Analisis Komparasi Sosial Ekonomi Pada Usaha Tani Tanaman Karet Rakyat Di Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS KOMPARASI SOSIAL EKONOMI PADA

USAHATANI TANAMAN KARET RAKYAT

DI KABUPATEN DELI SERDANG

(Studi Kasus : Desa Sialang Kec. Bangun Purba dan Desa Jaharun B kec. Galang

Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

Oleh :

RENIF ENDRRIANI HARAHAP

030334026

SEP/AGRIBISNIS

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Hiras M. L. Tobing Ir. Thomson Sebayang, MT

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ABSTRAK

RENIF ENDRIANI HARAHAP, 2003 : “ANALISIS KOMPARASI SOSIAL EKONOMI PADA USAHATANI TANAMAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN DELI SERDANG”.

Penelitian ini dilaksanakan di desa Sialang Kecamatan Bangun Purba dan Desa Jaharun B Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang mulai Januari sampai Maret 2008 dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras, ML.Tobing sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai anggota komisi pembimbing.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1) Ada perbedaan nyata produksi usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercayaan 0,05 thitung = 2,829 > ttabel = 2,145.

2) Ada perbedaan nyata produktivitas usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercyaaan 0,05 thitung = 9,324 > ttabel 2,145.

3) Ada perbedaan nyata pendapatan bersih usahatani karet didua daerah penelitian pada tingkat kepercayaan 0,05 thitung = 9,510 > ttabel = 2,145.

4) Tidak ada perbedaan nyata sosial ekonomi petani (luas lahan, umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertanidan curahan tenaga kerja) usahatani karet di dua daerah penelitian.

5) Usahatani karet lebih efesien diusahaan di desa Sialang dari pada di desa Jaharun B karena nilai ROI lebih besar dari tingkat suku banga bank sebesar 8,25% per tahun.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan karunanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan dengan judul ANALISIS KOMPARASI SOSIAL EKONOMI PADA USAHATANI TANAMAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN DELI SERDANG Studi Kasus : Desa Sialang Kec. Bangun Purba dan Desa Jaharun B kec. Galang Kabupaten Deli Serdang.

Sadar masih rendahnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis, dimana dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kejanggalan, baik dalam susuanan kalimat maupun isi dari skripsi ini. Meskipun penulis telah berusaha menyelesaikan tulisan ini sebaik-baiknya.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras M. L. Tobing selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan-masukan yang sangat berarti dan bernilai, serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.


(4)

3. Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan bak.

4. Kepada Bapak Kepala Desa Sialang dan Jaharun B,serta masyarakat petani yang memberikan ijin dan informasi tentang usahatani tanaman karet rakyat.

5. Teristimewa kepada kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang telahg memberikan kasih dan saying dan dukungan baik moril dan material, serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

6. Kepada teman-teman stambuk 2003 yang memberikan bantuan dan dorongan semangat kepada penulis. Terima kasih untuk kebersamaan dan kenangan yang tidak terlupakan

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan,karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 2009


(5)

DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN

BAB I

PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Identifikasi Masalah ………. 9

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 9

1.4. Kegunaan Penelitian ……… 10

BAB II Tinjauan Pustaka, Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran ……….. 11

2.1. Tinjauan Pustaka ……… .. 11

2.2. Landasan Teori ……….. 24

2.3. Kerangka Pemikiran ……….. 30

2.4. Hipotesis ……… 33

BAB III 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ……… 34

3.2. Metode Penentuan Sampel ……… 36

3.3. Metode Pengumpulan Data ……… 36

3.4. Metode Analisa Data ………. 36

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ………. 38

BAB IV Deskripsi Saerah Penelitian ……….. 40

4.1. Letak dan Batas-Batas Desa ……….. 40

4.2 Keadaan Penduduk ……… 41

4.3. Karekteristik Sampel ……….. 42

BAB V Analisis Usahatani Karet ………... 44

5.1. Tahap Kegiatan Pengelolaan Usahatani Karet ………... 44

BAB VI Hasil Penelitian Dan Pembahasan ……….. 49

6.1. Perbedaan Jumlah Sarana Produksi dan Biaya Produksi Usahatani Karet di Desa Sialang dan Jaharun B……… 49

6.2. Perbedaan Produksivitas Usahatani Karet Rakyat Antar Desa Sialang dan Jaharun B ………. 53

6.3 Perbedaan Pendapatan Bersih Usahatani Karet di desa Sialang dan desa Jaharun B ……….. 54


(6)

6.4. Perbedaan Karakteristik Sosial Ekonomi di desa Sialang dan

Jaharun B………. 56

6.5 Perbedaan Efisiensi (ROI) usahatani karet di Desa Sialang dan Desa Jaharun B ……… 59

BAB VII Kesimpulan Dan Saran ………. 61

7.1. Kesimpulan ………... 61

7.2. Saran ………. 61


(7)

DAFTAR TABEL

NO JUDUL HALAMAN

1. Perkembangan Volume Ekspor Getah Karet Alam dari

Provinsi Sumatera Utara (kg) ……… 2 2. Perkembangan Nilai Ekspor Getah Karet Alam

dari Provinsi Sumatera Utara (US $ ……… 2 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet Rakya di

Provinsi Sumatera Utara Tahun (2003-2006) ………. . 5 4. Luas Lahan Produksi dan Produksi Rata-rata

Perkebunan Karet Rakyat Per Kecamatan di

Kabupaten Deli Serdang Tahun (2003-2006) ………. 7

5. Luas Perkebunan Karet Rakyat Per Desa Di Kecamatan

Bangun Purba ……… 34

6. Luas Perkebunan Karet Rakyat Per Desa

Di Kecamatan Galang ………. . 35 7. Distribsusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di

Desa Sialang dan Desa Jaharun B Tahun 2007 ... 41 8. Karakteristik Petani Sampel Karet di Desa Sialang dan

Desa Jaharun B Tahun 2007 ... 42 9. Perbandingan Jumlah Sarana Produksi Dalam Usahatani

Karet Di Desa Sialang Dan Jaharun B Per Ha (1-5 Tahun ) … 49 10. Total Biaya Produksi Rata-Rata Usahatani

Karet Di Desa Sialang Dan Jaharun B Per Ha (1-5) Tahun …. 51 11. Hasil Analisis Perbedaan Produksi Rata-Rata Per Ha Usahatani

Karet Di Desa Sialang Dan Jaharun B (1-5 Tahun) …………. 52 12. Produktivitas Usahatani Karet Di Desa Sialang dan

Jaharun B Per Ha……….. 53

13. Hasil Analisis Perbedaan Produktivitas Usahatani

Karet Di Desa Sialang Dan Jaharun B Per Ha ……… 54 14. Penerimaan dan Pendapatan Bersih Rata-Rata Usahatani

Karet Di Desa Sialang dan Jaharun B per Ha ……….. 55 15. Hasil Analisis Pendapatan Bersih Rata-Rata Usahatani

Karet Di Desa Sialang Dan Jaharun B Per Ha ………. 56 16. Perbedaan Karateristik Sosial Ekonomi Petani

Sampel di Desa Sialang dan Jaharun B ………. 57 17. Rata-rata ROI Usahatani Karet


(8)

DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HALAMAN

1 Kerangka Pemikiran ……… 32


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL HALAMAN

1. Karakteristik Petani di Desa Sialang ……….. 63

2. Karakteristik Petani di Desa Jaharun B. ……….. 64

3. Jumlah Bibit yang ditanam di desa Sialang ………. 65

4. Jumlah Bibit yang ditanam di desa Jaharun B ………. 66

5. Jumlah dan Harga Alat Pertanian di Desa Sialang ……….. 67

6. Jumlah dan Harga Alat Pertanian di Desa Jaharun B …….. 68

7. Umur Ekonomi Alat Pertanian di Desa Sialang ………….. 69

8. Umur Ekonomi Alat Pertanian di Desa Jaharun B ……….. 70

9. Biaya Penyusutan Alat Pertanian di Desa Sialang ………… 71

10. Biaya Penyusutan Alat Pertanian di Desa Jaharun B ……... 72

11. Penggunaan Tenaga Kerja Perpetani dan Per Ha di Desa Sialang 73 12. Penggunaan Tenaga Kerja Perpetani dan Per Ha di Desa Jaharun B 74 13. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Per Petani & Per Ha di Desa Sialang ………. 75

14. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Per Petani & Per Ha di Jaharun B 76 15. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani & Per Ha di Desa Sialang 77 16. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani & Per Ha di Desa Jaharun B 78 17. Biaya Kebutuhan Obat-obatan di Desa Sialang ………. 79

18. Biaya Kebutuhan Obat-obatan di Desa Jaharun B …………. 80

19. Total Sarana Produksi Per Petani Pada Usaha Tani Karet di Desa Sialang ………. 81

20. Total Sarana Produksi Per Petani Pada Usaha Tani Karet di Jaharun B ……….. 82

21. Total Sarana Produksi Per Ha Pada Usaha Tani Karet di Desa Sialang ………. 83

22. Total Sarana Produksi Per Ha Pada Usaha Tani Karet di Desa Jaharun B ………. 84

23. Total Biaya Produksi Per Pertani di Desa Sialang …………. 85

24. Total Biaya Produksi Per Petani di Desa Jaharun B ………... 86

25. Total Biaya Produksi Per Ha di Desa Sialang ………. 87

26. Total Biaya Produksi Per Ha di Desa Jaharun B ………. 88

27. Tabulasi Biaya Produksi Per Petani di Desa Sialang ………. 89

28. Tabulasi Biaya Produksi Per petani di Desa Jaharun B …….. 90

29. Tabulasi Biaya Produksi Per Ha di Desa Sialang …………... 91

30. Tabulasi Biaya Produksi Per Ha di Desa Jaharun B ………… 92

31. Modal Investasi Usaha Tani Karet Rakyat Per Petani di Desa Sialang ……… 93

32. Modal Investasi Usaha Tani Karet Rakyat Per Petani di Desa Jaharun B ……… 94


(10)

33. Modal Investasi Usaha Tani Karet Rakyat Per Ha di

Desa Sialang ………. 95

34. Modal Investasi Usaha Tani Karet Rakyat Per Ha di

Desa Jaharun B ………. 96

35. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Usaha Tani

Karet Rakyat di Desa Sialang ………... 97 36. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Usaha Tani

Karet Rakyat di Desa Jaharun B ……….. 98 37. Pendapatan Bersih Usahatani Karet di Desa Sialang ………….. 99 38. Pendapatan Bersih Usahatani Karet di Desa Jaharun B ………. 100 39. Analisis Uji – t Produktifitas ………. 101 40. Analisis Uji – t Biaya Produksi ………. 102 41. Analisis Uji – t Pendapatan ……….. 103


(11)

ABSTRAK

RENIF ENDRIANI HARAHAP, 2003 : “ANALISIS KOMPARASI SOSIAL EKONOMI PADA USAHATANI TANAMAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN DELI SERDANG”.

Penelitian ini dilaksanakan di desa Sialang Kecamatan Bangun Purba dan Desa Jaharun B Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang mulai Januari sampai Maret 2008 dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras, ML.Tobing sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai anggota komisi pembimbing.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1) Ada perbedaan nyata produksi usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercayaan 0,05 thitung = 2,829 > ttabel = 2,145.

2) Ada perbedaan nyata produktivitas usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercyaaan 0,05 thitung = 9,324 > ttabel 2,145.

3) Ada perbedaan nyata pendapatan bersih usahatani karet didua daerah penelitian pada tingkat kepercayaan 0,05 thitung = 9,510 > ttabel = 2,145.

4) Tidak ada perbedaan nyata sosial ekonomi petani (luas lahan, umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertanidan curahan tenaga kerja) usahatani karet di dua daerah penelitian.

5) Usahatani karet lebih efesien diusahaan di desa Sialang dari pada di desa Jaharun B karena nilai ROI lebih besar dari tingkat suku banga bank sebesar 8,25% per tahun.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Subsektor perkebunan merupakan subsektor pertanian yang secara tradisional merupakan salah satu penghasil devisa negara. Sebagian besar tanaman perkebunan tersebut merupakan usaha perkebunan rakyat, sedangkan sisanya diusahakan oleh perkebunan besar baik milik pemerintah maupun milik swasta (Soetrisno L. 1999).

Di Indonesia, karet merupakan salah satu komoditi pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Kekuatan perkebunan karet rakyat terletak pada luas arealnya, dapat dijadikan sebagai tanaman perdagangan, merupakan tanaman yang mudah berintegrasi dengan sistem perladangan serta banyaknya tenaga kerja keluarga yang bekerja pada usaha pertanaman karet (Husodo, 2004).

Peranan komoditi karet cukup penting di Sumatera Utara, terlihat dari gambaran volume dan nilai eksport yang cenderung meningkat seperti terlihat pada tabel berikut.


(13)

Tabel 1. Perkembangan Volume Ekspor Getah Karet Alam dari Provinsi Sumatera Utara (kg)

No Komoditi Volume Ekspor (Kg)

2003 2004 2005 2006

1 Kandungan Karet Lt.1/2 % Amonia; Konsentrat cairan 5,190.428 5,190.428 21.500 - 2 Kandungan Karet Lt.1/2 % Amonia;campuran lainnya 201.600 260.340 991.890 2,631.000 3 Kandungan Karet Lt.1/2 % Amonia, Konsetrat lainnya 200.851 - - - 4 Kandungan Karet > 1/2 % Amonia; Konsentrat cairan 722.950 156.630 20.220 - 5 Kandungan Karet > 1/2 % Amonia;campuran lainnya 21.350 131.941 881.000 1,200.000 6 Kandungan Karet > 1/2 % Amonia, Konsetrat lainnya - - - - 7 Karet alam cair 69.163 97.400 291,941.000 280,373.800 8 Lembaran yang sudah diasapi 17,414.790 111,500.308 35,100.532 31,264.379

9 Karet alam beku 273.188 423.380 - -

24,094.320 117,760.427 328,956.142 315,469.179

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 2007

Dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa volume ekspor getah karet alam tahun 2003 yaitu sebesar 24.094.320 kg dan mengalami peningkatan tahun 2004 sebesar 117.760.427 kg dan tahun 2005 sebesar 328.956.142 kg namun mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar 315.469.179 Kg.

Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor Getah Karet Alam dari Provinsi Sumatera Utara (US $)

No Komoditi Nilai Ekpor (US $)

2003 2004 2005 2006

1 Kandungan Karet Lt.1/2 % Amonia; Konsentrat cairan 3,495.489 899.610 19.135 - 2 Kandungan Karet Lt.1/2 % Amonia;campuran lainnya 201.781 258.133 1,017.724 1,721.725 3 Kandungan Karet Lt.1/2 % Amonia, Konsetrat lainnya 216.210 - - - 4 Kandungan Karet > 1/2 % Amonia; Konsentrat cairan 712.707 160.025 21.635 1,254.667 5 Kandungan Karet > 1/2 % Amonia;campuran lainnya 15.479 110.348 811.020 3,171.246 6 Kandungan Karet > 1/2 % Amonia, Konsetrat lainnya - - - -

7 Karet alam cair 72.092 102.732 148.081 -

8 Lembaran yang sudah diasapi 17.626.051 127.081.090 374,577.326 59,477.851

9 Karet alam beku 203.764 381.034 - -

22.543.694 128.992.872 376,594.921 65,625.489


(14)

Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa nilai ekspor getah karet alam mengalami peningkatan pada dari tahun 2004 sebesar $ US 128.992.872 ke tahun 2005 yaitu sebesar US $ 376.594.921 dan kemudian mengalami penurunan pada tahun 2006 yaitu sebesar US $ 65.625.489.

Perkebunan pola swadaya menduduki hampir 80% dari total areal perkebunan yang ada di Indonesia. pengelolaannya masih terbatas dalam arti belum ada pembagian pengetahuan untuk masing-masing sistem. Untuk itu seorang petani dapat berfungsi dan bertindak sebagai manajer dan di sisi lain juga dapat bertindak sebagai pelaksana setiap kegiatan usahanya (Supriono, dkk, 1986).

Perkebunan rakyat dicirikan oleh produksi yang rendah, keadaan kebun yang kurang terawat, serta rendahnya pendapatan petani. Kondisi perkebunan rakyat itu secara umum ditunjukkan oleh 2 permasalahan pokok yaitu : produksi tanaman yang jauh lebih rendah dibanding PTPN dan perusahaan besar swasta. Mutu produksi masih rendah serta sistem pemasarannya kurang menguntungkan. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut karena masih lemahnya teknik budaya petani, pengolahan dan pemasaran, serta kurangnya penyuluhan dari para ahli di bidang pertanian kepada petani.

(Samsul Bahri, 1996).

Ada perbedaan besar antara keadaan pertanian rakyat (usaha tani) dengan perkebunan, tidak hanya dalam luasnya tetapi juga dalam kegiatan produksi dan cara-cara mengusahakannya. Usaha tani rakyat pada umumnya dilaksanakan pada areal yang sempit yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga


(15)

tetapi faktor produksi itu relatif kecil. Teknologi yang dipakai pun relatif sederhana. Usahatani dilaksanakan oleh petani sendiri, tenaga luar hanya sebagai bantuan (Hermanto, F. 1983).

Petani karet umumnya menempati posisi yang relatif kurang menguntungkan dalam transaksi jual beli karet yang dilakukan di sentra produksi karet rakyat. Kebanyakan petani tidak mengerti cara perhitungan harga karena harga jual karet rakyat mudah ditekan dan sulit untuk berkembang.

(Tim penulis, 1999).

Bahan obat karet rakyat adalah lateks kebun serta gumpalan lateks yang diperoleh dari pohon karet. Umumnya bahan yang dihasilkan meliputi lateks, lump mangkok, skrep pohon, dan gumpalan pra koagulasi yang mempunyai ciri khas. gumpalan karet mengandung banyak bahan bukan karet hal ini dikarenakan kotoran yang berasal dari pohon karet menyatu dangan getah karet.

(Tim Penulis, 1999).

Di Provinsi Sumatara Utara, Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten daerah produksi perkebunan karet rakyat yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari data luas areal dan produksi perkebunan karet rakyat di provinsi Sumatera Utara tahun 2003 s/d 2005 pada tabel 3 berikut ini.


(16)

Tabel 3 : Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet Rakya di Provinsi Sumatera Utara Tahun (2003-2006)

No Kabupaten Tahun 2003 Tahun 2004

Tahun

2005 Tahun 2006

TM (Ha)

Produksi

(ton) TM (Ha)

Produksi

(ton) TM (Ha)

Produksi

(ton) TM (Ha)

Produksi (ton) 1 Nias 21,965 15,049 19,994 16,148 19,875 16,134 21,914 13,247 2 Madina 30,909 26,694 30,909 26,694 41,189 32,768 43,097 34,302 3

Tapanuli

Selatan 45,174 44,328 21,457 44,185 25,727 19,085 22,247 23,058 4

Tapanuli

Tengah 22,853 15,981 22,853 14,786 22,979 16,524 23,047 16,703 5

Tapanuli

Utara 10,281 6,700 10,280 6,700 7,803 4,563 7,893 4,621

6 Toba Samosir 640 398 782 690 1,640 1,247 603 648

7 Labuhan Batu 76,551 69,407 74,657 68,546 74,657 68,548 64,164 63,861 8 Asahan 7,841 4,939 7,324 5,298 7,169 5,237 5,988 4,511 9 Simalungun 11,664 10,740 11,664 10,740 11,778 10,886 11,807 10,910

10 Dairi 467 375 461 370 126 102 126 94

11 Karo 65,000 56 65 62 65 63 65 69

12 Deli Serdang 14,907 12,872 6,297 8,176 3,550 3,974 3,954 4,902 13 Langkat 28,441 20,971 29,217 21,886 38,719 29,284 38,771 29,328

14 Nias Selatan - - - - 2,084 1,406 3,389 2,161

15

Humbang

Hasundutan - - - - 3,372 2,056 3,361 302

16 Pak-pak Barat - - - - 344 302 353 -

17 Samosir - - - -

18

Serdang

Bedagai - - - - 9,138 8,354 8,873 9,535

Jumlah 271,758 228,510 235,960 223,591 270,215 255,526 259,658 220,633

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2003-2006


(17)

Deli serdang merupakan daerah yang strategis dalam mengelola tanaman perkebunan, terutama tanaman karet. Secara garis besarnya Deli Serdang termasuk daerah terbesar ke delapan memiliki luas lahan dan produksi karet di Propinsi Sumatera Utara.

Tabel 3 menunjukkan bahwa kabupaten Deli Serdang pada tahun 2003 memiliki luas areal yaitu 14.907 Ha dan produksi sebesar 12.875 ton. Pada tahun 2004 memiliki luas areal sebesar 6.297 ha dan produksi sebesar 8.176 ton. Pada tahun 2005 luas areal 3.550 ha dan produksi sebesar 3.974 ton dan pada tahun 2006 luas areal 3.954 ha dan produksi 4.902 ton.

Gambaran perkembangan luas tanaman menghasilkan (TM) dan produksi karet rakyat per kecamatan di Kabupaten Deli Serdang diperlihatkan dalam tabel berikut ini.


(18)

Tabel 4 . Luas Lahan Produksi dan Produksi Rata-rata Perkebunan Karet Rakyat Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun (2003-2006)

No Kecamatan

Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006

TM Produksi Rata-rata TM Produksi Rata-rata TM Produksi Rata-rata TM Produksi Rata-rata

(ha) (ton) Produksi (ha) (ton) Produksi (ha) (ton) Produksi (ha) (ton) Produksi

(kg/ha/thn) (kg/ha/thn) (kg/ha/thn) (kg/ha/thn)

1

Gunung

Meriah 150 200 800 220 193,88 825 203 243,60 1200 203 253,75 1250

2 STM Hulu 1,050 1,325 850 1060 1,326 890 1,295 1554 1200 151 1.887.50 1250

3 Sibolangit 130 190 725 130 156,60 725 97 69,50 1000 84 105 1250

4 Kutalimbaru 172 209,10 825 172 216,97 825 175 175 1000 240 288 1200

5 Pancur Batu - 47,60 700 - 59,20 800 73,50 73,50 1000 73,50 80,85 1100

6 Namorambe - 8,00 800 - 8,00 800 - - - -

7 Biru-biru - 51,85 855 61 52,15 855 119 116,03 975 119 142,80 1200

8 STM Hilir 505,50 450,93 850 505,80 447,68 850 724 724 1000 754 942,50 1250 9

Bangun

Purba 3,815 5,802 980 3819 5141,50 980 678 779,70 1150 756 945,00 1250

10 Galang 205,70 499,32 890 205,90 213,87 890 176 202,40 1150 176 211,20 1200

11

Tanjung

Morawa 75 190,95 825 75 63,75 850 3350 33,50 1000 5 5,50 1100

12 Patumbak - - - -

13 Delitua - - - -

14 Sunggal - - - -

15

Hamparan

Perak - - - -

16 Labuhan Deli - - - -

17

Percut Sei

Tuan - - - -

18 Batang Kuis - - - -

19 Pantai Labu - - - -

20 Beringin - - - -

21 Lubuk Pakam - - - -

22 Pagar

Merbau 350 27,00 855 350 800 28 3,50 3,33 950 - - -

Jumlah 6.277.20 3.205.55 9.955 6.277.20 8.175.20 9.290 3,550 3.974.55 11.625 3,954 4.902.50 12.050 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi


(19)

Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa dari 22 kecamatan yang ada, hanya terdapat 12 kecamatan yang mengusahakan perkebunan karet rakyat, diantaranya ada 2 kecamatan yang produksinya relatif tinggi yaitu Kecamatan Bangun Purba dan Kecamatan Galang. Pada tahun 2006 Kecamatan Bangun Purba memiliki produksi 945.00 ton dan luas areal 756.00 ha dengan rata-rata produksi 1.250.00 kg/ha/thn. Produksi karet terendah ada pada tahun 2004 yaitu 447.68 ton dengan luas areal 505.80 ha dan rata-rata produksi yaitu 850 kg/ha/thn, sedangkan Kecamatan Galang produksi tertinggi pada tahun 2003 yaitu 499,32 ton/ha dengan luas areal 205.90 ha dan rata-rata produksi 800.90 kg/ha/thn, produksi terendahnya pada tahun 2005 yaitu 202.40 ton dengan luas areal 176.00 ha dan rata-rata produksi 1.150.00 kg/ha/thn.

Melihat kecendrungan peluang usahatani, karet relatif terbuka untuk dilakukan di tingkat usahatani rakyat, maka di pandang perlu untuk melakukan penelitian berkenaan dengan permasalahan analisis komperasi sosial ekonomi usahatani tanaman karet rakyat di kabupaten Deli Serdang.


(20)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sehubungan dengan topik yang diteliti yaitu :

1. Berapa besar perbedaan produktivitas usahatani karet rakyat pada dua daerah penelitian.

2. Berapa besar perbedaan biaya produksi usahatani karet rakyat pada dua daerah penelitian.

3. Berapa besar perbedaan pendapatan bersih usahatani karet rakyat pada dua daerah penelitian.

4. Bagaimana tingkat efisiensi usahatani karet rakyat di dua daerah penelitian 5. Bagaimanakah karakteristik sosial ekonomi petani karet (umur, tingkat

pendidikan, pengalaman petani, luas lahan, curahan tenaga kerja jumlah tanggungan pada dua daerah penelitian.

1.2.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan produktivitas usahatani karet rakyat pada dua daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui perbedaan biaya produksi usahatani karet rakyat pada dua daerah penelitian

3. Untuk mengetahui perbedaan pendapatan bersih usahatani karet rakyat pada dua daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani karet rakyat di dua daerah penelitian.


(21)

5. Untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi petani karet (umur, tingkat pendidikan, pengalaman petani, luas lahan, curahan tenaga kerja jumlah tanggungan pada dua daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

a. Sebagai bahan informasi bagi petani dalam mengembangkan usahatani karet. b. Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan serta ingin


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa di Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekomian negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar bahkan Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibatkan negara-negara lain dan negara-negara asal tanaman karet sendiri. (Tim Penulis, 1999).

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanian karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas areal perkebunan karet tahun 2002 tercatat mencapai lebih dari 3,2 juta ha yang tersebar di wilayah seluruh Indonesia..Jumlah ini masih di tingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan pemberdayaan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif dan sesuai untuk perkebunan karet. (Soekartawi, 2002).

Dalam dunia tumbuhan, tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae


(23)

Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea (Setyamidjaja, 1993)

bransilensis

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15o LS dan 15o LU, curah hujan yang cocok tidak kurang dari 2000 mm. Optimal 2500- 4000 mm/tahun. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 m dpl sampai 600 m dpl, dengan suhu 25o – 23o C (Setyamidjaja, 1993).

2.2. Jenis – Jenis Karet

Ada dua jenis karet, yaitu, karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet memiliki karakteristik yang berbeda sehingga keberadaannya saling melengkapi. A. Karet Alam.

a. Sifat Karet Alam

Sifat – sifat atau kelebihan karet alam yaitu : 1. Daya elastis atau daya lentingnya sempurna. 2. Sangat plastis, sehingga mudah diolah. 3. Tidak mudah panas.


(24)

b. Jenis Karet Alam

Tujuh jenis karet alam yang dikenal di pasaran yakni sebagai berikut : 1. Bahan Olah Karet

Bahan Olah Karet adalah Lateks kebun dan gumpalan lateks kebun yang didapat dari penyadapan pohon karet Havea Brasiliensis. Bahan olah karet ini umumnya merupakan produksi perkebunan karet rakyat, sehingga sering disebut dengan bokar ( bahan olah karet rakyat ).

Bokar terdiri dari empat jenis yaitu :

Lateks Kebun

Lateks Kebun adalah getah yang didapat dari kegiatan menyadap pohon karet. Syarat-syarat lateks kebun yang baik adalah :

 Telah disaring menggunakan saringan berukuran 40 mesh.

 Bebas dari kotoran dan benda – benda lain, seperti serpihan kayu atau daun.

 Tidak bercampur dangan bubur lateks, air, atau serum lateks.

 Warna putih dan berbau khas karet segar.

 Kadar karet kering untuk mutu 1 sekitar 28% dan untuk mutu 2 sekitar 20%.

Sheet Angin.

Sheet Angin merupakan produk lanjutan dari lateks kebun yang telah

disaring dan digumpalkan menggunakan asam semut. Kriteria sheet angin yang baik adalah :

 Tidak ada kotoran.

 Kadar karet kering untuk mutu 1 sebesar 90% dan mutu 2 sebesar 80%.


(25)

Slab Tipis

Slab Tipis merupakan bahan olahan karet yang terbuat dari lateks yang

sudah digumpalkan dengan asam semut. Syarat – syarat slab tipis yang baik adalah :

 Bebas dari air atau serum.

 Tidak tercampur gumpalan yang tidak segar.

 Tidak terdapat kotoran.

Slab Tipis mutu 1 berkadar karet kering sebesar 70% dan mutu 2 memiliki

kadar karet kering 60%.

 Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan ketebalan kedua 40 mm.

Lump Segar

Bahan olahan karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampungan disebut Lump Segar. Kriteria

lump sagar yang baik adalah :  Bersih dari kotoran.

 Mutu 1 berkadar karet kering 60% dan mutu 2 berkadar karet kering 50%.

 Tingkat ketebalan pertama 40 mm dan ketebalan kedua 60 mm. 2. Karet Alam Konvensional

Jenis-jenis karet alam olahan yang termasuk karet alam konvensional dengan standar mutunya adalah sebagai berikut:


(26)

Ribbed Smoked Sheet

Ribbed Smoked Sheet yang disingkat RSS berupa lembaran sheet yang

diproses melalui pengasapan yang baik. Beberapa kelas dalam RSS sebagai berikut :

 X RSS

Merupakan karet yang benar – benar bersih, kuat, kering, bagus, dan setiap bagian mendapat pengasapan sempurna.

 RSS 1

Merupakan karet yang jika pembungkusnya terdapat jamur masih diperbolehkan, dengan catatan jamur tersebut tidak sampai masuk kedalam karetnya.

 RSS 2

Merupakan karet yang masih diperbolehkan terdapat gelembung udara dan serpihan – serpihan kayu..

 RSS 3

Merupakan karet yang diperbolehkannya terdapat cacat warna, gelembung besar atau noda – noda dari permukaan kulit tanaman karet.

 RSS 4

Merupakan karet yang diperbolehkan terdapat gelembung – gelembung udara, karet agak rekat, atau terdapat serpihan – serpihan kulit pohon asalkan tidak terlalu banyak.


(27)

 RSS 5

Merupakan karet yang paling rendah mutunya dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya dalam kelompok RSS. Dalam kelas-kelas RSS 5 ini bintik – bintik, gelembung kecil, noda, serpihan kulit pohon, karet agak rekat, kelebihan asap, dan belum kering benar masih diperbolehkan.

White Crepe Pale Crepe

Crepe jenis ini memiliki warna putih atau muda, ada yang tebal dan ada

pula yang tipis. Standar mutu dalam kelompok white crepe dan pale crepe adalah sebagai berikut :

No. 1 X Thin White Crepe

Karet yang termasuk kelas ini harus kering, kokoh, dan warnanya putih merata. Warna yang luntur, bau asam atau tidak enak, noda, debu, pasir, minyak, atau bekas oksidasi tidak diperbolehkan.

No. 1 Thin White Crepe

Pada kelas ini masih mentoleransi perubahan warna asalkan sangat kecil.

No. 1 Thin Pale Crepe

Kelas ini tidak memperbolehkan adanya kelunturan, bau asam, dabu, noda – noda pasir, atau benda – benda asing, dan bekas – bekas oksidasi.

No. 2 Thin Pale Crepe

Dikelas ini karet harus dalam keadaan kering dan kokoh dengan warna lebih tua dari no 1 thin pala crepe, hanya ada belang- belang masih diperbolehkan asalkan tidak lebih dari 10%.


(28)

No. 3 Thin Pale Crepe

Karet untuk kelas ini harus kering, kokoh, dan warnanya sedikit kekuningan. Dalam kelas ini perubahan warna menjadi sedikit lebih tua, belang- belang , atau garis- garis masih diperbolehkan.

Estate Brown Crepe

Sesuai dengan namanya, crepe ini memiliki warna coklat muda, biasanya diproduksi oleh perkebunan-perkebunan besar. Dibuat dari bahan-bahan yang kurang baik, seperti sisa lateks, lump, atau koagulum yang berasal dari prokoagulasi, serta scrap atau lateks kebun yang sudah kering dibidang penyadapan.

Kelompok Estate Brown Crepe berdasarkan standar mutu adalah sebagai berikut :

No. 1 Thin Brown Crepe

Karet kelas ini harus kering, bersih, dan berwarna coklat muda. Diperbolehkan adanya noda, benda-benda asing semacam pasir, bekas oksidasi, bau asam dan warna yang luntur.

No. 2 Thin Brown Crepe

Kelas ini kualifikasinya sama dengan kelas no 1 thin brown crepe, perbedaannya terletak pada warnanya yang tidak harus coklat muda, tetapi coklat sadang.

No. 3 Thin Brown Crepe

Karet kelas ini sama hampir sama dengan kelas diatasnya, warna coklat hingga coklat tua masih diperbolehkan.


(29)

Compo Crepe

Compo Crepe ini terbuat dari bahan lump, srap pohon, potongan-potongan

sisa RSS, atau slab basah. Standar mutu Compo Crepe adalah sebagai berikut :

No. 1 Compo

Dikelas ini karet harus dalam keadaan kering, bersih, dan berwarna coklat muda. Luntur, noda-noda, pasir,atau benda-benda asing, minyak dan bekas oksidasi tidak diperbolehkan.

No. 2 Compo

Kelas ini sama dengan kelas di atasnya, perbedaannya adalah adanya coklat dan belang-belang masih bias ditolerir.

No. 3 Compo

Pada kelas ini kualifikasinya sama dengan no 2 compo, hanya dalam kelas ini noda-noda kulit pohon masih diperbolehkan dan warnanya dari coklat hingga coklat tua

Thin Brown Crepe Remills

Thin Brown Crepe Remills adalah Crepe coklat yang tipis karena digiling

ulang, sehingga didapat crepe dengan ketebalan yang dikehendaki.

No. 1 Thin Brown Crepe Remills

Karet kelas ini berwarna coklat muda, kering dan bersih. Tidak terdapat noda-noda kulit pohon, lumpur, pasir, dan benda-benda lainnya serta harus bebas dari minyak, bintik-bintik dan bekas oksidasi. Belang –belang masih diperbolehkan asal dalam jumlah kecil.


(30)

N.o 2 Thin Brown Crepe Remills

Kualifikasi secara umum sama dengan kelas di atasnya. Namun warnanya dari coklat muda sampai sedang.

No. 3 Thin Brown Crepe Remills

Kualifikasi sama dengan kelas di atasnya, tetapi warnanya coklat sedang hingga coklat tua sedang.

No. 4 Thin Brown Crepe Remills

Kualifikasi sama dengan kelas di atasnya,. Perbedaannya terletak pada warnanya yang coklat tua sadang hingga coklat tua.

Thick Blanket Crepe Ambers

Thick Blanket Crepe Ambers adalah Crepe Blanket yang tebal dangan

warna coklat, dan terbuat dari slab basah, sheet tanpa pengasapan, lump, dan

scrap dari perkebunan besar atau kebun rakyat yang baik mutunya. Standar mutu

jenis ini sebagai berikut :

No. 2 Thick Blanket Crepe Ambers

Karet no.2 thick blanket crepe ambers harus kering dan bersih dengan warna coklat muda. Benda-benda asing seperti noda kulit kayu, pasir, lumpur, minyak, bintik-bintik, bekas panas atau oksidasi, serta warna luntur tidak diperbolehkan.

No.3 Thick Blanket Crepe Ambers

Kualifikasinya hampir sama dengan kelas di atasnya, perbedaannya warnanya dari coklat sedang hingga coklat. Belang-belang masih ditolerir asalkan dalam jumlah tidak terlalu banyak.


(31)

No.4 Thick Blanket Crepe Ambers

Syaratnya sama dengan kelas di atasnya. Perbedaannya hanya pada warna yaitu dari coklat hingga coklat tua.

Flat Bark Crepe

Flat Bark Crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yakni crepe yang

dihasilkan dari karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam. Karet ini harus kering dangan warna coklat tua sampai kehitaman dan bertekstur sedang hingga lembek. Tidak diperbolehkan adanya kelenturan, bekas panas, pasir, lumpur, dan pengepakan tidak bersih.

Pure Samoked Blanket Crepe

Crepe ini didapatkan dari penggilingan karet asap yang berasal dari ribbed smoked sheet, termasuk karet bongkah atau block sheet dan sisa potongannya.

Standar mutunya adalah kering, bersih, kuat, liat, dan berbau karet asap yang khas. Warnanya dari coklat hingga coklat tua.

Off Crepe

Crepe jenis ini terbuat dari bahan- bahan sisa atau bermutu jelek, misalnya

lembaran-lembaran ribbed smoked sheet yang penggilingannya tidak sempurna, busa lateks, dan bekas air cucian yang masih banyak mengandung lateks. Tidak ada standar mutu pada jenis karet ini.

3. Lateks Pekat

Berbeda dengan jenis karet lain yang berbentuk lembaran atau bongkahan, lateks pekat berbentuk cairan pekat. Pemerosesan bahan baku menjadi lateks


(32)

latex). Lateks pekat ini biasanya merupakan bahan untuk pembuatan barang-barang yang tipis dan bermutu tinggi.

4. Karet bongkah

Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dangan ukuran yang telah ditentukan.

5. Karet Spesifikasi Teknis

Karet Spesifikasi Teknis atau crumb rubber merupakan karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Karet spesifikasi teknis ini dikemas dalam bongkahan-bongkahan kecil dengan berat dan ukuran seragam.

6. Type Rubber

Type Rubber merupakan karet setengah jadi, sehingga bias langsung

digunakan oleh konsumen, seperti untuk membuat ban atau barang-barang lain yang berbahan karet alam.

Tujuan pembuatan type rubber adalah meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis. Karet ini juga memiliki daya campur yang baik, sehingga mudah digabungkan dangan karet sintetis.

7. Karet Reklim

Karet Reklim atau reclaimed rubber adalah karet yang didaur ulang dari karet bekas. Umumnya bekas ban mobil atau ban berjalan dipabrik-pabrik besar. Kelebihan karet reklim ini adalah daya lekatnya bagus, kokoh, tahan lama dalam


(33)

pemakaian, serta lebih tahan terhadap bensin dan minyak pelumas dibandingkan dengan karet yang baru dibuat. Kelemahannya kurang kenyal dan kurang tahan gesekan.

B. Karet Sintetis

Jika karet alam dibuat dari getah pohon karet, karet sintetis atau karet buatan dibuat dari bahan baku minyak bumi. Sama dengan karet alam, karet sintetis juga terdiri dari beberapa jenis dengan sifat-sifat yang khas dari setiap jenisnya. Ada yang tahan terhadap panas, suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan ada pula yang kedap gas.

a. Jenis Karet Sintetis

Secara umum karet sintetis dibedakan menjadi dua, yaitu karet sintetis untuk kegunaan umum dan kegunaan khusus.

1. Karet Sintetis untuk Kegunaan Umum

Dinamakan untuk kegunaan umum karena sintetis ini dapat digunakan untuk bermacam-macam kebutuhan. Ada beberapa jenis karet sintetis yang bahkan

dapat menggantikan fungsi karet alam.

Beberapa jenis karet sintetis untuk kegunaan umum sebagai berikut :

SBR atau Styrena Butadiene Rubber

SBR merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak diproduksi atau digunakan

SBR memiliki ketahanan kikis yang baik dengan kalor dan panas yang ditimbulkannya rendah.


(34)

BR (Butadiene Rubber) atau PR (Polybutadiene Rubber)

BR memiliki daya lekat lebih rendah dibandingkan dengan BSR, sehingga dalam penggunaannya BR biasanya harus dicampur dengan karet alam atau BSR

IR atau Isoprene Rubber

Karet sintetis jenis ini memiliki banyak kemiripan dengan karet alam karena merupakan polimer isoprene.

IR bahkan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan karet alam, yaitu bahannya lebih murni dan lebih mantap.

2. Karet Sintetis untuk Kegunaan Khusus

Karet Sintetis untuk kegunaan khusus ini memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki oleh karet sintetis untuk kegunaan umum, yakni tahan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, dan kedap terhadap gas.

Beberapa jenis karet untuk kegunaan khusus ini diantaranya IIR (isobutene

isoprene rubber), NBR (nytrile butadine rubber), CR (chloroprene rubber ), dan

EPR (ethylene propylene rubber ).

b. Manfaat Karet Sintetis

Disebabkan kelebihannya yang tidak dimiliki karet alam, seperti tahan minyak, karet sintetis banyak digunakan untuk pembuatan pipa karet untuk minyak dan bensin, membran, seal, gasket, serta barang-barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas.


(35)

Jenis IIR yang tahan gas digunakan untuk campuran pembuatan ban kendaraan bermotor, pembalut kawat listrik, serta pelapis tangki penyimpan minyak atau lemak. (Setiawan, D.H, dkk, 2005)

2.3. Landasan Teori

Usahatani pada dasarnya adalah sebagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan usaha lainnya bercocok tanah atau memelihara ternak. Kenyataan objektif yang senantiasa harus diperhatikan adalah (1) Sekitar 70% rakyat hidup di pedesaan, (2) Hampir 50% dari angkatan kerja nasional rakyat kita menggantungkan nasibnya berkerja di sektor pertanian dan (3) sekitar 80% rakyat mengenyam pendidikan formal paling tinggi selama 6 tahun. (Husodo, 2004).

1. Faktor Sosial Petani a. Umur

Bagi petani yang lebih tua bisa jadi mempunyai kemampuan berusahatani yang lebih berpengalaman dan keterampilannya lebih baik, tetapi biasanya lebih konservatif dan lebih mudah lelah. Sedangkan petani muda mungkin lebih miskin dalam pengalaman dan keterampilan tetapi biasanya sifatnya lebih progresif terhadap inovasi baru dan relatif lebih kuat. Dalam hubungan dengan perilaku petani terhadap resiko, maka faktor sikap yang lebih progresi terhadap inovasi baru inilah yang lebih cenderung membentuk nilai perilaku petani usia muda untuk lebih berani menangung resiko (Soekartawi, 2002).


(36)

b. Tingkat Pendidikan

Rendahnya tingkat petani dan keterbatasan teknologi modern merupakan dua faktor penyebab utama yang menyebabkan kemiskinan di sektor pertanian di Indonesia. Keterbatasan dua faktor produksi tersebut yang sifatnya komplementer satu sama lain mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas yang pada akhirnya membuat rendahnya tingkat pendapatan riil petani sesuai mekanisme pasar yang sempurna. (Tambunan, 2003).

Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukanlah pendidikan formal yang acap kali mengasingkan petani dari realitas. Pendidikan petani tidak hanya berorientasi kepada peningkatan produksi petanian semata, tetapi juga menyangkut kehidupan sosial masyarakat petani. Masyarakat petani yang terbelakang lewat pendidikan petani diharapkan dapat lebih aktif, lebih optimis pada masa depan, lebih efetkif dan pada akhirnya membawa pada keadaan yang lebih produktif. (Soetpomo., 1997).

c. Pengalaman Bertani

Belajar dengan mengamati pengalaman petani lain sangat penting, karena merupakan cara yang lebih baik untuk mengambil keputusan dari pada dengan cara mengolah sendiri informasi yang ada. Misalnya seorang petani dapat mengamati dengan seksama dari petani lain yang lebih mencoba sebuah inovasi baru dan ini menjadi proses belajar secara sadar. Mempelajari pola perilaku baru, bisa juga tanpa disadari. (Soekartawi, 2005).


(37)

2. Faktor Ekonomi a. Luas Lahan

Ketersediaan lahan garapan yang dimiliki petani yang jauh dibawa skala usaha ekonomi menjadi salah satu penyebab yang membuat rendahnya pendapatan petani di Indonesia. Baik didaerah perkotaan maupun daerah pedesaan, jumlah petani miskin yang tidak memiliki lahan jauh lebih banyak dibandingkan dengan petani miskin yang memiliki lahan. (Tambunan, 2003).

Luas lahan yang selalu digunakan dalam skala usaha pertanian tradisional karena komunitas yang ditanam oleh petani tradisional selalu seragam yakni padi, kacang-kacangan dan tanaman keras yang sejenisnya. Dengan demikian pedoman luas lahan juga secara otomatis mengaju pada nilai modal, aset dan tenaga kerja. Kebun kelapa sawit, Karet, Kopi misalnya juga bisa menggunakan acuan luas lahan untuk menentukan skala usahanya.(Rahardi, 2003).

b. Jumlah Tanggungan Keluarga

Ada hubungan yang nyata yang dapat dilihat melalui keengganan petani terhadap resiko dengan jumlah anggota keluarga. Keadaan demikian sangat beralasan, karena tuntutan kebutuhan uang tunai rumah tangga yang besar, sehingga petani harus berhati-hati alam bertindak khususnya berkaitan dengan cara-cara baru yang riskan terhadap risiko. Kegagalan petani dalam berusaha tani akan sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besar seharusnya memberikan dorongan yang kuat untuk berusaha tani secara intensif dengan menerapkan teknologi baru sehingga akan


(38)

c. Curahan Tenaga Kerja

Faktor utama masalah ketenagakerjaan adalah produktivitas. Semakin produktif pekerja akan semakin besar pendapatan yang diperoleh. Jika seluruh tenaga kerja dalam satu unit kegiatan sangat produktif, maka unit kegiatan tersebut akan menjadi produktif. Jika produktivitas itu disertai dengan efesien, maka unit kegiatan tersebut akan memperoleh laba usaha yang sangat besar. (Rahardi, 2003).

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja, oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai seperti yang telah diketahui bahwa skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan (Soekartawi, 2005).


(39)

Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

TR = Py. Y Dimana :

TR = Total Penerimaan Harga = Harga

Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani

Pendapatan usaha tani adalah antara penerimaan dan semua biaya, jadi : Pd = TR – TC

Dimana :

Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total biaya (Soekartawi, 1995)

Return on Investmen (ROI) merupakan analisa untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha sehubungan dengan modal yang telah digunakan. Besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh tingkat tingkat perpuataran modal dan keuntungan bersih yang dicapai. Dengan kriteria sebagai berikut yaitu bila ROI lebih besar atau sama dengan satu artinya usahatani tersebut layak diusahakan, jika ROI lebih kecil dari satu maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

ROI =

Modal Keuntungan


(40)

Faktor produksi mempunyai peranan penting dalam melaksanakan usahatani Pemilikan lahan yang semakin luas memberikan potensi yang besar dalam mengembangkan usahatani. Modal juga mempunyai peranan penting, digunakan untuk membeli sarana produksi seperti, bibit, pupuk, obat-obatan dan lain-lain. Faktor produksi ini sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, untuk membeli saprodi adalah faktor yang penting di antara faktor produksi lain (Soekartawi, 2005).


(41)

2.4. Kerangka Pemikiran

Petani sebagai individu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain baik secara sosial maupun ekonomi. Dimana kedua faktor tersebut berpengaruh besar terhadap kegiatan petaniannya serta keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tani tersebut. Adapun faktor-faktor sosial petani dalam hal ini adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani pada usahatani karet rakyat dan status kepemilikan lahan. Sedangkan faktor-aktor ekonomi adalah menyangkut luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan curahan tenaga kerja.

Dalam usaha petanian produksi diperoleh melalui suatu proses yang panjang dan penuh resiko. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksi juga ikut sebagai faktor penentu pencapaian produktivitas. Dalam segi waktu tanaman perkebunan membutuhkan periode yang lebih panjang dibanding dengan tanaman lainnya. Input produksi yang dibutuhkan antara lain adalah modal, lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk, dan lain-lain.

Modal merupakan biaya yang harus dimiliki petani dalam menjalankan usahataninya. Digunakan untuk membeli sarana produksi seperti bibit, pupuk, biaya tenaga kerja, alat dan lain-lan.

Lahan merupakan media tanam yang harus di milki oleh petani untuk melakukan usahatani diukur dengan satuan (ha). Semakin luas lahan yang dimiliki semakin besar pula hasil yang didapat dengan memperhatikan faktor-faktor produksi seperti penggunaan bibit, jarak tanam, pemupukkan dan juga obat-obatan yang digunakan.

Tenaga kerja adalah orang yang bekerja dalam melakukan proses usaha tani, dari pembukaan lahan sampai kepada proses pemanenan. Bibit adalah


(42)

tanaman yang dipakai dalam usahatani yaitu bibit tanaman karet dan obat-obatan digunakan untuk memberantas dan menanggulangi hama penyakit tanaman karet dengan menggunakan anjuran dan dosis yang baik dan benar.

Produktivitas merupakan suatu perbandingan antara sejumlah output dengan beberapa input. Produktivitas merupakan suatu ukuran seberapa baik suatu sumber kekayaan yang dikombinasikan dan digunakan untuk mencapai suatu hasil. (hasil yang dicapai : sumber daya yang digunakan). Semakin baik produktivitas dilakukan semakin baik pula hasil yang dicapai dan sebaliknya. Pendapatan bersih usahatani perkebunan karet rakyat dapat dengan mengurangi semua nilai produksi dengan seluruh pengeluaran selama proses produksi berlangsung. Dimana nilai produksi dari karet basah yang dijual berdasarkan harga jual yang bersaing di pasar lelang yang nantinya pendapatan ini sebagian digunakan petani untuk melanjutkan usahataninya dan sebagian lagi untuk kegiatan usahataninya. Skema kerangka pemikiran dapat dirumuskan seperti pada gambar berikut :


(43)

Skema Kerangka Pemikiran Gambar 1 :

Usahatani Karet Rakyat

Desa Sialang Kec. Bangun Purba

Desa Jaharun B Kec. Galang

Pendi- dikan

Pengalaman

Bertani Luas

Lahan

Jumlah tanggungan

Curahan Tenaga

Kerja

Umur Pendi-

dikan

Pengalaman

Bertani Luas

Lahan

Jumlah tanggungan

Produksi

Penerimaan

Pendapatan Bersih

Produktivitas

Harga


(44)

2.5. Hipotesis

1. Ada perbedaan produktivitas usahatani karet rakyat antar dua daerah penelitian.

2. Ada perbedaan biaya produksi usahatani karet rakyat antar dua daerah penelitian

3. Ada perbedaan pendapatan bersih usahatani karet rakyat antar dua daerah penelitian.

4. Ada perbedaan tingkat efisiensi usahatani karet rakyat antar dua daerah penelitian.

5. Ada perbedaan karakteristik sosial ekonomi petani karet (umur, tingkat pendidikan, pengalaman petani, luas lahan, curahan tenaga kerja jumlah tanggungan antar dua daerah penelitian.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (dengan disengaja) yaitu di desa Sialang Kecamatan Bangun Purba dan desa Jaharun B Kecamatan Galang, karena pada daerah itu mayoritas penduduknya berdasarkan mata pencaharianya adalah petani karet dan merupakan daerah sentra produksi karet.

Berikut ini dapat dilihat luas perkebunan karet rakyat per desa di Kecamantan Bangun Purba dan Kecamatan Galang.

Tabel 5 : Luas Perkebunan Karet Rakyat Per Desa Di Kecamatan Bangun Purba

No Desa TBM TM TTM

1 Bah Balua 9 62 20

2 Bah Perak 5 25 18

3 Bandar Gugung 8 95 22

4 Bandar Kuala - 21 -

5 Bangun Purba - 25 5

6 Cimahi - 6 9

7 Damak Maliho 5 37 -

8 Mabar 12 20 18

9 Marombun Barat - 8 -

10 Perguruan - 50 -

11 Rumah Deleng 4 61 5

12 Sialang 2 136 -

13 Sibaganding 1 41 -

14 Tanjung Purba 1.5 69 -

15 Ujung Rambe 8 30 -

16 Urung Ganjang - - -

17 Bandar Meriah - - -

18 Bangun P. Tengah - - -


(46)

21 Begerpang - - -

22 Greahan - - -

23 M. U Jawi - - -

24 Sukalue - - -

Jumlah 55.5 757 97

Sumber : Kantor Kecamatan Bangun 2007

Tabel 6 : Luas Perkebunan Karet Rakyat Per Desa Di Kecamatan Galang

No Desa TBM TM TTM

1 Galang Kota - - -

2 Paku - 25 7

3 Bandar Kuala - 3 -

4 Titi Besi - 2 -

5 Galang Barat 4 16 6

6 Kotangan - 1 -

7 Galang Suka - 1 -

8 Jaharun A - 4 8.5

9 Naga Rejo 5 19 6

10 Paya Itik - 8 7

11 Tanjung Siporkis - 3 -

12 Pisang Pala - 2 3

13 Kelapa Satu - 10 5

14 Ketasan 1 5 4

15 Jahar Baru 5 4 3

16 Petumbukan - 4 -

17 Petangguhan - 10 6

18 Tanah Merah - 5 2

19 Tanjung Gusta 1 7 -

20 Jaharun B 7 7 1.5

Jumlah 23 136 59


(47)

3.2. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang berprofesi sebagai petani karet di desa Sialang Kecamatan Bangun Purba dan desa Jaharun B Kecamatan Galang, Jumlah petani karet di daerah penelitian adalah 700 orang. Sampel petani karet diambil sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 orang petani di desa Sialang dan 15 orang petani di desa Jaharun B. Metode yang digunakan adalah metode simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sedarhana.

3.3. Metode Pengumpulan

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dari petani sampel sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga/intansi terkait seperti BPS Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang, Kantor Kecamatan Bangun Purba dan Kantor Kecamatan Galang.

2.4. Metode Analisis Data

Hipotesis 1, 2 dan 3 dianalisis dengan menggunakan uji beda rata-rata (thitung digunakan untuk membandingkan dua variabel.

t – hitung =

    +     − ++ − − − 2 1 2 1 2 2 2 2 1

1 1 1

2 ) 2 ( ) 1 ( 2 1 n n n n S n S n X X


(48)

Keterangan :

1

X = Rata-rata variabel 1 (Desa Sialang)

2

X =` Rata-rata variabel 2 (Desa Jaharun B)

S1 = Rata-rata standart deviasi variabel 1 S1 = Rata-rata standart deviasi variabel 2 n1 = Jumlah sampel variabel 1

n2 = Jumlah sampel variabel 2 Kriteria Uji :

thit < ttabel H0 diterima, H1 ditolak thit > ttabel H0 diterima, H1 diterima Dengan formulasi H0 dan H1

Ho = U1 = U2 H1 = U1≠ U2

U1 = Rata-rata variabel 1

U2 = Rata-rata variabel 2 (Hasan , 2004)

Hipotesis 4 dianalisis dengan melihat tingkat efisiensi usahatani karet didua daerah penelitian digunakan rumus :

ROI =

Modal Keuntungan

x 100%

Hipotesis 5 dianalisis dengan menggunakan tabulasi sederhana dengan melihat karakteristik sosial ekonomi petani karet di daerah penelitian dengan menggunakan metode analisis deskriptif.


(49)

Kriteria :

Jika ROI > tingkat suku bunga yang berlaku, maka usahatani karet layak untuk diusahakan.

Jika ROI ≤ tingkat suku bunga yang berlaku, maka usahatani karet tidak layak untuk diusahakan.

(Soekartawi, 1995)

3.4. Defenisi dan Batasan Operasional a. Defenisi

1. Petani adalah orang yang mengusahakan usahatani sebagai pemilik atau penyewa. Usahatani adalah suatu kombinasi usaha yang tersusun dari faktor produktif berupa modal alam, tenaga kerja dan keahlian yang ditujukan untuk proses produksi.

2. Produksi usahatani adalah hasil usahatani karet dalam bentuk cup lump dihitung dalam ukuran kg atau ton dan dibedakan mutu serta ukuran produk. 3. Tingkat pendidikan adalah tingkat yang pernah dimiliki atau ditempuh oleh

petani yang diukur berdasarkan tingkat SD, SMP, SMA, Diploma dan Perguruan Tinggi.

4. Pengalaman bertani adalah lamanya seorang petani bekerja atau berusaha dalam mengelola usahataninya yang dihitung berdasarkan tahun.

5. Luas lahan adalah luas usaha petani yang diusahakan dalam ha.

6. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang ditanggung dan dibiayai oleh kepala rumah tangga dalam suatu keluarga.


(50)

7. Komparasi sosial ekonomi adalah alat suatu kajian mengenai perbandingan yang dilihat dari perspektif sosial ekonomi usahatani.

8. Tenaga kerja adalah tenaga yang digunakan dalam kegiatan usahatani agar kerja tersebut dapat bersumber dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga.

9. Produktivitas usahatani karet adalah banyaknya karet basah dari cup lump yang dihasilkan per satuan luas lahan.

10. Biaya produksi adalah segala pengeluaran/biaya yang dikeluarga dalam usahatani karet rakyat yaitu pengetahuan untuk input produksi,untuk alat-alat produksi dan pengeluaran lainnya.

11. Penerimaan adalah segala hasil yang diproduksi dalam usahatani karet rakyat yang dinilai dengan rupiah atau uang.

12. Pendapatan bersih usahatani karet adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya.

b. Batasan Operasional

1. Lokasi penelitian adalah di Desa Sialang Kecamatan Bangun Purba dan Desa Jaharun B Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2008


(51)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENEITIAN

4.1. Letak dan Batas- Batas Desa

Penelitian dilaksanakan di Desa Sialang Kecamatan Bangun Purba dan Desa Jaharun B Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. Kedua desa ini merupakan daerah sampel lokasi penelitian perkebunan karet rakyat.

Kecamatan Bangun Purba memiliki luas wilayah 184.60 km2. Kecamatan ini terdiri dari 24 desa, salah satu nya adalah desa Sialang. Desa sialang memiliki luas areal +3.50 Ha, yang berada pada ketinggian 150 dari permukaan laut.

Adapun Batas- Batas Geografis Desa Sialang Sebagai Berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Galang

Sebelah Selatan : Desa Batu Gingging Sebelah Timur : Desa Tanjung Purba Sebelah Barat : Desa Bagerpang

Sedangkan Kecamatan Galang memiliki luas wilayah 13.513 Km2. Kecamatan ini terdiri dari 20 desa, salah satunya adalah Desa Jaharun B. Desa Jaharun B memiliki luas areal 550 Ha, yang berada pada ketinggian 10 m dari permukaan laut.

Adapun Batas- Batas Geografis Desa Jaharun B Sebagai Berikut : Sebelah Utara : Tanjung Garbus Dan Kecamatan Pagar Merbau Sebelah Selatan : Jaharun A Dan Tanah Merah


(52)

4.2. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Sialang berjumlah 3070 jiwa dengan jumlah penduduk terdiri dari 1543 jiwa laki-laki dan 1527 jiwa perempuan. Sedangkan di Desa Jaharun B penduduknya berjumlah 2614 jiwa, terdiri dari 1314 jiwa laki-laki dan 1300 jiwa perempuan.

Distribusi penduduk desa penelitian menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini;

Tabel 7 : Distribsusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sialang dan Desa Jaharun B Tahun 2007

Umur

Sialang Jaharun B

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

0 – 14 824 26,84 938 35,88

15 – 29 726 23,64 716 27,39

30 – 44 749 24,39 565 21,61

45 – 59 656 21,36 260 9,94

> 60 115 3,74 135 5,16

Jumlah 3070 100 2614 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sialang dan Kepala Desa Jaharun B tahun 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Desa Sialang lebih besar dari pada Desa Jaharun B. Golongan umur 0 - 14 tahun untuk desa Sialang berjumlah 824 jiwa (26,84%) lebih kecil dari desa Jaharun B yaitu berjumlah 938 jiwa (35,88%).

Untuk Golongan umur 15 - 29 tahun desa Sialang berjumlah 726 jiwa (23,64%) lebih besar jumlah nya bila dibandingkan dengan desa Jaharun B yaitu berjumlah 716 jiwa (27,39%). Golongan umur 30-44 tahun desa Sialang berjumlah 749 jiwa (24,39%) dan desa jaharun B berjumlah 565 jiwa (21,61%).


(53)

Golongan umur 45-59 jiwa desa Sialang berjumlah 656 jiwa (21,36%) sedangkan desa Jaharun B berjumlah 260 jiwa (9,94%). Untuk golongan umur usia non produktif yaitu > 60 tahun desa Sialang berjumlah 115 jiwa (3,74%) dan desa Jaharun B berjumlah 135 jiwa (5,16%).

4.3. Karakteristik Sampel

Berdasarkan batasan operasional terdahulu yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah petani karet di desa Sialang dan Jaharun B. Karakteristik sampel yang diteliti dideskripsikan pada tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8 : Karakteristik Petani Sampel Karet di Desa Sialang dan Desa Jaharun B Tahun 2007

No Karakteristik Petani Sampel

Sialang Jaharun B

Range Rataan Range Rataan

1 Umur (Tahun) 31-65 48,20 28-62 43,86

2 Pendidikan (Tahun) 6-12 8,20 6-12 7,80

3 Jumlah Tanggungan (Jiwa)

1-5 2,93 1-5 2,73

4 Pengalaman Bertani (Tahun)

7-21 12,93 6-20 13

Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 2

Tabel 8 memperlihatkan bahwa umur rata-rata petani karet didaerah penelitian yakni desa Sialang adalah 48,20 tahun sedangkan desa Jaharun B adalah 43,86 tahun, usia ini tergolong usia yang produktif. Kemudian rata-rata pendidikan petani didesa Sialang adalah 8,60 tahun sedangkan didesa Jaharun B adalah 7,80 tahun yang termasuk atau setara dengan sekolah lanjutan tingkat


(54)

ekonomi keluarga serta penerimaan atau pendapatan usaha tani, Jumlah tanggungan rata-rata didesa Sialang adalah 2,93 jiwa/orang sementara didesa Jaharun B adalah 2,73 jiwa/orang. Dalam melaksanakan usaha tani pengalaman bertani sangatlah dibutuhkan oleh karna itu semakin lama seorang petani berusaha tani maka semakin baik pula dalam pengelolaan usaha taninya. Rata-rata pengalaman bertani didesa Sialang adalah 12,93 tahun sedangkan didesa Jaharun B adalah 13,00 tahun.


(55)

BAB V

ANALISIS USAHATANI KARET

5.1. Tahap Kegiatan Pengelolaan Usahatani Karet

Tahap kegiatan pengelolaan Usahatani Karet di daerah penelitian yang diuraikan berikut ini meliputi: persiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, penyadapan, dan pengolahan hasil. a. Persiapan Lahan

Ada dua jenis penanaman karet, yaitu newplanting dan replanting.

Newplanting adalah usaha penanaman karet di areal yang belum pernah di pakai

untuk budi daya karet. Sementara itu, replanting adalah usaha penanaman ulang di areal karet karena tanaman lama sudah tidak produktif lagi, biasa juga disebut dengan peremajaan. Adapun petani menggunakan penanaman newplanting hampir 70 % dan untuk replanting sekitar 30 %, hal ini disebabkan kurangnya lahan untuk penanaman karet.

Kegiatan pengolahan lahan, baik untuk newplanting maupun replanting sebenarnya sama saja. Langkah pertama pengolahan lahan adalah membabat pepohonan yang tumbuh. Tentunya, pada newplanting jenis pohon yang tumbuh di areal relatif banyak dengan ketinggian dan diameter batang beragam. Sementara itu, pada replanting pohon yang tumbuh hanya karet dengan ketinggian dan diameter yang sama. Untuk areal yang tidak terlalu luas, pembabatan bisa dilakukan secara manual menggunakan kapak dan gergaji yang memadai. Sementara itu areal yang akan dijadikan kebun karet yang sangat luas, sebaiknya


(56)

memanfaatkan mesin pembabat pohon dan traktor karena lebih ekonomis dibandingkan dengan peralatan manual yang membutuhkan banyak tanaga manusia.

Setelah pepohonan dibabat dibabat, tahap berikutnya membongkar tanah dengan cangkul atau traktor. Dalam pembongkaran tanah ini sekaligus dilakukan pembersihan sisa-sisa akar, rizoma, alang-alang dan bebatuan karena dapat mengganggu perakaran tanaman karet.

b. Penanaman

Di daerah penelitian jarak tanam sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Penanaman dilakukan dengan polibeg, ini dilakukan agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan tidak mengalami kematian. Sebelumnya petani juga banyak menanam bibit karet dengan cara menebar, tetapi cara ini kurang efektif di karenakan tingkat kematian pada tanaman sangat tinggi. Kebanyakan petani melakukan pempolibegan tanaman karet di halaman rumah dan juga melakkukan okulasi pada tanaman karet.

Kenyataan di lapangan untuk jarak tanam yang digunakan 3 x 5 meter, untuk ukuran lubang 20 x 40 cm untuk bibit yag di polibeg. Sehingga jarak tanaman satu dengan yang lain berdekatan.

Umur tanaman yang di polibeg adalah 3 bulan dan sudah berdaun 4 sudah bias ditanam. Cara penanaman sama dengan membuka plastik, kemudian bibit dimasukkan ke dalam lubang dan di urug dengan tanah yang ada disekitar dan ada juga petani menanam dengan cara menebar benih langsung kelahan. Penanaman


(57)

biasanya dilakukan di pagi atau sore hari untuk menghindari kematian pada tanaman yang disebabkan oleh teriknya sinar matahari

c. Pemupukan

Untuk di daerah penelitian pemupukkan dilakukan 6 bulan sekali, sesuai dengan umur tanaman. Terkadang petani memupuk tanamannya pada bulan ke 8 dikarenakan ketersedian pupuk sulit kalaupun ada harga jual yang ditawarkan begitu tinggi ini memyebabkan terhambatnya pemupukkan yang dilakukan oleh petani, sehingga pertumbuhan karet tidak optimal.

Pemupukkan dilakukan dengan cara menggali lubang di sekitar tanaman dengan kedalaman 5 – 10 cm kemudian ditutup dengan tanah. Jenis pupuk yang digunakan petani dalam penelitian ini adalah Urea, SP 36 dan KCl.

d. Penyiangan

Penyiangan dalam budi daya karet bertujuan membebaskan tanaman karet dari gangguan gulma yang tumbuh dilahan. Kegiatan penyiangan sebenarnya bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika pertumbuhan gulma sudah mulai mengganggu perkembangan tanaman karet. Umumnya penyiangan di daerah penelitian dilakukan tiga kali dalam setahun untuk menghemat tenaga dan biaya.

Ada dua cara penyiangan, yaitu secara manual dan secara kimiawi. Secara manual adalah menggunakan peralatan seperti cangkul atau parang, sedangkan secara kimiawi dangan menyemprotkan herbisida atau bahan kimia pemberantas gulma lain nya yang sesuai dangan jenis gulma yang akan diberantas.


(58)

e. Pengendalian Hama dan Penyakit

Sebagaimana hal nya tanaman lain, tanaman karet di daerah penelitian tak luput dari gangguan hama dan penyakit. Hama yang sering dijumpai pada tanaman karet petani di kabupaten Deli Serdang adalah Rayap yang menggerogoti bibit yang baru saja ditanam dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan kerusakan yang sangat berat. Selain itu Tungau juga menjadi hama yang sangat berbahaya bagi tanaman karet, tungau menghisap cairan yang ada pada tanaman akibatnya daun yang terserang menjadi kerdil, lama kelamaan daun menguning dan akhirnya gugur. Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara kimiawi yaitu menyemperotkan insektisida pembasmi rayap dan tungau.

Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman karet pada umum nya lebih besar dibandingkan serangan hama. Penyakit yang sering menyerang yaitu penyakit akar putih yang mengakibatkan akar tanaman menjadi lunak, membusuk dan berwarna coklat. Selain itu penyakit yang disebabkan oleh jamur juga sering menyerang tanaman karet, dan pengendaliannya dapat dilakukan dengan menyemperotkan fungisida pada tanaman yang terinfeksi.

Di daerah penelitian petani menggunakan obat-obatan kimia untuk memberantas hama dan penyakit tanaman karet. Obat yang digunakan adalah Round-Up, gromosom dan Curacon


(59)

f. Penyadapan

Untuk daerah penelitian pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 5 – 7 tahun tergantung pada kondisi perawatan tanaman, semakin baik perawatan karet dilakukan semakin baik pula pertumbuhan tanaman karet. Bidang sadap antara 0,5 – 1,5 cm dan ada juga 1 – 1.5 mm dari lapisan paling luar.

Berkas pembuluh lateks membentuk sudut dari arah kiri bawah kearah

kanan atas sebesar 37 – 39o C terhadap bidang vertikal batang, karenanya

penyadapan membentuk sudut 35 – 50 o C dari kiri atas kearah kanan bawah. Pengambilan lateks daerah penelitian dilakukan pada pukul 06.00 – 09.00 dan pengambilan lateks dilakukan 10.00 – 12.00 tergantung luas lahan yang dimiliki oleh petani.


(60)

BAB VI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1. Perbedaan Jumlah Sarana Produksi dan Biaya Produksi Usahatani Karet di Desa Sialang dan Jaharun B

Sarana produksi merupakan input yang dikorbankan oleh petani sampel dalam usahatani karet sedangkan biaya produksi usahatani karet antara lain adalah biaya tenaga kerja, input produksi, penyusutan dan pajak tanah (PBB). Total biaya produksi adalah penjumlahan dari seluruh biaya-biaya produksi dalam usahatani. Tabel 9 : Perbandingan Jumlah Sarana Produksi Dalam Usahatani Karet

Di Desa Sialang dan Jaharun B Per Ha (1-5 Tahun )

Uraian

Strata

Sialang Jaharun B

1. Bibit (Btg) 568 448

2. Pupuk (Kg)

• Urea

• SP 36

• KCl 581,4 330,7 274,9 450,6 268,7 182,2 3. Obat-obatan

• Round-up (ltr)

• Gromoxone (ltr)

• Curater (ltr)

4,87 1,53 1,77 2,77 2,43 1,73 4. Tenaga Kerja (HKP)

• Per petani

• Per Ha

42,76 48,07

37,79 52,55

Sumber : Data diolah dari lampiran 3, 4, 11, 12, 15, 16, 17, 18


(61)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata penggunaan bibit, di desa Sialang berjumlah 568 btg/ha sedangkan di desa Jaharun B 448 btg/ha. Rata-rata pemakaian pupuk di desa Sialang jenis urea : 581,4 kg/ha, Sp36 : 330,7 kg/ha, KCl : 274,9 kg/ha. Sedangkan untuk desa Jaharun B pemakaian pupuk jenis urea : 450,6 kg/ha, SP 36 : 268,7 kg/ha dan KCl : 182,2 kg/ha. Rata-tara pemakaian obat-obatan di desa Sialang untuk jenis Round-up : 4,87 ltr/ha, Gromoxone : 1,53 ltr/ha, Curater : 1,77 ltr/ha, sedangkan di desa Jaharun B pemakaian obat-obatan jenis Round-up : 2,77 ltr/ha, Gromoxone : 2,43 ltr/ha, Curater : 1,73 ltr/ha. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani karet di desa Sialang yaitu : 42,76 HKP /petani dan 48,07 HKP/ha sedangkan pemakaian tenaga kerja untuk Desa Jaharun B 37,79 HKP/petani dan 53,55 HKP/ha.

Maka dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa desa Sialang lebih banyak menggunakan sarana produksi dari pada desa Jaharun B. Jadi secara umum pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja yang paling tingg terdapat pada desa Sialang.

Adapun total biaya produksi rata-rata yang digunakan petani karet per ha dapat dilihat pada tabel berikut.


(62)

Tabel 10 : Total Biaya Produksi Rata-Rata Usahatani Karet Di Desa Sialang dan Jaharun B per Ha (1-5) tahun

Uraian Sialang Jaharun B

Komponen Biaya Produksi (Rp/ha) 1. Tenaga kerja

2. Sarana Produksi - Pupuk - Obat-obatan - Bibit 3. Penyusutan 4. PBB 2.166.767 3.381.894 571.661 1.705.000 413.826 135.667 2.113.581 3.376.814 584.804 1.344.000 396.936 111.500

5. Total Biaya 8.374.815 7.927.635

Sumber : Data diolah dari lampiran 13, 14, 21, 22, 25, 26, 29 dan 30.

Dari tabel di atas dapat dilihat biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi usahatani karet di desa Sialang dan desa Jaharun B adalah :

1. Tenaga kerja

Upah tenaga kerja di daerah penelitian yaitu desa Sialang adalah sama untuk setiap tahapan pekerjaan yaitu sebesar Rp.45.000/HKP sedangkan di desa Jaharun B Rp.40.000/HKP untuk setiap tahapan pekerjaan. Besarnya biaya tenaga kerja rata-rata yang digunakan petani di desa Sialang Rp.2.166.767/Ha sedangkan di Desa Jaharun B biaya tenaga kerja rata-rata Rp. 2.113.581Ha. 2. Sarana Produksi

Sarana produksi meliputi bibit, pupuk dan obat-obatan. Biaya sarana produksi rata-rata yang digunakan di desa Sialang sebesar Rp.5.628.555/ha sedangkan biaya sarana produksi rata-rata adalah petani di desa Jaharun B sebesar Rp.5.305.618/ha.


(63)

3. Penyusutan peralatan

Alat yang digunakan dalam usahatani karet di desa Sialang maupun Jaharun B adalah cangkul, parang, babat, pisau dan lain-lain. Biaya rata-rata penyusutan peralatan usahatani karet di desa Sialang Rp.413.826/ha sedangkan biaya rata-rata penyusutan peralatan di desa Jaharun B sebesar Rp. 396.936/ha.

4. Pajak Tanah / PBB

Biaya rata-rata PBB usahatani karet di desa Sialang sebesar Rp.135.667/ha/tahun sedangkan di desa Jaharun B sebesar Rp.111.500 /ha/tahun.

5. Total biaya

Total biaya produksi yang digunakan dalam usahatani karet di desa Sialang adalah Rp.8.374.815/ha sedangkan total biaya produksi di desa Jaharun B adalah Rp.7.927.635/ha. Dalam hal ini berarti terdapat perbedaan biaya produksi usahatani karet pada kedua daerah penelitian di mana biaya produksi usahatani karet di desa Sialang lebih besar dari pada di desa Jaharun B.

Untuk melihat apakah ada perbedaan nyata biaya produksi antar daerah maka dilakukan dengan uji statistik. Hasil analisis uji beda rata-rata total biaya produksi usahatani karet antara desa Sialang dan Jaharun B dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11 : Hasil Analisis Perbedaan Produksi Rata-Rata Per Ha Usahatani Karet Di Desa Sialang dan Jaharun B (1-5 Tahun).

Uraian Sialang Jaharun B t- hitung t-tabel

Biaya produksi (Rp) 8.374.815 7.927.635 2.829 2.145 Keterangan = t-hting > t-tabal , H0 ditolak H1 diterima


(64)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa total biaya produksi antara desa Sialang dan desa Jaharun B terdapat perbedaan nyata dimana biaya produksi yang dikeluarkan oleh desa Sialang dan desa Jahrun berbeda seperti biaya pupuk, obat-obatan, bibit, tenaga kerja, penyusutan alat dan juga PBB.

Pada α = 0,05 nilai thitung = 2,829 dan ttabel = 2,145. Dapat dilihat biaya produksi di desa Sialang lebih besar daripada desa Jaharun B, sesuai dengan kaidah thitung > ttabel maka keputusannya adalah H0 ditolak H1 diterima sehingga hipotesis yang menyatakan ada perbedaan biaya produksi antara kedua daerah penelitian pada usahatani karet dapat diterima.

6.2. Perbedaan produksivitas usahatani karet rakyat antar desa Sialang dan Jaharun B.

Produktivitas usahatani karet adalah perbandingan antara produksi dengan luas lahan. Besarnya produktivitas usahatani karet di kedua daerah penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 12 : Produktivitas Usahatani Karet Di Desa Sialang Dan Jaharun B Per Ha.

Uraian Sialang Jaharun B Perbedaan

1. Luas Lahan (ha) 2. Produksi (Kg)

3. Produktivitas (Kg/Ha)

1.07 4.016 3.780

0.87 2.528 2.918

0.27 1.448

862


(65)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produktivitas usahatani karet lebih besar di desa Sialang dari pada desa Jaharun B. Produktivitas rata-rata usahatani karet di desa Sialang 3.780 kg/ha sebesar sedangkan produktivitas di desa Jaharun B.2.918. kg/ha dengan selisih antara keduanya 862 kg/ha.

Hasil analisis uji beda rata-rata produktivitas usahatani karet di desa Sialang dan Jaharun B dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 13 : Hasil Analisis Perbedaan Produktivitas Usahatani Karet Di Desa Sialang dan Jaharun B per Ha

Uraian Sialang Jaharun B t-hitung t-tabel

Produktivitas (Rp) 30.240.000 23.341.333 9,524 2,145

Keterangan = t-hitung > t-tabel, H0 ditolak H1 diterima Sumber : Data diolah dari lampiran 35, 36, 40

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa produktivitas antara desa Sialang dan Jaharun B terdapat perbedaan nyata, yaitu pada produktivitas desa Sialang sebesar Rp 30.240.000 sedangkan desa Jaharun sebesar Rp 23.341.333 selisih antara kedua desa tersebut Rp 6.898.667.

Pada α =0,05, nilai t-hitung = 9,524 dan t-tabel = 2,145. Pada rata-rata dapat dilihat produktivitas usahatani karet di desa Sialang lebih besar dari pada desa Jaharun B. Maka sesuai dengan kaidah t-hitung >t-tabel maka keputusannya adalah H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga hipotesis yang menyatakan ada perbedaan produktivitas antara kedua daerah penelitian pada usaha tani karet dapat diterima.


(1)

Tabel 16 : Perbedaan Karateristik Sosial Ekonomi Petani Sampel di Desa Sialang dan Jaharun B

Uraian Sialang Jaharun B

Luas lahan (Ha) Umur (Tahun) Pendidikan

Jumlah tanggungan (jiwa) Pengalaman bertani (tahun) Curahan tenaga kerja

1,07 48,20 8,60 2,93 12,93 48,07 0,87 43,86 7,80 2,73 13,00 52,55 Sumber : Data diolah dari lampiran 1, 2

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa perbedaan rata-rata karakteristik sosial ekonomi petani di daerah penelitian tidak terlalu signifikan. Berikut penjabaran sosial ekonomi dari masing-masing karakteristik petani sampel pada kedua daerah penelitian.

1. Luas Lahan

Luas lahan petani sampel di daerah penelitian yaitu desa Sialang tidak berbeda jauh dengan desa Jaharun B. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata luas lahannya. Rata-rata luas lahan di desa Sialang adalah 1,07 ha sedangkan desa Jaharun B adalah 0,87 ha.

2. Umur

Umur petani merupakan salah satu yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur petani akan berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja. Rata-rata umur petani


(2)

sampel di desa Sialang adalah 48,20 tahun sedangkan di desa Jaharun B adalah 43,86 tahun. Dari sini dapat disimpulkan bahwa rata-rata umur petani sampel di desa Sialang dan Jaharun B relatif tidak berbeda.

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi sistem pengelolaan serta cara berpikir dari petani sampel. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan petani sampel di desa Sialang dan Jaharun B tidak begitu jauh perbedaannya. Rata-rata pendidikan di desa Sialang adalah 8,60 tahun sedangkan rata-rata pendidikan di Jaharun B adalah 7,80 tahun. Dari sini dapat dilihat bahwa jumlah pendidikan di daerah penelitian berkisar antara 7-8 tahun yang setara dengan SLTP. Berdasarkan tingkat pendidikan tersebut maka petani sampel di daerah penelitian sudah mampu mengadopsi inovasi baru. 4. Jumlah Tanggungan

Anak dari petani sampel merupakan jumlah tanggunan yang harus dibiayai oleh keluarga dimana jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi kehidupan ekonomi keluarga. Rata-rata jumlah tanggungan petani sampel di desa Sialang adalah 2,93 kg sedangkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga di desa Jaharun B adalah 2,73 kg. Maka dapat disimpulan bahwa rata-rata jumlah tanggungan petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 2 – 4 orang.

5. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor kemampuan dalam mengelola usahatani karet. Semakin lama petani mempunyai pengalaman


(3)

dalam menjalankan usahataninya maka akan semakin baik pula dalam pengelolaannya. Rata-rata pengalaman bertani petani sampel di desa Sialang yaitu 12,93 tahun sedangkan pengalaman bertani di desa Jaharun B adalah 13 tahun.

6. Curahan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh petani sampel dalam menjalankan usahataninya berasal dari dalam dan luar keluarga. Tetapi petani sampel tidak begitu membebankan pada keluarganya dengan kata lain petani lebih sering menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan memberikan imbalan atas pekerjaan sesuai dengan kesepatan petani dengan tenaga kerja tersebut. Rata-rata curahan tenaga kerja pada usahatani karet di desa Sialang adalah 48,08 HKP sedangkan rata-rata di desa Jaharun B adalah 52,55 HKP.

Perbedaan Efisiensi (ROI) Usahatani Karet di Desa Sialang dan Desa Jaharun B

Analisis ROI bertujuan untuk melihat bagaimana tingkat pengembalian modal pada usahatani karet di dua daerah penelitian. Dengan kriteria apabila ROI pada usahatani karet lebih besar dari 1, maka usahatani karet tersebut efesien dan apabila ROI lebih kecil atau sama dengan 1, maka usahatani karet tersebut tidak efesien untuk diusahakan atau dikembangkan. Besarnya ROI rata-rata per tahun pada usahatani karet baik yang terdapat di desa Sialang dan desa Jaharun B dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(4)

Tabel 17 : Rata-rata ROI Usahatani Karet di Desa Sialang dan Desa Jaharun B per Ha/Tahun

Uraian Sialang Jaharun B

ROI 236,153 % 175,532 %

Sumber : Data dilah dari lampiran 37 dan 38

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata ROI usahatani karet per ha di desa Sialang sebesar 236,153 % dan di desa Jaharun B sebesar 175,532 %. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa ROI pada usahatani karet di desa Sialang dan Jaharun B lebih besar dari tingkat suku bunga deposito yang berlaku sebesar 8,25% per tahun. Dengan demikian maka usahatani karet di dua daerah penelitian layak untuk diusahakan atau dikembangkan kalau dilihat aspek investasi.


(5)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Ada perbedaan nyata usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercayaan 0,05 thitung = 2,829 > ttabel = 2,145.

2. Ada perbedaan nyata produktivitas usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercaayan 0,05 thitung = 9,524 > ttabel = 2,145.

3. Ada perbedaan nyata pendapatan bersih usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercaayan 0,05 thitung = 9,510 > ttabel = 2,145.

4. Tidak ada perbedaan nyata sosial ekonomi petani (luas lahan, umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani dan curahan tenaga kerja) usahatani karet di dua daerah penelitian.

5. Usahatani karet lebih efesien diusahakan di desa Sialang dari pada desa Jaharun B karena nilai ROI lebih besar dari tingkat suku bunga sebesar 8,25% pertahun.

7.2. Saran

1. Pada para petani agar dapat menerapkan teknologi budidaya tanaman karet yang lebih baik agar diperoleh kualitas karet yang dapat diterima di pasar internasional.

2. Diharapkan pada petani dapat mengikuti berbagai penyuluhan pertanian khususnya dibidang pengembangan budidaya tanaman karet.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, I., 2004, Analisis Dana Penelitian Dengan Statistik, Jakarta, Bumi Aksara.

Husodo, S.Y., 2004, Pertanian Mandiri, Jakarta : Penerbar Swadaya. Hermanto F., 1983, Ilmu Usahatani, Jakarta : Penebar Swadaya.

Rahardi, 2003, Cerdas Beragrobisnis Mengubah Peritangan Menjadi Peluang Berinvestasi. Agro Media Pustaka : Jakarta.

Supriono, A. dkk, 1986,Tinjauan Umum Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat. Balai Penelitian Perkebunan Sungai Putih Dalam Prosidin Konvensi Nasional Karet, Pusat Nasional Penerbitan Karet.

Setyamidjaya D., 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan, Kanisius, Jakarta. Samsul Bahri, 1996., Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan,

Yogyakarta :UGM Press.

Soetpomo G., 1997, Kekalahan Manusia Petani, Kanisius :Yogayakarta. Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani, UI Press : Jakarta.

Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Raja Grafindo : Jakarta. Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada :

Jakarta.

Soetrisno L., 1999., Pertanian Pada Abad ke 21, Diektur Jenderal Budidaya Karet, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Setiawan D.H., dkk, 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet,Cetakan Pertama, Agromedia Pustaka : Jakarta.

Tambunan T.T. H., 2003, Perkembangan Faktor Perkebunan di Indonesia, Galiah Indonesia :Jakarta.

Tim Penulis PS., 1999, Karet Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan, Penerbar Swadaya : Jakarta.