ANALISA PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS PENGGANTI
ANALISA PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS PENGGANTI
Haeratun 1
Fakultas Hukum Universitas Mataram ABSTRAK
Hukum kewarisan Islam dan perkembangannya, mengenai ahli waris pengganti yang bertujuan untuk mencari rasa keadilan bagi ahli waris. Pada dasarnya ahli waris pengganti menjadi ahli waris karena orang tuanya yang berhak mewaris meninggal lebih dahulu dari pada pewaris. Adapun konsep ahli waris pengganti menurut Pasal 185 KHI tersebut berlaku bagi semua keturunan ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris dan bagian ahli waris pengganti tidak melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Disamping itu, karena kedudukan ahli waris pengganti tidak dijelaskan didalam nash, akan tetapi kandungan maslahahnya sejalan dengan tujuan syara’ yaitu mewujudkan rasa keadilan bagi ahli waris. Sebab, kedudukan ahli waris pengganti bukanlah suatu hal yang bertentangan dengan maqashid al- syari’ah, kemaslahatan tersebut rasional karena hasil dari sebuah ijtihad dan pertimbangan keadilan atas harta warisan bagi ahli waris.
Kata Kunci : Waris Pengganti, Kompilasi Hukum Islam, Maqashid Al- Syari’ah
ABSTRACT
In the development of Islamic inheritance law. There is amatter concerning substitute heirs having the purpose of searching for justice for the theirs. Basically, the substitute heirs become heirs because the parents having the inheritance rights have passed away before the inheritors. The concept of substitute heirs under section 185 Compilation of Islamic Law that applies to all descendants of the heir who died first of the heirs and the heirs of the successor does not exceed an equal heir with being replaced. Beside that also, because the position of substitute heirs are not described in the Holy Koran it directly, but the content maslahah line with the objectives of Islamic Law that is to realize a sense of justice for the heirs. Because, the position of substitute heirsis not something contrary to maqashid al- Shari’ah, the benefit rational because the result of an ijtihad and considerations of justice upon the inheritance for heirs.
Keywords: Heirs Substitute, Compilation of Islamic Law, Maqashid al- Shari’ah
Pokok Muatan
ANALISA PASAL 185 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS PENGGANTI ............................................................................. 229
A. PENDAHULUAN........................................................................................................... 230
B. PEMBAHASAN ............................................................................................................. 233
C. SIMPULAN .................................................................................................................... 246 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 247
1 Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram [Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[ Jurnal Hukum
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA ]
A. PENDAHULUAN
Hanya saja furudh al-muqaddarah itu terjadi jika ia berdiri secara independen
Seluruh hukum yang ditetapkan atau hanya bergabung dengan satu furudh Allah SWT untuk para hambaNya, baik lain. Umpamanya anak perempuan tunggal dalam bentuk perintah maupun larangan- akan mendapat setengah; atau ibu dengan nya mengandung maslahah. Tidak ada keberadaan anak akan hukum syara’ yang tidak mengandung mendapatkan
seperenam; suami akan menerima maslahah. Seluruh perintah Allah kepada seperempat dengan kehendak anak manusia untuk melakukannya adalah sipewaris; atau masing-masing ayah dan mengandung manfaat dirinya, baik secara ibu akan menerima seperenam dengan langsung maupun tidak, begitu pula keberadaan anak sipewaris. 2 sebaliknya semua larangan Allah untuk
dijauhi manusia terkandung kemaslahatan, Namun, ada beberapa orang yang yaitu terhindarnya manusia dari kebinasaan
disebutkan kedudukannya sebagai ahli atau kerusakan.
waris tetapi tidak ditentukan bagiannya dalam Al- Qur’an, yaitu:ayah (bila pewaris
Semua ulama sependapat tentang tidak meninggalkan anak); anak laki-laki
adanya kemaslahatan dalam hukum yang dan saudara laki-laki. Demikian juga ditetapkan Allah. Oleh karena itu maslahah dengan kewarisan cucu, yang tidak secara menjadi ukuran bagi mujtahid yang rinci dijelaskan Al- Qur’an. Ketiadaan berijtihad untuk menetapkan hukum atas petunjuk tersebut membuka peluang bagi suatu masalah yang tidak ditemukan para mujtahid untuk berijtihad.
hukumnya baik dalam Al- Qur’an, As- Sunnah maupun Ijmak. Dalam hal ini
Apabila ayat-ayat Al- Qur’an dalam mujtahid menunakan metode maslahah
bidang kewarisan dikaji, maka akan dalam menggali dan menetapkan hukum.
kelihatan bahwa kedudukan cucu, kemena- Pengertian hukum sendiri menurut ulama
kan, kakek, serta ahli waris yang ushul fiqih ialah apa yang dikehendaki
derajatnya lebih jauh lagi tidak dirinci oleh Syar’I (pembuat hukum. Syar’I disini
bagian-bagian warisannya. Dalam Al- adalah Allah, sementara kehendak Syar’I
Qur’an, ahli waris yang bagian-bagian itu dapat ditemukan dalam Al- Qur’an dan
warisannya dirinci dengan jelas ialah anak, As-Sunnah. Usaha pemahaman, penggalian
orang tua (bapak dan ibu), saudara, janda dan perumusan hukum dari kedua sumber
dan duda. Karena Al- Qur’an dan As- tersebut di kalangan ulama disebut
Sunnah tidak menegaskan bagian cucu, istinbath . Jadi istinbath adalah usaha dan
kemenakan, kakek serta ahli waris yang cara mengeluarkan hukum dari sumber-
derajatnya lebih jauh lagi, maka persoalan nya. 1
itu dipecahkan melalui ijtihad. Salah satu contoh ijtihad untuk menentukan bagian
Hukum kewarisan Islam didasarkan cucu adalah ijtihad yang dilakukan Zaid kepada ayat-ayat Al- Qur’an bersifat qath’I bin Tsabit yang artinya: (absolut) baik tsubut (keberadaannya)
maupun dalalahnya (penunjukan hukum) “Cucu, laki-laki dan perempuan, adalah mengenai furudh al-muqaddarah
dari anak laki-laki (melalui anak laki-laki) (bagian yang telah ditetapkan) yang tidak
sederajat dengan anak jika tidak ada anak memerlukan interpretasi lebih lanjut.
laki-laki yang masih hidup. Cucu laki-laki seperti anak laki-laki, cucu perempuan
As-Shabuni,Muhammad Ali, al- Mawarits fi Syari’atil
Islamiah , Saudi Arabia, al-Jamiah Makkah al-Mukarramah, 2 As-Shiddiqie,T.M Hasby, Fiqhul Mawarits, Jakarta, 1979
Bulan Bintang, 1973
230 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U Jurnal Hukum M ATARAM ]
NIVERSITAS
JATISWARA ]
seperti anak perempuan, mereka mewaris waris ketika bersama dengan anak laki- dan menghijab seperti anak, dan tidak
laki, yang menurut fiqih kewarisan sunni, mewaris cucu bersama-sama dengan anak
cucu dalam keadaan demikian terhijab
3 laki- laki”. hirman atau terdinding total oleh anak laki- laki, sehingga tidak mendapatkan hak
Menurut Hazairin riwayat tersebut bagian warisan sama sekali. Maka untuk bukan sunnah rasul, hanya ajaran Zaid, menemukan hukum mengenai kedudukan yang tidak dapat diterima seluruhnya dan hak bagian warisan cucu dari harta sebagai suatu kebenaran, sebab ber- pe ninggalan kakek atau neneknya. Ulama’ tentangan dengan Al- Qur’an surah an-Nisa Indonesia telah melakukan ijtihad kolektif ayat 33 yang menjadi dasar hukum waris yang hasilnya menempatkan cucu sebagai pengganti, juga bertentangan dengan ahli pengganti yang menggantikan prinsip Al- Qur’an mengenai keutamaan kedudukan ayahnya yang telah meninggal antara garis lurus kebawah, garis lurus dunia lebih dahulu daripada pewaris keatas dan garis kesamping. (kakek atau neneknya), dan ketentuan
Dari riwayat tersebut, dapat diambil hukum yang demikian itu dimuat dalam pengertian bahwa hanya cucu laki-laki dan
Kompilasi Hukum Islam, Buku II Tentang perempuan keturunan laki-laki saja yang
Hukum Kewarisan, yaitu dalam Pasal 185 mendapat harta warisan, itupun dengan
KHI.
syarat tidak ada anak pewaris laki-laki Mesir memandang cucu terhijab
yang masih hidup. Sedangkan cucu laki- hirman oleh anak laki-laki, lalu dicari jalan laki dan perempuan keturunan perempuan keluarnya dengan cara diberi bagian dari tidak dijelaskan bagiannya. Langkah
tersebut merupakan terobosan yang alui “wasiat wajibah”, sedangkan
tirkah mel
Pakistan sebagaimana tertuang dalam dilakukan ole Zaid Ibn Tsabit untuk
Undang-Undang tahun 1961 memberi menyelesaikan persoalan kewarisan cucu porsi kepada cucu dengan jalan penggntian dengan jalan berijtihad dalam rangka
tempat yakni menempatkan cucu kalau mencari kemaslahatan bagi para ahli waris
bersama dengan anak laki-laki dapat yang ditinggalkan.
menggantikan kedudukan orang tuanya Pada saat itu, memang ijtihad Zaid
yang meninggal lebih dahulu daripada Ibn Tsabit mendapat pembenaran, sebab
pewaris.
sejalan dengan alam pikiran masyarakat
dalam memecahkan Arab ketika ijtihad tersebut dilakukan.
4 Ternyata
masalah cucu ini, Indonesia tidak Akan tetapi penonjolan kedudukan laki-
mengikuti jejak Mesir dengan jalan laki maupun keturunan lewat garis laki-laki
memberi hak bagian kepada cucu dari mencerminkan ijtihad tersebut lebih harta peninggalan/warisan melalui wasiat mengarah kepada pola pemikiran masya-
wajibah, tetapi mengikuti Pakistan dengan rakat patrilineal yang tidak menyinggung
metode penggantian tempat, sebagaimana sama sekali kepada kedudukan cucu
dituangkan dalam Pasal 185 KHI. perempuan melalui garis keturunan
3 Sekiranya dalam masalah pemberian perempuan. bagian warisan terhadap cucu ini, KHI
Berdasarkan pendapat mayoritas mengikuti jejak mesir dengan jalan ulama’ ahli faraidh terkait dengan usaha
memberi hak bagian dari harta peninggalan untuk membela nasib cucu sebagai ahli
melalui
wajibah, maka penyelesaiannya menjadi mudah,karena
wasiat
3 Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam, Pengantar Ilmu
sudah terlepas dari aturan dan ketentuan-
Hukum dan Tata Hukum Islam Di Indonesia , Jakarta, Raja
ketentuan hukum kewarisan Islamyang
Grafindo Persada,1999 [Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[ Jurnal Hukum
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA ]
berlaku, sehingga disana tidak menghadapi 185 Kompilasi Hukum Islam ahli waris persoalan-persoalan yang kemungkinan
pengganti mempunyai kedudukan sebagai berbenturan dengan aturan dan ketentuan-
ahli waris dengan syarat orang yang ketentuan dalam hukum kewarisan Islam
digantikannya telah meninggal lebih dimaksud.
dahulu daripada pewaris, serta bagian yang diterima tidak melebihi dari apa yang
Di Indonesia problem cucu dalam diterima sederajat dengan yang diganti. mendapatkan harta warisan dari kakeknya
dicari jalan keluarnya dengan cara Konsep penggantian diatas, pada membentuk konsep ahli waris pengganti.
menjadi problem Pembentukan konsep ahli waris pengganti
dasarnya
telah
dimasyarakat karena belum adanya tersebut diprakarsai oleh para cendikiawan
kejelasan Pasal 185 Kompilasi Hukum dan ulama-ulama dengan memformulasi-
Islam (KHI) tentang makna ahli waris kannya ke dalam Kompilasi Hukum Islam.
pengganti, sehingga muncul perbedaan Ketentuan konsep ahli waris pengganti
penafsiran di masyarakat maupun para dimaksudkan
hakim Pengadilan Agama yang berwenang masalah dan menghindari sengketa. Dalam
untuk
menyelesaikan
mengadili perkara tersebut. hal ini, munculnya konsep ahli waris
Sebagaimana ketetapan fatwa waris pengganti
Jakarta Utara pemikiran bahwa harta benda dalam
Pengadilan
Agama
No.59/C/1980 bahwa, cucu laki-laki dan keluarga sejak semula memang disediakan
cucu perempuan dari anak perempuan sebagai dasar material keluarga dan
tidak mewarisi harta peninggalan dari turunannya. kakeknya karena keduanya termasuk
Oleh sebab itu formulasi konsep ahli dzawil arham (melalui wanita, berlainan waris pengganti yang menempatkan cucu
klen dengan pewaris). Harta peninggalan sebagai ahli waris sesungguhnya sesuai
tersebut harus diserahkan kepada baitul dengan prinsip hukum kewarisan Islam
mal atau kas Negara. Fatwa tersebut tentu yaitu untuk memberikan rasa keadilan
saja tidak memenuhi rasa keadilan, kepada semua ahli waris dalam menerima
mengapa harus dibedakan cucu laki-laki harta warisan sesuai dengan ketentuan
dan cucu perempuan antara yang melalui nash. Konsep ahli waris pengganti dalam
penghubung laki-laki dan yang melalui Kompilasi Hukum islam tersebut ter- 4 penghubung perempuan.
cantum dalam Pasal 185 yang lengkapnya Ketidakjelasan pasal tersebut berbunyi:
terletak pada kata ”ahli waris” tersebut Ayat (1):
siapa yang dimaksud, apakah yang “Ahli waris yang meninggal lebih mendapat warisan itu cucu laki-laki atau cucu perempuan dari garis keturunan laki-
dahulu daripada si pewaris, maka laki saja, ataukah cucu laki-laki atau cucu kedudukannya dapat digantikan oleh perempuan dari garis keturunan perempuan anaknya, kecuali mereka yang juga mendapat warisan. Selanjutnya dalam tersebut dalam Pasal 173”. pasal tersebut juga tidak menjelaskan
Ayat (2): berapa bagian masing-masing harta “Bagian ahli waris pengganti tidak
warisan yang didapatkan ahli waris boleh melebihi dari bagian ahli waris
pengganti, Kompilasi Hukum Islam hanya yang sederajat d engan yang diganti”.
Dari keterangan tersebut, dapat
Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam,
diambil pengertian bahwa menurut Pasal Jakarta, Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1996
232 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U Jurnal Hukum M ATARAM ]
NIVERSITAS
JATISWARA ]
menjelaskan batasan bagian ahli waris melebihi’, Yang secara tidak langsung pengganti tidak boleh melebihi dari bagian
telah member batasan bagian yang ahli waris yang sederajat dengan yang
diterima.
diganti. Oleh karena itu, Kompilasi Hukum Walaupun demikian, dalam pem-
Islam memasukkan persoalan waris baharuan yang terjadi dibeberapa Negara pengganti dalam Pasal 185 ini ”termasuk muslim lainnya seperti Mesir, Tunisi dan
kedalam asas keadilan berimbang. Pakistan, dalam konteks ini sang cucu bisa
Diskursus mengenai konsep peng- berlaku menghabiskan seluruh warisan gantian dikembangkan secara luas di
ayahnya yang beralih kepadanya karena Indonesia pada tahun 60-an oleh
sang ayah sudah meninggal dunia terlebih Prof.Dr.Hazairin atas penafsiran ulang ayat
dahulu.
kewarisan. Dalam pandangannya asas Seiring dengan perkembangannya
penggantian memiliki rujukan yang jelas azas persamaan hak dan kedudukan (equal
dalam Al- Qur’an surat An-Nisa ayat 33 rightand equal status) maka ketentuan
yang artinya: Pasal 185 KHI yang menegaskan: “Ahli “Bagi tiap-tiap harta peninggalan
waris yang meninggal lebih dahulu dari harta yang ditinggalkan ibu bapak
daripada si pewaris maka kedudukannya dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-
dapat digantikan oleh anaknya”, kalimat pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang
‘anaknya’ tersebut dapat dipahami bahwa yang kamu telah bersumpah setia dengan
baik keturunan dari anak laki-laki maupun mereka, maka berilah kepada mereka
anak perempuan yang telah meninggal bagiannya. Seungguhnya Allah menyaksi-
lebih dahulu dari orang tuanya mempunyai kan segala sesuatu”.
kedudukan yang sama.
Dilihat dari tujuannya, pembaharuan Dari rumusan bunyi Pasal 185 yang hukum kewarisan tersebut dimaksudkan
mengatur tentang ahli waris pengganti untuk menyelesaikan masalah dan
timbul beberapa permasalahan yang akan menghindari sengketa. Dalam ikatannya
diangkat dalam penelitian ini, antara lain dengan hal ini, Soepomo dalam bukunya
mengenai:
bahkan mengatakan bahwa munculnya
1. Apakah penggantian ahli waris bersifat institusi pergantian tempat didasarkan pada
tentatif atau imperatif aliran pemikiran bahwa harta benda dalam
2. Apakah jangkauan garis hukum keluarga sejak semula memang disediakan
penggantian ahli waris hanya berlaku sebagai dasar material keluarga dan
untuk ahli waris garis lurus kebawah turunannya. Jika seorang anak meninggal
atau juga berlaku untuk ahli waris garis sedang orang tuanya masih hidup anak-
menyamping
anak dari orang yang meninggal dunia
waris pengganti tersebut akan menggantikan kedudukan
3. Apakah
ahli
menduduki kedudukan orang tuanya bapaknya sebagai ahli waris harta benda
secara mutlak atau secara relatif kakeknya.
B. PEMBAHASAN
Namun demikian, KHI juga member batasan bahwa harta yang didapat oleh
1. Sifat Penggantian Ahli Waris
sang cucu bukanlah keseluruhan dari harta Rumusan Pasal 185 ayat (1) yang
yang seharusnya didapat sang ayah, menggunakan kalimat “dapat digantikan” melainkan hanya 1/3 bagiannya saja. Hal
memunculkan ketidakpastian tampilnya ini dapat dipahami dari Pasal 185 ayat (2)
ahli waris pengganti. Kata ‘dapat’ dengan mengungkapkan ‘tidak boleh mengandung pengertian yang bersifat
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[ Jurnal Hukum
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA ]
fakultatif atau tentatif sehingga bisa sudah tercakup dalam kata dapat pada ditafsirkan ada ahli waris yang mungkin
Pasal 185 ayat (1); Kedua, Apabila dapat digantikan dan ada yang mungkin
pengganti ahli waris tersebut hanya tidak dapat digantikan.
berhadapan dengan ahli waris sederajat dengan yang digantikannya, artinya hanya
Terhadap sifat tentatifnya Pasal 185 antar anak dan cucu (garis keturunan
KHI ini menurut Raihan A.Rasyid, Justeru kebawah) saja, maka perlu ada pembatasan merupakan pengaturan yang tepat sekali, bagi pengganti ahli waris, dan ini sudah sebab tujuan dimasukkannya penggantian tercakup dalam ayat (2) Pasal 185 KHI; ahli waris dalam KHI karena melihat Ketiga, Apabila yang tersebut pada point 2 kenyataan dalam beberapa kasus, adanya diatas bersangkutan pula dengan ahli waris rasa kasihan terhadap cucu pewaris. yang lain, misalnya, ayah, ibu, isteri/suami, Artinya penerapan ketentuan penggantian atau saudara, atau sejenis itu, yang akan ahli waris ini bersifat kasuistis, sehingga
kurang bagiannya karena fungsi hukum sangat menentukan dalam
menjadi
masuknya pengganti ahli waris, maka menetapkan dapat digantikan atau tidak
pengganti ahli waris tidak berlaku, kecuali dapat digantikannya ahli waris. ada izin/persetujuan dari ahli waris lain
Pemahaman terhadap Pasal 185 KHI yang bagiannya akan berkurang itu. Kata terdapat perbedaan pendapat (polemik)
dapat yang tercantum dalam Pasal 185 ayat Menurut Raihan A. Rasyid, dalam Pasal
(1) KHI, menurut Roihan A.Rasyid, 185 KHI itu, ada yang namanya pengganti
tidaklah bersifat mutlak (selalu dapat ahli waris dan ada yang namanya ahli
diganti), tetapi yang dimaksud adalah waris pengganti. Pengganti ahli waris ialah
“mungkin dapat diganti” dan “mungkin orang yang sejak semula bukan ahli waris
tidak dapat diganti”, terserah pada tetapi karena keadaan dan pertimbangan
pertimbangan hakim menurut kasus demi tertentu mungkin menerima warisan,
kasus, dan bukan menurut hukum dalam namun tetap dalam status bukan sebagai
fungsi mengatur yang berlaku umum. ahli waris (sama dengan plaatsvervulling
pendapat Rooihan dan wasiat wajibah), misalnya, pewaris
Terhadap
A.Rasyid, dapat dikemukakan beberapa meninggalkan anak dan cucu baik laki-laki
tanggapan. Pertama, orang akan cenderung maupun perempuan, yang orang tuanya
berpendapat bahwa hukum waris KHI itu meninggal lebih dahulu dari pada pewaris, tidak adil dan diskriminatif. Masyarakat disini cucu adalah pengganti ahli waris.
Islam yang sudah biasa menganut sistem Ahli waris pengganti ialah orang
keturunan yang patrilineal, tentu akan yang sejak semula bukan ahli waris tetapi
menerimanya dengan senang hati, tetapi karena keadaan tertentu maka ia menjadi
bagi masyarakat Islam yang menganut ahli waris, dan menerima warisan dalam
sistem keturunan yang bilateral (apalagi status sebagai ahli waris, misalnya pewaris
matrilineal), yang merupakan mayoritas tidak meninggalkan anak tetapi ada
Islam Indonesia, akan meninggal-kan cucu laki-laki atau
masyarakat
cenderung meninggalkan hukum kewarisan perempuan dari anak laki-laki.
KHI, dan memilih hukum kewarisan adat Raihan A.Rasyid, mengusulkan agar
atau KUH Perdata yang dipandang tidak Pasal 185 KHI didasarkan minimal pada 3
diskriminatif.
pertimbangan, yaitu: Pertama, Berlaku Kedua, Penentuan dapat tidaknya tidaknya konsep pengganti ahli waris,
ahli waris pengganti menempati posisi harus berdasarkan atas pertimbangan
orang tuanya sebagai ahli waris, yang Hakim, menurut kasus demi kasus, dan ini
berhak mewarisi harta bersama dengan 234 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U NIVERSITAS M ATARAM ] Jurnal Hukum
JATISWARA ]
anak pewaris yang masih hidup, jika digantungkan kepada pertimbangan hakim, digantungkan pada pertimbangan hakim,
melainkan digantungkan kepada kehendak maka hal ini akan menimbulkan
ahli waris pengganti, apakan ia akan ketidakpastian hukum, karena pada suatu
menempatkan posisi yang telah disediakan ketika
atau tidak.
mempertimbangkan bahwa ahli waris Pemberian hak kepada ahli waris
pengganti yang bersangkutan dapat pengganti merupakan kebijakan yang
menempati posisi orang tuanya sebagai sangat baik dan sejalan dengan misi Islam
ahli waris, untuk kasus yang sama. sebagai rahmatan lil ‘alamin. Menurutnya Demikian pula jika penentuannya
pemberian hak kepada ahli waris pengganti digantungkan pada izin atau persetujuan
ini merupakan penggambaran atas ahli waris, yang bagiannya menjadi
fenomena ketidakadilan yang terjadi di berkurang dengan adanya ahli waris
masyarakat, sehingga sepantasnya apabila pengganti. Inipun akan menimbulkan
cucu diberikan bagian dari harta warisan ketidakpastian hukum, karena pada suatu
kakek atau neneknya.
ketika ahli waris tersebut mungkin akan Pandangan Raihan diatas ada
mengizinkan atau menyetujui dan pada lain benarnya, namun kiranya tidak tepat jika
waktu untuk kasus yang sama, ahli waris pemberian hak kewarisan kepada ahli
lain yang terkait tidak mengizinkan atau waris pengganti semata-mata didasarkan
tidak menyetujuinya. Hal ini apabila atas rasa belas kasihan karena faktor terjadi, maka hakim-hakim pengadilan ekonomi. Jika pemberian hak mewaris itu
agama yang menangani kasus yang didasarkan oleh faktor ekonomi tentu al-
berhubungan dengan ahli waris pengganti Qur’an membatasi pemberian hak akan terjebak dengan puusan-putusan yang kewarisan hanya kepada ahli waris yang saling berdisparitas. Akibatnya, kepastian ekonominya lemah, sedangkan ahli waris hukum
yang ekonominya kuat tidak perlu pemrakarsa penyusunan KHI akan semakin
diberikan hak, namun pada kenyataannya jauh dari jangkauan.
al- 5 Qur’an menetapkan tidak demikian. Pendapat Raihan ini menunjukkan
Al- Qur’an dalam menetapkan hak masih kuatnya pengaruh sistem kewarisan
kewarisan tidak hanya terbatas kepada ahli Jumhur yang cenderung berbentuk waris yang miskin saja, melainkan juga patrilineal sehingga penggantian waris in kepada ahli waris yang kaya. Meskipun semata-mata dipandang sebagai jalan orang tua pewaris kaya raya, sementara keluar atas rasa belas kasihan kepada cucu anak-anak pewaris sangat miskin, al- yang ditinggal mati orang tuanya lebih Qur’an telah menetapkan hak bagi orang dahulu dari pewaris, bukan didasarkan atas tua pewaris. Demikian juga sebaliknya, statusnya sebagai anggota kerabat. meskipun anak-anak pewaris kaya raya
Pendapat Raihan ini mendapat kritik sedangkan orang tuanya sangat miskin, al- dari Ahmad Zahari yang mengatakan
Qur’an tetap memberikan hak kepada bahwa pendapat seperti itu sebagai bentuk
anak-anak pewaris.
diskriminatif dan tidak adil. Selain itu jika Ini membuktikan bahwa al- Qur’an penentuan
dalam menetapkan hak kewarisan kepada digantungkan kepada pertimbangan hakim,
seseorang bukan digantungkan kepada maka akan menimbulkan ketidakpastian
hukum. Sifat tentatifnya Pasal 185 menurut Ahmad Zahari, harus dimaknai bukan 5 Departemen Agama RI, Analisa Hukum Islam Bidang
Waris , Jakarta, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1999
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[ Jurnal Hukum
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA ]
kondisi ekonomi, melainkan didasarkan Menempatkan cucu sebagai ashabah kepada kedudukannya sebagai anggota
dengan menerima bagian 1/3 tentu dirasa kerabat. Adapun faktor ekonomi sebagai-
tidak adil, sebab bagian yang diterima jauh mana dikemukakan oleh Raihan, hal itu
lebih besar dari bagian ayahnya jika masih hanyalah menjadi penguat perlunya
hidup yakni 2/10. Oleh karena itu hak opsi memberikan hak kepada ahli waris
yang dikemukakan oleh Ahmad Zahari pengganti.
bahwa ahli waris pengganti boleh memilih antara menempatkan atau tidak menempat-
Persoalan lain akibat sifat tentatifnya kan dirinya sebagai ahli waris pengganti
aturan ahli waris pengganti adalah dapat dapat menimbulkan ketidakadilan di-
menimbulkan ketidakkonstannya kedudu- samping mengakibatkan adanya ketidak-
kan ahli waris pengganti
ketika
pastian hukum. 6
mempunyai dua kedudukan. Cucu laki-laki dari anak laki-laki yang ditinggal mati
Adanya opsi dalam satu tatanan ayahnya bisa mempunyai dua kedudukan
hukum akan menghilangkan sifat keuni- sekaligus yaitu sebagai ahli waris ashabah
versalan sebuah aturan dan menimbulkan dan sebagai ahli waris pengganti. Apabila
ketidakpastian hukum. Dalam membuat cucu tersebut diberikan kebebasan untuk
suatu aturan harus selalu diupayakan dapat memilih, sudah tentu akan memilih
diberlakukan secara konstan dalam kondisi kedudukan yang lebih menguntungkan.
dan situasi apapun untuk mewujudkan kepastian hukum. Satu-satunya cara untuk
Sebagai contoh misalnya, seorang mengatasi problem tentang kedudukan ahli
cucu laki-laki dari anak laki-laki mewarisi waris pengganti ini adalah dengan bersama delapan orang anak perempuan. memberlakukan penggantian ahli waris Jika cucu menempati kedudukan ahli waris secara imperative yakni setiap ahli waris pengganti dan diberikan kedudukan sama yang meninggal lebih dahulu daripada seperti anak laki-laki, maka bagian yang pewaris harus digantikan oleh anak- diterima 2/10 (asal masalah 2+8=10),
anaknya.
sedangkan jika diberi bagian tidak boleh melebihi bagian bibinya, maka bagian
Mereka tidak diberi peluang untuk yang diterima akan lebih kecil yakni paling
memilih kedudukan mana yang meng- banyak 1/9 (asal masalah 1+8=9).
untungkan, sebab jika diberi peluang untuk itu, maka pasti akan ada ahli waris lain
Bagian cucu akan menjadi lebih yang dirugikan. Adapun cara yang besar apabila cucu menempati kedudu- ditempuh untuk merubah sifat tentatifnya kannya selaku ashabah yaitu mendapat Pasal 185 ayat (1) adalah dengan bagian 1/3, sedangkan yang 2/3 untuk menghilangkan kata ‘dapat’ sehingga delapan anak perempuan selaku dzawil berbunyi “Ahli waris yang meninggal lebih furudh. Apabila cucu diberikan kebebasan dahulu daripada si pewaris kedudukannya untuk memilih sudah barang tentu cucu digantikan oleh anaknya, kecuali mereka akan memilih menempati kedudukannya yang tersebut dalam Pasal sebagai ashabah. Kebolehan untuk memilih
173 KHI”. Dengan merubah bunyi pasal tersebut,
seperti ini tentu dirasa tidak adil oleh anak maka tidak ada lagi opsi untuk memilih
perempun, sebab kalau saja saudaranya bagian yang menguntungkan dan tidak ada (anak laki-laki pewaris) tidak meninggal lagi penentuan ahli waris pengganti lebih dahulu, maka mereka bersama-sama digantungkan kepada pertimbangan hakim. menduduki kedudukan ashabah bil ghair
sehingga bagian anak laki-laki hanya 2/10 dan anak perempuan 1/10.
6 Haryono,Anwar. Hukum Islam Keluasan dan keadilannya , Jakarta, Bulan Bintang 1968
236 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U Jurnal Hukum M ATARAM ]
NIVERSITAS
JATISWARA ]
Dengan demikian, maka sifat antara anak dan cucu. Raihan menambah- diskriminatif, ketidakadilan dan ketidak-
kan pemberlakuan yang lebih luas kegaris pastian hukum dapat teratasi. Sebelum
menyamping dapat diberlakukan dengan dilakukannya perubahan atas bunyi Pasal
syarat mendapat persetujuan dari ahli waris 185 KHI, kiranya Mahkamah Agung dapat
lain yang akan berkurang bagiannya. mengeluarkan peraturan mengenai petun-
Pendapat berbeda dikemukakan oleh juk penerapan Pasal 185 ayat (1) dengan
Idris Djakfar dan Taufiq Yahya, menurut memberlakukannya secara imperatif.
mereka, jangkauan penggantian ahli waris Tampilnya cucu sebagai ahli waris
meliputi seluruh garis hukum, baik garis ke yang mewarisi harta bersama dengan anak
bawah maupun menyamping sebagaimana perempuan pewaris, atau ibu pewaris atau
telah dimaklumi bahwa sistem kewarisan janda atau duda bukanlah merupakan hal
KHI berbentuk bilateral, maka sebagai yang baru sama sekali. Kalangan Ahlus-
konsekuensinya tidak ada pembedaan sunnah, khususnya hukum kewarisan
kedudukan antara laki-laki dan perempuan Syafi’I selama ini juga telah mengenalnya.
sebagai garis hukum manapun. Oleh Hanya saja sifatnya yang diskriminatif dan
karena itu jika KHI konsisten meng- terbatas, Contohnya dapat dilihat pada
hapuskan diskriminasi tersebut, maka mau kasus kewarisan ahli waris terdiri dari: J
tidak mau jangkauan penggantian ahli (janda), A1 (cucu perempuan dari anak
waris ini harus meliputi seluruh garis laki-laki) dan B (anak perempuan).
hukum.
Menurut hukum kewarisan Syafi’I, J Apabila KHI memandang adanya (janda) mendapat 3/24 atau 12/96 bagian,
ketidakadilan yang dirasakan oleh cucu A1( dzawil furudh) mendapat 21/96 (4/24
dari anak perempuan yang menurut jumhur + 5/96), dan B (dzawil furudh) mendapat
tidak mendapat bagian karena berstatus 63/96 (12/24+15/96). Tampilnya cucu
dzawil arham. Atau oleh cucu perempuan sebagai ahli waris dzawil furudh atau
dari anak laki-laki karena terhijab oleh ashabah, yang mewarisi harta bersama
anak laki-laki, tentunya KHI juga harus dengan anak perempuan, atau ibu, atau
memandang adanya ketidakadilan terhadap janda/duda sudah sejak lama berlaku.
sepupu anak perempuan paman yang tidak Tampilnya cucu tadi tidak didasarkan pada
dapat menerima bagian akibat adanya anak pertimbangan hakim atau belas kasihan
laki-laki paman. Mereka merupakan orang- dari ahli waris lain yang ada, melainkan
orang yang sama-sama tidak bernasib baik didasarkan pada ketentuan hukum kewaris- 7 dilahirkan sebagai perempuan.
an (faraidh) itu sendiri. Mengenai jangkauan keberlakuan
penggantian ahli waris ini, sebenarnya
Penggantian Ahli Waris
telah terakomodir dalam bunyi Pasal 185 ayat (1) yang menyatakan:
Permasalahan lain yang berkaitan “Ahli Waris
dengan ahli waris pengganti adalah apakah yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris, maka kedudukannya penggantian ahli waris hanya berlaku bagi dapat
digantikan oleh anknya”. Apabila ahli waris garis lurus ke bawah atau juga dicermati bunyi Pasal tersebut, polemic berlaku
tentang hal ini tidak perlu terjadi karena menyamping.
secara harfiah sudah memberikan makna Terhadap masalah ini Raihan
berpendapat bahwa penggantian ahli waris
7 Arwan,Firdaus,Muhammad . “Silang Pendapat Tentang
hanya diberlakukan dalam garis lurus ke
Ahli Waris Pengganti dalam KHI dan pemecahannya” Jurnal
bawah, itupun jika ahli warisnya hanya Mimbar Hukum dan Peradilan, No.74 Tahun 2011.Jakarta:Pusat
Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani [Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[ Jurnal Hukum
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA ]
bahwa jangkauan penggantian ahli waris waris, yakni yang laki-laki terdiri dari itu meliputi seluruh garis hukum baik
ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, kebawah maupun menyamping. Pe-
paman, kakek dan duda, dan yang mahaman demikian, dapat diperoleh
dari ibu,anak dengan menyimak dua kata kunci yang ada
perempuan
terdiri
perempuan, saudara perempuan, nenek dan pada pasal tersebut yaitu kata “ahli waris”
janda.
dan kata “anaknya”. Jika ahli waris-ahli waris tersebut
Dari segi bahasa kata ahli waris ditelaah lebih lanjut, dan dihubungkan merupakan lafal “nakirah” yang mencakup
dengan keberadaan ahli waris pengganti seluruh ahli waris tidak terbatas kepada
Pasal 185 KHI, maka jumlahnya akan ahli waris tertentu. Dengan demikian,
menjadi lebih banyak. Menurut Idris maka kata anaknya memberi pengertian
Djakfar dan Taufik Yahya mencapai 41 anak dari semua ahli waris baik dari garis
orang. Yang laki-laki ada 22 orang yaitu kebawah maupun menyamping.
anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya, cucu laki-laki dari
Apabila dalam suatu ketentuan anak perempuan dan seterusnya, ayah,
hukum tidak
ditemukan
adanya
kakek dari ayah, kakek dari ibu, saudara pembatasan atas keumumannya, maka
laki-laki sekandung, saudara laki-laki keumuman itu yang diberlakukan. Dengan
seayah, saudara laki-laki seibu, anak laki- berpedoman kepada keumuman lafal
laki saudara laki-laki sekandung, anak laki- tersebut, maka cucu, maupun sepupu
laki saudara perempuan sekandung, anak meskipun sampai jauh mereka dapat laki-laki saudara laki-laki seayah, anak menjadi ahli waris pengganti.
laki-laki saudara perempuan seayah, anak Kesimpulan ini didukung oleh tidak
laki-laki saudara laki-laki seibu, anak laki- dikenalnya dzawil arham dalam KHI.
laki saudara perempuan seibu, paman Dengan tidak dikenalnya dzawil arham
sekandung, paman seayah, paman seibu, memberi petunjuk bahwa semua kerabat
anak laki-laki paman sekandung, anak laki- pewaris dapat tampil sebagai ahli waris
laki paman seayah, anak laki-laki paman melalui penggantian ahli waris sepanjang
seibu, dan suami atau duda. tidak terhijab oleh ahli waris yang lebih
Ahli waris perempuan ada 19 orang, utama. Oleh karena itu anak-anak saudara
terdiri dari: anak perempuan, cucu laki-laki maupun anak-anak saudara perempuan dari anak laki-laki dan perempuan baik laki-laki atau perempuan
seterusnya kebawah, ibu, nenek dari ayah, serta anak-anak paman baik laki-laki
nenek dari ibu, saudara perempuan maupun perempuan dapat menjadi ahli
8 sekandung, saudara perempuan seayah, waris pengganti.
saudara perempuan seibu, anak perempuan Eksistensi ahli waris pengganti
saudara perempuan sekandung, anak sebagaimana dimaksud dalam psal 185
perempuan saudara laki-laki sekandung, KHI, akan membawa implikasi baik
anak perempuan saudara perempuan terhadap jumlah ahli waris, maupun
seayah, anak perempuan saudara laki-laki terhadap keberadaan ahli waris yang lain
perempuan saudara beserta besarnya bagian yang sedianya
seayah,
anak
perempuan seibu, anak perempuan saudara mereka terima. Jumlah ahli waris
laki-laki seibu, anak perempuan paman berdasarkan Pasal 174 ayat (1) hanya
sekandung, anak perempuan paman menyebutkan terdiri dari 11 orang ahli
seayah, anak perempuan paman seibu, dan
isteri atau janda. Ahli waris laki-laki dan
perempuan yang 41 orang itu, jika 238 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
Rahman,Fatchur,Ilmu
Waris,Jakarta,Bulan
Bintang,1979
[U NIVERSITAS M ATARAM ] [ Jurnal Hukum
JATISWARA ]
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
semuanya ada, maka yang mendapat warisan hanya 5 orang saja yaitu ayah, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, dan duda atau janda.
Ahli waris yang disebut dalam Pasal 174 ayat (1), kehadiran ahli waris pengganti akan membawa implikasi sebagai berikut: Pertama, Terhadap anak laki-laki dan Perempuan, kehadiran ahli waris pengganti terhadap anak laki-laki akan mengurangi bagian yang akan ia terima, besar kecilnya pengurangan itu tergantung pada kedudukan siapa yang digantikan oleh ahli waris pengganti tersebut, dan berapa jumlah ahli waris yang akan digantikan. Jika yang diganti adalah kedudukan anak perempuan dan ahli warisnya terdiri dari satu orang anak laki- laki dan ahli waris pengganti yang menggantikan kedudukan satu orang anak perempuan, maka bagian anak laki-laki akan berkurang dari satu bagian penuh menjadi 2/3 bagian, karena 1/3 bagian diberikan kepada ahli waris pengganti. Pihak yang digantikan, jika merupakan kedudukan anak laki-laki dan ahli warisnya terdiri dari satu orang anak laki-laki dan ahli waris pengganti yang menggantikan kedudukan satu orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan, maka bagian anak laki-laki akan berkurang dari satu bagian penuh menjadi 2/5 bagian, karena 3/5 bagian diberikan kepada ahli waris pengganti, yaitu 1/5 kepada pengganti anak perempuan dan 2/5 kepada pengganti anak laki-laki dan seterusnya.
Kehadiran ahli waris pengganti terhadap
mengurangi bagian yang akan dia terima juga dapat merubah statusnya dari dzawil furudh menjadi ashabah bil ghairi, tergantung
digantikan oleh ahli waris pengganti tersebut. Jika yang digantikan adalah kedudukan anak perempuan, dan ahli warisnya terdiri dari satu orang anak perempuan dan ahli waris pengganti yang
menggantikan kedudukan dua orang anak perempuan, maka bagian anak perempuan berkurang dari satu bagian penuh (1/2 tambah rad) menjadi 3/9 bagian (1/3 x 2/3 + 1/3 x 1/3), karena 6/9 bagian diberikan kepada ahli waris pengganti yang masing- masing mendapat 3/9 bagian. Jika yang digantikan adalah kedudukan anak laki- laki, dan ahli warisnya terdiri dari satu orang anak perempuan dan ahli waris pengganti yang menggantikan kedudukan satu orang anak laki-laki, maka kkehadiran ahli waris pengganti, pertama merubah status anak perempuan tersebut, dari dzawil furudh menjadi ashabah bilgairi, dan kedua mengurangi bagiannya dari satu bagian penuh (1/2 tambah rad) menjadi 1/3 bagian, karena 2/3 bagian diberikan kepada ahli waris pengganti dan seterusnya.
Kedua, terhadap ayah,ibu,duda dan janda. Ayah,ibu,duda dan janda bagiannya sudah ditentukan dalam Pasal 177,178,179 dan 180 KHI, yaitu: ayah mendapat 1/3 bagian bila pewaris tidak mempunyai anak, bila ada anak ayah mendapat 1/6 bagian (Pasal 177), ibu mendapat 1/6 bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih, apabila tidak ada anak atau dua saudara atau lebih maka ibu mendapat 1/3 bagian (Pasal 178), duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka duda mendapat 1/4 bagian (Pasal 179), janda mendapat 1/4 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat 1/8 bagian (Pasal 180). Hal tersebut, apabila dihubungkan dengan ahli waris pengganti menurut Pasal 185 KHI, maka Pasal 177,178,179, dan 180 KHI harus dibaca menjadi; ayah mendapat 1/3 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak atau ahli waris pengganti yang mengganti kedudukan anak, bila ada anak atau ahli waris pengganti yang menggantikan kedudukan anak, ayah mendapat 1/6 bagian (Pasal 177 jo. Pasal 185); ibu
[ Jurnal Hukum
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA ]
mendapat 1/6 bagian bila ada anak atau yang berpendapat bahwa, anak perempuan ahli waris pengganti yang menggantikan
tidak dapat menghijab saudara, berpegang kedudukan anak , atau dua saudara atau
pada pendirian bahwa kata “walad” dalam lebih atau ahli waris pengganti yang
al- Qur’an surat an-Nisa ayt 12 dan 176, menggantikan kedudukan dua orang
lingkup pengertiannya hanya terbatas pada saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau
anak laki-laki saja dan tidak mencakup ahli waris pengganti yang menggantikan
anak perempuan, sejalan dengan pendapat kedudukan anak atau dua saudara atau
mayoritas ulama.
lebih atau ahli waris pengganti yang Sebaliknya, ahli hukum islam yang
menggantikan dua orang saudara atau berpendapat bahwa, anak perempuan dapat
lebih, maka ibu mendapat 1/3 bagian menghijab saudara, seperti yang dimaksud (Pasal 178 jo. Pasal 185); duda mendapat dalam Pasal 181 KHI, berpegang pada
1/2 bagian bila pewaris tidak meninggal- pendirian bahwa kata “walad” lingkup kan anak atau ahli waris pengganti yang pengertiannya tidak hanya terbatas pada menggantikan kedudukan anak, dan bila anak laki-laki saja, tetapi mencakup pula pewaris meninggalkan anak atau ahli waris anak perempuan sejalan dengan pendapat pengganti yang menggantikan kedudukan
Ibnu Abbas. 9
anak, maka duda akan mendapat 1/4 bagian (Pasal 179 jo.Pasal 185); janda
3. Kedudukan Ahli Waris Pengganti
mendapat 1/4 bagian bila pewaris tidak
Dan Bagiannya
meninggalkan anak atau ahli waris Permasalahan kedudukan ahli waris pengganti yang menggantikan kedudukan
pengganti timbul akibat adanya pem- anak, dan bila pewaris meninggalkan anak
batasan bagian sebagaimana diatur dalam atau ahli
Pasal 185 ayat (2) yang menyatakan: menggantikan kedudukan anak, maka
“Bagian ahli waris pengganti tidak boleh janda mendapat 1/8 bagian (Pasal 180 jo.
melebihi bagian ahli waris yang sederajat Pasal 185).
dengan yang diganti”. Yang menjadi Ketiga terhadap saudara, Ketentuan
permasalahan, mengapa dalam pasal ini Pasal 185 ayat (1) jika dihubungkan
menggunakan kalimat “yang sederajat”, dengan pasal dengan Pasal 181 dan 182
tidak mencukupkan dengan kalimat KHI, maka kehadiran cucu sebagai ahli
“Bagian ahli waris pengganti tidak boleh waris pengganti menggantikan kedudukan
melebihi bagian ahli waris yang diganti” orang tuanya, akan membawa konsekuensi
dengan menghilangkan kalimat “yang yakni tertutupnya hak waris bagi saudara.
sederajat”.
Kehadiran cucu laki-laki dari anak laki- Terjadi perbedaan pendapat dalam laki, menutup hak waris saudara sudah
memaknai maksud Pasal 185 ayat (2), sejak lama diterima dan berlaku sebagai
Ahmad Zahairi berpendapat makna suatu ketentuan hukum. Kehadiran cucu
sederajat itu meliputi tempat, kedudukan perempuan dari anak laki-laki, serta cucu
dan hak-hak tanpa batas dan tanpa laki-laki dan perempuan dari anak
antara laki-laki dan perempuan, menutup hak waris saudara
diskriminasi
perempuan, sehingga ahli waris pengganti masih banyak diperdebatkan.
menempati kedudukan orang tuanya. Perdebatan atau perbedaan pendapat
Secara mutlak.
mengenai hal ini, tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perbedaan pendapat
9 Makhluf,Husein Muhammad, al-Mawarits fi al-
mengenai dapat tidaknya anak perempuan
Syari’ah al-Islamiah, Mesir, Matbaah al-
menghijab saudara. Ahli hukum islam al-Madany, 1976
240 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U Jurnal Hukum M ATARAM ]
NIVERSITAS
JATISWARA ]
Penggantian tempat artinya meng- Perbedaan pendapat diatas disebab- gantikan tempat orang tuanya, dan
kan perbedaan penggunaan metode penggantian derajat artinya menggantikan
penemuan hukum. Ahmad Zahari cen- derajat laki-laki dengan laki dan derajat
derung menggunakan metode penafsiran perempuan dengan perempuan, sedangkan
komparasi (comparatief) dengan mem- penggantian hak artinya menggantikan hak
bandingkan kepada pendapat Hazairin, sesuai dengan hak yang dimiliki orang
sedangkan Syaifuddin dan para hakim tuanya. Jika orang tua yang digantikan itu
agama Kalimantan Barat menggunakan laki-laki, maka ahli waris pengganti
metode penafsiran gramatikal dengan menduduki kedudukan dan menerima hak
melihat susunan kalimatnya. sebagai laki-laki meskipun ahli waris
Kedua penafsiran ini secara ilmiah pengganti itu sendiri perempuan.
dapat diterima, tetapi tidak mungkin Sebaliknya jika orang tua yang
keduanya sesuai dengan apa yang digantikan perempuan, maka ahli waris
dikehendaki oleh KHI. Jika tidak ada pengganti menduduki kedudukan dan
penafsiran lain, pastilah hanya satu di menerima hak sebagai
antara keduanya yang sesuai. meskipun ahli waris pengganti itu sendiri
perempuan
Apabila mendasarkan kepada kaidah laki-laki. Pendapat Ahmad Zahairi ini
umum bahwa setiap penggantian mem- sama dengan konsep mawalinya Hazairin.
punyai konsekuensi menggantikan segala Sedangkan pendapat lain, diantara-
sesuatu yang ada pada orang yang nya Syaifuddin (Hakim PA Binjai)
digantikan baik kedudukan, hak maupun menyatakan, yang dimaksud sederajat
kewajibannya, maka pendapat Ahmad adalah jihat kekerabatannya sama dan
Zahari dipandang lebih logis. Namun dihubungkan oleh orang yang sama tanpa
apakah demikian yang dikehendaki oleh membedakan laki-laki dan perempuan.
KHI, atau barangkali pendapat Syaifuddin Misalnya anak sederajat dengan anak,
dan para hakim agama Kalimantan Barat saudara sederajat dengan saudara dan
yang lebih sesuai. Untuk mengetahui hal sebagainya.
tersebut perlu memperhatikan latar belakang dibuatnya aturan itu, atau dengan
Dengan penafsiran ini maka bagian kata lain perlu dilakukan penafsiran
ahli waris pengganti tidak boleh melebihi
historis. 10
dari bagian anggota kerabat yang sederajat jihatnya, seperti cucu laki-laki dari anak
Menurut Yahya Harahap salah laki yang menggantikan kedudukan
seorang yang terlibat langsung dalam ayahnya tidak boleh melebihi bagian
mempersiapkan sekaligus merumuskan bibinya (anak perempuan pewaris) karena
KHI menyatakan, bahwa diadakannya kedudukan bibi sederajat dengan ayahnya.
aturan ahli waris pengganti adalah untuk Pendapat demikian sama dengan pendapat
memenuhi rasa keadilan dan peri- beberapa hakim agama dilingkungan PTA
kemanusiaan dimana seorang tidak wajar Kalimantan Barat.
dihukum untuk tidak mendapatkan warisan dari kakeknya hanya karena orang tuanya
Pendapat Syaifuddin dan para hakim telah meninggal lebih dahulu. Pendapat agama Kalimantan Barat ini dikritik oleh tersebut hampir sama dengan yang Ahmad Zahari. dengan menyatakan bahwa dikemukakan oleh Raihan A Rasyid cara seperti itu tidak sesuai dengan arti sebagaimana telah dikemukakan diatas. penggantian yang seharusnya, bersifat diskriminatif dan menimbulkan ketidak-
10 Latif,Muh.Arasy “Ahli Waris Pengganti (Studi
pastian hukum.
Komparatif Menurut KHI dan Hazairin) Jurnal Mimbar Hukum. No.292 Tahun XXV 2010,Jakarta,IKAHI
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[ Jurnal Hukum JATISWARA ]
[F AKULTAS H UKUM ]
242 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
Dengan adanya perbedaan pendapat itu, maka hasil maksimal yang diperoleh sebagaimana tertuang dalam KHI. Memperhatikan latar belakang pengaturan ahli waris pengganti diatas, maka pendapat Syaifuddin dan para hakim agama Kalimantan Barat lebih sesuai dengan maksud bunyi Pasal 185 ayat (2) KHI.
Terlepas dari penafsiran di atas, yang pasti pemberian bagian kepada ahli waris pengganti dalam KHI merupakan solusi atas ketidakadilan yang selama ini terjadi akibat pemberlakuan hukum kewarisan yang cenderung patrilinealistik. Sebagai jalan tengah antara pihak yang menghendaki perubahan dengan pihak yang menghendaki perubahan dengan pihak yang mempertahankan kemapanan, kiranya wajar jika bagian ahli waris pengganti (untuk sementara) dibatasi sebesar bagian saudara yang digantikan. Dengan memperhatikan beberapa segi negatif atas pembatasan seperti itu, maka seyogyanya penggantian ahli waris itu bersifat mutlak. Artinya ahli waris pengganti selalu menduduki kedudukan orang yang digantikan dan mendapat bagian sebesar bagian yang seharusnya diterima apabila ia hidup.