II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi Antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi Di Kabupaten Karo

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Integrasi Tanaman Ternak

  Salah satu sistem usaha tani yang mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Kariyasa dkk, 2005).Selanjutnya Suryanti(2001) menyatakan bahwa sistem integrasi tanaman ternak mengemban tiga fungsi pokok antara lain memperbaiki kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan pangan dan memelihara keberlanjutan lingkungan.

  Integrasi tanaman dan ternak merupakan pertanian berkelanjutan, penggunaan sumber daya alam secara optimal dan efesiensi penggunaan lahan dalam upaya peningkatan pendapatan. Sebagaimana kita ketahui bahwa ternak memberikan kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan petani, namun hingga kini peranan ternak tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian besar petani. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan hasil ikutan dan sisa hasil pertanian untuk kebutuhan pakannya. Dilain pihak dengan penguasaan lahan antara 0,25-0,3 Ha penggunaan pupuk anorganik semakin berlebihan dalam upaya peningkatan hasil, justru memperburuk kondisi lahan. Oleh karena itu, pemberian

  8 pupuk kandang menjadi keharusan. Pemberian pupuk kandang selain untuk perbaikan tanah juga efesiensi penggunaan pupuk anorganik.

  Program sistem integrasi tanaman semusim-ternak merupakan salah satu

alternatif dalam meningkatkan produksi pertanian, daging, susu, dan sekaligus

meningkatkan pendapatan petani (Haryanto, dkk. 2002). Membaiknya kondisi

  fisik lahan dan efesiensi dalam penggunaan pupuk diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Konsep pertanian terpadu atau sistem usaha tani integrasi tanaman dan ternak sebenarnya telah dikenal dan diterapkan sejak petani mengenal pertanian namun dalam penerapannya belum memperhatikan untung atau ruginya sertadampak yang ditimbulkan bagi lingkungan.

  Badan litbang pertanian telah meneliti dan mengkaji integrasi tanaman

semusim-ternak dengan pendekatam ZeroWaste. Yang dimaksud Zero Waste

adalah pengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal seperti pemanfaatan

jerami sebagai pakan ternak dan kotoran ternak sapi untuk diproses menjadi

pupuk organik. Artinya memperbaiki unsur hara yang dibutuhkan tanaman

sehingga tidak ada limbah yang terbuang (Dirjen Bina Produksi Peternakan,2002).

2.2. Usaha Tani Jeruk

2.2.1 Faktor Produksi Usaha tani Jeruk

a. Bibit

  Jenis jeruk lokal yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk siem (C. microcarpa L.) antara lain Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, Siem Purworejo; Jeruk keprok (C. reticulata) antara lain keprok batu 55, keprok garut, keprok tejakula, keprok matsuma; Jeruk manis (C. auranticum L.); Jeruk sitrun/lemon (C. medica); Jeruk besar/pamelo (C. maxima Herr.) antara lain jeruk Nambangan-Madiun dan jeruk Bali; jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk purut (C.

  hystrix ) dan jeruk sambal (C. hystrix) (Prihatman, 2000).

  Sekitar 70-80 % jeruk yang dikembangkan di Indonesia adalah jeruk siem, dan sisanya adalah jeruk keprok unggulan daerah dan jeruk lainnya (Suyamto, dkk, 2005). Jeruk siem Pontianak, siem Garut, dan siem Lumajang merupakan beberapa jenis jeruk siem yang ditanam di Indonesia, sedang jeruk keprok yang dikenal antara lain adalah keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Siompu dari Sulawesi Tengara, keprok Tejakula dari Bali, keprok Kacang dari Sumatera Barat, keprok Batu 55 dari Batu, keprok Madura dari jawa Timur, dan keprok So’e dari Nusa Tenggara Timur (Prihatman, 2000).

  Sampai saat ini, pasar di Indonesia masih didominasi oleh jeruk siem karena produksinya yang mencapai 70-80 % dari total produksi jeruk nasional.

  Seiring dengan makin berkembangnya luasan tanaman jeruk keprok diharapkan dapat meningkatkan pasar untuk jenis jeruk ini, disamping juga melirik peluang ekspor (Winarno, 2004).

  Menurut data dari BPS Kabupaten Karo (2010) adapun varietas-varietas jeruk yang ditanam di Kabupaten Karo sekarang ini adalah varietas Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan sebagainya. Jenis yang disukai konsumen lokal adalah varietas siam madu sehingga varietas jeruk ini mendominasi penanaman jeruk di Kabupaten Karo.

b. Pupuk

  Kebutuhan pupuk yaitu jenis dan jumlah pupuk untuk tanaman jeruk salah satu indikatornya adalah umur tanaman jeruk tersebut. Menurut Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Madu Karo (2006) jenis dan jumlah untuk kebutuhan pupuk tanaman jeruk (gr/ph/6 bulan)dapat dilihat pada Tabel 2.1. sebagai berikut:

Tabel 2.1. Jenis dan jumlah untuk kebutuhan pupuk tanaman Jeruk (gr/ph/6 bulan) Umur Tanaman (thn)

  

Urea ZA SP-36 ZK Kiserit Dolomit

Pukan (Kg/ph)

  1 100 200 50 100 - 200

  10 2 200 400 100 200 - 400 20 3 300 600 150 300 - 600 30 4 400 800 200 400

  75 800

  40 5 500 1.000 250 500 100 1.000 50 6 600 1.200 300 600 150 1.200 60 7 700 1.400 350 700 175 1.400 70 8 800 1.600 400 800 200 1.600 80 9 900 1.800 450 900 250 1.800 90 10 1.000 2.000 500 1.000 250 2.000 100

  11 1.050 2.100 550 1.050 275 2.100 100 12 1.100 2.200 600 1.100 300 2.200 100 13 1.150 2.300 650 1.150 325 2.300 100 14 1.200 2.400 700 1.200 350 2.400 100 15 1.250 2.500 750 1.250 400 2.500 100

  Sumber: Standar Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Madu Karo,2006

  Dari Tabel 2.1. diatas dapat dilihat bahwa tanaman jeruk paling banyak membutuhkan pupuk jenis ZA dan Dolomit. Pemberian pupuk pada jeruk untuk lahan yang berlokasi di Kabupaten Karo disesuaikan dengan umur tanaman jeruk. Semakin tinggi usianya maka semakin tinggi pula kebutuhan pupuk tanaman jeruk tersebut hingga mencapai umur optimal produksi yaitu 15 tahun Kebutuhan pupuk yaitu ketika tanaman jeruk berumur 15 tahun.

c. Alat dan Mesin Pertanian

  Biaya total penggunaan suatu peralatan pertanian terdiri dari biaya peralatan, biaya traktor penggerak dan upah pekerja. Biaya peralatan dan traktor terbagi ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya tak tetap. Biaya tetap berkaitan dengan pemilikan peralatan serta tak tergantung apakah alat tersebut dipakai ataukah tidak. Biaya tetap per jam berbanding terbalik dengan jumlah pemakaian tahunan alat. Biaya pengerjaan berkaitan langsung dengan jumlah pemakaian dan terdiri dari perbaikan dan pemeliharaan, bahan bakar dan pelumas serta perawatan harian (TPOU, 2013).

  Alat dan mesin pertanian termasuk kedalam faktor produksi modal. Alat biasanya digunakan untuk usaha tani tanaman jeruk adalah seperti cangkul untuk menggali tanah, gembor untuk menyiram tanaman, knapsack untuk penyemprotan hama dan gulma, pisau digunakan pada saat okulasi, gunting digunakan pada saat panen, ember digunakan untuk wadah pupuk saat pemupukan dan parang untuk membersihkan lahan dari gulma.

2.2.2 Faktor Produksi Tenaga Kerja

  Tenaga kerja merupakan hal yang penting untuk mendukung dan melaksanakan kegiatan usaha tani Tenaga kerja dalam usaha tani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal dan pengelolaan. Ada tiga jenis tenaga kerja yaitu tenaga kerja manusia (pria, wanita, dan anak-anak), tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik (Soekartawi, 1990).

  Tenaga kerja menjadi pelaku usaha tani diperlukan dalam menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Dalam praktiknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Tenaga kerja usaha tani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja maka petani mempekerjakan buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi upah. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik yang digunakan untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama, serta pemanenan (Defri, 2011).

  Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokkan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya (Maulidah, 2012).

  Siregar (2009) dalam Syamsidar (2012) menyatakan bahwa Tenaga kerja merupakan alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Tenaga kerja berkaitan erat dengan konsep penduduk, dalam hal ini pengertian tenaga kerja adalah semua penduduk usia (15-64) tahun yakni penduduk yang potensial dapat bekerja dan yang tidak bekerja tetapi siap untuk bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Satu hari kerja setara pria (1 HKP) menggunakan jam kerja selama 8 jam dengan standar sebagai berikut : Tenaga Kerja Pria dewasa > 15 Tahun = 1 HKP Tenaga Kerja Wanita Dewasa > 15 Tahun = 0.8 HKP Tenaga Kerja anak-anak 10 – 15 Tahun = 0.5 HKP

  Untuk analisis tenaga kerja di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja, biasanya usaha pertanian dalam skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, sebaliknya pada usaha pertanian skala besar, lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan menyewa tenaga kerja ahli (Bangun, 2005).

2.2.3 Budidaya Tanaman Jeruk

  Secara umum budidaya tanaman jeruk terdiri atas beberapa tahap yaitu pemilihan, benih, pemilihan bibit, perawatan bibit, pemeliharaan, pengapuran, pemupukan, pemangkasan, penjarangan buah, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan dan penanganan pascapanen (Ismali, 2009).

  Selanjutnya Purnomosidhi, dkk (2002) kegiatan budidaya jeruk secara garis besar adalah sebagai berikut :

a. Perbanyakan Tanaman

  Jeruk dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun dengan cara vegetatif. Perbanyakan dengan cara generatif dapat dilakukan dengan menanam biji sedangkan perbanyakan vegetatif yang biasa dilakukan adalah sambung dan okulasi. Perbanyakan generatif memiliki keuntungan sistem perakaran lebih kuat, lebih mudah diperbanyak, dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan kelebihan dari perbanyakan vegetatif adalah lebih cepat berbuah, sifat turunan sesuai dengan induk dan dapat digabung dengan sifat-sifat yang diinginkan.

  b. Jarak Tanam

  Jarak tanam yang digunakan pada tanaman jeruk bergantung pada jenis, misalnya pada jeruk siam madu Karo 5 x 5 m sedangkan pada jeruk manis valensia 6 x 6 sampai 8 x 8 m.

  c. Pembuatan Lubang Tanam

  Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara ajir dari bambu atau kayu dipasang sesuai jarak tanam, kemudian buat lubang dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm atau 60 x 60 x 60 cm, setelah itu pisahkan tanah lapisan atas (top soil) dan lapisan bawah (sub soil). Lubang sebaiknya dibuat pada musim kemarau. Setelah itu, diisi dengan pupuk kandang ±30 kg/lubang, dicampur dengan tanah lapisan atas dan diaduk, setelah itu dibiarkan ± 2-4 minggu.

  d. Penanaman

  Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Keranjang atau polibag bibit dibuka dengan hati –hati, diusahakan agar tanah tidak pecah. Lalu dimasukkan bibit pada lubang tanam.

  e. Panen dan Pascapanen

  Masa berbunga sampai menjadi buah masak sekitar 6-7 bulan tergantung varietas.Tanaman jeruk dapat berbuah setelah berumur 3 tahun dan buah paling banyak setelah umur tanaman lebih 5 tahun. Pemetikan buah dapat dilakukan menggunakan tangan atau gunting.

  f. Pemeliharaan

  Menurut Ismali (2009) bahwa kegiatan pemeliharaan tanaman jeruk terdiri atas :

  • Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan produktifitas karena akan meningkatkan jumlah cabang, mengurangi jumlah daun yang hasilnya dapat merangsang pertumbuhan yang lebih banyak per tanaman, serta menghambat pertumbuhan hama dan penyakit.

  Pemangkasan

  • Penjarangan dilakukan pada pohon yang mempunyai buah lebat dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas buah dan kestabilan pada musim panen berikutnya.

  Penjarangan Buah

  • Hama utama yang menyerang tanaman jeruk di Kabupaten Karo adalah lalat buah. Gejala serangan ditandai dengan bercak kecil yang merupakan bekas tusukan opovositor lalat betina saat meletakkan telur. Bekas tusukan ini kemudian membusuk dan semakin membesar sedangkan kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya buah. Pengendalian lalat buah dapat dilakukan dengan memungut buah terserang dan kemudian memusnahkannya atau menjadikannya pupuk organik, pengendalian lalat buah dapat juga dengan menggunakan lem perangkap dan botol perangkap yang mengandung atraktan, dan semut rangrang merupakan salah satu musuh alami hama lalat buah (Pinem, dkk., 2007).

  Pengendalian Hama dan Penyakit

  Penyakit yang sering menyerang tanaman jeruk adalah penyakit kulit

  

diplodia yang disebabkan oleh Botryodiplodia theobromae, pengendalian dapat

  dilakukan dengan mengupas bagian yang sakit dan mengolesinya dengan

  

karboloneum palantarium selain itu dapat juga dibuat dengan bubur kalifornia dari campuran belerang : kapur : air dengan perbandingan 1:2:10 (Pinem, dkk., 2007).

g. Syarat Tumbuh Iklim -

  Tanaman jeruk dapat ditanam di daerah antara 40°LU - 40°LS. Banyak terdapat pada daerah 20°- 40°LU dan 20°- 40°LS, temperatur optimal 25°- 30°C.

  Sinar matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan jeruk sehingga jeruk manis yang ditanam di tempat terlindung pertumbuhannya kurang baik dan mudah terserang penyakit (Purnomosidhi, dkk, 2002).

  Kecepatan angin yang lebih dari 40 - 48% akan merontokkan bunga dan buah. Untuk daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin. Tergantung pada spesiesnya, jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan basah (musim hujan). Bulan basah ini diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus (Ipteknet.com, 2013).

  Tanah -

  Jeruk dapat ditanam pada daerah tropis, dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl. Untuk daerah katulistiwa dapat di tanam sampai ketinggian 2000 m dpl. Tanaman jeruk memerlukan cukup air terutama bila mulai berbunga, tetapi tidak tahan genangan, oleh karena itu drainase harus baik dan dengan tingkat pH tanah adalah sebesar5-6 (Purnomosidhi, dkk, 2002).

  Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 7- 27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik.

  Jenis tanah Andosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk. Tanaman jeruk menyukai air yang mengandung garam sekitar 10%. Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki kemiringan sekitar 30° (Ipteknet.com, 2013).

2.3. Faktor produksi usaha tani sapi potong

  a. Jenis

  Bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah Sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), Sapi Bali, dan Sapi Madura disamping bangsa sapi yang peranakan hasil persilangan lainnya seperti Limosin Ongole (Limpo) dan Simental Ongole (Simpo). Bangsa Sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan yang ada di Indonesia (Badan Penelitian ULM dan Badan Koordinasi Prov Kalsel, 2011).

  b. Pakan usaha tani sapi potong

  Pemberian pakan merupakan faktor produksi modal, pemberian pakan haruslah efisien agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pakan pada hewan ternak.Pemberian pakan menurut Ternak.net.com (2013), menyatakan bahwa

  • yang diharapkan pedet telah mampu mengkonsumsi dan memanfaatkan pakan kasar dengan baik sampai dengan umur 12 bulan. Introduksi teknologi pakan dilakukan untuk efisiensi biaya pemeliharaan dengan target PBBH > 0,6 kg/ekor/hari. Alternatif model pakan yang diberikan untuk sapi sapihan

  Sapi Sapihan; Penyapihan dilakukan setelah memasuki bulan ke-7 (205 hari) dengan bobot badan 150 -175 kg, 2 – 3 kg dedak padi kualitas baik, 3 kg kulit singkong, rumput segar 3 – 4 kg dan jerami padi kering adlibitum (1 – 2 kg).

  • pemeliharaan dengan target PBBH > 0,6 kg/ekor/hari. Alternatif model pakan untuk sapi dara dengan bobot badan 200 kg, adalah 4 kg dedak kualitas sedang sampai dengan baik, rumput segar 3 – 4 kg dan jerami padi kering (3 kg).

  Sapi dara; Introduksi teknologi pakan dilakukan untuk efisiensi biaya

  • secara berkesinambungan sejak sapi induk bunting 9 bulan hingga menyusui anak umur 2 bulan. Alternatif model pakan yang diberikan untuk sapi induk bunting tua dengan bobot badan 325- 350 kg, adalah 6 kg dedak padi kualitas sedang s.d. baik, rumput segar 3 – 4 kg dan jerami padi kering (5 kg).

  Sapi bunting tua; Teknologi steaming up, challenge, dan flushing dilakukan

  • susu merupakan pakan terbaik bagi pedet. Sapi induk dapat menghasilkan susu sampai dengan umur kebuntingan 7 bulan tanpa berpengaruh negatif terhadap kebuntingan berikutnya. Alternatif model pakan yang diberikan untuk sapi induk menyusui dengan bobot badan 300 kg, 6 – 7 kg dedak padi kualitas baik, rumput segar 4 kg dan jerami padi (6 kg).

  Sapi menyusui; Penyapihan pedet dianjurkan pada umur 7 bulan, mengingat

c. Alat dan mesin pertanian usaha tani sapi

  Peralatan dan Bangunan Penunjang : Peralatan-peralatan yang dibutuhkan antara lain tempat pakan, sebaiknya tempat pakan menempel pada kandang pagar makanan dan sisa makanan tidak diinjak-injak sapi, tempat minum, yang dapat menampung sekitar 50 – 60 liter air per ekor dan alat-alat pembersih, seperti sapu lidi, sikat, selang, sekop, ember serta alat pengangkut kotoran (binaukm.com, 2010).

  Selain alat diatas menurut Asia (2011) peralatan lain yang mendukung untuk ternak sapi adalah sebagai berikut : Peralatan pakan terdiri atas alat untuk memotong/mencacah rumput/hijauan

  • pakan ternak (chopper) dan alat untuk mencampur konsentrat (mixer).
  • serta peralatan kesehatan untuk pengobatan penyakit.

  Peralatan kesehatan terdiri atas alat pemotong kuku dan tanduk, alat kastrasi,

  • ternak, alat penanda ternak seperti alat penomoran ternak/ear tag, tato/cap, alat pencocoh hidung, dan sprayer.

  Peralatan lain terdiri atas timbangan ternak, pita ukur, alat pengukur tinggi

d. Budidaya sapi potong

  Pengusahaan ternak potong (sapi potong, kerbau, kambing dan domba di Indonesia dilakukan sebahagian besar (90%) oleh peternak tradisional dan selebihnya oleh perusahaan penggemukan (feedloter), sehingga masih kita jumpai kinerja produksi dan produktifitas yang masih perlu terus didorong. Termasuk didalamnya upaya memperpendek jarak kelahiran, meningkatkan angka kelahiran dan memperbaiki bobot karkas. Berbagai upaya ini menjadi sangat penting terutama bila dikaitkan dengan Program Nasional Swasembada Daging Sapi dengan melepaskan ketergantungan impor bakalan/daging dari luar negeri (Lutham, 2012).

  Sapi potong merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan subsektor pertanian lainnya, sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usaha tani . Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai "pabrik kompos". Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempurna (Mariyono, dkk. 2010 ).

  Berdasarkan Bappenas (2001) bahwa secara umum kegiatan budidaya sapi dapat dijelaskan sebagai berikut : Pembibitan

  • Program pengembangan sapi sangat erat hubungannnya dengan sistem reproduktif sapi. Ada pendapat sapi jantan yang di kebiri akan tumbuh lebih cepat. Sapi jantan yang mempunyai genotif yang unggul, postur tubuh yang baik, sehat dan layak menjadi pejantan dapat menjadi pembibit atau sapi pejantan. Sapi yang mempunyai potensi pejantan pemacek atau bank sperma mempunyai harga yang sangat tinggi. Proses pembibitan dapat dilakukan secara mandiri atau dengan bantuan pengawas kesehatan ternak. Menurut Balkely dan Bade (1994) perbaikan produksi melalui peningkatan mutu bibit dilakukan usaha penyilangan sapi lokal dengan sapi unggul dari luar. Teknik Inseminasi Buatan (IB), menjadi salah satu alternative dan lebih efisien.

  Syarat ternak yang harus diperhatikan bibit mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya, memiliki matayang tampak cerah dan bersih, tidak terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir, kuku tidak terasa panas bila diraba, tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya, tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur, tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu, pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.

  • Pemeliharaan mencakup kegiatan penyediaan pakan (ransum) dan pengelolaan kandang, pemeliharaan kandang dilakuan dengan cara kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (2-3 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

  Pemeliharaan

  Dalam Budiarti (2000).Pemberian pakan dapat berupa pakan hijauan berupa rumput segar / rumput lapang atau rumput gajah jika ada persediaan dan jerami pakan ternak. Pakan penguat yang biasa digunakan adalah bekatul, ampas tahu, limbah dari proses pembuatan tempe berupa kulit ari dan air rebusan kedelai.

  Pakan tambahan yang digunakan garam dapur. Frekuensi pakan dan minum berkisar 1-3 kali sehari.

  • Penyakit yang menyerang sapi biasanya penyakit antraks, mulut dan kuku atau penyakit Apthae epizootica (AE),penyakit ngorok atau mendengkur atau

  Penyakit penyakit Septichaema epizootica (SE) dan penyakit radang kuku atau kuku busuk (fot rot) (Disnak Jabar, 2008).

  Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi. Apabila ada sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan, mengusahakan lantai kandang selalu kering, dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk (Disnak jabar, 2008).

  • Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya, sedangkan hasil tambahan selain daging adalah kulit dan kotorannya. Kulit dari sapi dapat banyak dimanfaatkan untuk beduk, sedangkan kotorannya dapat diamanfaatkan untuk pupuk bahan pembuatan organik.Selain itu masih banyak kegunakan kulit samak dari kulit sapi yaitu sebagai bahan baku pembuatan produk fashion, furniture dan kerajinan tangan seperti sepatu, jaket, tas, handycraft, jok mobil atau motor (Doni, 2012).

  Panen

2.4. Pupuk organik

  Pembuatan kompos atau pupuk organik dari integrasi antara ternak sapi dan tanaman jeruk bertujuan untuk menghasilkan kompos yang mampu meningkatkan efiensi usaha tani.Dalam penggunaan pupuk organik diharapkan mampu mengurangi kebutuhan pupuk kimia sintetis, sehingga diharapkan terwujud sistem pertanian yang ramah terhadap lingkungan.

  Sistem pertanian organik adalah sasaran dari hubungan yang dihasilkan oleh integrasi antara hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara ternak sapi dan tanaman jeruk. Sutanto (2002) menjelaskan bahwa menurut para pakar pertanian Barat sistem pertanian organik merupakan ”hukum pengembalian

  

(law of return) ” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan

  semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman( feeding the soil that feeds the plants) dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.

a) Mutu dan kualitas pupuk organik

  Mutu dan kualitas dari pupuk organik yang dihasilkan dari hasil ternak sapi harus terjaga agar jika dapat bersaing dipasaran dan memiliki nilai jual yang tinggi. Menurut Sutanto (2002) spesifikasi dari pupuk organik yang berkualitas baik adalah :

  Kandungan total bahan organik minimal 20 persen

  • Kandungan lengas tidak boleh melampaui 15 persen hingga 25 persen. Pada - kenyataannya makin rendah kandungan air, maka kualitas pupuk organik menjadi lebih baik.

  Nisbah C/N dari bahan organik antara 10/1 sampai 15/1

  • Memiliki pH 6,5 hingga 7,5

  b) Manfaat pupuk organik

  Banyak penelitian yang membuktikan bahwa kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, salah satu penelitian itu telah dilakukan oleh Suwanto dan Suwardi (2010) yang membuktikan hal ini adalah pupuk organik dari kotoran sapi yang diaplikasikan pada tanaman jagung pupuk organik berpengaruh terhadap diameter batang jagung, bobot tongkol segar dan hasil jagung pipilan kering. Tanaman Jagung yang diberi campuran pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 1,5 t/ha + pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 1,0 t/ha memberikan hasil biji kering tertinggi sebesar 6,76 t/ha.

  Kompos kotoran sapi yang telah diaplikasikan pada tanaman tomat

varietas Sakura dan dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk kotoran ayam.

  

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman yang dipupuk kompos kotoran

sapi mampu berproduksi 3,15 kg/tanaman, sedangkan yang dipupuk kotoran ayam

hasilnya lebih rendah yaitu 3,02 kg/tanaman (Gustiani dan Gunawan, 2008).

  Eny, dkk (2004) dalam Suwanto dan Suwardi (2010) menyatakan bahwa Penggunaan pupuk organik dari kotoran sapi pada kegiatan integrasi jagung – sapi di lahan kering, meskipun tidak meningkatkan produktivitas, namun dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani.

  c) Pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi

  Pupuk organik berasal dari kotoran sapi dimanfaatkan untuk tanaman jeruk. Pembuatannya dengan cara kotoran sapi terlebih dahulu difermentasikan dengan menggunakan prebiotik (Stardec) selama minimal 3 minggu sehingga dihasilkan fine compost. Bahan yang diperlukan untuk pembuatan fine compost yaitu kotoran sapi 1000 kg, stardec 2,5 kg, urea 2,5 kg, SP-36 2,5 Kg, serbuk gergaji 100 kg, abu gosok 100 kg, kalsit/dolomit 2 kg dan air. Cara pembuatannya masing-masing bahan tersebut dicampur, kemudian ditambahkan air hingga kadar air mencapai 60% dan diinkubasi selama 3 minggu, setiap minggu dilakukan pembalikan, kotoran sapi yang difermentasikan dilakukan dibawah naungan, atau ditutup dengan terpal agar tidak terkena hujan atau panas matahari secara langsung (Roehani, dkk, 2005).

  Kompos dari kotoran sapi sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Selain meningkatkan kualitas pupuk kandang, pengomposan juga merupakan salah satu cara penyimpanan pupuk kandang sehingga tersedia saat diperlukan. Agar kotoran sapi yang dikomposkan baunya tidak menyengat, sapi dapat diberi pakan jerami fermentasi (Gustiani dan Gunawan, 2008).

2.5. Aspek kelayakan usaha tani integrasi dan non integrasi

a) Analisis kelayakan finansial

  Analisis kelayakan finansial adalah penilaian atas proyek atau usaha tani yang didasarkan pada apakah usaha tani tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahuinya layak atau tidak suatu usaha tani maka akan membantu pengembangan dan perencanaan usaha tani tersebut di masa yang akan datang (Suprapto, dkk., 2004).

  Mubyarto (1991), menjelaskan bahwa pendapatan adalah hasil pengurangan antara hasil penjualan dengan semua biaya yang di keluarkan mulai dari produksi sampai pada produk tersebut berada pada tangan konsumen. Pada dasarnya petani dalam meningkatkan produksi adalah untuk meningkatkan pendapatan yang akan di terimanya. Hasil produksi yang di hasilkan dari setiap jenis usaha tani akan di nilai dari biaya yang akan di keluarkan dan penerimaan yang di peroleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan petani (Kartosapoetra, 1991).

  Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi : Pd = TR – TC Keterangan : Pd = Pendapatan usaha tani TR = Total penerimaan TC = Total biaya (Soekartawi, 1995).

  Biaya dalam usaha tani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usaha tani adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi (Defri, 2011).

  Biaya produksi adalah banyaknya input yang digunakan dalam proses produksi dikalikan harga. Menurut (Suratiyah, 2006) biaya produksi diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Biaya tetap (fixed cost) biaya yang tidak habis dalam satu kali produksi.

  • Biaya tetap terdiri dari : biaya kandang (penyusutan kandang), penyusutan alat, lahan tempat didirikan kandang.
  • satu kali proses produksi. Terdiri dari: sarana produksi, upah tenaga kerja, suku bunga, biaya pembelian ternak.

  Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang habis digunakan dalam

  Selain biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost), menurut Swartha dan Sukartjo (1993) ada juga yang disebut dengan biaya total yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya total juga merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel yang dibebankan pada setiap unit yang disebut biaya total rata-rata (average total cost).

  

Biaya total = Biaya Tetap + Biaya Variabel

  Untuk menganalisis pendapatan usaha tani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.

  Penerimaan usaha tani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara yang disebut pengeluaran usaha tani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usaha tani (Defri, 2011).

  Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut: = . Keterangan : TRi = Total penerimaan suatu usaha tani-i Yi = Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani-i Pyi = Harga Y suatu usaha tani-i Bila macam tanaman yang diusahakan adalah lebih dari satu, maka rumusnya berubah menjadi : = � .

  

=1

  Keterangan : n = Jumlah macam tanaman yang diusahakan Dalam menghitung total penerimaan usaha tani perlu dipisahkan : (a) analisis parsial usaha tani; dan (b) analisis keseluruhan usaha tani. Jadi, kalau sebidang tanah ditanami tiga tanaman (misalnya tanaman padi, jagung, dan ketela pohon), dan bila tanaman yang akan diteliti adalah salah satu macam tanaman saja, maka analisis seperti ini disebut analisis parsial. Sebaliknya kalau ketiga- tiganya seperti ini disebut analisis keseluruhan usaha tani (wholefarm analysis) (Soekartawi, 1995).

  Analisis R/C ratio merupakan salah satu syarat untuk mengevaluasi kelayakan usaha tani. R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usaha tani (Suratiyah, 2009).

  Penjelasan mengenai R/C dikutip dari Rahim dan Hastuti (2008) yang menyatakan bahwa Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : a = R/C R = P y x Y C = FC + VC a = P x Y/(FC+VC)

  y dimana : a : R/C ratio R : Penerimaan (Revenue) C : Biaya (cost) P y : Harga Output FC : Biaya Tetap (Fixed Cost)

  VC : Biaya Variabel Kriteria Keputusan : R/C >1, usaha tani untung R/C <1, usaha tani rugi R/C=1, usaha tani impas (tidak untung/tidak rugi).

b) Analisis Pendapatan

  Analisis pendapatan merupakan penerimaan dan pengeluaran yang mengubah kondisi finansial proyek atau perusahaan setiap periode pembukuan (bulan, triwulan, semester, atau tahun). Pengeluaran dapat bersumber dari aktifitas financing (bantuan pinjaman oleh pihak luar), hasil penjualan produk, ataupun investasi oleh pihak lain, sedangkan penerimaan diakibatkan oleh pembiayaan- pembiayaan yang dilakukan. Dengan demikian, analisis pendapatan secara sederhana merupakan pergerakan keluar dan masuknya dana ke suatu bisnis atau proyek pada periode tertentu sehingga menggambarkan perubahan kondisi finansial proyek atau bisnis tersebut dari satu periode ke periode berikutnya. Selain itu, analisis pendapatan dapat juga mewakili proyeksi aliran dana suatu peluang bisnis atau investasi yang menggambarkan jumlah dan saat terjadinya pemasukan (income atau revenue) dan pengeluaran (expenditure atau cost) selama life cycle dari proyek atau investasi tersebut (Soekartawi, 1995).

  Analisis pendapatan merupakan arus manfaat bersih hasil pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat. Analisis pendapatan terdiri dari beberapa unsur yang nilainya disusun berdasarkan tahap-tahap kegiatan bisnis. Unsur-unsur tersebut terdiri atas penerimaan,pengeluaran, manfaat bersih (net benefit) dan manfaat bersih tambahan (incremental net benefit) bila diperlukan.

  Analisis pendapatan memperhitungkan nilai penerimaan uang tunai dan nontunai yang dinilai uangkan dengan opportunity cost serta biaya yang semua dinilai uangkan. Dengan demikian tujuan utama laporan adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama suatu periode. Untuk mencapai tujuan ini, laporan penerimaan dan pembayaran melaporkan : kas yang mempengaruhi operasi selama suatu periode, transaksi investasi, transaksi pembiayaan, dan kenaikan atau penurunan bersih kas selama satu periode.

c) Aspek Teknis

  Aspek teknis pada usaha tani integrasi dan nonintegrasi memiliki perbedaan. Usaha taninon integrasi hanya membudidayakan tanaman jeruk sedangkan integrasi menggabungkan antara budidaya tanaman jeruk dengan budidaya sapi.

  Aspek teknis pada usaha tani integrasi meliputi pada budidaya tanaman jeruk dan usaha penggemukan sapi. Aspek teknis dan produksi ini akan menjelaskan mengenai proses pemeliharaan; persyaratan teknis, yang meliputi :

  penyiapan lahan lokasi penggemukan, kandang, sapi bakalan, pakan, pemeliharaan, panen dan limbah; serta kendala dalam penggemukan sapi potong.

  Menurut Bank Indonesia (2010) bahwa lokasi lahan usaha baik untuk sapi import maupun sapi lokal memerlukan persyaratan sebagai berikut :

  • Memiliki prasarana yang memadai untuk usaha penggemukan sapi (lokasi, lahan relatif datar, tersedia sumber air, kebutuhan air mencapai 70 liter/ ekor/hari).
  • Memiliki sarana yang mencukupi untuk melakukan usaha penggemukan sapi (bangunan, peralatan, bakalan, pakan, obat hewan, tenaga kerja).
  • Memahami proses produksi (aspek pemilihan bakalan, aspek perkandangan, aspek pakan, aspek kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat peternak, dan aspek penanganan hasil).Mudah di jangkau oleh truk (mobil angkutan).

  Berdasarkan petunjuk teknis dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2007)tentang petunjuk teknis persyaratan kandang sapi terdiri atas :

1. Pemilihan Lokasi

  Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan pada saat pemilihan lokasi antara lain :

  • Tersedianya sumber air, terutama untuk minum, memandikan ternak dan membersihkan kandang
  • Dekat dengan sumber pakan.
  • Transportasi mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaran
  • Areal yang ada dapat diperluas

  2. Letak Bangunan Beberapa hal yang harus di perhatikan letak bangunan dalam kandang sapi

  antara lain: Mempunyai permukaan yang lebih tinggi dengan kondisi sekelilingnya,

  • sehingga tidak terjadi genangan air dan pembuangan kotoran lebih mudah.
  • meter

  Tidak berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10

  Tidak menggangu kesehatan lingkungan

  • Agak jauh dengan jalan umum
  • Air limbah tersalur dengan baik
  • 3. Konstruksi

  Konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta saluran drainasenya. Kontruksi kandang harus mampu menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak. serta menjaga keamanan ternak dari pencurian. Penataan kandang dengan perlengkapannya hendaknya dapat memberikan kenyamanan pada ternak, serta memudahkan kerja bagi petugas dalam memberi pakan dan minum, pembuangan kotoran dan penanganan kesehatan ternak.

  4. Bahan Pemilihan bahan kandang hendaknya harus sesuai dengan kemampuan

  ekonomi dan tujuan usaha, baik itu tujuan dalam jangka panjang, menengah dan tujuan jangka pendek. Pemilihan bahan kandang hendaknya minimal tahan hingga jangka waktu 5 – 10 tahun. Adapun bagian-bagian dan bahan kandang adalah sebagai berikut : Lantai

  • Lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu kasar, mudah dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada diatasnya. Lantai kandang dapat berupa tanah yang dipadatkan, beton atau pasir cemen (PC) dan kayu yang kedap air.

  Berdasarkan kondisi alas lantai, dibedakan lantai kandang sistem litter dan non litter. Alas lantai kandang sistem litter merupakan lantai kandang yang diberi tambahan berupa serbuk gergaji atau sekam, dan bahan lainnya berupa kapur/dolomit sebagai dasar alas. Pemberian bahan dasar alas dilakukan pada awal sebelum ternak dimasukan kedalam kandang. Sistem alas litter lebih cocok untuk kandang koloni atau kelompok, karena tidak ada kegiatan memandikan ternak dan pembersihan kotoran feces secara rutin.

  Alas lantai kandang sistem non litter merupakan lantai kandang tanpa mendapat tambahan apapun. Model alas kandang ini lebih tepat untuk ternak yang dipelihara pada kandang tunggal atau kandang individu. Lantai kandang harus selalu terjaga drainasenya, sehingga untuk lantai kandang non litter dibuat miring kebelakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Kemiringan lantai berkisar antara 2 – 5 %, artinya setiap panjang lantai 1 meter maka ketinggian lantai bagian belakang menurun sebesar 2 – 5 cm

  • Dapat terbuat dari bahan besi, besi beton, kayu dan bambu disesuaikan dengan tujuan dan kondisi yang ada.

  Kerangka

  • Terbuat dari bahan genteng, seng, rumbia, asbes dan lain-lain. Untuk daerah panas (dataran rendah) sebaiknya mengunakan bahan genting sebagai atap kandang. Kemiringan atap untuk bahan genting adalah 30 – 45 % , asbes atau seng sebesar 15 – 20 % dan rumbia atau alang-alang sebesar 25 – 30 %, Ketinggian atap untuk dataran rendah 3,5 – 4,5 meter dan dataran tinggi 2,5 – 3,5 meter

  Atap

  • Dibuat dari tembok, kayu, bambu atau bahan lainnya, dibangun lebih tinggi dari sapi waktu berdiri. Untuk dataran rendah, yang suhu udaranya panas dan tidak ada angin kencang, bentuk dinding kandang adalah lebih terbuka, sehingga cukup menggunakan kayu atau bambu yang berfungsi sebagai pagar kandang agar sapi tidak keluar. Dinding kandang yang terbuat dari sekat kayu atau bambu hendaknya mempunyai jarak atar sekat antara 40 – 50 cm.

  Dinding

  • Merupakan jalan yang terletak diantara dua kandang individu, untuk memudahkan pengelolaan seperti pemberian pakan, minum dan pembuangan kotoran. Lebar lorong disesuaikan dengan kebutuhan dan model kandang, umumnya bekisar antara 1,2–1,5 meter.

  Lorong dan Gang

5. Perlengkapan Kandang

  Beberapa perlengkapan kandang untuk sapi potong meliputi : palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran darinase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan kandang. Disamping itu harus dilengkapi dengan tempat penampungan air yang terletak diatas (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang.

6. Tipe Kandang

  Tipe kandang berdasarkan bentuk dan fungsinya terdiri atas kandang individu dan kandang kelompok/koloni.

  • Kandang individu atau kandang tunggal, merupakan model kandang satu ternak satu kandang. Pada bagian depan ternak merupakan tempat palungan (tempat pakan dan air minum), sedangkan bagian belakang adalah selokan pembuangan kotoran. Sekat pemisah pada kandang tipe ini lebih diutamakan pada bagian depan ternak mulai palungan sampai bagian badan ternak atau mulai palungan sampai batas pinggul ternak tinggi sekat pemisah sekitar 1 m atau setinggi badan sapi. Sapi di kandang individu diikat dengan tali tampar pada lantai depan guna menghindari perkelahian sesamanya

  Kandang individu

  Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu sekitar panjang 2,5 meter dan lebar 1,5 meter Biaya kandang individu lebih tinggi dibanding kandang model kelompok (biaya pembuatan kandang, biaya tenaga kerja untuk memandikan sapi dan pembersihan kandang). Kelebihan kandang individu dibanding kandang kelompok yaitu : sapi lebih tenang dan tidak mudah stress, pemberian pakan dapat terkontrol sesuai dengan kebutuhan ternak, menghindari persaingan pakan dan keributan dalam kandang. Menurut susunannya, terdapat beberapa macam kandang individu yaitu : a. Satu baris dengan posisi kepala searah

  b. Dua baris dengan posisi kepala searah, dengan lorong ditengah c. Dua baris dengan posisi kepala berlawanan , dengan lorong ditengah Kandang Kelompok

  • Kandang koloni atau kandang komunal merupakan model kandang dalam suatu ruangan kandang ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas tanpa diikat.Penggunaan tenaga kerja untuk kandang koloni lebih efisien dibanding kandang model individu, karena pekerjaan rutin harian adalah membersihkan tempat pakan, minum dan memberikan pakan. Dalam hal ini satu orang tenaga kerja di kandang mampu menangani sekitar 50 ekor sedangkan untuk kandang individu sekitar 15 – 20 ekor.

  Berdasarkan bentuk atap, kandang kelompok terdapat dua macam yaitu: a. Kandang kelompok beratap seluruhnya b.

  Kandang kelompok beratap sebagian.

  Sedangkan menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1967mengatur tentang ketentuan-ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan, antara lain sebagai berikut :

  • air dan pakan ternak.

  Pasal 4 menyatakan bahwa perusahaan peternakan wajib menyediakan tanah,

  • untuk ternak.

  Pasal 12 menyatakan perlunya terdapat penertiban dan keseimbangan tanah

  • Selanjutnya adalah menurut Direktur Jenderal Peternakan mengeluarkan

  Pasal 14 menyatakan perlu adanya pewilayahan ternak.

  

SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/ Deptan/1982 . Surat keputusan ini mengatur

  syarat-syarat teknis perusahaan peternakan sapi perah. Ketentuan yang berkaitan dengan kandang terlihat sebagai berikut:

  Pasal 1 , tentang tiga ketentuan tentang lokasi perusahaan peternakan sapi perah.

  1) Lokasi peternakan sapi perah tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum setempat.

  2) Lokasi peternakan sapi perah tidak terletak di pusat kota dan pemukiman penduduk dengan jarak sekurang-kurangnya 250 m dari pemukiman penduduk.

  3) Letak atau ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus memperhatikan lingkungan atau topografi sedemikian rupa sehingga kotoran dan sisa-sisa perusahaan tidak mencemari wilayah disekitar perusahaan.

  

Pasal 2 , tentang jarak perusahaan sapi perah, pembinaan dan pengendalian

  kesehatan. Perusahaan sapi perah tidak boleh berjarak kurang dari 250 m dengan perusahaan sapi perah lain atau sekurang-kurangnya berjarak 50 m apabila merupakan satu kelompok usaha atau koperasi. Pembinaan dan pengendalian kesehatan ternak dilakukan secara bersama.

  

Pasal 3 , Tentang batas Lokasi. Perusahaan sapi perah harus diberi pagar keliling

  yang rapat sekurang-kurangnya setinggi 1,75 m di atas tanah dan pagar tersebut sekurang-kurangnya 5 m dari kandang terluar.

  Pasal 4 , tentang macam bangunan yang harus ada di peternakan sapi perah. Perusahaan petenakan sapi perah wajib memiliki beberapa bangunan yang sesuai