebih buruk dari penjara
Secara gamblang Bourdieau menyatakan bahwa:
karena untuk melakukan kebaikan pun mereka juga
[(habitus)(kapital)] + arena = practice (Maton, 2008:
tidak bisa. Atas dasar inilah, di Surabaya terdapat dua
51).
organisasi keagamaan yang didirikan oleh waria untuk
waria. Kedua organisasi tersebut bernama Pengajian
Sederhananya, habitus berfokus pada cara kita
Al-Ikhlas untuk yang beragama Islam dan Persekutuan
bertindak,
Doa Hati Damai dan Kudus (PHDK) untuk yang
seseorang” (Maton, 2008:52). Termasuk bagaimana
beragama
tersebut
kita membawa sejarah yang pernah kita alami ke dunia
merupakan cikal bakal organisasi keagamaan waria
yang sedang dijalani sekarang, serta bagaimana kita
lain yang muncul di berbagai daerah di luar Surabaya,
bertindak dengan cara tertentu tidak dengan cara yang
seperti
Yogyakarta,
lain. Proses ini berlangsung terus menerus, sampai
Persekutuan Doa Hidup Baru dan Kudus di Solo,
bahkan mungkin menciptakan sejarah sendiri bagi kita,
Malang, dan Semarang.
tetapi tidak dengan keputusan-keputusan yang kita buat
Kristen
Pengajian
Protestan.
Senin
Organisasi
Kamis
di
berpikir,
merasakan,
dan
“menjadi
secara independen, masih ada pengaruh dari masa lalu
Terbentuknya
organisasi
keagamaan
oleh
yang pernah kita tempuh (ibid).
waria
merupakan hal yang menarik, karena sejatinya antara
agama dan waria merupakan hal yang oksimoron. Sifat
Di sisi lain, untuk memahami interaksi antar manusia
agama dan waria seperti sifat minyak dan air yang
atau menjelaskan tentang fenomena sosial tidaklah
tidak
organisasi
cukup hanya dengan melihat apa yang dikatakan, atau
keagamaan waria bisa terbentuk. Untuk menyatukan
apa yang terjadi (dalam hal ini sejarah). Sangatlah
minyak dan air butuh sabun, hal yang sama juga terjadi
penting untuk melihat ranah sosial dimana terjadi
pada organisasi keagamaan waria. Proses negosiasi
interaksi, transaksi, dan kejadian. Ranah sosialinilah
yang berjalan antara waria dan agama inilah yang
yang disebut oleh Bourdieu sebagai field/arena
menjadi fokus utama peneliti pada karya ini. Lebih
(Thomson, 2008:67). Bourdieu menganalogikan arena
bisa
menyatu,
tetapi
mengapa
2
ini dalam tiga ranah: pada ranah sepakbola, fiksi
dapat dikonversi menjadi kapital-kapital yang lain,
ilmiah, dan fisika (2008:68). Ia juga menekankan
serta kapital simbolik lah yang dikejar oleh pelaku
bahwa tidak ada definisi mutlak tentang arena, oleh
sosial sebagai puncak dari semua kapital (Haryatmoko,
karena itu peneliti seharusnya melihat pengandaian
2003: 12).
filsafat pada ketiga ranah tersebut. Pada ranah sepak
bola, arena dianalogikan seperti sebuah tempat dimana
Metode kualitatif dipilih untuk menganalisa fenomena
individu-individu di dalamnya mentaati peraturan yang
yang terdapat pada kedua organisasi keagamaan waria
disepakati dan berinteraksi sesuai dengan peran yang
ini. Pengumpulan data didasarkan pada analisis
diemban masing-masing individu. Sementara pada
dokumen,
ranah fiksi ilmiah, arena dianalogikan seperti sebuah
observation),
pesawat yang mempunyai tembok penghalang untuk
pedomanterhadapketua, anggota, dan pemuka agama di
menghalangi partikel yang ingin menghantam pesawat
organisasi tersebut. Terdapat dua sumber data primer
ataupun menghidari partikel dari dalam pesawat yang
dan satu sumber data sekunder yang digunakan sebagai
ingin keluar. Pada wanah ini, arena membawa
data di dalam penelitian ini. Sumber data primer terdiri
pengaruh bagi individu yang berada di dalamnya.
dari data observasi/pengamatan terlibat dan wawancara
Terakhir adalah pada ranah fisika, dimana Bourdieau
mendalam, sementara data sekunder diambil dari
menganalogikan arena sama dengan konsep force field,
dokumen-dokumen yang terkait dengan Al-Ikhlas dan
dimana meskipun terdiri atas berbagai kutub masih
PHDK.
pengamatan
wawancara
terlibat
(participatory
mendalam
dengan
tetap tarik menarik (ibid). Kutub yang bermain pada
ranah ini adalah kapital ekonomi dan kapital budaya
Pengamatan yang dilakukan adalah berpartisipasi pada
seperti yang akan dijelaskan pada paragraf di bawah
kegiatan di PHDK dan Al-Ikhlas. Di PHDK, peneliti
ini.
datang sebanyak tiga pertemuan, pada tanggal 14
Maret 2012, 28 Maret 2012, dan 18 Juni 2012.
Di dalam dunia sosial, pelaku atau kelompok pelaku
Sementara untuk pengajian Al-Ikhlas, pengamatan
dibedakan berdasarkan dua hal: (1) besarnya kapital
terlibat dilakukan pada tanggal 27 April 2012.
yang mereka miliki, dan (2) sesuai dengan bobot
Pengamatan pada pengajian hanya dilakukan satu kali
komposisi keseluruhan kapital mereka (Haryatmoko,
karena memang pengajiannya dilakukan sebanyak
2003:12). Kapital ini sengaja diburu atau dicari oleh
sebulan sekali.
pelaku atau kelompok pelaku di dalam dunia sosial,
karena memiliki kapital berarti memiliki kuasa
Wawancara dilakukan dengan mengambil topik pada
tertentu. Bourdieu membagi kapital menjadi empat
motivasi,
macam: (1) kapital ekonomi (uang dan aset); (2)
organisasi keagamaan ini. Tiga komponen utama yang
kapital budaya (tingkat pendidikan, estetika, preferensi
dipilih sebagai informan adalah ketua, anggota aktif,
budaya, bahasa); (3) kapital sosial (afiliasi dan
dan pemuka agama yang rutin memberikan ceramah
jaringan, keluarga, relijiusitas, warisan budaya); (4)
pada organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan rutin
kapital simbolik (sesuatu yang dapat ditukar dengan
adalah tiap kali diadakan persekutuan doa ataupun
semua
pengajian, maka mereka lah yang menjadi pembicara
kapital
yang
pengakuan/rekognisi)
ada,
contohnya
(Thomson,
2008:69).
adalah
utama.
Dari
kesemua kapital yang ada, kapital ekonomi lah yang
3
manfaat,
dan
dampak
terbentuknya
Wawancara mendalam dilakukan selama tahun 2012,
Sebagai
tetapi ada satu responden yang diwawancarai pada
Handayani, mengungkapkan bahwa latar belakangnya
tahun
data
mendirikan PHDK adalah karena ia telah tobat
wawancara adalah pada bulan Maret sampai dengan
menjalani kehidupan sebagai waria yang tidak dekat
Juni 2012. Dari hasil wawancara tersebut, terdapat lima
dengan
2011.
Adapun
bulan
pengambilan
informan kunci dan delapan responden yang telah
ketua
sekaligus
pendiri
(Anggraeni,
Tuhan
dari
PHDK,
2003).
Pada
mulanya, Handayani membentuk organisasi
dikodekan dengan acak. Pada pelaksanaan wawancara,
ini dengan tujuh orang teman waria yang
rata-rata lama wawancara adalah sepanjang 60 – 120
menit. Metode wawancara semi-structured dengan
seiman. Alasan mereka mendirikan PHDK
pertanyaan open questions. Identitas ke tiga belas
adalah untuk menampung waria yang malu
responden dirahasiakan, hanya Handayani yang sudah
untuk datang beribadah ke gereja.
menyatakan
kesediaannya
untuk
dicantumkan
namanya.
Dukungan dana dan bantuan dalam bentuk
Hasil wawancara akan didokumentasikan dalam bentuk
materi pada mulanya bersifat independen,
transkrip wawancara. Data tersebut beserta data berita
artinya
koran diklasifikasikan berdasarkan habitus, arena, dan
menggunakan
kapital. Selain itu data juga dipakai di dalam penulisan
anggotanya.
tentang sejarah singkat organisasi keagamaan ataupun
pendiri
organisasi.Setelah
data
waktu,
diklasifikasi
PHDK
maju
dana
Seiring
PHDK
hanya
iuran
oleh
dengan
mendapat
dengan
para
berjalannya
bantuan
dari
berdasarkan ketiga kelompok tersebut, peneliti akan
Yayasan Pondok Kasih dan Gereja Bukit
melakukan interpretasi dengan menggunakan teori
Zion. Bantuan yang diberikan oleh kedua
Bourdieu tentang habitus, arena, dan kapital. Selain itu,
organisasi tersebut berwujud tidak hanya
peneliti juga akan menulis tentang bagaimana negoisasi
dalam bentuk materi, tetapi juga pelayanan
yang terjadi antara dua elemen, waria dan agama,
kesehatan,
sehingga organisasi keagamaan ini bisa terbentuk dan
penceramah
berkembang.
dan
yang
juga
dalam
datang
pada
bentuk
saat
persekutuan doa (wawancara dengan Handayani, 27
April 2012).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Sejarah Singkat PHDK dan Pengajian AlIkhlas.
PHDK yang dahulu bernama PD WGL
PHDK merupakan organisasi keagamaan waria untuk
(Persekutuan
pemeluk agama Kristen Protestan yang pertama kali
melaksanakan kegiatan rutinnya setiap hari
ada di Indonesia (wawancara dengan Handayani, 27
Selasa (minggu kedua) dan Jumat (minggu
April 2012). Proses berdirinya PHDK tidak melalui
Doa
Waria
Gay
Lesbi)
keempat) pada pukul 18.00 WIB. Pada
jalan yang mulus, tetapi melalui jalan yang terjal,
dengan berbagai rintangan yang menghalangi sampai
persekutuan doa tersebut, jemaat yang datang
organisasi ini terbentuk pada tahun 1993 (ibid).
beragam, mulai dari waria yang tingkat
4
ekonominya rendah (ditandai dengan jenis
Usia peserta PHDK juga beragam,ada yang
pekerjaan) sampai dengan waria yang tingkat
berusia muda (kisaran 20 tahunan), dan ada
ekonominya
(ditandai
pula yang berusia lanjut (kisaran 60 tahunan).
Kegiatan
Mereka duduk bersama dalam satu ruangan
dengan
menengah
kepemilikan
persekutuan
doa
keatas
salon).
dilaksanakan
di
Salon
untuk berdoa bersama dan memanjatkan
Handayani yang berada di daerah Bratang,
pujian untuk Tuhan. Mayoritas peserta PHDK
dan pada tiap kegiatannya jumlah jemaat yang
(sekitar 90%) adalah waria. Untuk mencari
datang tidak sampai maksimal sesuai dengan
anggota, Handayani bersikap proaktif. Kala ia
jumlah anggotanya yang mencapai 80 orang.
mendengar ada waria yang sedang sakit, tidak
Hal tersebut mungkin terjadi karena waria
hanya Kristen tetapi juga agama lain,
mempunyai kesibukannya sendiri-sendiri.
Handayani
menawarkan
biasanya
doa
mendatanginya
kesembuhan.
dan
Setelah
Selain kegiatan yang dilaksanakan di salon
sembuh, biasanya waria tersebut datang ke
Handayani,
juga
PD dan kemudian mengikuti acara PD.
dilaksanakan di Bukit Zion. Persekutuan
Bahkan ada beberapa waria yang kemudian
waria yang dilakukan di Bukit Zion disebut
beralih kepercayaan (convert).
persekutuan
doa
dengan Adulam. Adulam merupakan nama
sebuah gua yang isinya masyarakat yang
Hambatan yang datang dalam pendirian PD
terpinggirkan di masyarakat, mulai dari orang
tidak datang dari masyarakat sekitar, tetapi
yang
malah datang dari pendeta yang sinis dengan
tidak
pernah
membayar
hutang,
penjahat, dan lain-lain dibawah pimpinan
keberadaan waria.
Raja Daud. Kemudian, setelah bertemu
“Penduduk sekitar ga masalah, mendukung, justru pro
kontranya adalah pendeta-pendeta itu ada yang
menentang (bukan menentang tapi meremehkan),
“halah wong waria kok ngadakan persekutuan doa,
paling yo guyon-guyon tok hepi-hepi tok.”
dengan Raja Daud mereka bisa dibina, dan
ketika keluar dari gua tersebut, mereka
menjadi anak buah Raja Daud (wawancara
dengan responden B, 21 Juni 2012). Dari
nama tersebut, tersirat pemahaman bahwa
(“Waria saja kok mengadakan persekutuan doa, paling
yang ada hanya bercanda dan tidak serius.”)
persekutuan
Oleh
doa
Bukit
Zion
memang
karena
itulah,
Handayani
bertekad
untuk
menjadikan PHDK ini sebagai organisasi keagamaan
bertujuan untuk “membina” waria untuk
yang memang bertujuan untuk beribadah bukan untuk
kembali menjadi keadaan biologisnya.
mencari kesenangan semata.
5
PHDK
juga
tercantum
pada
struktur
berbagai kota di Jawa Timur sesuai domisili
organisasi PERWAKOS yaitu pada seksi
anggota
pengajian
tersebut.
Anggota
kerohanian. Jika ada waria yang beragama
pengajian ada yang berdomisili di Gresik,
Kristen dianjurkan untuk mengikuti ibadat
Lamongan, Malang, Madura dan Surabaya
yang dilakukan oleh PHDK, sementara jika
(wawancara dengan informan B, 1 Mei 2012).
ada waria Islam maka diarahkan untuk
Metode berpindah-pindah bertujuan untuk
mengikuti ibadah di pengajian Al-Ikhlas.
menunjukkan pada masyarakat bahwa waria
tidak hanya pekerja seks atau pengamen di
Pengajian Al-Ikhlas telah berdiri sejak tahun
jalan-jalan, tetapi ada juga waria yang
2003 dengan anggotanya saat itu sebanyak 19
mengadakan pengajian (wawancara dengan
orang dan semuanya telah berusia 30 tahun
informan A, 11 Mei 2012).
keatas (wawancara dengan responden J, 11
Mei
2012).
Latar
belakang
pendirian
Sampai saat penelitian ini dilakukan, anggota
pengajian ini kurang lebih sama dengan
yang terdaftar pada pengajian ini sejumlah 80
PHDK yaitu untuk mengakomodir keinginan
orang. Jumlah tersebut tidak selalu datang
waria yang beragama Islam untuk melakukan
rutin dalam pengajian, sehingga jarang sekali
ibadah.
pengajian dilakukan dengan jemaah sampai
dengan 80 orang. Fenomena tersebut berbeda
Lain halnya dengan PHDK yang telah
ketika pengajian untuk memperingati Idul
memiliki tempat tetap untuk melakukan
Fitri digelar. Pada saat itu, waria yang datang
peribadatan,
tidak
pada pengajian mencapai sekitar 300 orang,
memiliki lokasi khusus untuk beribadat. Pola
karena tidak hanya waria yang beragama
pengajian yang dilaksanakan sebulan sekali
Islam saja yang datang melainkan semua
ini mirip dengan pola arisan ibu-ibu yang tiap
waria biasanya datang pada acara-acara besar
bulannya dilakukan di tempat yang berbeda.
seperti Idul Fitri dan Natal.
Giliran menjadi tuan rumah biasanya diundi
Pada saat pengajian, para waria tersebut tidak
dan dalam satu tahun tidak ada yang menjadi
berpenampilan
tuan rumah sebanyak dua kali. Hal ini
mengenakan pakaian putih-putih seperti laki-
dilakukan agar semua anggota mendapatkan
laki dan tanpa make-up. Menurut informan B,
kesempatan yang samamenjadi tuan rumah.
mereka pada dasarnya adalah laki-laki, maka
Sampai saat ini, pengajian sudah dilakukan di
ketika beribadah, sholat, ataupun pengajian
pengajian
Al-Ikhlas
6
seperti
wanita,
tetapi
harus berpakaian seperti layaknya laki-laki (1
semuanya adalah waria, sehingga hal ini lah
Mei 2012). Meskipun berpenampilan seperti
yang menjadi pengganjal bagi waria.
laki-laki, masih banyak modifikasi pakaian
yang mereka lakukan sehingga pakaian laki-
Fenomena yang terjadi pada pendirian kedua
laki
organisasi
lebih
mirip
seperti
perempuan.
tersebut
sedikit
memberikan
Contohnya adalah adanya beberapa waria
gambaran tentang negosiasi yang terjadi
yang masih memakai kerudung penahan
antara waria, agama, dan pemuka agama.
rambut, serta ada juga waria yang sengaja
Oleh karena itu pada sub bab berikut ini
menggerai rambutnya.
peneliti akan menjabarkan dengan lebih detil
negosiasi yang terjadi dalam pandangan teori
Pengajian yang dilaksanakan pada hari Jumat
Bourdieu.
Legi(menurut penganggalan Jawa) dengan
3.2. Negosiasi yang terjadi pada PHDK dan
mengambil waktu selepas pukul 20.00 ini
Pengajian Al-Ikhlas.
pernah sekali mengalami pergantian ustadz.
Isi ceramah yang diberikan oleh kedua ustadz
Seperti yang telah dijabarkan pada sub bab teori dan
tersebut dasarnya sama, yaitu berusaha untuk
metodologi, dalam sebuah praktik terdapat faktorfaktor yang tidak dapat dipisahkan yaitu habitus, arena,
mengembalikan waria ke keadaan biologis
sebagai
laki-laki
(wawancara
dan kapital. Ketiga unsur tersebut terlihat dan menjadi
dengan
sebuah kajian yang menarik apabila dikaitkan dengan
informan B, 1 Mei 2012).
berdiri dan langgengnya organisasi keagamaan waria di
“Nek kyai sing biyen iku ojo takon mas, nek
ngomong langsung jleb-jleb.”
Surabaya.
Habitus
(“Jika kyai yang dahulu itu memang cara
bicara langsung “to the point.”)
Pertama adalah penjelasan tentang habitus. Pada bab
ini, peneliti akan menggambarkan tentang kehidupan
masa lalu waria dapat mempengaruhi kehidupan waria
Menurut informan A, cara ustadz pertama
memberikan
sekarang, terutama yang erat hubungannya dengan
terlalu
organisasi keagamaan waria. Pada beberapa anggota
heteronormatif, yang seringkali memojokkan
baik pengajian ataupun perkeutuan doa waria, terdapat
waria,
pola habitus yang sama, yaitu mereka berasal dari
sehingga
ceramahnya
banyak
yang
merasa
lingkungan yang agamis.
tersinggung dan kemudian menggantinya
dengan ustadz yang lain (wawancara dengan
“Saya muslim dari kecil. Saya dulu sering mbantumbantu istrinya pak Kyai di desa, jaman dulu kalo
temen saya ngaji saya dipanggil disuruh belanja
kebutuhan kyai tadi” (wawancara dengan
informan A, 11 Mei 2012). Bahkan terkadang
ustadz pertama lupa bahwa anggota pengajian
informan A, 11 Mei 2012)
7
“Saya itu berasal dari keluarga ningrat di daerah Jepara
dan hampir seluruh keluarga saya Haji” (wawancara
dengan responden I, 27 April 2012)
keagamaan, tembok penghalang itu juga
“Mak Anik yang berlatar
agamis….” (Nuraini, 2011)
masyarakat tentang waria dan agama.Tidak
belakang
nampak.Tembok tersebut adalah konsepsi
keluarga
hanya penduduk sekitar yang terkadang
“meremehkan”
Ketiga hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa
waria
yang
mengadakan
belakang
organisasi keagamaan, tetapi ada juga pemuka
kehidupan mereka dengan apa yang mereka lakukan
agama yang menganggap bahwa organisasi
Pola waria, baik anggota ataupun
keagamaan waria merupakan organisasi yang
ketua, yang berasal dari keluarga yang agamis
sifatnya tidak serius dan terkesan asal-
memberikan bukti bahwa habitus berfokus
asalan.Oleh
karena
pada cara kita bertindak, berpikir, merasakan
perbedaan
antara
dan
merepresentasikan dirinya di dalam dan di
memang
ada
sekarang.
keterkaitan
“menjadi
2008:52).Selain
antara
latar
seseorang”
(Maton,
luar
berasal dari keluarga atau
itu,
organisasi.Artinya
pasti
bagaimana
bagaimana
terdapat
waria
waria
pernah bekerja di lingkungan yang agamis,
melaksanakan ibadahnya ketika dilakukan di
ada
lingkungan sendiri dan lingkungan umum.
juga
yang
menyatakan
bahwa
keterlibatannya pada organisasi keagamaan
ini merupakan b2alasan dari perbuatan yang
Ketika
ibadah
dilakukan
di
lingkungan
mereka lakukan di masa lalu.“Oh ini saya dapet
sendiri, seperti contohnya ibadah PHDK
dengan
dilaksanakan di salon Handayani, waria lebih
informan A, 11 Mei 2012).informan A yang
bisa mengkespresikan diri dan curhat sesuai
dulunya yang bekerja di lingkungan pesantren
dengan apa yang ada di dalam hatinya. Itu
merasa bahwa semua rejeki yang ia dapat
artinya mereka merasa aman dan bisa
merupakan berkah dari kyai yang pernah ia
bertindak otonom. Tetapi keadaannya akan
bantu dahulu.
menjadi berbeda apabila waria tersebut
barokahnya
pak
Kyai”(wawancara
sedang berada di gereja. Suasana guyubdan
Arena
apa adanya seakan hilang apabila mereka
Organisasi keagamaan waria juga dapat berdiri
sudah masuk ke gereja. Suasana yang muncul
dikarenakan adanya arena yang mendukung mereka.
di gereja seakan menjadi kaku dan curhatnya
Pada
Bourdieu
tidak berkutat pada permasalahan hidup,
mengandaikannya sebagai sebuah pesawat
tetapi lebih ke ungkapan rasa terima kasih
yang mempunyai tembok penghalang sebagai
kepada Tuhan yang telah memberikan rejeki
filter dari dalam ke luar dan luar ke
dan berkah di dalam hidup.Suasana yang
dalam.Pada
arena
sosial,
pelaksanaan
organisasi
8
terlihat sangat normatif, tidak ada lagi
mata
ungkapan perasaan yang spontan keluar dari
seketika tetapi ada proses yang dilakukan.
menghentikan
sifat
waria
mereka
dalam hati, tetapi diproses dahulu kemudian
baru diutarakan.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa tembok
yang dikatakan Bourdieu sebagai force field
Perasaan aman untuk mengutarakan perasaan
tadi tidak kokoh dan masih ada peluang untuk
ketika peribadatan dilakukan di dalam salon
ditembus.Penembusan
mengindikasikan bahwa tidak ada ancaman
negoisasi yang dilakukan antara waria dan
yang
mereka.Berbeda
pemuka agama.Bentuk negoisasi tersebut
dengan ketika mereka di gereja, yang secara
bermacam-macam.Pada pengajian Al-Ikhlas
konseptual harus resmi dan normatif.Hal
bentuk negoisasinya adalah tidak memakain
tersebut yang membuat waria tidak bisa
make-up dan memakai pakaian laki-laki serta
“melepaskan” perasaannya saat berada di
fokus dari ceramah adalah pada aqidah (pada
dalam gereja. Konsepsi masyarakat akan
hati) bukan pada syariat(pada aturan). Pada
waria dan agama menjadi tembok atau filter
persekutuan doa, pembacaan ayat-ayatnya
sehingga muncul pembeda antara waria di
tidak secara signifikan menyuruh mereka
dalam dan di luar.
untuk kembali menjadi laki-laki, dan ketika di
dialamatkan
pada
ini
bisa
berupa
gereja, nama panggilan mereka bukan nama
Tembok yang kedua adalah tembok norma
warianya, tetapi nama aslinya. Jadi ada
keagamaan atau pandangan waria di dalam
semacam kelunakan yang diberikan oleh
agama, dalam hal ini dalam agama Islam dan
pemuka
Kristen.
organisasi ini sehingga bisa berjalan dan
Menurut
pemuka
agama
yang
diwawancarai, menjadi waria memang tidak
agama
di
dalam
pelaksanaan
berkembang.
diperbolehkan.Oleh karena itu, tujuan akhir
Kapital
pembinaan waria ini adalah supaya mereka
Poin ketiga yang dibahas adalah poin tentang kapital,
kembali ke jenis kelaminnya.Tetapi selalu ada
dimana kapital ini menjadi penyemangat bagi waria
premis dari semua pemuka agama yang
baik dalam mengikuti ataupun mendirikan organisasi
diwawancarai bahwa mengubah mereka itu
keagamaan waria. Kapital selalu diburu atau dicari oleh
sulit.Artinya selama ini masih ada ruang bagi
pelaku di dalam dunia sosial, karena memiliki kapital
waria di agama, dan itu diperbolehkan oleh
berarti memiliki kuasa tertentu.Hal ini juga terjadi pada
peserta organisasi keagamaan waria. Pada bab ini akan
pemuka agama. Pemuka agama tidak semata-
dijelaskan tentang manfaat yang didapat oleh peserta
organisasi keagamaan di dalam pelaksanaan ibadah
9
rutin organisasi. Dalam pelaksanaannya, manfaat
tahu ketika anggota keluarga yang merupakan
tersebut akan dibagi menjadi empat manfaat yaitu
waria tersebut meninggal. Hal ini dikarenakan
kematian, sosialisasi, ekonomi, dan rekognisi.
kebanyakan
keluarganya
Waria dan Kematian
sesuai dengan jenis kelaminnya. Mereka lebih
Bagi sebagian orang, kematian merupakan hal
memilih cara ini daripada dibawa pulang
yang sakral dan terdapat aturan tertentu untuk
untuk dimandikan secara adat di daerah
meninggal.
asalnya (ibid, 2011). Di Yogyakarta, terdapat
Contohnya pada saat orang Islam yang
sebuah komplek pemakaman yang ditujukan
meninggal, ritual yang dijalani meliputi
untuk orang-orang yang tidak memiliki KTP
pemandian jenazah, sholat jenazah, dan
(Kartu Identitas
prosesi penguburan yang penuh dengan doa-
Seperti yang tertuang didalam kutipan ini
masyarakat sekitar apabila yang meninggal
“They die in street, in the public space. So the
adalah pria atau wanita. Sebaliknya pada
government takes them and buries them here”
waria, diskriminasi yang terjadi berlanjut
(Terje, 2011).
sampai saat mereka meninggal.
Kebutuhan waria akan prosesi kematian yang
Stigma yang melekat pada waria sebagai
“layak” pun ditangkap dengan cermat oleh
pekerja seks tidak bisa begitu saja hilang pada
Stigma
kedua organisasi keagamaan waria yang
negatif
sedang diteliti, Al-Ikhlas dan PHDK. Pada
tersebut begitu kuat, sehingga bahkan sampai
tahun 2007, ketika ada seorang waria anggota
meninggal pun waria masih mengalaminya.
Pemuka
agama
terkadang
dari
banyak yang dimakamkan di komplek ini.
mudah dilakukan, baik oleh keluarga ataupun
masyarakat.
Penduduk). Mulai
pengamen, kaum tuna wisma, dan waria
doa pengiring jenazah. Hal tersebut pasti akan
pandangan
2011:166).
Rumah Sakit cenderung memandikan jenazah
hidup lainnya pada akhirnya pasti akan mati.
yang
(Boellstorff,
oleh
dimandikan di Rumah Sakit karena pihak
Baik pria, wanita, waria, dan seluruh makhluk
orang
“diacuhkan”
Mirisnya, banyak waria yang memilih untuk
Semua manusia pasti akan menemui ajalnya.
menghormati
waria
ragu
Pengajian Al-Ikhlas yang meninggal di
untuk
Tulangan, Sidoarjo yang langsung dikubur
memandikan waria karena secara tubuh,
tanpa disholati merupakan salah satu alasan
mereka tidak bisa dikategorikan sebagai pria
mengapa
atau wanita, sehingga tidak ada peraturan
pengajian
Al-Ikhlas
dibentuk
(Nuraini, 2011). Oleh karena itu, pengajian ini
untuk mereka (wawancara dengan responden
secara rutin mengumpulkan dana wajib yang
A, 17 April 2011). Anggota keluarga pun tidak
10
digunakan
untuk
membantu
rekan-rekan
yang memakai silikon seakan menanggung
waria yang meninggal. Selain itu, ketika ada
beban saat mereka meninggal.
waria anggota pengajian yang meninggal,
para rekan-rekan pengajian yang lain belajar
PHDK telah menjalin kerjasama dengan Peti
untuk memandikan dan mensholati rekan
Mati ARIO Surabaya yang khusus menangani
mereka yang meninggal (wawancara dengan
kematian. Kerjasama yang dijalin adalah
informan B, 1 Mei 2012). Sampai sekarang,
dengan memberikan peti mati gratis bagi
apabila ada rekan waria yang meninggal,
waria
majelis pengajian Al-Ikhlas akan datang ke
(wawancara dengan Handayani, 27 April
rumah yang bersangkutan untuk membantu
2012). Selain kerjasama dengan Peti Mati
memandikan dan mensholati apabila anggota
ARIO, PHDK juga menjalin kerjasama
keluarga yang bersangkutan tidak berkenan
dengan
melakukannya.
mendirikan panti jompo khusus waria (ibid,
anggota
Yayasan
PHDK
yang
Pondok
meninggal
Kasih
untuk
2012). Pendirian ini masih menjadi sebuah
Di sisi lain, perihal kematian ini juga
wacana yang digulirkan, dan sampai tulisan
merupakan alasan mengapa peserta organisasi
ini ditulis masih mencari donator untuk
keagamaan rata-rata sudah “berumur.” Rata-
pendiriannya.
rata usia anggota pengajian dan persekutuan
doa ini adalah sekitar 27 tahun keatas. Pada
Langkah-langkah
usia-usia
organisasi
kebutuhan
tersebut,
sudah
rohani
manusia
mulai
keagamaan
dilakukan
dalam
oleh
kaitannya
Tuhan
dengan proses kematian waria merupakan
(Megasari, 2011). Kebutuhan mereka untuk
salah satu pemancing mengapa banyak waria
mendekat pada Tuhan juga muncul karena
berminat untuk bergabung. Hal-hal tersebut
ketakutan mereka akan kematian. Responden
tidak akan bisa terlaksana apabila tidak ada
saya mengatakan “Mangkane nek wis tuek ojo
sebuah kelompok yang memperjuangkannya.
aneh-aneh, wis nang omah ae, ga usah
Seperti kata pepatah “bersatu kita teguh,
masang-masang silikon” yang dalam bahasa
bercerai kita runtuh” mungkin merupakan
Indonesia artinya “Makanya, kalau sudah tua
ungkapan yang tepat untuk menggambarkan
jangan aneh-aneh, di rumah saja, tidak usah
organisasi keagamaan waria ini. Dengan
memasang
terbentuknya
silikon
akan
muncul
yang
(wawancara
dengan
organisasi
keagamaan
ini,
informan A, 11 Mei 2012).” Terbersit secara
kapital sosial untuk menghadapi kematian
implisit pada kalimat tersebut bahwa waria
dengan cara yang layak menjadi sesuatu yang
11
telah dicapai dan diimpikan oleh waria
Barat sebagai tempat berkumpul kaum waria
anggota.
untuk bersosialisasi, tetapi seiring dengan
Waria dan Sosialisasi
berjalannya waktu lokasi tersebut berubah
Kumpul-kumpul,
bercengkrama,
menjadi tempat ‘mangkalnya’ pekerja seks
hangout,
waria. Hingga saat ini Jalan Irian Barat
kongkow merupakan cara waria untuk bergaul
terkenal sebagai tempat lokalisasi waria di
di dalam komunitasnya. Waria yang datang di
mata masyarakat umum. Pemerintah seolah
kota besar pasti akan berkumpul di dalam
tidak ada masalah dengan ‘lokalisasi’ waria
komunitas waria untuk mencari mentor.
tersebut pada awalnya, tetapi akhir-akhir ini,
Mentor yang dijadikan acuan oleh para waria
sekitar tahun 2010 dan 2011 terdapat banyak
muda pastilah waria senior yang sudah
sekali penertiban yang dilakukan di daerah
mempunyai nama di dalam komunitasnya,
Irian Barat (wawancara dengan responden A,
dan biasanya para mentor ini menjadi cultural
broker
(Kortschak,
2011).
Mentor
17 April 2011).
ini
Banyaknya pekerja seks waria
yang “mangkal” di daerah tersebut membuat
bertugas memberikan wawasan dan wacana
waria yang tidak berprofesi sebagai pekerja
terhadap waria muda tentang keadaan di kota
seks enggan untuk berkumpul di tempat itu.
besar. Oleh karena itu, biasanya waria tua dan
muda memainkan peran sebagai “ibu” dan
Keberadaan organisasi agama menjadi salah
“anak” di dalam pergaulannya dan tidak
satu tempat bersosialisasi bagi para waria
jarang seorang waria pendatang pasti ditanyai
siapa
“ibu”
nya
(wawancara
yang tidak berprofesi sebagai pekerja seks.
dengan
responden G, 27 April 2012).
“Sebelum ada didirikan pengajian, anak-anak
berkumpulnya di jalanan, sebagai waria malam, ya
dengan kegiatan yang sangat-sangat negatif. Dengan
adanya pengajian, kita ingin menghilangkan
kenegatifan tersebut juga stigma dan diskriminasi
terhadap waria” (wawancara dengan responden J, 11
Mei 2012)
Waria selalu membutuhkan wadah untuk
menunjukkan
eksistensinya.Menunjukkan
bahwa mereka “ada” dan “diterima” oleh
masyarakat.Di
Surabaya
sendiri,
dimana
Dari kutipan diatas, dapat diketahui bahwa
jumlah waria menempati posisi tertinggi di
waria yang tidak berprofesi sebagai pekerja
Indonesia,terdapat perlakuan khusus bagi
seks tidak mau berkumpul di jalan, oleh
waria.Walikota Surabaya Poernomo Kasidi
karena itu tempat pengajian merupakan
menunjuk Jalan Irian Barat sebagai tempat
tempat bagi mereka untuk bertemu dan
mereka bersosialisasi pada tahun 1980an.
bersosialisasi.Selain
Pada saat itu awalnya memberikan Jalan Irian
itu,
dari
data
yang
diambil pada saat observasi, forum pengajian
12
“Tambah banyak yang ayu-ayu lo, itu berarti Pak
informan B ga sukses” (wawancara dengan responden
J, 11 Mei 2012).
tersebut lebih condong untuk dijadikan ajang
sosialisasi daripada pendalaman agama. Hal
tersebut juga diiyakan oleh responden J:
Dari
segi
yang lama.Meskipun tidak menggunakan
make-up dan memakai baju laki-laki serba
putih
tetapi
penampilan
waria
lebih
menunjukkan pribadi sebagai wanita daripada
Di tempat tersebut, ketika ustadz sedang
sebagai laki-laki.Hal ini membuktikan bahwa
berceramah, anggota pengajian yang lain
habitus hexis yang mereka bawa masih kental
tidak seberapa memperhatikannya, melainkan
berbicang-bincang
adanya
daripada ketika masih diketuai oleh Kyai
responden J, 11 Mei 2012).
asyik
dengan
informan B ini waria lebih coming out
“Kalo saya kok dari pengajian itu ga dapet
apa-apa, ya saya suka kumpul-kumpulnya
aja.Kalo ilmu saya dapetnya dari pengajian
temen-temen KBIH saya” (wawancara dengan
mereka
penampilan,
terlihat meskipun dibalut dengan pakaian laki-
dengan
laki dan tanpa make-up.
anggota yang lain. Meskipun sudah ditegur
oleh pemuka agama pun, mereka diam
Waria dan Ekonomi
sejenak kemudian tetap berbincang-bincang
Mayoritas waria yang “hijrah” ke kota besar karena
dengan rekan-rekannya.
memang tidak diakui oleh keluarga dan pada akhirnya
“dibuang” oleh keluarga. Oleh karena itu banyak dari
Pergantian ustadz dari yang lama yang
mereka yang bekerja sebagai pekerja seks dan pekerja
cenderung heteronormatif dan “keras” ke kyai
kesenian.
yang
pendidikan mereka memang rendah (wawancara
lebih
“lunak”
dan
“sabar”
ke
bersosialisasi
daripada
tersebut
dikarenakan
memang
dengan Handayani, 19 Juni 2012 dan responden L, 20
memperlihatkan tujuan waria yang lebih
condong
Hal
Juni 2012). Selain bekerja pada dua bidang tersebut,
ke
waria muda biasanya tidak mempunyai keahlian
pendalaman agama.
khusus, sehingga banyak waria yang mengikuti waria
“Paham betul, mengikuti keinginan anak-anak.
Maksudnya saya adalah waria yang sama dengan
wanita (Pak informan B bisa) lebih ngemong”
(wawancara dengan responden J, 11 Mei 2012).
seniornya
yang
sudah
mempunyai
salon
atau
setidaknya bekerja di salon.
Latar belakang waria yang seperti itu membuat banyak
Meskipun mempunyai prinsip yang sama di
dari mereka yang tidak mandiri secara ekonomi.Oleh
dalam
B
karena itu, belum adanya organisasi yang benar-benar
merupakan pribadi yang lunak dan lebih bisa
menyentuh mereka secara ekonomi membuat mereka
ajarannya,
tetapi
informan
sering
menerima waria.
kesulitan
dalam
keuangan.
Bahkan
PERWAKOS sebagai naungan waria di Surabaya juga
tidak memberikan bantuan dalam bentuk pemberian
13
material uang, mereka lebih fokus pada penyebaran
tubuh saja saat datang baik ke persekutuan doa atau
kondom untuk memperkecil penyebaran HIV dan
kebaktian.
AIDS (wawancara dengan responden A, 17 April
2011).
Bahkan
menghiraukan
pemerintah
keberadaan
seakan
tidak
Pemberian
mereka.Bantuan
BLT
merupakan bentuk kapital ekonomi yang didapatkan
juga
bantuan
dari
gereja
Bethany
juga
oleh anggota PHDK. Waria yang dibaptis di gereja
mempunyai syarat yang terlalu “ribet.”
tersebut dan sudah berusia manula akan mendapatkan
Hal yang paling utama dari penerima BLT adalah
bantuan hidup bulanan sebesar Rp. 150.000 dan juga
mempunyai
menjadi
mendapatkan bantuan uang kos sebesar Rp. 300.000
permasalahan banyak waria.Kebanyakan dari mereka
dalam satu tahun (wawancara dengan Handayani, 26
tidak mempunyai KTP yang bisa dijadikan dasar
Juni 2012). Meskipun secara nominal tidak banyak,
hukum seseorang tinggal di daerah tertentu.
tetapi uang tersebut setidaknya bisa diandalkan oleh
KTP.Hal
tersebut
yang
waria manula yang kebanyakan sudah tidak memiliki
Dengan segala keterbatasan tersebut, waria memang
pekerjaan tetap.Sampai saat ini sudah ada 10 waria
jarang mendapatkan bantuan dana dari pihak manapun.
yang mendapatkan bantuan dari gereja tersebut (ibid,
Hal inilah yang ditangkap oleh organisasi keagamaan
26 Juni 2012).
waria.Untuk menjaring jemaat, PHDK memberikan
banyak akses yang secara ekonomi menguntungkan
Hal serupa juga ditawarkan oleh pengajian Al-Ikhlas.
bagi waria. Tiap sekali datang ke persekutuan doa,
Berhubung mereka berada pada kelas ekonomi yang
waria akan mendapatkan uang transport dan makan
lebih tinggi, maka ekonomi pun bekerja dengan cara
malam. Selain itu, pada beberapa acara tertentu seperti
yang lain. Waria anggota pengajian memilih untuk
Natal, Paskah, dan hari keagamaan Kristen lainnya
mengadakan iuran bulanan yang nantinya diberikan
mereka bahkan mendapat bingkisan sembako.Pada saat
kepada anggota yang mengalami kesusahan.Kesusahan
observasi, peneliti melihat bahwa tiap individu
tersebut bisa dalam bentuk sakit atau saat mereka
mendapatkan kopi satu “renteng,” mi instan, biskuit
meninggal. Selain itu dalam hal penyediaan “suguhan”
yang bisa dijadikan bekal.
saat pengajian juga dibantu dari dana iuran bulanan
tersebut. Meskipun jumlahnya sedikit, hal tersebut juga
Hal tersebut belum termasuk bantuan dari Bukit Zion
menjadi pemicu mengapa organisasi ini tetap berjalan
yang berupa bantuan kesehatan, dan bahkan bantuan
dan berkembang sampai saat ini.
ekonomi secara penuh bagi mereka yang sudah siap
untuk berubah (wawancara dengan responden B, 22
Waria dan Rekognisi
Juni 2012). Hanya saja Bukit Zion memang terbatas
pada waria yang mempunyai KTP, dan di dalam KTP
Semua kapital, mulai dari kapital ekonomi,
tersebut berlaku nama aslinya. Bantuan dari Bukit Zion
dan budaya, pasti pada ujungnya akan
tidak terbatas dalam hal itu saja, tetapi juga pemberian
bermuara pada kapital simbolik. Kapital
makan dan unag transport pada kebaktian hari Minggu.
Intinya
waria
yang
ingin
datang
tidak
simbolik merupakan hierarki tertinggi dalam
harus
kapital, yaitu kekuasaan yang memungkinkan
mengeluarkan uang apapun, mereka hanya membawa
untuk mendapatkan setara dengan apa yang
14
diperoleh
melalui
kekuasaan
ekonomi,
berkat
akibat
dan
Pada kasus pengajian Al-Ikhlas dimana letak
suatu
pengajiannya selalu berubah-ubah setiap kali
mobilisasi (Haryatmoko, 2003). Kapital ini
pelaksanaannya menjadi poin sentral dalam
bisa
upaya waria dalam mencari pengakuan.
berupa
gelar
fisik
khusus
pendidikan
yang
dicantumkan di kartu nama, cara bagaimana
“Dengan pindah-pindah, masyarakat bisa melihat
bahwa waria juga ada sisi positifnya” (wawancara
dengan responden J, 11 Mei 2012)
membuat tamu menanti, cara mengafirmasi
otoritasnya, dan lain-lain. Kapital simbolik ini
juga bisa diwujudkan dalam bentuk rekognisi
terhadap
Perpindahan lokasi tersebut seakan menandai
kaum-kaum/golongan-golongan
dan
yang termarjinalkan. Sebagai contoh adalah
selalu
didiskriminasikan
pada
masyarakat
sekitar bahwa waria tidak hanya yang
golongan waria yang memang di dalam
masyarakat
menginformasikan
“mejeng” di jalan dengan rok pendek dan
dan
menjajakan tubuhnya pada lelaki hidung
dimarjinalkan.
belang. Waria juga bisa ngaji dan melakukan
kegiatan keagamaan secara rutin. Bahkan di
Waria dan agama merupakan dua hal yang
oksimoron,
dimana
keduanya
suatu waktu, ada pengajian waria yang juga
saling
mengundang masyarakar sekitar (wawancara
bertentangan. Banyak agama tidak mengakui
dengan informan A, 11 Mei 2012). Dengan
adanya waria, tetapi waria masih tetap eksis
di
masyarakat.
Keberadaan
bergabungnya
organisasi
kegiatan
keagamaan yang menanungi waria pun tak
pelak
menjadi
sorotan
karena
bahwa
bisa
menimbulkan
pengajian
tersebut
batas-batas
antara
dalam
menandakan
waria
dan
dulunya selalu menempel pada mereka lambat
bertolak belakang. Kondisi yang demikian
akhirnya
sekitar
masyarakat seakan luntur. Stigma buruk yang
menjembatani antara dua hal yang sangat
pada
masyarakat
laun luruh dan digantikan dengan pendapat
banyak
yang positif.
pertanyaan pada masyarakat sekitar anggapan
bahwa waria hanya yang hidup di jalanan dan
KTA (Kartu Tanda Anggota) yang dimiliki
berprofesi sebagai pekerja seks menjadi
oleh tiap-tiap anggota juga menjadi salah satu
pudar. Bagi sebagian orang, stigma seperti itu
kapital simbolik yang dapat mereka miliki.
bisa dikurangi selama organisasi keagamaan
Mayoritas waria tidak mempunyai KTP, atau
ini berjalan dengan baik.
setidaknya KTP yang mereka miliki berasal
dari
daerah
asal
mereka,
bukan
KTP
Surabaya. Dengan adanya KTA, maka itu bisa
15
dijadikan simbol bahwa mereka terdaftar
Kostum/busana yang dikenakan pada saat
sebagai penduduk Surabaya meskipun secara
pengajian
tidak resmi. “Aku duwe KTA, iki lumayan lan
manfaat yang cukup signifikan terhadap waria
lah gawe didudohno.” “Saya mempunyai
anggota. Mereka menjadi paham bahwa
KTA, ini
hakikat mereka dalam beribadah adalah
lumayan
untuk
ditunjukkan.”
berlangsung
juga
membawa
sebagai pria bukan sebagai wanita.
(wawancara dengan informan A, 11 Mei
2012). Meskipun tidak ada jaminan bahwa
KTA tersebut bisa meloloskan mereka dari
Manfaat pengajian juga diakui Linda. Pemilik
operasi yustisi, tetapi setidaknya hal tersebut
Linda Salon di Jalan
menjadi semacam “pegangan” yang berguna
mengaku gaya hidupnya mulai berubah sejak
bagi waria anggota.
dirinya rutin mengikuti pengajian Jumat
Kendangsari itu
Manis. Dia yang sebelumnya menjalankan
Isi pengajian yang bermuatan ringan dan
salat di rumah dengan rukuh, seperti layaknya
mudah dipahami juga menjadikan kunci bagi
perempuan, kini mulai berani unjuk muka.
waria untuk mendapatkan sari pengetahuan
Setiap Jumat, dia pergi ke masjid dengan
agama dari pengajian tersebut. Salah satu
pakaian muslim. "Bahkan, setiap selesai
anggota dari pengajian tersebut merasa bahwa
ibadah, saya dipanggil takmir dan diajak
dengan menjadi anggota dari pengajian, rasa
berdiskusi. Itu artinya, keberadaan saya
percaya dirinya menjadi bertambah, karena
diterima," ungkapnya (Satriyo, 2006).
mendapatkan
pengetahuan
agama
dan
melakukan sesuatu sesuai dengan perintah
Penerimaan
Allah (wawancara dengan informan B, 1 Mei
keberadaan seorang waria merupakan hal
2012). Biasanya waria tersebut malu untuk
yang luar biasa di Indonesia. Seringkali waria
melakukan sholat Jumat di masjid dekat
malu untuk masuk ke masjid dan melakukan
rumahnya, tetapi sekarang dia tidak malu dan
ibadah, tetapi dengan adanya pengajian, waria
bisa membaur ke dalam masyarakat.
semacam mendapatkan pengetahuan agama
yang
takmir
membuat
mereka
masjid
terhadap
“berani”
untuk
berdiskusi dengan anggota masjid yang lain.
Dengan adanya pengajian ini setidaknya
waria mendapatkan pengertian bahwa secara
syariat mereka masih dikategorikan sebagai
16
laki-laki. Maksudnya adalah ketika mereka
"Doakan saya bisa naik haji," terang waria
menjalani ibadah, mereka harus kembali ke
berambut panjang itu. (Satriyo, 2006)
sejatinya mereka, sebagai laki-laki. Sebagai
contoh pada saat sholat, mereka tidak
Seiring dengan keinginan mereka untuk
diperkenankan
menghapus
memakai
mukena
seperti
dosa,
waria
yang
telah
layaknya perempuan, melainkan mengenakan
mendapatkan predikat sebagai haji akan
peci
memperoleh privilege spesial setidaknya jika
dan
sarung
seperti
laki-laki.
Hal
semacam ini membuat mereka semakin
bukan
percaya diri ketika menjalankan ibadah yang
masyarakat. Satu hal yang berubah ketika
diperintah Allah, termasuk yang termasuk
menjadi
salah
addressing/panggilan orang lain terhadap
satu
rukun
Islam
terakhir
yaitu
menunaikan ibadah haji.
untuk
keluarganya
haji
tetapi
adalah
bagi
mengenai
mereka. Orang memanggil mereka tidak
dengan panggilan mbak/ibu lagi tetapi dengan
Persoalan
mengenai
haji
ini
menjadi
panggilan haji. Hal tersebut merupakan salah
fenomena yang unik di kalangan waria. Mak
satu penanda bahwa mereka eksis dan bisa
Anik sebagai pemrakarsa pengajian ini sudah
menunaikan ibadah haji.
pernah menunaikan ibadah haji sekali, dan
berencana untuk menunaikan lagi pada tahun
Dengan
2012, tetapi tidak kesampaian karena telah
kalangan waria, maka secara tidak langsung
meninggal. Boellstroff pernah mengatakan
akan
bahwa waria menunaikan ibadah haji atau
terhadap waria. Salah satu waria mengatakan
mengirim orang tuanya untuk berangkat haji
bahwa ia sekarang tidak hanya mengikuti
bertujuan untuk menghapus dosa. Kebaikan
kegiatan keagamaan Al-Ikhlas, tetapi juga
(good
mengikuti pengajian-pengajian yang lain. Haji
deeds)
bisa
menjadi
kompensasi
mereka menjadi waria (2011: 166).
munculnya
membuka
rekognisi
penerimaan
terhadap
masyarakat
merupakan salah satu kapital bagi waria untuk
mendapatkan pengakuan di mata masyarakat
Dia mengaku banyak mendapat manfaat dari
dan juga menjadi penanda keberhasilan waria
pengajian Al- Ikhlas itu. "Yang jelas, saya
di bidang keagamaan.
bisa beribadah. Saya mengenal Tuhan,"
4. Simpulan
ungkap waria 41 tahun itu. Dia menargetkan,
Organisasi keagamaan waria merupakan solusi yang
jika rezekinya lancar, dua tahun mendatang
lengkap di dalam pengurangan diskriminasi dan stigma
bakal menyusul Marini ke Tanah Suci.
masyarakat terhadap mereka.Tempat tersebut memang
ditujukan
17
bagi
para
waria
yang
selama
ini
mendapatkan
kesulitan
untuk
mencari
adalah mengembalikan mereka sesuai dengan jenis
tempat
kelamin mereka.
beribadah yang nyaman.Tidak ada lagi istilah waria
yang malu atau sungkan untuk pergi ke tempat ibadah,
karena
keberadaan
organisasi
keagamaan
Habitus, Arena, dan Kapital menjadi tiga hal yang
waria
tidak bisa dipisahkan ketika berbicara mengenai Teori
mewadahi semua keinginan waria di dalam beribadah.
Praktik.Begitupun juga dengan keberadaan organisasi
Dalam sejarahnya, organisasi keagamaan waria ini
keagamaan waria ini, yang tidak bisa lepas dari
tumbuh untuk menyuarakan keinginan waria dalam
kapital.Dalam pelaksanaan organisasi keagamaan,
beribadah.Tidak hanya itu, berdirinya organisasi juga
terdapat tiga kapital yang diperebutkan, kapital sosial,
dipengaruhi oleh habitus dari pesertanya.Habitus
kapital ekonomi, dan kapital simbolik.Kapital sosial
tersebut bisa berupa pengalaman sejarah ketua dan
berbentuk organisasi keagamaan sebagai tempat waria
anggota yang dahulu dibesarkan di lingkungan yang
untuk bersosialisasi dengan yang lain serta dalam
relijius. Hal tersebut juga membawa efek dalam cara
pengurusan kematian waria yang selama ini selalu
berpakaian
ibadah
menjadi momok bagi waria.Kapital ekonomi muncul
pengajian, yaitu dengan memakai pakaian laki-laki dan
dalam bentuk pemberian bantuan materi kepada
tanpa make-up. Pada ranah inilah, habitus yang berupa
anggota organisasi.Meskipun tidak banyak tetapi
etos bekerja, yaitu dengan mengarahkan anggota sesuai
kapital ekonomi menjadi penting kaitannya dengan
dengan pemikiran Ketua, baik dalam pelaksanaan
waria yang berada dalam kelas ekonomi menengah
ibadah ataupun pencapaian tujuan bersama. Sementara
kebawah. Kapital simbolik muncul berupa rekognisi
habitus hexisbekerja dalam cara berpakaian waria dan
akan keberadaan waria dalam pandangan yang lebih
bagaimana pembawaan waria di dalam pelaksanaan
baik. Meskipun diskriminasi tidak hilang sepenuhnya,
ibadah.
tetapi masyarakat telah melihat sisi positif waria, dan
waria
ketika
melaksanakan
itu penting bagi perjalanan waria dalam mengupayakan
rekognisi.
Tembok/force field di dalam arena yang berfungsi
menjadi filter untuk menahan sesuatu dari dalam untuk
keluar
dan
dalam
Secara keseluruhan, munculnya organisasi keagamaan
pelaksanaan ibadah pada organisasi keagamaan waria.
waria membuktikan bahwa waria sudah selangkah
Tembok yang berupa konsepsi dari masyarakat dan
lebih
norma agama merupakan tembok yang bisa ditembus
masyarakat. Rekognisi ini penting adany