sumber hukum islam dan ruang lingkupnya

Kelompok 1 Anggota
1. Diah Wulan Nahrini
2. Lita Arofu
3. Neneng Mulyani
4. Novi Yulianti
5. Yusup Baihaqi
6. Quraish shahab
7. Zahrina

Program Studi Teknologi Pangan
AKNECAkademi Komunitas Negeri Cianjur
PDD POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2014/2015

Sumber Hukum Islam dan Ruang
Lingkupnya
Sumber Hukum Islam
A. Pengertian
Kata “sumber“ dalam hukum fih adalahh
terjemahan dari kata mashdar yang jamaknya adalah masha dir, yang
dapat diartikan suatu wadah yang dalam wadah tersebut dapat ditemukan

atau ditimba norma hukum.

Secara Etimologi ( bahasa )
Istilah hukum Islam sendiri terdiri dari dua suku kata yang berasal dari
bahasa Arab yakni kata hukum dan kata Islam. Kata hukum berarti
ketentuan dan ketetapan. Sedangkan kata Islam terdapat dalam AlQur’an, yakni kata benda yang berasal dari kata kerja “salima”
selanjutnya menjadi Islam yang berarti kedamaian, kesejahteraan,
keselamatan, atau penyerahan (diri) dan kepatuhan. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam secara etimologis adalah
segala macam ketentuan atau ketetapan mengenai sesuatu hal di
mana ketentuan itu telah diatur dan ditetapkan oleh Agama Islam.

Secara Terminologi ( istilah )
Hukum menurut ajaran Islam antara lain dikemukakan oleh Abdurraf, hukum
adalah peraturan-peraturan yang terdiri dari ketentuan-ketentuan, suruhan
dan larangan, yang menimbulkan kewajiban dan atau hak.

Jadi, yang dimaksud Sumber Hukum Islam adalah al Quran dan Sunnah
Rasul yang merupakan seperangkat aturan tentang tingkah laku
manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua

yang beragama Islam.
Disimpulkan h
Sumber hukum Islam adalah Asal (tempat pengambilan) hukum
Islam yang berlaku dan diyakini mengikat
untuk
semua
muslim.

B. Tujuan Hukum Islam
Secara umum tujuan penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah
SWT adalah untuk kepentingan, kemaslahatan dan kebahagiaan
manusia seluruhnya baik di dunia maupun di akhirat.
Menurut Abu Zahra, terdapat tiga sasaran utama dari tujuan
penetapan hukum Islam, yaitu pensucian jiwa, penegakan keadilan,
dan perwujudan kemaslahatan (Mohammad Daud Ali, 2007, Hukum
Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
PT. Rajagrafndo, Jakarta, hlm. 21).
Tujuan dari hukum Islam tidak terbatas dari segi material semata,
tetapi jauh ke depan memperhatikan segala segi, material,
immaterial, individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya

Hal ini dapat dilihat pada segi ibadah dan muamalah, disamping itu
tujuan dari hukum Islam adalah untukh
1. Membersihkan jiwa dan taiarrub (mendekat) dengan Tuhannya,
2. Kepentingan jasmani,
3. Kebaikan individu masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya,
dunia dan
akhirat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, hukum Islam menentukan aturan
yaituh
 Menolak bahaya harus didahulukan daripada mengambil
manfaat,
 Kemaslahatan umum harus didahulukan dari kemaslahatan
khusus,
 Kesulitan akan dapat membawa kepada adanya kemudahan,
 Keadaan darurat dapat memperbolehkan hal yang dilarang,
tidak ada bahaya yang membahayakan, dan
 Islam tidak mengenal prinsip tujuan membenarkan cara.
Sedangkan menurut Mohammad Daud Ali ( Mohammad Daud Ali,
op.cit, hlm.6 ), tujuan hukum Islam dapat dilihat dari dua segi yaitu
a. Segi pembuat hukum Islam yakni Allah SWT dan Rasul-Nya,


b. dan dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana
hukum Islam

PENJELASAN
a. Dari segi Pembuat Hukum Islam yakni Allah SWT dn Rosul-Nya
- Untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat

-

Primer (kebutuhan yang harus dilindungi dan dipelihara sebaikbaiknya agar kemaslahatan hidup manusia terwujud yang terdiri dari
Agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta),
Sekunder (kebutuhan yang dibutuhkan untuk mencapai kebutuhan
primer seperti kemerdekaan dan persamaan), dan
Tersier (kebutuhan selain kebutuhan primer dan sekunder seperti
sandang, pangan, dan papan);
Untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari;
Agar ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan benar, manusia wajib
meningkatkan kemampuannya untuk memahami ushul fiih (dasar
pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metodeloginya).


b. Dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam
- tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang
bahagia dan sejahtera dengan cara mengambil yang
bermanfaat, mencegah dan menolak yang mudharat bagi
kehidupan.
- Dalam hal kewarisan, tujuan sistem kewarisan Islam yang sesuai
dengan tujuan hukum Islam adalah agar terhindar dari kesalahan
dalam pembagian warisan yang dapat mengakibatkan pertikaian
karena harta warisan dan terciptanya pembagian warisan yang
adil serta diridhai Allah.

C. Macam-macam Sumber Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa, Sumber Hukum Islam ada tiga, yaitu;
a. Al Quran,
b. Sunnah,
c. Ijma.
d. Qiyas
e. Akal


Landasan hukumnya adalah h
Al Quran surat an- Nisa (4) h59

Artinyah
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
( al Quran ) dan Rasul ( Sunnah ) jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Ayat di atas mengandung pengertian a.lh
1.

Perintah mentaati Allah berarti perintah menjalankan hukum yang
terdapat dalam al Quran.
2. Perintah mentaati Rasul berarti perintah mengamalkan apa yang
disampaikan Rasul dalam Sunnahnya.
3. Perintah mentaati ulil amri berarti perintah mengamalkan hukum yang
ditemukan berdasarkan ijma.
4. Perintah mengembalikan sesuatu yang diperselisihkan hukumnya
kepada Allah dan Rasul. Berarti perintah mengamalkan hukum yang

ditemukan melalui iiyas yang merupakan hasil dari
ijma ( Ijtihad
Ulama)
Penjelasan :

a. Al-qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci agama islam merupakan kumpulan
wahyu Ilahi yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW
dengan perantara malaikat jibril untuk mengatur hidup dan
kehidupan umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada
umumnya.
a.1 Pengertian Al-qur’an

Etimologi
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab yang berarti
"bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Kata Al-Qur'an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang
artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu
surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah


yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur'an (di dalam dadamu) dan
(menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami.
(Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti
{amalkan} bacaannya”.

Terminologi
 Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya
termasuk ibadah”.
 Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai
berikut:
A
" l-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad
penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril
dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara
mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai
dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Namun demikian ada pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, dan tidak
termasuk Al-Qur’an.
a.2 Fungsi dan Tujuan Turunnya al Qur`an
Fungsi dan tujuan turunnya al Qur`an h

1. Sebagai petunjuk ( hudan ) bagi umat manusia.
2. Sebagai rahmat atau keberuntungan dari Allah dalam bentuk
kasih sayang-Nya untuk umat manusia.
3. Sebagai pembeda ( furion ) antara yang baik dan buruk, halal
haram, salah benar, dan sebagainya.
4. Sebagai pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing
umat dalam kehidupan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup
di dunia dan akherat.
5. Sebagai berita gembira ( busyro) bagi orang yang telah berbuat
baik kepada Allah dan semua manusia.
6. Sebagai penjelasan ( tibyan ) atau yang menjelaskan ( mubin )
terhadap sesuatu yang disampaikan Allah.
7. Sebagai pembenar ( mushaddii ) terhadap kitab yang
sebelumnya ( Taurat, Zabur, Injil ) sebelum adanya perubahan

terhadap isi kitab tersebut.
8. Sebagai cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia
menuju jalan
keselamatan.
9. Sebagai tafsil, yaitu memberi penjelasan secara rinci sehingga
dapat dilaksanakan sesuai yang dikehendaki Allah.
10.
Sebagai syifau al shudur, yaitu obat rtohani yang sakit.
11.
Sebagai hakim, yaitu sumber kebijaksanaan.

b. Sunnah
b.1 Pengertian sunnah
Secara etimologi
Sunnah (Arabh sunnah, artinya "arus yang lancar dan mudah"
atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap,
tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau
garis-garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh
rasulullah.
Secara istilah / terminologi

Sunnah adalah jalan yang di tempuh oleh rasulullah dan para
sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun
penetapan

Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah
Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para
sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah
disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah
disebut sunnatullah (hukum alam).
Hadist atau sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi
Muhammad, baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan,
perbuatan yang pernah dilakukan pada masa hidupnya ataupun
segala hal yang dibiarkan berlaku.
b.2 Macam-Macam Sunnah :
1. Sunnah Qauliyah, yaitu
ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan disampaikannya
kepada kepada orang lain. Namun ucapan Nabi ini bukan wahyu al
Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan wahyu al Qur`an yang
sama-sama lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara, antara lainh
 Bila wahyu al Qur`an selalu mendapat perhatian khusus dari Nabi
dan menyuruh
orang lain untuk menghafal dan menuliskannya
serta mengurutkannya sesuai petunjuk Allah. Sedangkan sunnah
tidak, bahkan Nabi melarang menuliskannya karena khawatir
tercampur dengan al Qur`an.
 Penukilan alQur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan
sunnah pada umumnya diriwayatkan secara perorangan.
 Penukilan al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan
arti sesuai dengan teks aslinya seperti yang didengar dari Nabi.
Sedangkan sunnah dinukilkan secara ma`nawi ( disampaikan
dengan redaksi dan ibarat yang berbeda walau maksudnya sama ).
 Bila yang diucapkan Nabi al Qur`an mempunyai daya pesona /
mu`jizat, sedangkan bila sunnah tidak.
2. Sunnah Fi`liyah, yaitu
Perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang dilihat
atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang
laindengan ucapannya.
Para ulama membagi perbuatan Nabi ke dalam tiga bentuk h
-

Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa. Ulama
berbeda pendapat tentang keteladanannya bagi umat, ada yang
berpendapat bahwa perbuatan Nabi bentuk ini mempunyai daya

-

hukum untuk diikuti dan ada yang berpendapat tidak
mempunyai daya hukum untuk diikuti.
PerbuatanNabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa
perbuatan tersebut khusus untuk Nabi.
Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan
penjelasan hukum.
Perbuatan Nabi yang diketahui merupakan penjelasan hukum
untuk umat dan menjadi dalil hukum yang harus diikuti oleh
umat.

3. Sunnah Taiririyah, yaitu
perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan
dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi
atau dicegah oleh Nabi. Keadaan diamnya Nabi dibedakan pada
dua bentuk h
- Nabi mengetahui perbuata itu pernah dibenci dan dilarang ileh
Nabi. Diamnya Nabi dapat berarti perbuatan itu tidak boleh
dilakukan atau boleh dilakukan ( pencabutan larangan ).
- Nabi belum pernah melarang perbuatan itusebelumnya dan
tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi menunjukan
hukumnya adalah ibahah ( meniadakan keberatan untuk
diperbuat ).

c. Ijma ( Ijtihad Ulama )
c.1 Pengertian Ijma
Secara Etimologi
Ijmak atau Ijma' (Arabh) adalah kesepakatan para ulama dalam
menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan AlQur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Secara Terminologi
Ijma adalah penyesuaian paham atau pendapat di antara para
ulama mujtahid pada suatu masa tertentu untuk menentukan
hukum suatu masalah yang belum ada ketentuan hukumnya.
c.2 Unsur-unsur Ijma'
1. Adanya kesepakatan seluruh mujtahid dari kalangan umat Islam (ulama).

2. Suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas.
3. Yang melakukan kesepakatan tersebut adalah mujtahid.
4. Kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya Rasulullah.
5. Yang disepakati itu adalah hukum syara' mengenai suatu masalah/peristiwa
hukum tertentu.
Ijma' umat terbagi menjadi dua:
1. Ijma' Qauli, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan
pendapatnya dengan lisan ataupun tulisan yang menerangkan
persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya.
2. Ijma' Sukuti, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak
mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui. Menurut
Imam Hanafi kedua macam ijma' tersebut adalah ijma' yang sebenarnya.
Menurut Imam Syafi'i hanya ijma' yang pertama saja yang disebut ijma'
yang sebenarnya.

Sandaran ijma'
Ijma' tidak dipandang sah, kecuali apabila ada sandaran, sebab ijma' bukan
merupakan dalil yang berdiri sendiri.
Sandaran tersebut dapat berupa dalil qath'i yaitu Qur'an dan Hadits mutawatir,
juga dapat berupa dalil zhanni yaitu Hadits ahad dan qiyas

d. Qiyas
d.1 Pengertian qiyas
Menurut Etimologi

Qiyas

artinya

menggabungkan

atau

menyamakan

Menurut Termonologi Qiyas artinya menetapkan suatu hukum
suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya
namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan
berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.

Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang
ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
d.2 Rukun Qiyas ada empat;

1. Al-ashl (pokok)
Al-ashl ialah sesuatu yang telah ditetapkan ketentuan hukumnya berdasarkan
nash, baik berupa Quran maupun Sunnah.
Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai
berikut:
 Al-ashl tidak mansukh. Artinya hukum syara' yang akan menjadi
sumber pengqiyasan itu masih berlaku pada masa hidup
Rasulullah. Apabila telah dihapuskan ketentuan hukumnya, maka
ia tidak dapat menjadi al-ashl.
 Hukum syara'. Persyaratan ini sangat jelas dan mutlak, sebab yang
hendak ditemukan ketentuan hukumnya melalui qiyas adalah
hukum syara', bukan ketentuan hukum yang lain.
 Bukan hukum yang dikecualikan. Jika al-ashl tersebut merupakan
pengecualian, maka tidak dapat menjadi wadah qiyas.
2. Al-far'u (cabang)
Al-far'u ialah masalah yang hendak diqiyaskan yang tidak ada ketentuan nash
yang menetapkan hukumnya.
Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai
berikut:
 Sebelum diqiyaskan tidak pernah ada nash lain yang menentukan hukumnya.
 Ada kesamaan antara 'illah yang terdapat dalam al-ashl dan yang terdapat
dalam al-far'u.
 Tidak terdapat dalil qath'i yang kandungannya berlawanan dengan al-far'u.
 Hukum yang terdapat dalam al-ashl bersifat sama dengan hukum yang terdapat
dalam al-far'u.
3.Hukum Ashl
Hukum Ashl adalah hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan
hukumnya itu ditetapkan oleh nash tertentu, baik dari Quran maupun Sunnah.
Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai
berikut:

1. Hukum tersebut adalah hukum syara', bukan yang berkaitan dengan
hukum aqliyyah atau adiyyah dan/atau lughawiyah.
2. 'Illah hukum tersebut dapat ditemukan, bukan hukum yang tidak dapat
dipahami 'illahnya.
3. Hukum ashl tidak termasuk dalam kelompok yang menjadi khushshiyyah
Rasulullah.
4. Hukum ashl tetap berlaku setelah waftnya Rasulullah, bukan ketentuan
hukum yang sudah dibatalkan.
4.'Illah
'Illah adalah suatu sifat yang nyata dan berlaku setiap kali suatu peristiwa terjadi,
dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum dari suatu peristiwa hukum.
Mengenai rukun ini, agar dianggap sah sebagai 'illah, para ulama menetapkan
beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Zhahir, yaitu 'illah mestilah suatu sifat yang jelas dan nyata, dapat disaksikan
dan dapat dibedakan dengan sifat serta keadaan yang lain.
2. 'Illah harus mengandung hikmah yang sesuai dengan kaitan hukum dan tujuan
hukum. Dalam hal ini, tujuan hukum adalah jelas, yaitu kemaslahatan mukallaf di
dunia dan akhirat, yaitu melahirkan manfaat atau menghindarkan kemudharatan.
3. Mundhabithah, yaitu 'illah mestilah sesuatu yang dapat diukur dan jelas
batasnya.
4. Mula'im wa munasib, yaitu suatu 'illah harus memiliki kelayakan dan memiliki
hubungan yang sesuai antara hukum dan sifat uang dipandang sebagai 'illah.
5. Muta'addiyah, yaitu suatu sifat yang terdapat bukan hanya pada peristiwa yang
ada nash hukumnya, tetapi juga terdapat pada peristiwa-peristiwa lain yang
hendak ditetapkan hukumnya.

Ruang lingkup hukum Islam
Ruang lingkup hukum Islam diklasifkasi ke dalam dua kelompok
besar, yaituh

1) hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah, dan
2) hukum yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan.
Hal ini akan diuraikan sebagai berikut|
1) Hukum ibadah adalah hukum yang mengatur hubungan
manusia denganTuhannya, yaitu iman, shalat, zakat, puasa,
dan
haji.
2) Hukum kemasyarakatan, yaitu hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya yang memuath
muamalah,
munakahat,
dan
ukubat.
a. Muamalah mengatur tentang harta benda (hak, obligasi,
kontrak, seperti jual beli, sewa menyewa, pembelian,
pinjaman, titipan, pengalihan utang, syarikat dagang, dan
lain-lain).
b. Munakahat, yaitu hukum yang mengatur tentang
perkawinan dan perceraian serta akibatnya seperti iddah,
nasab, nafkah, hak curatele, waris, dan lain-lain.
Hukum dimaksud biasa disebut hukum keluarga dalam
bahasa Arab disebut Al-Ahwal Al-Syakhsiyah. Cakupan hukum
dimaksud
biasa
disebut
hukum
perdata.
c. Ukubat atau Jinayat, yaitu hukum yang mengatur tentang
pidana seperti mencuri, berzina, mabuk, menuduh berzina,
pembunuhan serta akibat-akibatnya. Selain bagian-bagian
tersebut, ada bagian lain yaitu (a) mukhasamat, (b) siyar, (c)
ahkam as-sulthaniyah. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikuth

- Mukhasamat, yaiu hukum yang mengatur tentang peradilanh
pengaduan dan pembuktian, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan hukum acara perdata dan hukum acara pidana
- Siyar, yaitu hukum yang mengatur mengenai urusan jihad
dan/atau perang, harta rampasan perang, perdamaian,
perhubungan dengan Agama lain, dan negara lain.

- Ahkam As-Sulthaniyah, yaitu hukum yang membicarakan
persoalan hubungan dengan kepala negara, kementerian,
gubernur,
tentara,
dan
pajak.
Kalau bagian-bagian hukum Islam itu disusun menurut
sistematika hukum eks Barat yang membedakan antara
hukum perdata dengan hukum publik seperti yang diuraikan
pada pembagian hukum menurut daya kerjanya, maka
susunan hukum muamalah dalam arti luas adalah sebagai
berikuth
Hukum perdata (Islam) adalah
(1) munakahat (mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya);
(2) wirasah (mengatur segala masalah yang berhubungan
dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, serta
pembagian warisan). Hukum waris ini sering disebut hukum
faraid;
(3) muamalah dalam arti khusus mengatur masalah
kebendaan, hak-hak atas`benda, tata hubungan manusia
dengan soal jual beli, sewa menyewa, perserikatan, dan
sebagainya.
Hukum publik (Islam) adalah
(4) jinayat (memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang
diancam hukuman pidana);
(5) al-ahkam as-sulthaniyah (membicarakan soal-soal yang
berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, tentara,
pajak, dan sebagainya);
(6) siyar (mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan
dengan pemeluk Agama, dan negara lain);
(7) mukhamasat (mengatur soal peradilan, kehakiman, dan
tata hukum acara).
Daftar Pustaka:
http://dimensilmu.blogspot.com/2013/07/hukum-islam-danruang-lingkupnya.html
Wikipedia