LI 3 Memahami dan Menjelaskan Tanggung j

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Tanggung jawab dan Kewajiban Orangtua pada
Anak dalam Pandangan Islam
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (tauhid, iman).
Orang tuanyalah yang (potensial) menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Oleh karena itu tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak mereka amat besar. Mereka
dituntut untuk bersungguh-sungguh mendidik, mengasuh, dan mengajar, serta
memperhatikan anak-anak mereka sejak usia dini, baik dari segi agama (ibadah dan akidah),
intelektualitas, mental, akhlak, maupun jasmani. Juga sikap istiqamah (konsistensi) terhadap
kebenaran dan petunjuk agama yang lurus.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. At-Tahrim [66]: 6)
Tanggung jawab para bapak terhadap anak-anak mereka besar, tetapi tanggung jawab para
ibu lebih lebih berat dan penting. Sungguh indah kata mutiara Ahmad Syauqi: “Ibu adalah
sekolah (utama). Jika engkau persiapkan dia dengan sungguh-sungguh, engkau telah
mempersiapkan (lahirnya) sebuah generasi bangsa yang harum namanya.
Bukan saja sang anak, orang tua pun mempunyai kewajiban terhadap anak yang harus
ditunaikan. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah wujud aktualitas hak-hak
anak yang harus dipenuhi oleh orang tua
1. Anak mempunyai hak untuk hidup

Allah berfirman:
‘Janganlah kamu membunuh anak anakmu karena takut miskin. Kami akan memberikan
rizqi kepadamu dan kepada mereka.’ ( QS. Al-An’am: 151)
Dari ayat tersebut sangat jelas bahwa orang tua mempunyai kewajiban agar anak tetap bisa
hidup betapapun susahnya kondisi ekonomi orang tua. Ayat itu juga memberi jaminan
kepada kita bahwa Allah pasti akan memberikan rizqi baik kepada orang tua maupun sang
anak, asalkan tentu saja berusaha.
2. Menyusui
Wajib atas seorang ibu menyusui anaknya yang masih kecil, sebagaimana firman Allah
yang artinya: Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS AI Baqarah: 233)
Allah berfirman, yang artinya:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. lbunya
telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkanya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (QS Al Ahqaf 15).
Al ‘Allamah Siddiq Hasan Khan berkata,
“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Maksudnya, adalah jumlah
waktu selama itu dihitung dari mulai hamil sampai disapih.”
Allah ta’ala berfirman; “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang

bertambah tambah, dan menyapihnya dalamdua tahun…dst” . ( QS: 31; 14 ).
3. Memberi Nama yang Baik

Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kewajiban orang tua dalam
memenuhi hak anak itu ada tiga, yakni: pertama, memberi nama yang baik ketika lahir.
Kedua, mendidiknya dengan al-Qur’an dan ketiga, mengawinkan ketika menginjak
dewasa.” Rasulullah saw diketahui telah memberi perhatian yang sangat besar terhadap
masalah nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak
berarti, beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Beliau mengubah
macam-macam nama laki-laki dan perempuan. Seperti dalam hadits yang disampaikan oleh
Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw biasa merubah nama-nama yang tidak baik. (HR.
Tirmidzi).
Beliau sangat menyukai nama yang bagus. Bila memasuki kota yang baru, beliau
menanyakan namanya. Bila nama kota itu buruk, digantinya dengan yang lebih baik. Beliau
tidak membiarkan nama yang tak pantas dari sesuatu, seseorang, sebuah kota atau suatu
daerah. Seseorang yang semula bernama Ashiyah (yang suka bermaksiat) diganti dengan
Jamilah (cantik), Harb diganti dengan Salman (damai), Syi’bul Dhalalah (kelompok sesat)
diganti dengan Syi’bul Huda (kelompok yang benar) dan Banu Mughawiyah (keturunan
yang menipu) diganti dengan Banu Rusydi (keturunan yang mendapat petunjuk) dan
sebagainya (HR. Abu Dawud dan ahli hadits lainAn-Nawawi, Al Azkar: 258)

Berkenaan dengan nama-nama yang bagus untuk anak, Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kamu
sekalian, maka perbaguslah nama kalian.” (HR.Abu Dawud)
Pemberian ‘nama yang baik’ bagi anak adalah awal dari sebuah upaya pendidikan terhadap
anak anak. Ada yang mengatakan; ‘apa arti sebuah nama’. Ungkapan ini tidak selamanya
benar. Islam mengajarkan bahwa nama bagi seorang anak adalah sebuah do’a. Dengan
memberi nama yang baik, diharapkan anak kita berperilaku baik sesuai dengan namanya.
Adapun setelah kita berusaha memberi nama yang baik, dan telah mendidiknya dengan baik
pula, namun anak kita tetap tidak sesuai dengan yang kita inginkan, maka kita kembalikan
kepada Allah s.w.t.
4. Mengaqiqahkan Anak
Menurut keterangan A. Hasaan ‘aqiqah adalah; ‘ menyembelih kambing untuk (bayi) yang
baru lahir, dicukur dan diberi nama anak itu, pada hari ketujuhnya. Rasulullah s.a.w.
bersabda; ‘Tiap tiap seorang anak tergadai dengan ‘aqiqahnya. Disembelih (‘aqiqah) itu buat
dia pada hari yang ketujuhnya dan di cukur serta diberi nama dia.’ (Diriwayatkan oleh
Ahmad dan Imam yang empat dan dishahihkan oleh At Tirmidzy, hadits dari Samurah ).
5. Mendidik anak
Pada suatu kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu
lelaki yang mengadukan kenakalan anaknya, “Anakku ini sangat bandel.” tuturnya kesal.
Amirul Mukminin berkata, “Hai Fulan, apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani

melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?” Anak yang pintar ini menyela. “Hai
Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?”
Umar ra menjawab, “Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai
kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka
dengan al-Qur’an.”
Mendengar uraian dari Khalifah Umar ra anak tersebut menjawab, “Demi Allah, ayahku
tidak memilihkan ibu yang baik bagiku, akupun diberi nama “Kelelawar Jantan”, sedang dia
juga mengabaikan pendidikan Islam padaku. Bahkan walau satu ayatpun aku tidak pernah

diajari olehnya. Lalu Umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata, “Kau telah berbuat
durhaka kepada anakmu, sebelum ia berani kepadamu….”
Mendidik anak dengan baik merupakan salah satu sifat seorang ibu muslimah. Dia senantiasa
mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik, yaitu akhlak Muhammad dan para
sahabatnya yang mulia. Mendidik anak bukanlah (sekedar) kemurahan hati seorang ibu
kepada anak-anaknya, akan tetapi merupakan kewajiban dan fitrah yang diberikan Allah
kepada seorang ibu.
Mendidik anak pun tidak terbatas dalam satu perkara saja tanpa perkara lainnya, seperti
(misalnya) mencucikan pakaiannya atau membersihkan badannya saja. Bahkan mendidik
anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat anak merupakan generasi penerus yang
akan menggantikan kita yang diharapkan menjadi generasi tangguh yang akan memenuhi

bumi ini dengan kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan.
Berikut beberapa perkara yang wajib diperhatikan oleh ibu dalam mendidik anak-anaknya:
Menanamkan aqidah yang bersih, yang bersumber dari Kitab dan Sunnah yang shahih.
Allah berfirman yang artinya:
Maka ketahuilah bahwa sesugguhnya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah. (QS
Muhammad: 19)
Rasulullah bersabda, yang artinya:
Dari Abul Abbas Abdullah bln Abbas, dia berkata: Pada suatu hari aku membonceng di
belakang Nabi, kemudian beliau berkata, ‘Wahai anak, Sesungguhnya aku mengajarimu
beberapa kalimat, yaitu: jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah,
niscaya engkau mendapatiNya di hadpanmu. Apablla engkau meminta, maka mintalah
kepada Allah. Dan apabila engkau mohon pertotongan, maka mohonlah pertotongan kepada
Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu satu manfaat,
niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat, kecuali dengan sesuatu yang telah
Allah tetapkan untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk memberimu satu bahaya, niscaya
mereka tidak akan bisa membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan
atasmu. Pena-pena telah diangkat dan tinta telah kering.”
Seorang anak terlahir di atas fitrah, sebagaimana sabda Rasulullah maka sesuatu yang sedikit
saja akan berpengaruh padanya. Dan wanita muslimah adalah orang yang bersegera
menanamkan agama yang mudah ini, serta menanamkan kecintaan tehadap agama ini kepada

anak-anaknya.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warisanpun
berkewajiban demikian. Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Cukup berdosa orang yang menyia nyiakan (tanggung jawab) memberi makan keluarganya.’
( HR Abu Daud )./1100;247/33.
6. Memberi rizqi yang ‘thayyib’
Rasulullah s.a.w. bersabda;
Dari Abu Rafi’ r.a., telah berkata; Telah bersabda Rasulullah s.a.w. ‘Kewajiban orang tua
terhadap anaknya adalah mengajarinya tulis baca, mengajarinya berenang dan memanah,
tidak memberinya rizqi kecuali rizqi yang baik.’ HR Al Hakim/Depag;51.

7. Mendidik anak tentang agama
Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Tiap bayi dilahirkan dalam kadaan suci ( fithrah Islamy ) . Ayah dan Ibunyalah kelak yang
menjadikannya Yahudi, Nashrany, atau Majusyi. HR Bukhary.;1100;243/15.
Mendidik anak pada umunya baik laki laki maupun perempuan adalah kewajiban bagi kedua
orang tuanya.
Rasulullah s.a.w. bersabda;

‘Barang siapa mempunyai dua anak perempuan dan dia asuh dengan baik maka mereka akan
menyebabkannya masuk sorga. ( HR Al Bukhary )/ 1100; 244/20.
8. Mendidik anak untuk sholat
9. Menyediakan tempat tidur terpisah antara laki laki dan perempuan
Islam mengejarkan ‘hijab’ sejak dini. Meskipun terhadap sesama Muhrim , Bila telah berusia
tujuh tahun tempat tidur mereka harus dipisahkan.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Suruhlah anak anakmu sholat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka
sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka ( putra putri ).
Maksudnya, kewajiban mendidik anak untuk mengerjakan sholat dimulai setelah anak
berumur tujuh tahun. Bila telah berusia sepuluh tahun anak belum juga mau mengerjakan
sholat, boleh dipukul dengan pukulan ringan, yang mendidik, bukan pukulan yang membekas
atau menyakitkan
10. Mendidik anak tentang adab yang baik
Banyak anak terpelajar, namun sedikit anak yang ‘terdidik’. Banyak orang pandai, namun
sedikit orang yang taqwa’.
Islam mengutamakan pendidikan mental. ‘Taqwa itu ada disini’, kata Rasulullah seraya
menunjukkan kearah dadanya. Artinya hati manusia adalah sumber yang menentukan baik
buruknya perilaku seseorang. Nabi tidak menunjukkan kearah ‘kepalanya, tapi kerah
dadanya.

11. Memberi pengajaran dengan pelajaran yang baik
Berkata shahabat ‘Aly r.a.;
Ajarilah anak anakmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan
zamanmu.’ (Depag;19).
12. Memberi pengajaran Al Quran
Rasulullah s.a.w. bersabda;’Sebaik baik kalian adalah barang siapa yang belajar Al Qur aan
dan mengajarkannya’.
Pengetahuan tentang Al Quraan harus lebih diutaman dari Ilmu ilmu yang lainnya. Nabi
s.a.w. bersabda; ‘Ilmu itu ada tiga macam. Selainnya adalah sekedar tambahan. Adapun yang
tiga macam itu ialah; Ilmu tentang ayat ayat ( Al Qur aan) yang muhkamat, ilmu tentang
Sunnah Nabi, dan ilmu tentang pembagian warits. ( HR Ibnu Majah ).
13. Memberikan pendidikan dan pengajaran baca tulis
Rasulullah s.a.w. bersabda;
Dari Abu Rafi’ r.a., telah berkata; Telah bersabda Rasulullah s.a.w. ‘Kewajiban orang tua
terhadap anaknya adalah mengajarinya tulis baca, mengajarinya berenang dan memanah,
tidak memberinya rizqi kecuali rizqi yang baik.’ HR Al Hakim/Depag;51.
14. Memberikan perawatan dan pendidikan kesehatan

Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Jagalah kebersihan* dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah

Ta’ala menegakkan Islam diatas prinsip kebersihan. Dan tak akan masuk sorga kecuali orang
yang memelihara kebersihan.’ ( HR At Thabarany )/Depag; 57.
15. Memberikan pengajaran ketrampilan.
Islam memberantas pengangguran. Salah satu penyebab adanya panganguran adalah apabila
seseorang tidak mempunyai ketrapilan tertentu. Bila dia punya ketrampilan tertentu, paling
tidak bisa melakukan sesuatu yang berguna buat dirinya ataupun orang lain.
Rasulullah s.a.w. bersabda; ‘Sebaik baik makanan adalah hasil usaha tangannya sendiri’.
Dalam sabdanya yang lain beliau mengatakan;
‘Mengapa tidak kau ajarkan padanya ( anak itu ) menenun sebagaimana dia telah diajarkan
tulis baca?’ ( HR An- Nasai ) /Depag; 52.
Kerajinan tangan apapun selama bermanfa’at dan tidak dilarang Agama adalah suatu hal yang
ma’ruf.
16. Memberikan kepada anak tempat yang yang baik dalam hati orang tua
Hilangkanlah rasa benci pada anak apa pun yang mereka lakukan, do’akan dia selalu, agar
menjadi anak yang sholeh, santunilah dengan lemah lembut, shobarlah menghadapi
perilakunya yang tidak baik, hadapi segalanya dengan penuh kearifan, jangan mudah
membentak apalagi memukul tanpa alasan, tempatkan dia dengan ikhlas pada hati anda,
belailah dengan penuh kasih sayang nasehati dengan santun.
Satukan hati kita dengan anak anak. Semoga Allah menjadikan mereka ‘ waladun shoolihun
yad’uu lahu’. Itulah harapan orang tua yang baik.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:
Seorang datang kepada Nabi s.a.w. dan bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah hak anakku ini?
Nabi s.a.w. menjawab;’ Kau memberinya nama yang baik, memberi adab yang baik dan
memberinya kedudukan yang baik ( dalam hatimu) .
( HR At Tuusy )./1100;243/16.
17. Memberi kasih sayang
Kecintaan orang tua kepada anak tidak cukup dengan hanya memberinya materi baik berupa
pakaian, makanan atau mainan dan sebagainya. Tapi yang lebih dari pada itu adalah adanya
perhatian dan rasa kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua.
Rasulullah s.a.w. bersabda;
‘Bukanlah dari golongan kami yang tidak menyayangi yang lebih muda dan ( bukan dari
golongan kami ) orang yang tidak menghormati yang lebih tua.’
(HR At Tirmidzy ). Depag; 42
18. Menikahkannya
Bila sang buah hati telah memasuki usia siap nikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan
mereka terus tersesat dalam belantara kemaksiatan. Do’akan dan dorong mereka untuk
hidup berkeluarga, tak perlu menunggu memasuki usia senja. Bila muncul rasa khawatir
tidak mendapat rezeki dan menanggung beban berat kelurga, Allah berjanji akan
menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya, sebagaimana firmanNya, “Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah
waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika mereka

itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka
dari anugerah-Nya.” (QS. An-Nur:32)

19. Mengarahkan anak
Orang tua wajib mengarahkan anak-anak, serta menekankan mereka untuk memilih kawan,
teman duduk maupun teman dekat yang baik. Hendaknya orang tua menjelaskan kepada anak
tentang manfaat di dunia dan di akhirat apabila duduk dan bergaul dengan orang-orang
shalih, dan bahaya duduk dengan orang-orang yang suka melakukan kejelekan ataupun teman
yang jelek. (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 154)
Bila suatu ketika orang tua mendapati anaknya berbuat kejelekan dan kerusakan, tidak
mengapa orang tua berusaha mencari tahu tentang keadaan anaknya. Walaupun dengan hal
itu mereka terpaksa melakukan salah satu bentuk perbuatan tajassus (mata-mata). Ini tentu
saja dengan tujuan mencegah kejelekan dan kerusakan yang terjadi, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai kerusakan. (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 156)
DAFTAR PUSTAKA
Harold Kaplan & Benyamin Sadock. (2008). Synopsis Psikiatri jilid 2. Jakarta. Karisma.
Hurlock, E.B. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta. Gramedia.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. (2000). Fiqih Bayi. Jakarta. Fikr Rabbani Group.
Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin (1999). Ilmu Kesehatan Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta.
EGC
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000
Sebastian, C.S. (22 Okt 2013). Pediatric Mental Retardation. http://emedicine.medscape.com/
article/289117-overview
Soekirman. (2000). Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC.
Zeldin,
A.S.
et
al.
(3
Feb
2014).
http://emedicine.medscape.com/article/1180709-overview

Intellectual

http://idai.or.id/downloads/CDC/Kurva-pertumbuhan-CDC-2000-lengkap.pdf

Disability.

Memahami dan Menjelaskan Batasan-Batasan Beribadah Dalam Keadaan Suci dan
Tidak suci
DARAH WANITA




Haid : Keluar dalam keadaan sehat,
Nifas: Keluar setelah melahirkan
Istihadlah : Keluar tidak pada hari haid dan nifas; dalam keadaan sakit (darah
penyakit).

Akibat Hukum Datangnya Haid
o Seorang wanita dianggap telah balig, menjadi mukallaf, dianggap telah cukup cakap
bertindak hukum.
o Pertanda wanita tersebut tidak hamil,
o Dijadikan sebagai batas penghitungan masa iddah bagi wanita subur.
o Menjadikannya wajib mandi saat haidnya berhenti.
o Haram melakukan hubungan badan pada masa tersebut. Ulama berbeda pendapat
tentang saksi (kaffarat) yang melanggarnya (wajib dan tidak wajib).
Datang atau Berhentinya Haid Saat Waktu Shalat atau Puasa
 Jika haid datang pada waktu shalat dan dia belum shalat, dia berhutang shalat.
 Jika berhenti haid, maka harus segera mandi dan shalat, jika tidak, maka termasuk
mengabaikan shalat.
DALAM KEADAAN HAID DAN NIFAS DIPERBOLEHKAN
1.
2.
3.
4.

Berdzikir, berdo’a, dll.
Membaca Al-Qur’an dan memegang mushaf Al Qur’an (Khilafiah).
Bermesraan dengan suami, sepanjang tidak coitus.
Melakukan berbagai aktivitas yang baik, selain yang terlarang atas wanita yang
dalam keadaan haid /nifas

ISTIHADHAH
 Darah yang mengalir dari kemaluan wanita bukan pada waktunya dan keluarnya dari
urat.” (An-Nawawi).
 Darah segar yang di luar kebiasaan seorang wanita disebabkan urat yang terputus (AlQurthubi).
 Darah yang terus menerus keluar dari seorang wanita dan tidak terputus selamanya
atau terputus sehari dua hari dalam sebulan (Al-Utsaimin)
 Tidak wajib, hanya mesti wudhu (Jumhur ulama).
 Mandi setiap shalat = sunnah (Empat Imam Mazhab)
Perbedaan antara Darah Istihadlah dengan Darah Haid
Warna
o Haid umumnya hitam, sedangkan Istihadlah umumnya merah segar.
Kelunakan dan Kerasnya
o Haid sifatnya keras dan Istihadlah lunak.
Kekentalan
o Haid kental sedangkan Istihadlah sebaliknya.

Aroma
o Haid beraroma tidak sedap atau busuk.
Batasan Shalat bagi penderita Istihadhah
Dalam Batasan Umum:
Salat wajib dikerjakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syarak, namun dalam
keadaan khusus, seperti tidak adanya kemampuan karena sakit dan lainnya, misalnya, tidak
mampu ditunaikan dengan berdiri, boleh dilakukan dengan berdiri sambil bersandar, dan
seterusnya sesuai dengan kadar kemampuannya.
Penggunaan Obat utk Mencegah Haid
o Niat, untuk kesempurnaan ibadah haji = mubah.
o Niat, puasa Ramadhan sebulan penuh = makruh, tetapi bagi wanita yang sulit
mengqadhanya pada hari lain = mubah.
o Selain dua alasan di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan
yang menjurus pada pelanggaran hukum agama = Haram.
FATWA MUI TENTANG PENGGUNAAN PIL PENUNDA HAID




Penggunaan pil anti haid untuk kesempurnaan ibadah haji hukumnya mubah.
Pengunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadhan
sebulan penuh, hukumnya makruh, tetapi bagi wanita yang sukar mengqadha
puasanya pada hari lain, hukumnya mubah.
Penggunaan pil anti haid selain dua hal di atas, hukumnya tergantung pada niatnya.
Bila untuk perbuatan yang menjurus pada pelanggaran hukum agama, hukumnya
haram

IBADAH YANG BISA DILAKUKAN SAAT SUCI ATAUPUN TIDAK SUCI
1.
2.
3.
4.

Berdzikir, berdo’a, dll.
Membaca Al-Qur’an dan memegang mushaf Al Qur’an (Khilafiah).
Bermesraan dengan suami, sepanjang tidak coitus.
Melakukan berbagai aktivitas yang baik, selain yang terlarang atas wanita yang dalam
keadaan haid /nifas

Batasan Shalat bagi penderita Istihadhah
Dalam Batasan Umum:
Salat wajib dikerjakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syarak, namun dalam
keadaan khusus, seperti tidak adanya kemampuan karena sakit dan lainnya, misalnya, tidak
mampu ditunaikan dengan berdiri, boleh dilakukan dengan berdiri sambil bersandar, dan
seterusnya sesuai dengan kadar kemampuannya.
LI. 4. Menjelaskan haid dan isthihadah dalam pandangan islam.
I.1

Istihadhah

a. Makna Istihadhah
Istihadhah ialah keluarnya darah terus menerus pada seorang wanita tanpa henti sama
sekali atau berhenti sebentar sehari atau dua hari dalam sebulan.

b. Kondisi wanita mustahadhah
1. Sebelum mengalami istihadhah, dia mempunyai haid yang jelas waktunya. Dalam kodisi
ini hendaklah dia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya.Maka
pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid.Adapun selain
masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.
Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan, tiba-tiba
mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus menerus.Maka masa haidnya dihitung enam
hari pada setiap awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah. Berdasarkan hadits
Aisyah bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi saw,
“Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku
meninggalkan shalat?” Nabi saw menjawab, “Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun
tinggalkanlah shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah
dan lakukan shalat.” (HR. Al-Bukhari).
2. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum mengalami istihadhah, karena
istihadhah tersebut terus menerus terjadi padanya mulai dari saat pertama kali dia
mendapatkan darah. Dalam kondisi ini hendaknya dia melakukan tamyiz (pembedaan),
seperti jika darahnya berwarna hitam, atau kental, atau berbau maka yang terjadi adalah haid
dan berlaku baginya hukum-hukum haid.Dan jika tidak demikian, yang terjadi adalah
istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.
Misalnya, seorang wanita pada saat pertama kali mendapat darah dan darah itu keluar terus
menerus, akan tetapi ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya berwarna hitam
kemudian setelah itu berwarna merah, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan
darahnya kental kemudian setelah itu encer, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan
berbau darah haid tetapi setelah itu tidak berbau. Maka haidnya yaitu darah yang berwarna
hitam (pada kasus pertama), darah kental (pada kasus kedua) dan darah yang berbau (pada
kasus ketiga).Sedangkan selain hal tersebut, dianggap sebagai darah istihadhah. Berdasarkan
sabda Nabi saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:
“Darah haid yaitu apabila berwarna hitam yang dapat diketahui.Jika demikian maka
tinggalkan shalat.Tetapi jika selainnya maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu
darah penyakit.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa`Abu dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban
dan al-Hakim).
3. Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya dan tidak bisa dibedakan secara tepat
darahnya. Seperti jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus menerus mulai dari saat
pertama kali melihat darah sementara darahnya memiliki satu sifat saja atau berubah-ubah
dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil
kebiasaan kaum wanita pada umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari
pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah.Sedang selebihnya
merupakan istihadhah.
Misalnya seorang wanita saat pertama kali melihat darah pada tanggal lima dan darah itu
keluar terus menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid baik melalui

warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan dihitung selama enam hari
atau tujuh hari dimulai dari tanggal lima tersebut.
Hal ini berdasarkan hadits Hamnah binti Jahsy bahwa ia berkata kepada Nabi saw, “Ya
Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami istihadhah yang deras sekali. Lalu bagaimana
pendapatmu tentangnya karena ia telah menghalangiku shalat dan berpuasa?”Beliau
bersabda, “Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas dengan meletakkannya
pada farji, karena hal itu dapat menyerap darah.”Hamnah berkata, “Darahnya lebih banyak
dari itu.” Nabi saw pun bersabda, “Ini hanyalah salah satu usikan setan. Maka hitunglah
haidmu enam atau tujuh hari menurut ilmu Allah Taala, lalu mandilah sampai kamu merasa
telah bersih dan suci, kemudian shalatlah selama 24 atau 23 hari, dan puasalah.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Menurut Ahmad dan at-Tirmidzi hadits ini shahih,
sedang menurut al-Bukhari hasan).
c. Hukum-hukum istihadhah
Dari penjelasan terdahulu, dapat kita mengerti kapan darah itu sebagai darah haid dan kapan
sebagai darah istihadhah.Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukumhukum haid, sedangkan jika yang terjadi darah istihadhah maka yang berlaku pun hukumhukum istihadhah. Hukum-hukum haid yang penting telah dijelaskan di muka.Adapun
hukum-hukum istihadhah seperti halnya hukum-hukum keadaan suci. Tidak ada perbedaan
antara wanita mustahdhah dan wanita suci, kecuali dalam hal-hal berikut:
1. Wanita mustahdhah wajib berwudhu setiap kali hendak shalat. Berdasarkan sabda Nabi
saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy.
“Kemudian berwudhulah kamu setiap kali hendak shalat.” (Hr. Al-Bukhari)
Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk shalat
yang telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya. Sedangkan shalat yang tidak
tertentu waktunya, maka ia berwudhu pada saat hendak melakukannya.
2. Ketika hendak berwudhu, membersihkan sisa-sisa darah dan melekatkan kain dengan
kapas (atau pembalut) pada farjinya untuk mencegah keluarnya darah. Berdasarkan sabda
Nabi saw kepada Hamnah. “Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas, karena
hal itu dapat menyerap darah.”Hamnah berkata, “Darahnya lebih banyak dari itu.”Nabi
bersabda, “Gunakan kain.” Kata Hamnah, “Darahnya masih banyak pula.” Nabi pun
bersabda, “Maka pakailah penahan.”
Kalaupun masih ada darah yang keluar setelah tindakan tersebut, maka tidak apa-apa
hukumnya. Karena sabda Nabi saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:
“Tinggalkan shalat selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah untuk
setiap kali shalat, lalu shalatlah meskipun darah menetes di atas alas.” (HR. Ahmad dan
Ibnu Majah).
3. Jima’ (senggama).Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya pada kondisi bila
ditinggalkan tidak dikhawatirkan menyebabkan zina.Yang benar adalah boleh secara
mutlak.Karena ada banyak wanita, mencapai sepuluh atau lebih, mengalami istihadhah pada
zaman nabi, sementara Allah dan rasulNya tidak melarang jima’ dengan mereka. FirmanNya,

“Hendaknya kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…” (Al-Baqarah: 222).
Ayat ini menunjukkan bahwa di luar keadaan haid, suami tidak wajib menjauhkan diri dari
sitri. Kalaupun shalat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah maka jima’ pun tentu lebih
boleh. Dan tidak benar jima’ wanita mustahadhah dikiaskan dengan jima’ wanita haid, karena
keduanya tidak sama, bahkan menurut pendapat para ulama yang menyatakan haram. Sebab,
mengkiaskan sesuatu dengan hal yang berbeda adalah tidak sah.
(Rujukan: Darah kebiasaan wanita, Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin).
I.2 Haid (Menstruasi)
Yaitu darah yang keluar dari seorang wanita secara alami, tanpa suatu sebab dan pada waktuwaktu tertentu.
1. Usia wanita yang mengalami haid tidak tertentu, kapan seorang wanita melihat pada
dirinya darah haid maka ia telah dianggap haid, walaupun belum berusia 9 tahun atau
berusia di atas 50 tahun.
2. Batas minimal dan maksimal masa haid tidak tentu, kapan seorang wanita melihat darah
kebiasaan tersebut bukan karena luka dan sebagainya maka darah itu adalah darah haid
tanpa diukur dengan masa tertentu. Kecuali jika haid itu berlanjut dan tidak berhenti atau
berhenti dalam waktu singkat itu disebut istihadhah.
3. Haid itu akan berhenti dengan keluarnya lender putih yaitu cairan wanita, maka terdapat
dua kemungkinan ; bila itu terjadi dalam masa haid dan ia menganggapnya sebagai
daraah haid yang ia kenal, maka itu berarti darah haid, dan bila terjadi diluar kebiasaan
waktu haid dan ia tidak menganggapnya sebagai darah haid yang ia kenal, maka darah
itu tidak ada hukumnya karena termasuk sesuatu yang sedikit (yang dimaafkan).
Tata Cara Bersuci Dari Haid Dan Junub
Cara mandi bagi wanita yang sudah selesai haidnya atau telah berjunub adalah sama
dengan cara laki-laki mandi junub, hanya bagi wanita tidak wajib atasnya melepas ikatan atau
kepangan (jalinan) rambutnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ummu Salamah ra.
berikut ini: "Seorang wanita berkata kepada Rasulullah SAW: "Sesungguhnya aku adalah
orang yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku (harus) membuka ikatan rambut ku untuk
mandi janabat." Rasulullah menjawab: "Sungguh cukup bagimu menuang mengguyur) atas
kepalamu tiga tuangan dengan air kemudian engkau siram seluruh badanmu, maka sungguh
dengan berbuat demikian) engkau telah bersuci." {HR. Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi dan dia
berkata hadits ini adalah hasan shahih). Dalam riwayat lain hadits ini dari jalan Abdurrazaq
dengan lafadz: "Apakah aku harus (harus) melepaskannya (ikatan rambutku) untuk mandi
janabat?" disunahkan bagi wanita apabila mandi dari haid atau nifas memakai kapas yang
ditaruh padanya minyak wangi lalu digunakan untuk membersihkan bekas darah agar tidak
meninggalkan bau.
Tidaklah mandi haid atau junub dinamakan mandi syari, kecuali dengan dua hal:
1. Niat, karena dengan niat terbedakan dari kebiasan dengan ibadah, dalilnya hadits Umar bin
Khaththab radhiallahu anhu: "bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya."{HR. Al-Jamaah}

Maknanya adalah bahwasanya sahnya amalan itu dengan niat, amal tanpa niat tidak dianggap
syari.Yang perlu diingat bahwa niat adalah amalan hati bukan amalan lisan, jadi tidak perlu
diucapkan.
1. Membersihkan seluruh anggota badan (mandi) dalam mengamalkan firman Allah SWT:
"Dan apabila kalian junub maka mandilah. {Al-Maidah: 6}
Dan juga firman Allah SWT: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid , katakanlah haid itu
kotoran yang menyakitkan) maka dari itu jauhkanlah diri kalian dari wanita (istri) yang
sedang haiddan janganlah engkau mendekati mereka, sampai mereka bersuci (mandi)." {AlBaqarah: 222}
Adapun tata cara mandi yang disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah
1. mencuci kedua tangan sekali, dua kali atau tiga kali.
2. lalu mencuci kemaluan dengan tangan kiri, setelah itu tangan bekas menggsok kemaluan
tersebut digosokan ke bumi.
3. Kemudian berwudhu seperti wudhunya orang yang mau shalat. Boleh mengakhirkan
kedua kaki (dalam berwudhu tidak mencuci kaki) sampai mandi selesai baru kemudian
mencuci kedua kaki.
4. membasahi kepala sampai pangkal rambut dengan menyela-nyelanya dengan jari-jemari.
5. setelah itu menuangkan air di atas kepala sebanyak tiga kali.
6. kemudian menyiram seluruh tubuh, dimulai dengan bagian kanan tubuh lalu bagian kiri
sambil membersihkan kedua ketiak, telinga bagian dalam, pusar dan jari jemari kaki serta
menggosok bagian tubuh yang mungkin digosok.
7. selesai mandi, mencuci kedua kaki bagi yang mengakhirkannya (tidak mencucinya tatkala
berwudhu)
8. membersihkan/mengeringkan air yang ada di badan dengan tangan (dan boleh dengan
handuk atau lainnya)

1.

Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Pemilihan Obat

1. Firman Allah ta’ala :
(157 : ‫رر اعليه الخبائث ) اعاراف‬Ů‫ل ليه الطلبات و ي‬Ů‫و ي‬
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka
segala sesuatu yang buruk “ ( al a’raf : 157 )
Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang lain serta
tak sedap baunya.

2. ( 195 : ‫وع تعقوا بأيديكه الى التيعكة ) البقرة‬
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan ” ( al baqoroh :
195)
Rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti kanker, penyakir
paru-paru dan lain sebagainya.
3. ( 29 : ‫وع تقتعوا أنفسكه ان ل كان بكه رحلما ) النساء‬
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian Maha
menyayangi ( an nisa : 29 )
Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan
4. ( 19 : ‫واثميما اكبر من نفعليما ) البقرة‬
“Dosa keduanya ( minuman keras dan judi ) lebih besar dari pada manfaatnya.” (QS
Al-Baqoroh : 219 )
Rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun
orang lain.
5. ( 26 : ‫وع تبذر تبذيرا ان المبدرين كانوا اخوان الشلاطلن ) اعاراء‬
“Janganlah menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros, sesungguhnya
pemborosan itu adalah saudaranya syaithon.” (QS Al-Isra’ : 26 )
Membeli rokok adalah
perbuatannya syaithon.

merupakan

pemborosan

dan

pemborosan

termasuk

6. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : ‫ع ضرار و ع ضرار‬
‘ tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain ‘
Merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain dan membuang-buang
harta.
7. Sabda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam :
( ‫و كره ) ل ( لكه اضااة المال ) متفق اعله‬
‘ Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan harta.” ( HR bukhari-muslim).
Merokok adalah menyia-nyiakan harta dan dibenci Allah.

8. Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
‫امل المسك و نافخ الكلر‬Ů‫انما مثل الجعلس الصالح و الجعلس السوء ك‬
( ‫) متفق اعله‬
“Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek ialah seperti
pembawa minyak wangi dengan peniup api (tukang pandai besi)” (HR BukhariMuslim)
Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa membakar orang di
sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap.
9. ( ‫ساه في نار جينه خالدا مخعدا فليا أبجا ) رواه مسعه‬Ů‫سى اما فقتل نفسه فسمه في يده يت‬Ů‫من ت‬
“Barang siapa menghirup (meminum) racun hingga mati maka racun itu akan berada di
tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam.” (HR Muslim).
Rokok mengandung racun (nikotin) yang membunuh penghisapnya perlahan-lahan dan
menyiksanya.
10. Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
( ‫من أكل ثوما أو بص فعلعتزلنا وللعتزل مسجدنا وللقعد بلته ) متفق اعله‬
“Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir
(menjauh) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah.” (HR BukhariMuslim).
Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah .

1. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak mengaharamkan
rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker dan paru-paru yang
bisa membunun penghisapnya.




Al-Quran obat terbaik
“Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang zalim selain kerugian.” (Al-Isra:82)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Di dalam tubuh terdapat segumpal darah,
jika ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.”(HR Bukhari: I/153 (53)
dalam Fathul Bari)
Mafsadah
Al-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Abul K., et al. 2010. Cellular and Molecular Immunology 6th Edition. Philadelphia: Elsevier
Inc.
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Ed. 9. FKUI:Jakarta.
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta :
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta :
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
Harvey, Richard A., et al. 2012. Pharmacology 5th Edition. Philadelphia: Lippincott Willams &
Wilkins.
Imunopatologi. http://ners.unair.ac.id/materikuliah/IMUNOPATOLOGI.pdf diakses 13 Mei
2014.
Junqueira, Luiz Carlos dan Jose Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Tidur Dalam Keadaan Berwudhu
Hal ini berdasarkan hadits Al Baro’ bin ‘Azib, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Dari al Barra bin Azib, bahwa Rasululah bersabda,
”Jika engkau hendak menuju pembaringanmu, maka
berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk shalat,
kemudian berbaringlahlah di rusukmu sebelah kanan
lalu ucapkanlah doa:” Ya Allah sesungguhnya aku
menyerahkan jiwaku hanya kepadaMu, kuhadapkan
wajahku kepadaMu, kuserahkan segala urusanku hanya
kepadamu,
kusandarkan
punggungku
kepadaMu
semata, dengan harap dan cemas kepadaMu, aku
beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan
kepada nabi yang Engkau utus” dan hendaklah engkau
jadikan doa tadi sebagai penutup dari pembicaranmu
malam itu. Maka jika enkau meninggal pada malam itu
niscaya engkau meninggal di atas ftrah”
(HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)

Sumber: https://almanhaj.or.id/2915-tidur-dalam-tatanan-sunnah.html

Dalil Sunah Fitrah
Sebagian dari sunah ftrah ini dapat dilihat dari haditshadits berikut ini:
1. Hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ada lima macam ftrah, yaitu: khitan, mencukur bulu
kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan
mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891 dan
Muslim no. 258)
2. Hadits dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ada sepuluh macam ftrah, yaitu memotong kumis,
memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air
ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh
persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu
kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” Zakaria berkata
bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh,
aku merasa yang kesepuluh adalah berkumur.” (HR.

Muslim no. 261, Abu Daud no. 52, At Tirmidzi no. 2906,
An Nasai 8/152, Ibnu Majah no. 293)
Sumber: http://muslim.or.id/207-berhiaslah-dengansunah-sunah-ftrah-1.html
MAKANAN HALAL

PEMILIHAN OBAT

Artinya : “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar
dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada
mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orangorang yang beruntung.” (QS. Al – A’raf (7) : 157)

Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian.” (QS. Al – Isra (17) : 82)

Artinya : “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,
korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An – Nahl
(16) : 11)

Artinya : “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An – Nahl (16) : 69)

Artinya :”Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. Ash – Shu’ara (26)
: 80)sy-Syu'ara