TUGAS MATA KULIAH INTERNATIONAL COMMERCI

Sylviana Kusuma Lestari

TUGAS MATA KULIAH
INTERNATIONAL COMMERCIAL CONTRACT
PROPOSAL MAKALAH
PRINSIP KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM
INTERNATIONAL INSTITUTE FOR THE UNIFICATION OF PRIVATE
LAW (UNIDROIT) DAN PEMBATASANNYA MELALUI HUKUM
NASIONAL
Dosen:
Prof. Dr. Felix Oentoeng Soebagjo, S.H., LL.M
Fatmah Jatim, S.H., LL.M

Disusun Oleh:
Sylviana Kusuma Lestari
0806478475
No Absensi 22

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA

2009
BAB I
1

Sylviana Kusuma Lestari

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan Judul
Globalisasi terjadi hampir di semua bidang kehidupan masyarakat. Globalisasi
di bidang ekonomi dapat digambarkan dengan adanya suatu situasi dimana terjadi
hubungan saling ketergantungan diantara pihak dalam hal ini negara-negara di dunia
sebagai subjek hukum internasional. Ketergantungan tersebut secara tidak langsung
terbentuk sebagai akibat dari upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
tiap

negara

melalui

perdagangan


internasional.

Berkembangnya

perdagangan

internasional saat ini memberikan dampak yang luas pada segala aspek kehidupan yang
lain, antara lain perkembangan dalam pembuatan kontrak jual beli internasional.
Terdapat hubungan yang erat antara perdagangan internasional dengan kontrak
internasional. Transaksi perdagangan internasional tertuang dan tertutup dalam kontrak
internasional, karena itu perkembangan (hukum) kontrak internasional sedikit banyak
bergantung kepada perkembangan transaksi perdagangan internasional berikut hukum
yang mengaturnya.1
Kontrak dalam melakukan perdagangan internasional merupakan suatu bagian
yang penting dalam transaksi internasional, oleh karena itu secara alamiah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penjualan telah lama menjadi perhatian.
Keanekaragaman peraturan nasional tiap negara memberikan suatu kebutuhan tersendiri
akan adanya suatu peraturan yang bersifat universal dan internasional.
Pembentukan suatu konvensi internasional pada dasarnya bertujuan agar

terciptanya suatu harmonisasi hukum atau aturan-aturan dalam perdagangan
internasional. Terdapat beberapa perjanjian yang terkait dengan kontrak internasional,
antara lain konvensi tentang jual beli internasional, yaitu United Nation Convention on
Contracts for the International Sale of Goods (Konvensi CISG 1980) dan konvensi
tentang prinsip-prinsip kontrak internasional, yaitu Principles of International
Commercial Contracts dalam The International Institute for the Unification of Private
Law (Konvensi UNIDROIT 1994). Seperti halnya konvensi CISG2, UNIDROIT pun
1

Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 9.

2

Latar belakang dibuatnya konvensi semata-mata karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh
cukup penting terhadap pembentukan atau lahirnya CISG 1980. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Meningkatnya

2

Sylviana Kusuma Lestari


berupaya menciptakan suatu harmonisasi agar perbedaan hukum nasional tidak menjadi
rintangan atau kendala bagi para pihak pembuat perjanjian dalam melakukan transaksi
perdagangan internasional.
Sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi UNIDROIT melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengesahan
Statute of International Institute for The Unification of Private Law (Statuta Lembaga
Internasional Untuk Unifikasi Hukum Perdata), maka dapat dikatakan bahwa Indonesia
mengakui adanya konvensi tersebut dan bersedia menjalankan ketentuan-ketentuan
dalam konvensi dimaksud. Walaupun begitu, prinsip UNIDROIT pada dasarnya tidak
memiliki kekuatan hukum apapun. Sarjana terkemukan yang merupakan pakar bidang
hukum ini, yaitu Profesor Bonnel menyatakan prinsip UNIDROIT ini sekedar
instrument yang memiliki kekuatan ‘pengaruh’ saja (persuasive value).3
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis akan membahas mengenai “Prinsip
Dalam International Institute For The Unification Of Private Law (UNIDROIT) Dan
Penerapannya Melalui Hukum Nasional”.

B. Pokok-Pokok Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, maka dirumuskan suatu
permasalahan, yaitu:
transaksi perdagangan internasional. Faktor atau perkembangan yang cukup penting adalah semakin

meningkatnya transaksi perdagangan oleh masyarakat bangsa-bangsa, khususnya setelah berakhirnya Perang
Dunia II. Perdagangan ini yang sifatnya lintas batas dirasa perlu sebagai ‘topik’ yang harus pertama-tama
dibahas ‘dalam suatu konvensi yang menyeluruh. 2. Adanya perbedaan sistem hukum di dunia. Faktor kedua
adalah karena adanya berbagai macam sistem hukum yang berbeda-beda yang mengatur kontrak perdagangan.
Adanya pluralisme hukum kontrak ini dipandang tidak begitu kondusif bagi perdagangan internasional.
Karenanya masyarakat internasional merasakan kebutuhan adanya suatu perangkat hukum kontrak yang
harmonis (seragam). Pandangan ini yang menjadi latar belakang lahirnya Konvensi tersurat dalam preamble
Konvensi. Preamble antara lain menyatakan: “Being of the opinion that the adoption of uniform rules which
govern contracts for the international sale of goods and take into account the different social, economic and
legal system would contribute to th removal of legal barriers in international trade and promote the
development of international trade, ...”. 3. Kelemahan dua Konvensi Den Haad 1964. Ketiga adalah adanya
kecaman terhadap 2 konvensi terdahulu tentang kontrak internasional yang telah dibuat sejak tahun 1964
(konverensi diplomatik di Den Haag) oleh the International Institute for the Unification of Private Law
(UNIDROIT), yaitu: a. Konvensi tentang hukum yang berlaku terhadap jual beli internasional (the Convention
Relating to a Uniform Law of the International Sales of Goods atau ULIS), dan b. Konvensi tentang
pembentukan kontrak jual beli internasional (the Convention Relating to a Uniform Law on The Formation of
Contracts for the International Sales of Goods).
3

Huala Adolf, op. cit., hlm. 93.


3

Sylviana Kusuma Lestari

1. Apa tujuan Indonesia melakukan ratifikasi terhadap Konvensi UNIDROIT melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengesahan
Statute of International Institute for The Unification of Private Law (Statuta Lembaga
Internasional Untuk Unifikasi Hukum Perdata)?
2. Bagaimana pengaruh prinsip-prinsip dalam UNIDROIT terhadap hukum nasional?
C. Metode Laporan
1.7.1 Tipe Laporan
Penulis menggunakan metode laporan yuridis normatif dalam melakukan
penyusunan laporan. Laporan yuridis normatif merupakan laporan yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam
hukum positif.4 Metode laporan yuridis normatif, yaitu berupa laporan hukum
tentang asas-asas hukum yang dilakukan terhadap kaedah-kaedah hukum yang
diatur dalam bahan hukum primer dan yang berkembang melalui pembahasan
dalam bahan hukum sekunder serta yang dapat ditemukan dalam bahan hukum
tersier. Kajian hukum normatif akan menghasilkan laporan yang bersifat

preskriptif, yaitu berusaha mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah yang ada.
Pendekatan yang digunakan dalam laporan ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu
bertujuan untuk memahami latar belakang dari suatu konsep hukum.

Penulis menggunakan bahan kepustakaan atau data sekunder sebagai
acuan dalam penulisannya. Data sekunder, antara lain mencangkup dokumendokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil laporan yang berwujud laporan. 5 Data
sekunder yang digunakan terdiri dari:

4

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Laporan Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang,
2005, hlm. 295.
5

Soerjono Soekanto, Pengantar Laporan Hukum, Cetakan Ketiga, Universitas Indonesia (UI-Press),
Jakarta, 2007, hlm. 12.

4

Sylviana Kusuma Lestari


1)

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. 6 Adapun
bahan hukum primer yang dimaksud adalah berupa kebijakan terutama yang
berkaitan dengan ketentuan International Institute for The Unification of
Private Law (UNIDROIT). Bahan hukum primer tersebut terdiri dari:
a) UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts 1994;
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional;
e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan;
f) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008 tentang
Pengesahan Statute of International Institute for The Unification of
Private Law (Statuta Lembaga Internasional Untuk Unifikasi Hukum
Perdata).


2)

Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan bahan hukum primer.7 Sedangkan yang dimaksud dengan bahan
hukum sekunder dalam hal ini adalah bahan kepustakaan yang menjelaskan
bahan hukum primer, antara lain majalah, jurnal ilmiah, Koran dan lain
sebagainya. Bahan hukum sekunder tersebut terdiri dari:
a) Buku-buku tentang International Institute for The Unification of Private
Law (UNIDROIT);
b) Buku-buku tentang hukum internasional
c) Buku-buku tentang perdagangan internasional;
d) Buku-buku tentang perdata internasional;
e) dan lain-lain.

6

Bambang Sunggono, Metodologi Laporan Hukum, Cetakan Ketujuh, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Januari 2005, hlm. 113.
7


Ibid., hlm. 144.

5

Sylviana Kusuma Lestari

3)

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 8 Bahan
hukum tersier tersebut terdiri dari:
a) Kamus umum Bahasa Indonesia;
b) Kamus istilah hukum;
c) Kamus hukum perdagangan internasional;
d) Kamus Bahasa Inggris-Indonesia;
e) Black’s Law Dictionary;
f) www.unidroit.org
g) www.google.com;
h) dan lain-lain.


1.7.2 Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari laporan kepustakaan akan dianalisis dengan
metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif, yaitu menggambarkan secara
menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif, yaitu
metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh
menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori-teori
yang diperoleh dari penelitin kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas
permasalahan yang diajukan. Cara yang digunakan dalam melakukan analisis
adalah induktif, yaitu menyimpulkan hasil laporan dari hal yang bersifat khusus ke
hal yang sifatnya umum.
1.7.3 Tahap Laporan
Langkah-langkah yang ditempuh dalam laporan ini dibagi menjadi 2 (dua)
tahap, sebagai berikut:
1) Tahap Persiapan, yaitu dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan
kepustakaan yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan dan pengajuan

8

Ibid.

6

Sylviana Kusuma Lestari

usulan laporan dalam bentuk proposal makalah, lalu dilakukan konsultasi demi
penyempurnaan;
2)

Tahap Pelaksanaan, dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
a) Tahap laporan kepustakaan, dilakukan pengumpulan data sekunder dengan
cara studi dokumen;
b) Tahap penyelesaian, dilakukan berbagai kegiatan, antara lain melakukan
analisa terhadap bahan-bahan kepustakaan yang ada, mencari korelasi
antara bahan-bahan kepustakaan, penulisan laporan, dan konsultasi. Setelah
itu dilakukan penyusunan laporan akhir.

D. Kerangka Landasan Teori
Sarjana terkemuka hukum perdagangan internasional, Schmitthoff berpendapat
bahwa otonomi (kebebasan) para pihak adalah dasar bagi hukum perdagangan
internasional:9
“the outonomy of the parties’ will in the law of contract is the foundation on which
an autonomous law of international trade can be build. The national sovereign has,
as we have seen, no objection that in that area an autonomous law of international
trade is developed by the parties, …”

Ada tiga alasan mengapa prinsip ini signifikan:10
1. Aturan ini merupakan dasar yang hakiki bagi para pihak untuk dapat membuat atau
menandatangani suatu kontrak. Dengan aturan dasar ini pula memungkinkan para
pihak untuk membuat atau merancang muatan-muatan kontrak yang belum ada
sebelumnya;
2. Prinsip ini penting untuk menciptakan suatu kebutuhan akan kepastian di dalam
hubungan-hubungan dagang;

9

Huala Adolf, op.cit., hlm. 20.

10

Ibid., hlm. 20.

7

Sylviana Kusuma Lestari

3. Prinsip party autonomy dibutuhkan dan relevan karena prinsip ini berfungsi pula
untuk

melindungi

keinginan

atau

harapan-harapan

para

pihak

di

dalam

melangsungkan usaha dagangnya.
Dengan tepat Clive M. Schmitthoff menegaskan bahwa dengan prinsip otonomi
ini pula para pihak dapat mengembangkan, menginovasi atau menciptakan bentukbentuk kontrak baru yang mereka inginkan dan sepakati. Pengakuan terhadap kebebasan
berkontrak ini telah mengembangkan, memperluas, bahkan menciptakan bentuk-bentuk
baru di bidang kontrak. Schmitthoff mengemukakannya sebagai berikut:11
“…the area of contract law is, subject to exception and restriction, governed by
optional law. Founded in the principle of the autonomy of the parties’ will. This is
the area in which a transnational law of international trade has developed and can
be furter evolved. This law is essentially founded on a parallelism of acion in the
various legal systems, in an area in which we have seen, the sovereign national
state in not essential interested. The aim of this parallelism of action is to facilitate
the conduct of international trade by establishing uniform rules of law for it. In
some international activities the need for such rules is stronger than others.”
Perlu dikemukakan bahwa kebebasan berkontrak sifatnya adalah tidak mutlak.
Ada batas-batas yang memagarinya. Batas-batas tersebut, antara lain adalah tidak boleh
disimpanginya aturan-aturan hukum nasional (yang sifatnya publik). Batas ini dikenal
dalam hukum latin yang berbunyi pacta privata juri publico derogare non possunt.12
Pembatasan kepentingan umum terhadap prinsip ini dikemukakan pula oleh
Professor Yntema, sebagai berikut:13
“…the principle of party autonomy in the law of contract is subject to various
restriction in the different municipal laws and is not interpreted elsewhere in the
same manner; these restriction are mainly imposed for reasons of public policy or
in the public interest.”
Prinsip ini sebenarnya lahir dari pemikiran hukum alam dengan pemukanya
Hugo Grotius. Menurut Grotius, prinsip ini disebut juga dengan teori kekuatan moral
11

Ibid., hlm. 21.

12

Ibid., hlm. 22.

13

Ibid., hlm. 23.

8

Sylviana Kusuma Lestari

dari suatu janji (the theory of the inherent moral force of a promise). Berdasarkan teori
ini, suatu janji secara moral adalah mengikat.14
Prinsip ini termuat juga dalam Pasal 25 AB (Algemene Bepalingen Van
Wegeving). Pasal ini menyatakan bahwa ‘orang dengan perbuatan atau perjanjiannya
tidak boleh menghilangkan kekuatan dari peraturan-peraturan hukum dari ketentuan
umum atau kesusilaan.15
Pada hakikatnya pembuatan kontrak merupakan salah satu sistem pembuatan
hukum dalam hubungan keperdataan. Kontrak akan berlaku sebagai undang-undang bagi
para pembuatnya.16 Pada pembuatan kontrak terdapat unsur proses seperti terdapat
dalam pembuatan undang-undang.17 L.J Van Apeldoorn menyatakan bahwa perjanjian
atau kontrak dikelompokkan ke dalam faktor yang membantu pembentukan hukum.
Oleh karena itu, dalam beberapa hal tertentu pembentukan hukum atau undang-undang
dapat dianalogikan dengan perjanjian atau kontrak karena keduanya memiliki sifat yang
sama, yaitu mengikat. Hingga batas-batas tertentu para pihak dalam suatu perjanjian atau
kontrak bertindak seperti pembentuk undang-undang, yaitu untuk mengikatkan diri
diantara mereka sendiri.18
Pembuatan kontrak walaupun menganut prinsip kebebasan berkontrak tetapi
terdapat suatu pembatasan-pembatasan tertentu dalam pembuatan kontrak tersebut.
Pembatasan ini antara lain demi kapentingan nasional atau kepentingan negara. Teori
kepentingan negara atau disebut juga teori governmental interest analysis dipelopori
oleh Prof. Brainerd Currie.
Yang dimaksud dengan interest (kepentingan) dalam teori ini sebenarnya adalah
kepentingan dari negara (governmental interest) yang sistem hukumnya relevan dengan
pokok perkara untuk memberlakukan hukumnya dalam penyelesaian pokok perkara
yang sedang dihadapi yang dapat disimpulkan dari kebijakan hukum (policies) di dalam
14

Ibid., hlm. 23.

15

Ibid., hlm. 23.

16

Pasal 1338 BW.

17

Misalnya Pasal 1338 BW menyatakan bahwa Perjanjian merupakan undang-undang bagi para
pembuatnya yang berarti proses pembuatan kontrak dapat dianalogikan dengan proses pembuatan undangundang walaupun dalam pengertian mikro.
18

Taryana Sunandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian
Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 17.

9

Sylviana Kusuma Lestari

kaedah hukum lokal yang bersangkutan. Adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang
melatarbelakangi pemberlakuan suatu kaidah hukum lokal atau domestik itulah yang
mendasari kepentingan dari negara yang bersangkutan untuk memberlakukan hukumnya
dalam perkara.19
E.

Kerangka Konsepsional
Untuk menghindarkan perbedaan pengertian terhadap istilah-istilah yang
dipergunakan dalam laporan ini, berikut ini diberikan definisi operasional dari istilahistilah tersebut.
Kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak untuk membuat kontrak
sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.
Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu,
yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan
hak dan kewajiban di bidang hukum publik. (Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional).
Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu
perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi ( accession),
penerimaan (acceptance) dan penyetujuan ( ap-proval). (Pasal 1 Angka 2 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional).
Pensyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak
menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan
yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu
perjanjian internasional yang bersifat multilateral. (Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional).
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. (Pasal 1
Angka 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan).
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. (Pasal 1
Angka 14 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan).
19

Bayu Seto Hardjowahono, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional: Buku Kesatu, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2006, hlm. 214.

10

Sylviana Kusuma Lestari

Industri Dalam Negeri adalah keseluruhan produsen dalam negeri yang
menghasilkan barang sejenis dengan barang terselidik dan atau barang yang secara
langsung merupakan saingan barang terselidik, atau produsen yang secara kolektif
menghasilkan bagian terbesar dari total produksi barang sejenis dalam negeri. (Pasal 1
Angka 4 Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan
Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor).
F.

Sistematika Penulisan
Dalam laporan ini, penulis membagi ke dalam empat bab yang terdiri dari:
1. Bab I, yang merupakan pendahuluan, menguraikan latar belakang pemilihan judul,
pokok-pokok permasalahan, metode penelitian, kerangka landasan, kerangka
konsepsional, dan sistematika penulisan yang dipergunakan.
2. Bab II, akan membahas mengenai International Institute For The Unification Of
Private Law (Unidroit) Secara Umum, yaitu Sejarah UNIDROIT dan Prinsip dalam
UNIDROIT.
3. Bab III, akan membahas Penerapan Prinsip UNIDROIT Melalui Hukum Nasional
Indonesia, yaitu Tujuan Hukum Perdagangan Internasional dan Mandatory Rules
dalam Hukum Nasional dikaitkan dengan peraturan-peraturan di Indonesia, yaitu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan.
4. Bab IV, merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran atas laporan ini.

11

Sylviana Kusuma Lestari

BAB II
INTERNATIONAL INSTITUTE FOR THE UNIFICATION OF PRIVATE LAW
(UNIDROIT) SECARA UMUM
A.Sejarah UNIDROIT
The International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT) adalah
sebuah organisasi antar pemerintah yang sifatnya independen. UNIDROIT dibentuk pada
tahun 1926 sebagai suatu badan pelengkap Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Sewaktu LBB
bubar, UNIDROIT dibentuk kembali pada tahun 1940 berdasarkan suatu perjanjian
multilateral

yakni

Statuta

UNIDROIT

(the

UNIDROIT

Statute).

UNIDROIT

berkedudukan di kota Roma.20 Prinsip-prinsip hukum UNIDROIT merupakan prinsipprinsip umum bagi kontrak komersial international yang bisa diterapkan kedalam aturan
nasional, atau dapat dipakai oleh pembuat kontrak untuk mengatur transaksi-transaksi
komersial international sebagai pilihan hukum.
Tujuan utama pembentukannya adalah melakukan kajian untuk memodernisasi,
mengharmonisasi dan mengkoordinasikan hukum privat, khususnya hukum komersial
20

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm. 41.

12

Sylviana Kusuma Lestari

(dagang) di antara negara atau di antara sekelompok negara. Keanggotaan UNIDROIT
terbatas hanya untuk negara-negara yang menundukkan dirinya kepada Statuta
UNIDROIT. Negara-negara ini berasal dari 5 benua dan mewakili berbagai sistem
hukum, ekonomi, politik dan budaya yang berbeda.21
Prinsip-prinsip UNIDROIT memberikan solusi terhadap masalah yang timbul
ketika terbukti bahwa tidak mungkin untuk menggunakan sumber hukum yang sesuai
dengan hukum yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu, prinsip–prinsip UNIDROIT
digunakan sebagai sumber hukum yang dijadikan acuan dalam menafsirkan ketentuan
hukum kontrak yang tidak jelas. Dari segi formal, prinsip ini menghindari penggunaan
terminologi khusus yang digunakan dalam sistem hukum tertentu. Cara penyusunan
prinsip-prinsip UNIDROIT menggunakan model dari Restatement of the Law of
Contracts (RLOC) yang dibuat oleh American Law Institute (ALI), yang didirikan pada
tahun 1923.
Memang ada kalanya berlaku suatu prinsip hukum umum, prinsip hukum ini
diketahui melalui suatu tinjauan maupun inventarisasi atas berbagai hukum nasional
untuk menemukan prinsip yang secara umum berlaku di berbagai negara. Salah satu
contoh prinsip hukum umum adalah pacta sunt servanda, yaitu suatu prinsip yang
menentukan bahwa persetujuan mengikat para pihak dan harus dihormati. Namun, dalam
praktik kerap timbul kesulitan dalam penggunaan prinsip hukum umum sebagai sumber
lex mercatoria.22
Pada kepustakaan hukum komersial, hukum kebiasaan internasional yang
berkembang dalam praktik dan telah diadopsi ke dalam konvensi internasional, dapat
dikategorikan ke dalam lex mercatoria.23 Dalam pengertian secara linguistik lex
mercatoria diambil dari bahasa Latin, yang berarti hukum perniagaan atau komersial.24
Pada umumnya di dalam beberapa kepustakaan istilah lex mercatoria diberikan

21

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip dan Konsepsi Dasar,
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources/1%20HUKUM%20PERDAGANGAN
%20INTERNASIONAL%20Prinsip-prinsip%20dan%20Konsepsi%20Dasar.PDF diakses pada tanggal 20
November 2009.
22

Taryana Soenandar, op. cit., hlm. 24

23

Ibid., hlm. 8

24

Ibid., hlm. 15.

13

Sylviana Kusuma Lestari

pengertian sebagai hukum yang seragam25 (uniform law) yang keberadaanya diterima
oleh komunitas komesial di berbagai negara.
Sifat hukum seragam tidak mengikat. Ia hanya bersifat persuasif. Karena itu derajat
pengadopsian atau penerapannya sangat bergantung kepada masing-masing negara.
Model hukum ini berbeda dengan perjanjian atau konvensi internasional. Pada saat suatu
negara turut serta, aksesi atau meratifikasi suatu perjanjian atau konvensi internasional,
maka pada prinsipnya seluruh aturan perjanjian mengikat negara tersebut.26
Aturan-aturan seragam lebih rendah tingkatannya daripada hukum seragam
(Uniform Laws). Bentuk aturan seragam tampak antara lain dalam modal-model kontrak
standar atau kontrak baku yang dicantumkan oleh para pihak dalam kontrak-kontrak yang
mereka buat.27
Tidak jarang pula lembaga-lembaga atau asosiasi-asosiasi memperkenalkan klausulklausul yang perlu dicantumkan dalam suatu kontrak apabila para pihak hendak
memanfaatkan fasilitas lembaga atau asosiasi yang bersangkutan. Hal ini antara lain
banyak ditemui dalam klausul-klausul arbitrase baik nasional maupun asing. Klausulkluasul standar arbitrase tersebut dimaksudkan agar para pihak tidak perlu lagi
merancang klausul choice of forum-nya, dalam hal ini arbitrase.28
Bagaimana unifikasi dan harmonisasi dapat bekerja, agak sulit untuk dipaparkan di
sini. Namun demikian, Katerina Pistor, guru besar di Columbia Law School,
25

Namun, kata “seragam” dikritik bahwa sulit untuk mewujudkan suatu hukum perdata yang seragam
dan berlaku di berbagai Negara. Menurut Alan D. Rose mengatakan bahwa lebih tepat digunakan istilah
“harmonisasi”. Lihat Alan D. Rose,The Chalenges for Uniform Law in the Twenty-First Century, Uniform Law
Rview, NS-Vol.1, 1996, hlm. 9-25 . Sedangkan pakar lain, Berthold Goldman mendefinisikan lex mercatoria
sebagai: a set of principles and customary rules spontaneously referred to or elaborated in a framework of
international trade, without reference to a particular national system of law. Lihat Vanessa L.D Wilkinson, The
New Lex Mercatoria, Reality or Academic Fantasy?, Journal of International Arbitration, Vol,2 No. 2, Juni,
1995 dikutip dari Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip dan Konsepsi Dasar, http://
www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources/1%20HUKUM%20PERDAGANGAN
%20INTERNASIONAL%20Prinsip-prinsip%20dan%20Konsepsi%20Dasar.PDF diakses pada tanggal 20
November 2009.
26

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip dan Konsepsi Dasar,
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources/1%20HUKUM%20PERDAGANGAN
%20INTERNASIONAL%20Prinsip-prinsip%20dan%20Konsepsi%20Dasar.PDF diakses pada tanggal 20
November 2009.
27

Lihat Chia-Jui Cheng, dikutip dari Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip
dan Konsepsi Dasar, op.cit.
28

Huala Adolf, Arbitrase Komersial Internasional, Raja Grafindo, Jakarta, 2003 hlm. 33.

14

Sylviana Kusuma Lestari

mengemukakan istilah yang dinamakannya standardization of law (standardisasi hukum).
Maksud standardisasi di sini mengacu kepada suatu tahap dari kekhususan dari suatu
hukum (the level of specificity of law). Standar hanya mencakup prinsip-prinsip hukum
(legal principles), bukan atau tidak aturan-aturan hukumnya (legal rules).29
Pada hakikatnya pembuatan kontrak merupakan salah satu sistem pembuatan
hukum dalam hubungan keperdataan. Kontrak akan berlaku sebagai undang-undang bagi
para pembuatnya, pada pembuatan kontrak terdapat unsur proses seperti pada pembuatan
undang-undang. L.J. van Apeldoorn30 menyatakan bahwa perjanjian atau kontrak
dikelompokkan ke dalam faktor yang membantu pembentukan hukum. Oleh karena itu,
dalam beberapa hal tertentu pembentukan hukum atau undang-undang dapat dianalogikan
dengan perjanjian atau kontrak karena keduanya memiliki sifat yang sama, yaitu
mengikat. Sampai dengan batasan tertentu, para pihak dalam perjanjian atau kontrak
bertindak sebagai pembentuk undang-undang. Perbedaanya adalah apabila perjanjian
hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya sedangkan undang-undang mengikat
bagi semua warga Negara.
Sebagaimana arti lex mercatoria yang telah dijelaskan di atas yakni hukum
komersial, oleh karena itu doktrin ini berkaitan dengan hukum kontrak komersial, yaitu
hukum kebisaan dalam masyarakat bisnis dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
kontrak bisnis. Dilihat dari tahapannya, kontrak dibuat dengan 3 (tiga) tahap, yaitu tahap
negosiasi, tahap pembuatan kontrak, dan tahap pelaksanaan kontrak.
Sebelum melakukan negosiasi, kedua belah pihak harus memenuhi syarat untuk
menjamin keabsahan dalam menutup suatu kontrak. Namun, UNIDROIT tidak mengatur
ketentuan yang membatasi validitas kontrak seperti masalah kedewasaan, immoralitas,
dan kepentingan umum, karena hal itu dianggap sebagai bagian dari hukum nasional
masing-masing negara.Melalui penelitian dan upaya yang cukup lama, pada tahun 1971
UNIDROIT berusaha menelaah prinsip lex mercatoria agar dapat dihimpun menjadi
dokumen autentik. Baru pada tahun 1994 berhasil disusun prinsip-prinsip umum yang
dikenal dengan UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICCs),
yang kemudian oleh para pakar dikategorikan ke dalam the New Lex Mercatoria.
29

Lihat Katarina Pistor, dikutip dari Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip
dan Konsepsi Dasar, op.cit.
30

L.J. van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta,1996, hlm. 155.

15

Sylviana Kusuma Lestari

Melihat tujuan utama UNIDROIT yaitu mempersiapkan harmonisasi aturan-aturan
hukum privat. Upaya ini dipandang penting mengingat perkembangan teknologi baru
dalam praktek-praktek perdagangan yang memerlukan aturan hukum baru. Biasanya
aturan-aturan baru tersebut juga dibuat oleh negara-negara. Masalahnya adalah peraturan
tersebut bisa saja berbeda antara satu aturan hukum dengan aturan hukum lainnya.
Karena itu aturan tersebut perlu diharmonisasi, atau bahkan diunifikasi guna
memperlancar perdagangan internasional. 31
Masalahnya adalah harmonisasi atau unifikasi hukum tersebut banyak bergantung
kepada keinginan dan kerelaan negara-negara untuk mau menerimanya. Meskipun
menyadari adanya kesulitan upaya tersebut, UNIDROIT memiliki kedudukannya yang
menguntungkan sebagai organisasi antar pemerintah. Dalam kaitan ini, UNIDROIT
menerapkan pemberlakuan konvensi atau perjanjian internasional yang mensyaratkan
penerimaan dari negara-negara anggotanya.32
Tujuannya adalah menerapkan aturan-aturan konvensi tersebut ke dalam sistem
hukum negara-negara anggota yang menundukkan dirinya kepada konvensi tersebut.
Penerimaan suatu aturan konvensi oleh negara akan jauh lebih memudahkan
pemberlakuan aturan-aturan konvensi tersebut ke dalam wilayah negara anggotanya
(termasuk kepada warga negara atau subyek-subyek hukum di wilayah negara tersebut).33
Selama berdiri UNIDROIT telah melakukan lebih dari 70 kajian. Kajian-kajian ini
ada yang telah menghasilkan berbagai perjanjian atau konvensi internasional, antara lain
sebagai berikut:34
 Convention relating to a Uniform Law on the Formation of Contracts for the
International Sale of Goods (The Hague 1964);
 Convention relating to a Uniform Law on the International Sale of Goods (The
Hague, 1964);
 International Convention on the Travel Contract (Brussels, 1970);

31

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip dan Konsepsi Dasar, op. cit.

32

Ibid.

33

Ibid.

34

Ibid.

16

Sylviana Kusuma Lestari

 Convention providing a Uniform Law on the Form of an International Will
(Washington, 1973);
 Convention on Agency in the International Sale of Goods (Geneva, 1983);
 UNIDROIT Convention on International Financial Leasing (Ottawa, 1988);
 UNIDROIT Convention on International Factoring (Ottawa, 1988);
 UNIDROIT Convention on Stolen or Illegally Exported Cultural Objects (Rome,
1995);
 Convention on International Interests in Mobile Equipment (Cape Town, 2001);
 Protocol to the Convention on International Interests in Mobile Equipment on
Matters specific to Aircraft Equipment (Cape Town, 2001).
B.Prinsip dalam UNIDROIT
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam UNIDROIT 2004 (UNIDROIT Principles)
terdiri dari 10 Chapter dan 184 Articles. Sistematika UNIDROIT Principles terdiri dari
Preamble (Pembukaan), Chapter 1 : General Provision (Ketentuan-ketentuan Umum)35
dan Chapter 2 : Formation and Authority of Agents

(Pembentukan Perjanjian dan

Kewenangan Agen), Chapter 3 : Validity (Validitas/Keabsahan Perjanjian), Chapter 4 :
Interpretation (Penafsiran Persyaratan Perjanjian), Chapter 5 : Content and Third Party
Right (Isi Perjanjian dan Hak Pihak Ketiga), Chapter 6 : Performance (Pelaksanaan
Perjanjian), Chapter 7 : Non – Performance (Wanprestasi dan akibat-akibatnya), Chapter
8 : Set – Off (Penjumpaan Hutang), Chapter 9 : Assigment of Right, Transfer of
Obligation, Assigment of Contract (Pengalihan Hak, Pengalihan Kewajiban dan
Pengalihan Perjanjian), Chapter 10: Limitation Periods (Tenggang Waktu Daluarsa).
Prinsip pertama, kebebasan berkontrak, sebenarnya adalah prinsip universal dalam
hukum perdagangan internasional. Setiap sistem hukum pada bidang hukum dagang
mengakui kebebasan para pihak ini untuk membuat kontrak-kontrak dagang

35

Ketentuan-ketentuan Umum UNIDROT Principles terdiri dari 12 artikel: 1.1 Freedom Of Contract,
1.2 No Form Required, 1.3 Binding Character Of Contract, 1.4 Mandatory Rules, 1.5 Exclusion Or
Modification By The Parties, 1.6 Interpretation And Supplementation Of The Principle, 1.7 Good Faith And
Fair Dealing, 1.8 Inconsistent Behavior, 1.9 Usage And Practices, 1.10 Notice, 1.11 Definitions, 1.12
Computation Of Time Set By Parties.

17

Sylviana Kusuma Lestari

(internasional). Schmitthoff menanggapi secara positif kebebasan pertama ini. Beliau
menyatakan:36
“The autonomy of the parties’ will in the law of contract is the foundation on
which an autonomous law of international trade can be built. The national
sovereign has,..., no objection that in that area an autonomous law of
international trade is developed by the parties, provided always that that law
respects in every national jurisdiction the limitations imposed by public policy.”
Kebebasan tersebut mencakup bidang hukum yang cukup luas. Ia meliputi
kebebasan untuk melakukan jenis-jenis kontrak yang para pihak sepakati. Ia termasuk
pula kebebasan untuk memilih forum penyelesaian sengketa dagangnya. Ia mencakup
pula kebebasan untuk memilih hukum yang akan berlaku terhadap kontrak. Kebebasan
ini sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan
umum, kesusilaan, kesopanan, dan lain-lain persyaratan yang ditetapkan oleh masingmasing sistem hukum.37
Prinsip utama UNIDROIT Principles, selain mewarnai pemberlakuan hampir
seluruh asas yang ada di UNIDROIT Principles, juga dianggap sebagai salah satu tiang
utama dari suatu tata ekonomi internasional yang terbuka, berorientasi pasar, dan
kompetitif adalah bahwa para pelaku bisnis bebas untuk menentukan kepada siapa
mereka akan menawarkan atau dari siapa mereka akan memperoleh pemasokan barang
atau jasanya dan bagi mereka terbuka kemungkinan untuk secara bebas bersepakat
tentang persyaratan-persyaratan setiap transaksi yang mereka adakan.
Pasal selanjutnya adalah mengenai Binding Character of Contract dalam Pasal 1.3
UNIDROIT Principles, sebagai berikut:
“A contract validly entered into is binding upon the parties. It can only be
modified or terminated in accordance with its term or by agreement or as
otherwise provided in these Principles.”

36

Clive M. Schmitthoff, Commercial Law in a Changing Economic Climate, London: Sweet and
Maxwell, 1981, hlm. 22. (Selanjutnya disebut“Commercial Law”)dikutip dari Huala Adolf, Hukum
Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip dan Konsepsi Dasar, op. cit.
37

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional: Prinsip-Prinsip dan Konsepsi Dasar, op. cit.

18

Sylviana Kusuma Lestari

Perjanjian yang sah adalah mengikat para pihak. Perjanjian tersebut hanya dapat diubah
atau diakhiri sesuai dengan syarat-syarat dalam perjanjian atau dengan persetujuan atau
ditentukan sebaliknya dalam UNIDROIT Principles.
Pasal ini mencerminkan asas Pacta Sunt Servanda yang menetapkan bahwa
“perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya”. Asas ini
baru mengikat apabila:
 Persetujuan telah dicapai oleh para pihak (sesuai Chapter 2 UNIDROIT Principles38)
dan tidak melanggar syarat-syarat sahnya kontrak (sesuai Chapter 3 UNIDROIT
Principles39);
 Telah memenuhi persyaratan- persyaratan sahnya kontrak yang ditetapkan di dalam
kaidah-kaidah memaksa untuk sahnya kontrak yang berlaku pada hukum nasional
atau hukum internasional.
Inti dari Pacta Sunt Servanda dalam Pasal 1.3. UNIDROIT Principles adalah
sebuah kontrak dapat dirubah atau diakhiri kapanpun para pihak menyepakatinya. Jadi
artinya, modifikasi atau pengakhiran kontrak tanpa ada kesepakatan hanya dapat
diajukan sebagai alasan yang sah apabila sesuai dengan persyaratan kontrak, atau bila
secara tegas dimungkinkan di dalam prinsip-prinsip UNIDROIT Principles.
Walaupun Pasal 1.3 pada dasarnya berprinsip bahwa “Sebuah kontrak hanya
mengikat para pihak pembuatnya”, namun UNIDROIT Principles mengakui adanya
situasi-situasi tertentu di mana kaidah hukum nasional menentukan bahwa kontrak dapat
membawa akibat hukum pada pihak ke-3.
Pada

dasarnya

prinsip-prinsip

kontrak

UNIDROIT

tidak

secara

tegas

mencantumkan jual beli internasional sebagai objek dasar pengaturan. Hal ini dapat
dilihat dari Purpose of the Principles yang terdapat dalam preamble UNDROIT, sebagai
berikut:40
 Berupaya untuk menciptakan suatu aturan yang berimbang. Dengan adanya aturan
yang berimbang tersebut diharapkan para pihak yang terlibat dalam perdagangan

38

Lihat Chapter 2 UNIDROIT Principles mengenai Formation And Authority Of Agents.

39

Lihat Chapter 3 UNIDROIT Principles mengenai Validity.

40

Ibid,. hlm. 88.

19

Sylviana Kusuma Lestari

internasonal yang berlatar belakang tingkat ekonomi dan sistem politik, bahkan
sistem hukum yang berbeda dapat menggunakannya;
 Tujuan lainnya yang juga penting adalah bahwa sistem UNIDROIT ini dapat
digunakan oleh para pihak manakala mereka menemukan jalan buntu dalam
menentukan hukum mana yang akan dipilih terhadap kontrak mereka. Kebuntuan ini
karenanya dapat diselesaikan dengan kesepakatan para pihak untuk memilih prinsip
kontrak UNIDROIT ini;
 Adalah bahwa prinsip UNIDROIT dapat digunakan oleh para pihak untuk
menafsirkan sesuatu hal (klausul) dalam kontrak yang menimbulkan sengketa karena
adanya perbedaan penafsiran diantara para pihak;
 Fungsi lainnya dari prinsip UNIDROIT ini adalah bahwa prinsip-prinsip hukum
kontrak yang terdapat di dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai pegangan bagi para
pihak perancang hukum di negara-negara di dunia dalam merancang hukum
kontraknya. Bahkan dalam preamble juga dinyatakan bahwa tidak menutup
kemungkinan perjanjian internasional lainnya yang dibuat setelah adanya prinsip
UNIDROIT, untuk mengacu kepada prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT.
Tujuan dibuatnya prinsip-prinsip UNIDROIT adalah untuk menentukan aturan
umum bagi kontrak komersial internasional. Prinsip ini berlaku apabila para pihak telah
sepakat bahwa kontrak mereka tunduk pada prinsip tersebut dan pada prinsip hukum
umum (general principles of law), lex mecantoria41, dan sejenisnya.42
Prinsip-Prinsip UNIDROIT memberikan solusi terhadap masalah yang timbul
ketika terbukti bahwa tidak mungkin untuk menggunakan sumber hukum yang relevan
dengan hukum yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu, prinsip-prinsip
UNIDROIT digunakan sebagai sumber hukum yang dijadikan acuan dalam menafsirkan
hukum kontrak yang tidak jelas. Apabila tidak ditemukan aturannya dalam hukum yang
berlaku (governing law), maka prinsip-prinsip UNIDROIT dapat digunakan sebagai
41

Lex mercatoria atau disebut juga hukum pedagang dapat juga dijelaskan sebagai sistem prinsip dan
peraturan nasional yang umumnya diterima dalam perdagangan internasional. Hal ini termasuk kebiasaan
perdagangan secara internasional karena mereka sudah menjadi bagian dari kontrak perdagangan internasional
baik karena implikasi maupun karena pencantuman. Dalam konteks yang sama, ketentuan kontrak yang standar
jika secara konsisten digunakan dalam perdagangan tersebut, dapat dianggap sebagai limpahan dari lex
mercatoria.
42

Taryana Sunandar, op. cit., hlm. 10.

20

Sylviana Kusuma Lestari

solusi, sehingga menjadi instrumen hukum tambahan karena prinsip-prinsipnya diambil
dari kebiasaan dan praktik yang seragan dalam hukum internasional.43
Agar orang dapat memahami prinsip-prinsip UNIDROIT, maka para pembuatnya
mengemukakan beberapa hal berikut ini44:
 Tujuan pembuatan UNIDROIT Principles, adalah membentuk seperangkat aturanaturan yang seimbang dan dapat digunakan di seluruh dunia, tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan dalam tradisi hukum, dan kondisi ekonomi dan politik dari
negara-negara yang menerapkannya;
 Dikaitkan dengan substansinya UNIDROIT Principles umumnya bersifat fleksibel,
mengikuti perkembangan-perkembangan ekonomi dan teknologi yang dapat
mempengaruhi praktek perdagangan transnasional;
 Dari segi bentuk formalnya, UNIDROIT Principles menghindarkan diri dari
penggunaan terminologi yang dikenal di dalam beberapa sistem hukum tertentu saja;
 Dari segi penegakannya UNIDROIT Principles sebagai suatu pranata yang tidak
melibatkan persetujuan pemerintah negara-negara nasional, bukanlah merupakan
suatu pranata yang mengikat (binding instrument), dan karena itu daya mengikatnya
tergantung pada kewenangan persuasif yang ada di negara-negara tersebut.
Terdapat prinsip-prinsip utama dalam UNIDROIT, yaitu prinsip kebebasan
berkontrak, prinsip itikad baik (good faith) dan transaksi jujur (fair dealing), prinsip
diakuinya kebiasaan transaksi bisnis di negara setempat, prinsip kesepakatan melalui
penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) atau melalui tindakan, prinsip larangan
bernegosiasi dengan itikad buruk, prinsip kewajiban menjaga kerahasiaan, prinsip
perlindungan pihak lemah dari syarat-syarat baku, prinsip syarat sahnya kontrak, prinsip
dapat dibatalkannya kontrak bila mengandung perbedaan besar (gross disparity), prinsip
contra proferentem dalam penafsiran kontrak baku, prinsip menghormati kontrak ketika
terjadi kesulitan (hardship), prinsip pembebasan tanggung jawab dalam keadaan
memaksa (force majeur).45
43

Ibid., hlm. 10.

44

Bayu Seto Hardjowahono, Kontrak-Kontrak Bisnis Transnasional dan UNIDROIT Principles of
International Commercial Contracts, Sebuah Pembuka Wawasan, Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung, 2006, hlm. 13-14.
45

Ibid., hlm. 36.

21

Sylviana Kusuma Lestari

1.Prinsip kebebasan berkontrak
Prinsip kebebasan berkontrak begitu tercermin dalam pernyataan Pasal 1.1
UNIDROIT Principles yang merupakan dasar dari prinsip kebebasan berkontrak,
sebagai berikut:
“The parties are free to enter into a contract and to determine its content”.
Prinsip ini ditekankan sebagai dasar dari prinsip perdagangan internasional.
Kebebasan disini adalah bebas untuk menyatakan dengan siapa pihak tersebut akan
membuat kontrak, bebas menentukan barang yang akan diperdagangakan, bebas
untuk melakukan negosiasi, bebas untuk memilih forum (choice of forum) maupun
memilih hukum (choice of law) yang akan dipergunakan dalam kontrak.
Prinsip kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1.1 UNIDROIT
Principles ini pada dasarnya menegaskan adanya kebebasan para pihak untuk
membuat kontrak sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat, sedangkan
pengaturan di Indonesia tentang prinsip kebebasan berkontrak terdapat dalam
ketentuan Pasal 1338 BW yang menyatakan bahwa:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”
Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang
merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk
berkontrak. Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian di Indonesia
memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu
pihak yang membuat perjanjian maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.46
Asas konsensualisme juga duanut oleh prinsip-prinsip UNIDROIT, sebagai
prinsip dasar kontrak internasional. Kontrak internasional memang harus menganut
asas konsensual karena dalam hubungan transaksi bisnis internasional para pihak
tidak langsung bertemu secara fisik tetapi menggunakan berbagai sarana
telekomunikasi. Dewasa ini berkembang berbagai sarana hukum kontrak yang

46

www.theceli.com/index.php?option=com_docman&task. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2009.

22

Sylviana Kusuma Lestari

memperjanjikan jual beli barang, yang barangnya sendiri belum ada tetapi harganya
telah disepakati, bahkan sudah dibayar.47
Prinsip UNIDROIT bertujuan untuk mengharmonisasi hukum kontrak
komersial di Negara-negara yang menerapkannya, sehingga materi terfokus pada
persoalan yang dianggap netral. Dengan demikian ruang lingkup yang diatur oleh
Prinsip UNIDROIT adalah kebebasan berkontrak.48 Dasar pemikirannya adalah
bahwa apabila kebebasan berkontrak tidak diatur maka dapat terjadi distorsi, tetapi
sebaliknya apabila pengaturannya terlalu ketat, maka akan hilanglah makna dari
kebebasan berkontrak itu sendiri.
Oleh karena itu UNIDROIT berusaha untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan yang diharapkan dapat memberikan solusi persoalan perbedaan hukum
dan kepentingan ekonomi lainnya. Prinsip kebebasan berkontrak diwujudkan dalam
lima bentuk prinsip hukum, yaitu:
a. Kebebasan menentukan isi kontrak;
Selain bebas untuk menentukan pihak dalam membuat kontrak, kebebasan
berkontrak juga memperbolehkan pihak-pihak tersebut untuk memilih hukum
yang akan mereka gunakan. Tidak adanya suatu paksaan dalam UNIDROIT untuk
menggunakan hukum tersebut dalam setiap kontrak internasional yang dibuat,
prinsip UNIDROIT pada dasarnya tidak memiliki kekuatan hukum apapun.49
Dari bentuknya, pilihan hukum dapat berupa pilihan secara tegas dinyatakan
oleh para pihak dalam suatu klausul kontrak, pilihan secara diam-diam atau
tersirat, kesepakatan para pihak untuk menyerahkan pilihan hukum kepada
pengadilan, dan ketetapan para pihak untuk tidak memilih atau membuat klausul
pilihan hukum.50

47

Taryana Soenandar, op. cit., hlm. 102.

48

Perkembangan prinsip-prinsip hukum komersial internasional (lex mercatoria) dikaitkan dengan
beberapa aspek pembaruan hukum kontrak di Indonesia: suatu kajian terhadap prinsip-prinsip CISG dan
UNIDROIT, Tesis Taryana Soenandar, 2001, hal 74
49

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, op. cit., hlm.93.

50

Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional, op. cit, hlm. 145.

23

Sylviana Kusuma Lestari

Klausul pilihan forum (choice of forum) merupakan salah satu klausul yang
cukup penting dalam pembuatan suatu kontrak, walaupun terkadang klausul ini
sering tidak dicantumkan oleh para pembuat kontrak. Seperti halnya inti dari
prinsip kebebasan berkontrak, penempatan klausul ini tergantung dari
kesepakatan para pihak apakah akan menggunakan klausul tersebut dalam kontrak
mereka.
b. Kebebasan menentukan bentuk kontrak;
Prinsip-prinsip UNIDROIT menentukan kesederhanaan dalam pembuatan
kontrak dengan menegaskan bahwa kontrak tidak perlu tertulis. Hal ini tercantum
dalam Pasal 1.2 UNIDROIT Principles, sebagai berikut:
“Nothing in these Principles requires a contract, statement or any other
act to be made in or evidenced by a particular form. It may be proved by
any means, including witnesses”.
Ketentuan yang menyatakan bahwa pembuatan kontrak ini dapat dilakukan
secara tidak tertulis bisa terjadi karena berdasarkan sejarah adanya hukum
perdagangan internasional yang disebabkan oleh hukum para pedagang yang
sifatnya hukum kebiasaan atau lex mercatoria.
Kalimat pertama dari Pasal 1.2 UNIDROIT Principles tersebut memberi
perhatian pada adanya sistem hukum nasional yang mewajibkan persyaratan
formal untuk substansi kontrak atau untuk pembuktian adanya kontrak. Kalimat
kedua menetapkan berlakunya kebebasan para pihak untuk menggunakan segala
upaya untuk membuktikan adanya kontrak (termasuk bukti lisan). Pembatasan
terhadap Kebebasan Mengenai Bentuk Perjanjian :
 Kebebasan para pihak dalam menentukan bentuk perjanjian dibatasi oleh
hukum yang seharusnya berlaku;
 Artinya hukum yang seharusnya berlaku berdasarkan Hukum Perdata
Internasional (HPI) dapat menetapkan persyaratan tentang bentuk, baik yang
menyangkut perjanjiannya atau pasal-pasal tertentu (kaitkan dengan Pasal
1.4.). Para pihak juga bebas untuk menentukan bentuk tertentu untuk
penutupan, perubahan atau pengakhiran perjanjian.
24

Sylviana Kusuma Lestari

Dalam masa ini, para pedagang sendiri yang menentukan bentuk dan isi
kontrak yang mereka sepakati, karenanya lex mercatoria sebenarnya adalah
lembaga hukum yang tumbuh karena adanya kebutuhan para pedagang guna
menuangkan kesepakatan yang telah dicapai diantara mereka. Hannu Honka51
menggambarkan kehadiran lembaga hukum ini dengan uraian, sebagai berikut:
“Lex Mercatoria does not devire its authority from formal legislative
activities, such as conventions, but rather from acceptance of the need for
a basic international order in contract law. It includes general principles
of contract law”
Seiring dengan perkembangan waktu yang menyebabkan berkembangnya
pula transaksi di bidang perdagangan internasional memberi dampak terhadap
bentuk kontrak perdagangan. Banyaknya hal-hal yang harus diatur dan
pembatasan-pembatasan yang disepakati oleh para pihak menyebabkan bentuk
kontrak secara tidak tertulis menjadi mustahil untuk digunakan.
Adanya prinsip kebebasan para pihak untuk berkontrak (party autonomy)
didukung oleh kemajuan teknologi memberikan peluang semakin berkembangnya
bentuk kontrak yang digunakan oleh para pihak. Prinsip kebebasan berkontrak ini
adalah prinsip yang dapat menembus formalitas-formalitas dan dengan prinsip
inilah hukum kontrak int