Analisis Usaha Ternak Sapi Potong terhadap Pendapatan dan Efisiensi Pemasaran Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat

  

TINJAUAN PUSTAKA

Geografi Kabupaten Langkat

  Secara geografis letak Kabupaten Langkat berada diantara 03 14 00’’ dan

  ’

  2

  04 13 00’’ lintang utara, serta 93 51’00’’ Bujur Timur dengan luas 6.272 km . Stabat adalah ibukota Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkat terketak di sebelah Utara berbatas dengan Selat Malaka dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang, sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo dan sebelah Barat berbatas dengan provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2014)

  Ternak ruminansia yang dipelihara petani dapat berfungsi ganda yaitu sebagai penghasil pupuk kandang dan tabungan yang memberikan rasa aman pada saat kekurangan pangan (paceklik) disamping berfungsi sebagai ternak kerja. Menurut Najib et al. (1997), ternak sapi mempunyai peran yang cukup penting bagi petani sebagai penghasil pupuk kandang, tenaga pengolah lahan, pemanfaat limbah pertanian dan sebagai sumber pendapatan.

  Ternak sapi sebagai ternak ruminansia besar lebih digemari oleh petani karena mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dari ternak ruminansia besar lainnya, dimana daging dan kulit sapi mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari pada kulit kerbau, sapi lebih tahan bekerja diterik matahari dari pada kerbau (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1990).

  Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, di negara kita sebagian ternak sapi potong dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).

  Disamping itu, ternak sapi ini masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala kecil ini dapat terjadi banyak kelemahan, diantaranya adalah sebagai produsen perangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya bahan produksi yang tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern (Tafal, 1981). Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Langkat

  11 Padang tualang 221,14 47.088 8.799

  Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Langkat Dalam Angka (2013) Ternak Sapi Potong

  23 Pematang Jaya 209,00 13.106 5.886

  22 Kutambaru 236,84 13.527 4.155

  21 Serapit 98,50 16.053 3.110

  20 Pangkalan susu 151,35 41.923 3.410

  19 Besitang 720,75 44.354 5.532

  18 Brandan Barat 89,80 22.126 3.199

  17 Sei. Lapan 65404 47.231 5.483

  16 Babalan 76,41 56.935 2.031

  15 Gebang 178,49 42.926 5.365

  14 Tanjung Pura 179,61 65.052 3.753

  13 Secanggang 231,19 65.929 9.497

  12 Hinai 114,28 48,234 5.181

  10 Sawit Seberang 209,10 25.418 10.385

  No. Kecamatan Luas Wilayah (Km

  9 Batang Serangan 899,38 35.324 13.066

  8 Wampu 194,21 40.964 7.970

  7 Stabat 108,85 83.093 6.969

  6 Binjai 42,05 42.891 5.957

  5 Selesai 167,73 70.051 10.310

  4 Kuala 206,23 39.502 6.835

  3 Sei Bingai 333,17 48.772 5.484

  2 Salapian 221,73 26.145 6.324

  1 Bahorok 955,10 40.312 12.524

  (Ekor)

  (Jiwa) Jumlah Sapi

  ) Jumlah Penduduk

  2

  Untuk memulai suatu peternakan sapi potong sebaiknya perlu terlebih dahulu mengadakan pengenalan terhadap berbagai bangsa/jenis sapi potong, terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan baik (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

  Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

  Menurut Idris et al. (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan 140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua.

  Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket sapi tertentu yang besar dengan kulit yang berbulu sangat pendek (Lawrie, 1995).

  Karakteristik sapi dari tipe potong adalah: bentuk tubuh padat, dalam, lebar dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging, sela garis tubuh lurus rata, kepala pendek dan lebar. Leher tebal, bahu berisi, punggung dan pinggang lebar. Kemudi lebar, dada lebar dan dalam. Dilihat dari samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang, pertumbuhan tulang, daging dan lemak badan tampak baik (Idris et al., 1991).

  Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi

  Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).

  Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik dalam pengadaan pakan, bibit, transportasi, pemeliharaan dan lain sebagainya akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar (Tafal, 1981).

  Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging yang memuaskan (Lasley, 1978).

  Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak, umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya.

  Beberapa profil peternak yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan peternak yaitu:

  Semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003).

  Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2009).

  Soekartawi (2002), menyatakan bahwa para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya. Petani bersikap apatis terhadap adanya teknologi terbaru.

  Variabel umur tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong, karena disebabkan karena kriteria umur peternak tidak mendorong peternak dalam mengembangkan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Faktor umur biasaya lebih diidentikkan dengan produktivitas kerja dan jika seseorang masih tergolong usia produktif ada kecendrungan produktiitasnya juga tinggi (Siregar, 2009).

  2. Tingkat Pendidikan

  Menurut Wiryono (1997), menyatakan bahwa model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukan pendidikan formal yang acap kali mengasingkan pertanian dan realitas. Pendidikan petani yang dikembangkan adalah pendidikan yang memungkinkan tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang lain, pekerjaan dan dengan dirinya sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling memberi dan menerima, berbicara dan mendengarkan). Model pendidikan ini mempunyai ideal yang mengarah pada suatu sasaran agar petani mempunyai mentalitas yang baik yang disertai dengan penguasaan manajemen dasar serta memiliki keahlian dalam praktek bertani, yang akhirnya membawa petani untuk memperoleh produksi yang optimal. Produksi yang optimal tentu merupakan suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan.

  Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.

  Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).

  Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru.

  3. Pengalaman Beternak

  Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan peternakan di daerah tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

  Umumnya pengalaman berternak diperoleh dari orangtuanya secara turun- temurun. Dengan pengalaman beternak yang cukup lama memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik. Namun dilapangan tidak diperoleh pengaruh seperti yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan banyak peternak yang memiliki pengalaman yang memadai namun masih mengolah usulan tersebut dengan kebiasaan-kebiasaan lama yang sama dengan sewaktu mereka mengawali usahanya sampai sekarang (Siregar, 2009).

  Menurut Fauzia dan Tampubolon (1991), bahwa pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri megusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian.

  Semakin besarnya jumlah anggota petani atau peternak akan semakin besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha tani. Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin sempitnya dengan pertambahan anggota secara terus-menerus, sementara kebutuhan akan diproduksi termasuk pangan semakin bertambah (Daniel, 2002).

  Ada beberapa karakteristik sosial ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan peternak yaitu:

  1. Skala Usaha

  Pendapatan yang tinggi dapat diperoleh dengan skala usaha yang besar dan didukung oleh pengoperasian usaha yang efisien. Masalah yang berhubungan dengan minimalisasi biaya salah satunya adalah skala usaha ternak, dimana peternak harus memutuskan tentang besar dan volume usaha untuk ternaknya.

  Peternak perlu mempertimbangkan besar dan volume usaha untuk memperoleh skala usaha yang ekonomis (Noegroho et al,. 1991).

  Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usaha ternak sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh.

  2. Biaya Produksi (Pengeluaran)

  Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1998).

  Menurut Prawirokusumo (1990), ada beberapa biaya produksi diantaranya adalah biaya tetap dan biaya variabel. Yang termsuk biaya tetap dalam usaha peternakan antara lain: depresiasi, bunga modal, pajak, asuransi dan reprasi rutin. Sedangkan yang termsuk dalam biaya variabel adalah: biaya pakan, biaya kesehatan, pembelian ternak, upah tenaga kerja, obat-obatan, bahan bakar dan lain-lainnya.

  Widjaja (1999), menyatakan bahwa berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu.

  Usaha Peternakan Rakyat Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.

  Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit, permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang dinamik serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al., 1986).

  Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1988).

  Didalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan dan kadang-kadang usaha pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991).

  Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan.

  Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994).

  Pendapatan

  Gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit, pakan dan kandang, lamanya modal akan kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

  Analisis usaha ternak sapi pendekatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Hermanto (1996) menyatakan bahwa analisis usaha utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu: (1) cash flow (arus biaya dan penerimaan), (2) neraca (balance sheet), (3) pertelaan pendapatan (income statement).

  Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menetukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.

  Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).

  Beberapa faktor produksi yang perlu diperhatikan dan diperkiraan berpengaruh terhadap pendapatan dalam sapi jantan adalah jumlah pemilikan sapi, lama pemeliharaan, biaya pakan, biaya obat-obatan dan tenaga kerja. Identifikasi faktor-faktor produksi dengan pemeliharaan dan biaya pakan berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani peternak. Artinya, peningkatan lama pemeliharaan dan biaya pakan menyebabkan penurunan pendapatan. Dibidang peternakan, proyeksi produksi lebih banyak ditentukan oleh jumlah pemilikan ternak. Jumlah pemilikan sapi di peternak sulit ditingkatkan karena keterbatasan kemampuan modal yang dimiliki peternak. Perawatan sapi yang baik melalui peningkatan pelayanan obat-obatan dan waktu untuk merawat api juga berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan (Gunawan et al., 1998).

  Penerimaan

  Menurut Hadisapoetra (1973), untuk memperhitungkan biaya dan pendapatan dalam usahatani diperlukan beberapa pengertian. Pendapatan kotor atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan dan penaksiran kembali (Rp.).

  Penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga peroleh satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedagnkan harga adalah harga pada tingkat usahatani atau harga jual petani (Soeharjo dan Patong, 1973).

  Menurut Noegroho et al. (1991), menyatakan bahwa pendapatan usaha ternak menggambarkan imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal yang diinvestasikan kedalam usaha tersebut. Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kantor dan pengeluaran total tanpa memperhitungkan tenaga kerja keluarga petani, buna modal sendiri dan pinjaman. Analisis pendapatan dapat memberikan bantuan untuk mengukur keberhasilan usaha dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usahatani dalam satu tahun.

  Efesiensi Pemasaran

  Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara kegunaan pemasaran dengan biaya pemasaran. Beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasran yaitu keuntungan pemasaran, harga yang diterima konsumen dan kompetensi pasar (Daniel, 2002).

  Sistem pemasaran akan efisien apabila dapat memberikan suatu balas jasa yang seimbang kepada semua pelaku pemasaran yang terlibat yaitu peternak sebagai produsen, pedagang sebagai perantara dan konsumen akhir (Azzaino,1981). Efisiensi pemasaran didefinisikan sebagai optimasi dari nisbah antara output dengan input. Suatu perubahan yang dapat mengurangi biaya input dalam melakukan kegiatan pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen dari output, yang dapat berupa barang dan jasa, menunjukkan suatu perbaikan dari tingkat efisiensi pemasaran (Feed, 1972).

  Suatu usaha peternakan adalah proses produksi sehingga rendahnya tingkat pendapatan peternak mungkin disebabkan oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien. Ini merupakan ukuran dalam mencapai produksi tertentu dibandingkan dengan faktor produksi atau biaya minimum. Efisiensi merupakan ukuran dalam mencapai produksi yang didapat dari suatu kesatuan biaya, kemudian ratio input-output yang juga dapat dijadikan dasar dalam menentukan nilai efesiensi. Menurut Gray et al., (1996) dalam mengukur efisiensi usaha perlu diukur juga tingkat efesiensi pemasaran hasil baik dilakukan oleh petani atau oleh pihak lain. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa dalam memproduksi komoditas pertanian faktor pemasaran merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan.

  Menurut Downey dan Erikson (2002), bahwa suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu : 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil produsen sampai ke konsumen dengan biaya serendah-rendahnya. 2. Mampu mengadakan pembagian dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang.

Dokumen yang terkait

Eksplorasi dan Karakterisasi Mikroorganisme dari Biji Karet dan Manfaatnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)

0 2 8

KATA PENGANTAR - Eksplorasi dan Karakterisasi Mikroorganisme dari Biji Karet dan Manfaatnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)

0 0 10

Identifikasi Karakteristik Morfologis dan Hubungan Kekerabatan pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Beberapa Desa Kabupaten Simalungun

0 0 22

Identifikasi Karakteristik Morfologis dan Hubungan Kekerabatan pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Beberapa Desa Kabupaten Simalungun

0 0 14

KATA PENGANTAR - Identifikasi Karakteristik Morfologis dan Hubungan Kekerabatan pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Beberapa Desa Kabupaten Simalungun

0 0 9

Pengaruh Pemberian Pakan Jagung (Zea mays) Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

0 0 10

KATA PENGANTAR - Pengaruh Pemberian Pakan Jagung (Zea mays) Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

0 0 13

Analisis Usaha Itik Peking Pemanfaatkan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Pada Itik Peking Umur 1 sampai 8 Minggu

0 0 11

Analisis Usaha Itik Peking Pemanfaatkan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Pada Itik Peking Umur 1 sampai 8 Minggu

0 0 10

Analisis Usaha Ternak Sapi Potong terhadap Pendapatan dan Efisiensi Pemasaran Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat

0 1 16