BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris di Indonesia - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangu

BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB A. Tinjauan Umum Tentang Notaris

1. Sejarah Notaris di Indonesia

  Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga yang lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Vereenidge Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.Jan Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (Jakarta sekarang) antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para pedagang di Jakarta menganggap perlu diangkat Notaris yang disebut Notarium Publicum.

  Notaris di Indonesia dimulai dengan pengangkatan Melchior Kerchem sebagai notaris pertama di Indonesia pada 27 Agustus 1920. Kelchem merupakan seorang sekretaris College van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notarius

  Publicus. Keberadaan Kelchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga

  31 eropa dan timur asing dalam membuat dokumen legal di Ibukota.

  Sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai sekretaris College Van Schepenen (urusan perkapalan kota) di Jakarta. Tugas 31 Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, hal.27 Melchior Kerchem sebagai Notaris untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai dengan sumpah setia dan dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan

  32 akta yang dibuatnya.

  Pada tahun 1625 Jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris (College

  Van Schepenen), yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal

  16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan semua informasi yang diberikan

  33

  kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik kliennya. Tanggal 7 Maret 1822 (stb. No.11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in

  Nederlands Indie. Pasal 1 Instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan

  wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau memintanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar. Pengangkatan Melchior Kerchem disusul dengan pengangkatan notaris-notaris lainnya untuk mengakomodasi kebutuhan pembuatan dokumen legal yang dirasa makin penting, ditambah lagi

  34 dengan kesibukan kota Batavia saat itu.

  Tahun 1860 Pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris yang berlaku di Belanda. 32 33 G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15 34 Ira Koesoemawati, Op.Cit.,hal.27 Ibid.,hal.27

  Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie, kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in

  Nederlands Indie (Stbl.1860:3).

  Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih ada tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut undang-undang dasar ini. Sampai dibentuknya Peraturan Jabatan Notaris, akan tetapi Peraturan Jabatan Notaris tersebut juga telah diganti dengan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 yang merupakan unifikasi pengaturan Notaris di Indonesia.

  35 Perkataan Notaris berasal dari kata Notarius pada zaman romawi, yaitu yang

  diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis, ada juga pendapat mengatakan Notaris berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda yang menyatakan suatu perkataan, abad kelima sebutan Notarius itu diberikan kepada penulis pribadi raja, dan akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang akan melaksanakan pekerjaan administratif. Pejabat- pejabat yang dinamakan Notaris ini merupakan pejabat yang menjalankan tugas tidak melayani umum, yang melayani umum disebut Tabelliones. Fungsi mereka sudah agak mirip dengan Notaris zaman sekarang tetapi tidak mempunyai sifat jabatan negeri. 35 Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, PT. Raja

  Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal.13

  Ketentuan dalam Pasal

  1 Instructie Voor De Notarissen in

36 Indonesia,menyebutkan bahwa

  Notaris adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang- undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta- akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar.

  Pengertian Notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu : “Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang jabatan seorang notaris masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)

  37 adalah benar, ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam proses hukum.

  Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

  Di dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris pada Pasal 3 dinyatakan syarat untuk diangkat menjadi Notaris yaitu :

  1. Warga Negara Indonesia

  2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

  3. Berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun

  4. Sehat jasmani dan rohani 36 37 G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit.,hal.15 Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve,

  2000, hal.15

  5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua Kenotariatan

  6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulua strata dua kenotariatan; dan

  7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan Jabatan Notaris.

  2. Wewenang dan Larangan terhadap Notaris

  Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa

  38

  salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum , hal ini disebut kewenangan umum Notaris dengan batasan sepanjang:

  1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

  2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau wewenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. 38 Menurut Lubbers yang dikutip dalam buku, Hukum Notaris Indonesia bahwa Notaris tidak

  hanya mencatat saja (ke dalam bentuk akta), tapi juga mencatat dan menjaga, artinya mencatat saja tidak cukup, harus dipikirkan juga bahwa akta itu harus berguna dikemudian hari jika terjadi keadaan yang khas.

  3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

  Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam

  Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua) kesimpulan yaitu :

  1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

  2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan.

  Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :

  1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

  2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

  3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

  4. Melakukan pengesahan kecocokkan fotokopi dengan surat aslinya;

  5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta

  6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

  7. Membuat akta risalah lelang.

  Pasal 51 UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani. Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib disampaikan kepada para pihak.

  Notaris dalam melakukan tugas melaksanakan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang. Pasal 16 UUJN menegaskan kewajiban Notaris yaitu :

  1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :

  a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta.

  d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

  f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50(lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

  g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat kedudukan yang bersangkutan; l. Membacakan Akta dihadapan peghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. m. Menerima magang calon Notaris.

  2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali

3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah akta :

  a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;

  b. Penawaran pembayaran tunai;

  c. Proses terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

  d. Akta kuasa;

  e. Keterangan kepemilikan atau; f. Akta lainnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

  4. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua”.

  5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

  6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

  7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap halaman Minuta Akta di paraf oleh penghadap, saksi dan Notaris.

  8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.

  Pasal 17 ayat (1) UUJN mengatur tentang larangan Notaris yang bertujuan untuk menjamin kepentingan dan member kepastian hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasa notaris. Pasal 17 UUJN tersebut menegaskan bahwa Notaris yang memangku jabatan dan menjalankan jabatannya dilarang : a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya

  b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah c. Merangkap sebagai pegawai negeri

  d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara

  e. Merangkap jabatan sebagai advokat

  f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris

  h. Menjadi Notaris pengganti

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan atau yang dapat mempengaruhi dan martabat jabatan Notaris.

B. Notaris sebagai Pejabat Umum

  Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 UUJN. Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum dalam arti kewenangan yang ada pada notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, selama sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat- pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan notaris.

  Pejabat umum tidak hanya pada notaris saja, tetapi juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Lelang, tapi tidak setiap pejabat umum pasti notaris karena pejabat umum bisa juga PPAT atau Pejabat Lelang.

  Menurut Heryanto, seorang notaris dalam menjalankan profesinya sebagai notaris dan sebagai pejabat publik, setidak-tidaknya Notaris harus memerankan 4 (empat) fungsi, yakni :

1. Notaris sebagai pejabat yang membuatkan akta-akta bagi pihak yang dating kepadanya baik itu berupa akta partij maupun akta relaas.

  2. Notaris sebagai hakim dalam hal menentukan pembagian warisan.

  3. Notaris sebagai penyuluh hukum dengan memberikan keterangan – keterangan bagi pihak dalam hal pembuatan suatu akta.

  4. Notaris sebagai pengusaha yang dengan segala pelayanannya berusaha mempertahankan klien atau relasinya agar oprasionalisasi kantornya tetap

  39 berjalan.

  Pada hakekatnya notaris hanyalah “mengkontatir” atau “merekam” yang diinginkan atau dikehendaki oleh penghadap yang bersangkutan, dengan cara mencatat kemudian menyusunnya agar sesuai aturan hukum yang berlaku, dan kalau sudah selesai dengan kehendak penghadap maka penghadap diminta untuk membubuhkan tanda tangannya serta menulis nama terangnya secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, notaris tidak berada di dalamnya. Notaris adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum adalah pihak-pihak yaitu mereka yang membuat serta terikat dalam dan oleh isi perjanjian.

  Menurut Wawan Setawan yang dimaksud dengan kewenangan Notaris membuat akta otentik ialah :

  1. Bahwa kewenangan Notaris membuat akta otentik itu hanya apabila hal itu diminta atau dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik dengan kata lain akta tersebut adalah bukti

39 A.R Putri Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan yang

  Berimplikasi Perbuatan Pidana), Notaris PT.Sofmedia, Jakarta, 2011 adanya perbuatan hukum para pihak bukan notaris yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan.

  2. Bahwa kewenangan notaris membuat akta otentik ditentukan dan sangat tergantung dari adanya kemauan atau kehendak pihak-pihak yang akan melakukan perbuatan hukum tersebut, tanpa adanya pihak-pihak yang berkepentingan melakukan perbuatan hukum tidak mungkin notaris dapat mewujudkannya dalam suatu akta otentik.

  3. Notaris tidak mungkin membuat akta otentik atas kemauannya sendiri tanpa adanya pihak-pihak yang bersangkutan, juga tidak berwenang mengambil keputusan sendiri untuk menyatakan membuat atau membatalkan sendiri akta yang bersangkutan.

4. Notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang hukum publik, wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta di bidang hukum perdata.

  Notaris dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan tugasnya harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan senantiasa menghayati dan mengingat sumpah jabatannya. Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum harus memiliki kemampuan professional dalam menjalankan tugasnya.

  G.H.S Lumban Tobing mengatakan bahwa Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris tidak memberikan uraian lengkap mengenai tugas dan pekerjaan Notaris, oleh karena itu selain untuk membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan dan mensyahkan surat-surat/akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak- pihak yang bersangkutan.

C. Kode Etik Jabatan Notaris

  Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan seorang Notaris maka akan berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam hal menjalankan jabatannya seorang Notaris tidak cukup hanya memiliki keahlian hukum tetapi juga harus dilandasi tanggung jawab dan penghayatan terhadap keluhuran martabat dan etika.

  Menurut etimologi, kata etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti memiliki watak kesusilaan atau beradab. Etika adalah refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia dari sudut baik dan buruk.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1998, Etika diberikan tiga arti yang cukup lengkap yaitu :

  a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)

b) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

  c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh satu golongan atau masyarakat umum

  Berdasarkan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dirumuskan pengertian etika yaitu :

  1. Nilai- nilai dan norma-norma moral yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya.

  2. Etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral

  3. Etika bias pula dipahami sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus memenuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Notaris harus memiliki tanggung jawab dan etika profesi dalam menjalankan jabatannya. Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan professional.

  Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pelayan masyarakat, seorang professional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi. Adanya kode etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan professional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta beragumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral

  Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sesorang

  40 sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi .

  Adapun yang menjadi fungsi kode etik profesi adalah : 40

  

http://youn13.blogspot.com/2006/03/etika-profesi-dan-tanggung-jawab.html diakses tanggal 3 juli 2011 Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui sautu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

41 Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas

  profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).

42 Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi

  tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

  43 Dalam kode etik notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang

  harus dipegang oleh notaris,

  44

  diantaranya adalah :

1. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada :

  a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik. 41 Ibid 42 Ibid 43 Ibid 44 Putri A.R, Op.Cit.,hal.33 b. Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional terutama sekali dalam bidang hukum c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris baik didalam maupun di luar tugas jabatannya,

  2. Dalam menjalankan tugas, notaris harus :

  a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dengan penuh rasa tanggung jawab, b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.

  3. Hubungan Notaris dengan klien harus berlandaskan :

  a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya,

c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada naggota masyarakat yang kurang mampu.

4. Notaris dan sesame rekan notaris haruslah:

  Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan a. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesame b.

c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.

  Mengenai perilaku sebagai Notaris, Ismail Shaleh menyatakan ada empat hal

  45

  pokok yang harus diperhatikan yakni :

  1. Mempunyai integritas moral yang mantap Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya, walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.

  2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri.

  Notaris harus jujur, tidak saja pada kliennya, juga pada dirinya sendir. Notaris harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya atau agar klien tetap mau menggunakan jasanya.

  3. Sadar akan batas-batas kewenangannya Notaris harus sadar akan batas-batas kewenangannya. Notaris harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan.

  4. Tidak semata-mata berdasarkan uang Notaris harus tetap berpegang teguh pada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum tetapi mengabaikan rasa keadilan.

  Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku serta wajib ditaati oleh setiap jabatan sebagai notaris, termasuk didalamnya oleh Pejabat Sementara Notaris, Notaris 45 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

  2006, hal.51

  Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode etik notaris dengan tegas dan jelas

  46 menjabarkan sikap mental yang harus dimiliki seorang notaris.

  Kode etik notaris telah diatur dan ditetapkan secara hukum melalui UUJN. Sebagai profesi hukum, notaris harus professional dalam melayani masyarakat yang

  47

  membutuhkan jasanya. Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan baik oleh Negara melalui peraturan perundang-undangan maupun oleh masyarakat yang membutuhkan jasanya, harus berpegang teguh tidak hanya pada undang-undang tetapi juga pada kode etik profesinya.

  Dalam Pasal 1 Kode Etik Notaris yang disyahkan di Jakarta pada tanggal 28

  48 Januari 2005 tentang kepribadian dan martabat notaris, disebutkan bahwa :

1. Dalam melaksanakan tugasnya Notaris diwajibkan :

  a. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas Negara serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan.

  b. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara

  2. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, notaris dengan kepribadian yang baik diwajibkan untuk menjunjung tinggi martabat jabatan notaris dan sehubungan dengan itu tidak dibenarkan melakukan hal-hal dan atau tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan martabat dan kehormatan Jabatan Notaris.

  Adanya hubungan antara kode etik dan undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat 46 47 Ira Koessoemawati dan Yunirman Rijan, Op.Cit.,hal.51 48 Ibid, hal.52 Kode Etik Notaris, Pasal 1

  umum, selain harus taat kepada undang-undang harus juga taat kepada kode etik profesi serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakat dan Negara.

  49 Dalam melaksanakan tugas jabatannya notaris didasarkan asas-asas sebagai

  berikut :

  1. Asas Kepastian Hukum Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar manusia, yaitu mencapai prediktabilitas dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak yang terkuat yang berlaku. Kepastian hukum harus menjadi nilai bagi setiap pihak dalam sendi kehidupan, di luar Negara itu sendiri dalam penerapan hukum legislasi maupun yudikasi. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normative kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku tentunya yang akan memberikan kepastian kepada para pihak bahwa akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sehingga jika terjadi permasalahan akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.

  2. Asas Persamaan Persamaan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, dimana pada situasi sama harus diperlakukan dengan sama dan dengan perdebatan, dimana pada situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula. Notaris dalam 49 Putri A.R.Op.Cit.,hal.22 memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaan sosial-ekonomi atau alasan lainnya. Bahkan Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu, yang mana hal ini diatur dalam Pasal 37 UUJN.

  Hanya alasan hukum yang boleh dijadikan dasar bahwa notaris tidak dapat memberikan jasanya kepada yang menghadap notaris.

  Menurut Habib Adjie, ada beberapa hal yang menjadi alasan notaris menolak

  50

  memberikan jasanya untuk membuat akta :

  a. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya jadi berhalangan karena fisik

b. Apabila notaris tidak ada karena cuti, jadi karena sebab yang sah

  c. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang lain d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta tidak diserahkan kepada notaris e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar bea materai yang diwajibkan

50 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004,

  Tentang Jabatan Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal.87 g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau malakukan perbuatan melanggar hukum h. Apabila pihak-pihak yang menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa yang tidak dikuasainya dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dan wajib mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak. Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangan keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk akta notaris.

3. Asas Kepercayaan

  Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan notaris sebagai orang yang dapat dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan, wajib untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya. Antara Jabatan Notaris dan Pejabatnya (yang menjalankan tugas Jabatan Notaris) harus sejalan bagaikan dua sisi mata uang

  51 yang tidak dapat dipisahkan.

  4. Asas Kehati-hatian Asas kehati-hatian ini merupakan penerapan dari Pasal 16 ayat (1) hurf a, antara lain dalam menjalankan tugas jabatannya notaris wajib bertindak seksama.

  Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan

  52

  dalam bentuk akta atau tidak. Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak. Keputusan tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak.

  5. Asas Profesionalitas Asas ini merupakan suatu persyaratan yang diperlukan untuk menjabat suatu pekerjaan (profesi) tertentu, yang dalam pelaksanaannya memerlukan ilmu pengetahuan, keterampilan, wawasan dan sikap yang mendukung sehingga pekerjaan profesi tersebut dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang

  53

  direncanakan. Profesionalisme dalam profesi notaris mengutamakan keahlian (keilmuan) seorang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. Tindakan profesionalitas notaris dalam menjalankan tugas jabatannya diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta 51 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,

  Bandung, Refika Aditama, 2008, hal.83 52 53 Putri A.R, Op.Cit.,hal.29 Ibid.,hal.30 yang dibuat dihadapan atau oleh notaris. Tindakan profesionalitas notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka tentunya seorang notaris tidak boleh menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya berdasarkan UUJN. Penyalahgunaan wewenang dalam hal ini mempunyai pengertian yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh notaris diluar dari tindakan diluar dari wewenang yang telah ditentukan. Jika notaris membuat suatu tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan maka tindakan notaris dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang. Jika tindakan seperti itu merugikan para pihak, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi sebagai suatu tindakan hukum yang merugikan para pihak. Para pihak yang menderita kerugian dapat menuntut penggantian,

  54 biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris.

D. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB

1. Kasus Posisi Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.

  55 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn bahwa ketika LK salah seorang pemegang saham PT.

  Sumatera Match Factory datang ke Kantor Notaris MG, dimana LK selaku pemegang 54 55 Ibid.,hal. 31 Bahwa dalam perkara ini Notaris tersebut dapat diduga telah melakukan kesewenangan-

  wenangan, kelalaian karena seharusnya Notaris tersebut selaku orang yang dipercaya oleh kliennya untuk menyetorkan pembayaran pajak-pajak yang telah dipercayakan pengurusannya terhadap Notaris tersebut akan tetapi yang terjadi notaries tersebut telah sewenang-wenang dengan tidak menyetorkannya akan tetapi memfiktifkan setoran pajak tersebut. saham PT. Sumatera Match Factory yang rencananya akan menjual sebidang tanah berikut bangunan dengan sertifikat HGB No.120/TG.Mulia.

  Kemudian Notaris MG menjelaskan kepada LK agar diselenggarakan dulu RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan, dan di dalam RUPS tersebut agar diputuskan untuk menjual asset berupa tanah dan bangunan sesuai sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia.

  Setelah RUPS selesai diselenggarakan, maka LK yang mewakili pihak penjual, mempertemukan Notaris MG dengan saksi korban CS dan HK yang merupakan calon pembeli. Setelah bertemu maka pihak penjual dan pihak pembeli sepakat dengan harga tanah dan bangunan yang akan dibeli sebesar Rp.

  1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Setelah jual beli terjadi, akta jual beli belum dibuat karena masih menunggu peninjauan objek tanah, sehingga pihak penjual dan pihak pembeli meminta MG untuk pengurus proses jual beli /peralihan dan mengurus pembayaran mengenai biaya-biaya pajak BPHTB dan PPH. Atas permintaan tersebut, MG mengatakan bahwa biaya pengurusan sebesar Rp. 660.000.000,-(enam ratus enam puluh juta rupiah) dengan perincian pembayaran pajak sebesar Rp.

  660.000.000,-(enam ratus juta rupiah) dan jasa bagi MG sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).

  Kemudian pada hari itu juga yaitu tanggal 25 April 2002, saksi korban CS dan HK menitipkan 1 (satu) lembar cek No.C114577dari Bank X dengan nominal sebesar Rp. 660.000.000,-(enam ratus enam puluh juta rupiah) sesuai dengan permintaan MG. Setelah cek tersebut diterima oleh MG, kemudian keesokkan harinya pada tanggal 26 April 2002, MG segera mencairkan cek tersebut ke Bank X Medan.

  Setelah cek tersebut cair, MG tidak segera mengurus proses peralihan dan balik nama sertifikat HGB No.120/TG.Mulia dan MG tidak membayarkan pajak- pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, akan tetapi MG menyuruh anak buahnya MS (berkas perkara terpisah) untuk mengurus penerbitan SPPT PBB Th.2002 dan mengurus peralihan dan balik nama sertifikat HGB No.120/TG.Mulia kepada FH (berkas perkara terpisah) dengan mengecilkan/menurunkan nilai BPHTB dan PPH. Biaya pengurusan yang diminta oleh FH adalah Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah), namun sebelum MG memutuskan untuk mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya kepada FH, datanglah SA (berkas perkara terpisah) dan mengatakan bahwa ia dapat mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya dengan biaya keseluruhan Rp. 300.000.000,-(tiga ratus juta rupiah), karena menurut MG pengurusan melalui SA lebih murah, maka MG memutuskan untuk mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia tersebut kepada SA dan akhirnya MG menyerahkan uang yang telah dicairkannya dari Bank X kepada MS sebanyak Rp.100.000.000,-(seratus juta rupiah) untuk kemudian diserahkan kepada FH sebagai uang tutup mulut dan untuk penerbitan SPPT PBB Th.2002.

  Setelah pengurusan diserahkan kepada SA, maka MG menugaskan MS untuk mengetik Akta Jual Beli dengan PPAT atas nama MA, SH dengan dilampirkan foto kopi SPPT PBB Th.2002 senilai Rp.12.636.144.000,- (dua belas milyar enam ratus tiga puluh enam juta seratus empat puluh ribu rupiah) yang MG peroleh dari FH atas nama saksi korban CS dan HK, Surat Setoran BPHTB dengan nilai Rp. 600.307.200 (enam ratus juta tiga ratus tujuh ribu dua ratus rupiah) dan SSP Final atas nama N.V Sumatera Match Factory sebesar Rp. 601.807.200,-(enam ratus satu juta delapan ratus tujuh ribu dua ratus rupiah).

  Setelah akta Jual Beli dan lampiran-lampirannya siap, maka MG memanggil para pihak yaitu : saksi korban CS dan HK sebagai pihak pembeli PA, LK sebagai pihak penjual dengan saksi-saksi RS dan MS untuk masing-masing menandatangani

  56 Akta Jual Beli (pada saat ditandatangani belum bernomor dan bertanggal) , namun

  karena MG belum menjabat sebagai PPAT, maka Akte Jual Beli tersebut ditandatangani oleh Notaris/PPAT MA,SH dengan biaya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), dimana biaya tersebut MG serahkan kepada MS untuk selanjutnya diberikan kepada Notaris/PPAT MA,SH.

  Setelah Akte Jual Beli tersebut ditandatangani oleh seluruh pihak, maka MG menyiapkan Akte Jual Beli tersebut dengan dilampirkan sertifikat HGB No.

56 Sebelum akta ditandatangani seharusnya akta tersebut telah dicantumkan nomor serta

  tanggal akta tersebut dibuat, sedangkan dalam kasus ini akta tersebut ditandatangani oleh pembeli, penjual dan saksi sebelum akta tersebut diberi nomor dan tanggal. Maka Notaris tersebut dalam hal ini telah melakukan pelanggaran.

  57

  120/TG.Mulia asli kepada Notaris/PPAT MA,SH , maka SA mengambil kembali Akte Jual Beli tersebut beserta lampiran-lampirannya untuk dimasukkan ke BPN Kota Medan dengan terlebih dahulu SA membuat / mengisi sendiri dengan mesin tik

  58

  listrik Surat Setoran BPHTB Fiktif atas nama saksi korban CS dan HK dengan nilai Rp. 159.831.500,-(seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah), SSP Final fiktif dengan nilai Rp. 161.331.500,-(seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) dan SSPPT PBB Th.2002 fiktif senilai Rp.3.226.630.000,-(tia milyar dua ratus dua puluh juta enam ratus tiga puluh ribu rupiah).

  Setelah berkas-berkas tersebut siap, maka SA memasukkan berkas tersebut ke BPN Kota Medan dengan menyerahkan pengurusannya kepada saksi HL. Keudian HL meminta biaya pengurusan peralihan dan balik nama sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dan menjanjikan proses peralihan dan balik namanya akan siap dalam waktu 2 hari. Keesokkan harinya SA meminta biaya pengurusannya untuk HL kepada MG sebanyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah) dan setelah proses peralihan dan balik nama sertifikat HGB No. 120/TG.Mulia selesai, maka SA mengambil sertifikat asli tersebut dari BPN kemudian diserahkannya kepada MG dan 57 Bahwa di dalam UU BPHTB dikatakan PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta

  pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Dalam UU BPHTB tersebut tidak mengatur secara jelas tentang kewajiban PPAT dalam melihat pembayaran BPHTB tersebut. 58 Tindakan Notaris dalam hal ini dapat diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah membuat surat setoran pajak fiktif dimana seharusnya berdasarkan Pasal 16 ayat 1 (a)

  UUJN notaries harus bertindak jujur, seksama, mandiri tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. oleh MG, sertifikat HGB No.120/TG.Mulia asli yang telah beralih nama itu langsung diserahkan kepada saksi korban HK akan tetapi bukti-bukti pembayaran dari pajak- pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, tidak MG serahkan kepada saksi korban, akan tetapi hanya diperlihatkan saja dihadapan saksi korban dengan tujuan untuk mengelabui saksi korban seakan-akan pajak sebenarnya tinggi dan dapat diusahakan oleh MG menjadi rendah.

  Selanjutnya pada tanggal 29 Mei 2003 saksi korban CS dan HK telah menerima surat dari BPN Kota Medan Nomor 600.736/05.PKM/2003 yang isinya adalah bukti setoran pajak BPHTB sejumlah Rp. 159.831.500,-(seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) SSP Final senilai Rp. 161.331.500,-(seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) atas nama saksi korban CS dan HK yang diajukan sebagai syarat peralihan/ balik nama sertifikat No. 120/TG.Mulia adalah palsu, sehingga saksi korban langsung mengecek ke kantor BPN dan langsung membayar kembali pajak- pajak yang terhutang, dan setelah lunas, maka saksi korban CS dan HK menjumpa MG untuk meminta kembali uang yang telah diterima oleh MG dari saksi korban, akan tetapi MG terus menghindar dan mengelak dari tanggung jawab, sedangkan uang yang diterima dari saksi korban telah habis dipergunakan oleh MG, sehingga akibat perbuatan MG tersebut, saksi korban menderita kerugian sebesar Rp.

  660.000.000,- (enam ratus enam puluh juta rupiah).

2. Tanggung Jawab Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB

  Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

  Tanggung jawab dapat diartikan juga dengan bertindak tepat tanpa perlu peringatan. Sedangkan bertanggung jawab merupakan sikap tidak tergantung dan

  59

  kepekaan terhadap perasaan orang lain. Jadi bertanggung jawab di sini adalah kesadaran yang ada dalam diri seseorang bahwa setiap tindakannya akan mempunyai pengaruh bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Karena menyadari bahwa tindakannya itu berpengaruh terhadap orang lain maupun bagi dirinya sendiri maka ia akan berusaha agar tindakan – tindakannya hanya member pengaruh positif terhadap orang lain dari diri sendiri dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain ataupun diri sendiri.

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

9 111 123

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

6 96 116

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

4 50 123

Analisis Yuridis Atas Akta Notaris Terkait Dengan Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Dengan Cicilan

1 60 117

Analisis Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Dalam Hubungannya Dengan Penegakan Kode Etik Notaris

5 115 137

Batas Umur Kecakapan Melakukan Perbuatan Hukum dalam Praktek Notaris di Kota Medan

0 24 45

Fungsi Notaris dalam: pembuatan akta (Kajian Terhadap Pembuatan Akta Perubahan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat Dalam Wilayah Kerja Notaris Rota Medan)

0 31 157

Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

3 78 167

EPT Larangan Penerimaan Titipan Sertifikat Hak Atas Tanah oleh Notaris danKaitannya dengan Kode Etik Notaris

0 0 12

BAB II PEMBUATAN KOMPARISI AKTA OTENTIK A. Tinjauan Umum Akta Otentik 1. Pengertian Akta dan Akta Otentik - Analisis Yuridis Komparisi Penghadap Dalam Akta Notaris Berdasarkan Putusan No. 51 Pk/Tun/2013

0 6 30