View of Pengaruh Nisbah Bagi Hasil terhadap Penghimpunan Dana Bank Syariah (Studi Kasus Pada Produk Tabungan di BPR Syariah Kota Bekasi)

Pengaruh Nisbah Bagi Hasil terhadap Penghimpunan Dana
Bank Syariah (Studi Kasus Pada Produk Tabungan di BPR
Syariah Kota Bekasi)
Eliza Fitriah dan Nur S. Buchori

Abstract. This study aims to determine and analyze the effect of profit sharing ratio of fund
raising as well as to determine the effect of profit sharing ratio of Islamic
banks mobilize funds Bekasi. The method used in this research is descriptive
quantitative analysis. From this study it can be concluded that based on the F
test showed that the ratio for the outcome variable is jointly significant effect on
the variables of Islamic banks mobilize funds. Based on the results of
Pearson Product Moment correlation test that the value obtained for 0.565 means
there is a fairly strong relationship between variables and variable profit sharing
ratio of Islamic banks mobilize funds. The test results obtained regression equation
Y: 2229 X +0.435. The equation shows that there is influence between the profit
sharing ratio of the fund raising Financing Bank Rakyat Syariah Bekasi Based on the
test R Square of 0.619 indicates that the fund-raising (Y) of 61.9% is affected by the
profit sharing ratio (X). While the rest of 38.1%caused by other variables.

Pendahuluan
Bank sebagai lembaga keuangan

pada dasarnya mempunyai fungsi
sebagai pelaksana proses intermediasi dana dari unit surplus ke unit
defisit. Sehingga jika proses ini berjalan lancar, maka akan tercipta suatu
pemerataan pendapatan yang pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan secara umum.
Kurang berjalannya proses intermediasi ini akan berakibat macetnya
pertumbuhan sektor riil sehingga
akan menekan laju pertumbuhan eko-

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

nomi serta dapat memperlambat proses pemerataan kesejahteraan. Oleh
karena itu bank memiliki fungsi yang
sangat strategis dalam perekonomian
suatu negara. Bank dituntut untuk
terus menjalankan perannya sebagai
lembaga intermediasi dana namun
tetap pada koridor kehati-hatian untuk mengurangi berbagai resiko yang
dapat ditimbulkan.
Bank syariah adalah bank yang

beroperasi sesuai dengan prinsipprinsip Islam yakni bank dengan tata
cara dan operasinya mengikuti keten-

39

tuan-ketentuan syariah. Bank syariah
didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah
dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis
lain yang terkait. Salah satu prinsip
utama yang ada di bank syariah ada1
lah adanya pelarangan riba . Riba
dalam perbankan identik dengan bunga bank. Bunga bank dilarang dalam
Islam karena mengandung pengambilan tambahan yang batil dan sangat
bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Sebagaimana dije2
laskan dalam firman Allah :

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen
Bank syariah, (Jakarta: Alvabet, 2002),
h.12
2

Q.S An-nissa: 29

sia pasca krisis awal tahun 1998. Akibat dari krisis tersebut banyak bankbank konvensional yang dilikuidasi karena tidak mampu membayar tingkat
suku bunga dan hal ini berakibat atas
terjadinya kredit macet dan Non
Performing loan perbankan Indonesia
telah mencapai 70%. Akibat dari hal
tersebut, dari bulan juli 1997 sampai
dengan 13 maret 1999, pemerintah
telah menutup sebanyak 55 bank,
disamping mengambil alih 11 bank
(BTO) dan 9 bank lainnya untuk melakukan rekapitulasi. Sedangkan bank
BUMN dan BPD harus ikut direkapitulasi.
Dari 240 bank yang ada sebelum
krisis moneter hanya tinggal 73 bank
swasta yang dapat bertahan tanpa
bantuan pemerintah dan dinyatakan
sehat, sisanya pemerintah terpaksa
harus melikuidasinya. Salah satu dari
73 bank tersebut Bank Muamalat

Indonesia yang merupakan bank syariah yang pertama kali didirikan di
Indonesia mampu bertahan dari terpaan krisis ekonomi yang nyata memiliki sistem tersendiri dari bank-bank
lain yaitu dengan memberlakukan sistem operasional bank dengan sistem
bagi hasil.
Peristiwa krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada tahun
1997 merupakan momentum yang tepat untuk menjustifikasi bahwa bank
syariah memiliki kemampuan bertahan yang lebih baik dari bank konvensional. Ketika kinerja perbankan Indo-

40

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

    
     
        
     

“Hai
orang-orang
beriman,

janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan cara berdagang
atas suka sama suka, dan janganlah ”
Keberadaan bank syariah dalam
perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun ini telah menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat Indone1

nesia secara keseluruhan mengalami
penurunan bahkan mengakibatkan
beberapa bank harus dilikuidasi, kinerja perbankan syariah justru tetap
menunjukkan kinerja yang positif.
Berkembangnya bank syariah di
Tanah Air pasca krisis 1997 mendapat
pijakan yang kokoh setelah adanya
Undang-undang No.10 tahun 1998
tentang perbankan yang memuat
secara rinci landasan operasi bank
syariah dan member arahan bagi
bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau menkonversi diri secara total menjadi bank
syariah. Perkembangan perbankan

syariah di Indonesia semakin diperkokoh dengan adanya Undang-undang terbaru yaitu Undang-undang
No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah yang diterbitkan pada
tanggal 16 juli 2008. Undang-undang
No. 21 tahun 2008 pasal 1 memiliki
beberapa ketentuan umum mengenai
perbankan syariah yaitu
1. Bank Syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum
syariah dan bank pembiayaan rakyat
syariah.
2. Bank Umum Syariah adalah
bank syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
3. Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah adalah bank syariah yang

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011


dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4. Unit Usaha Syariah, yang
selanjutnya disebut UUS, adalah unit
kerja dari kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank
yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit
syariah.
5. Kantor Cabang adalah kantor
cabang bank syariah yang bertanggung jawab kepadakantor pusat Bank
yang bersangkutan dengan alamat
tempat usaha yang jelas sesuai
dengan lokasi kantor cabang tersebut

melakukan usahanya.
6. Prinsip Syariah adalah prinsip
hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa
di bidang syariah.
7. Akad adalah kesepakatan
tertulis antara bank syariah atau UUS
dan pihak lain yang memuat adanya
hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip
syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-undang No.21 tahun 2008 maka
perkembangan perbankan syariah na-

41

sional semakin memiliki landasan
hukum yang memadai dan menjadikan bank syariah sebagai salah satu
perbankan nasional yang memiliki
landasan hukum dan profitabilitas
yang tinggi.

Sebagai satu industri baru berkembang dengan tingkat partumbuhan yang relatif cepat, telah terjadi
kecenderungan semakin meningkatnya pelaku per bankan untuk masuk kedalam perbankan syariah. Hal
ini ditandai dengan bertumbuhnya
bank-bank baru yang berprinsip
syariah di Indonesia.
Pada tahun 2008 jumlah bank
yang melakukan kegiatan usaha syariah bertambah dengan adanya
konversi usaha 2 Unit Usaha Syariah
(UUS), yaitu UUS BRI Syariah dan UUS
Bukopin Syariah menjadi Bank Umum
Syariah. Jumlah Unit Usaha Syariah
mengalami perubahan oleh karena
adanya spin off 2 UUS diatas, serta
adanya penutupan 3 UUS masingmasing karena likuidasi (UUS Bank IFI)
dan merger induknya (UUS Bank
Lippo dan UUS Bank Niaga menjadi
UUS Bank CIMB Niaga), serta adanya
peralihan bank induknya menjadi
lembaga keuangan non-bank (UUS
BEI). Sementara itu, hingga November

2009 terdapat penambahan 1 BUS
baru, yaitu Bank Panin Syariah, serta
penambahan 2 UUS baru yaitu, UUS
OCBC-NISP dan UUS Sinarmas, serta
penambahan 7 BPRS.

Sedangkan dari sisi jumlah jaringan kantor bank syariah mengalami
peningkatan yang signifikan sampai
dengan November 2009 dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2008.
Kondisi ini terjadi dikarenakan penambahan outlet layanan syariah
dikantor layanan bank konvensional
hingga mencapai 701 kantor pada
Bank Umum Syariah dan adanya
penambahan kantor layanan syariah
mencapai 286 kantor layanan syariah
pada Unit Usaha Syariah serta
terdapat 1790 layanan syariah dikantor syariah (Office Channeling).
Dengan demikian, per November
2009 terdapat 1.211 kantor bank

syariah yang dioperasikan oleh 6 BUS
dan 24 UUS, serta 139 BPRS.
Pesatnya perkembangan bank syariah sangat dipengaruhi oleh kinerja
bank syariah dalam mengelola danadana dan sangat bergantung pada
jumlah nasabah yang menempatkan
dana-dananya di bank syariah. Jumlah
nasabah di bank syariah mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun
2006 jumlah nasabah baik BUS dan
UUS maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia pada produk
penghimpunan dana pihak ketiga sebesar 2.279 655 nasabah, hingga
November 2009 mencapai 4.885.057
3
nasabah.
Salah satu aspek yang memegang
peranan penting dalam kinerja bank
3

42

Ibid.,

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah,
(Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,
2007),h.26

bersifat emotional benefit. Hal ini tercermin dari dua alasan terbesar masyarakat, yaitu kesesuaian dengan
syariat Islam dan keinginan agar
terhindar dari riba.
Hal ini mungkin menjadi suatu
keunggulan, karena dengan begitu
bank syariah memiliki massa loyalis
yang memiliki komitmen penuh
terhadap syariah. Namun massa mengambang, dimana pada segmen ini
calon nasabah lebih memperhatikan
keuntungan yang diperoleh. Nasabah
pada segmen ini kerap berpindahpindah rekening untuk mengejar pengembalian yang tinggi dari pihak
bank. Nasabah akan membandingkan
secara cermat antara expected rate of
return yang ditawarkan bank syariah
dengan tingkat suku bunga yang
ditawarkan oleh bank konvensional,
dimana selama ini fakta membuktikan
bahwa ternyata rate of return bank
syariah lebih tinggi bila dibandingkan
dengan interest rate yang berlaku di
bank konvensional. Sehingga akan
menjadi faktor pendorong meningkatnya jumlah nasabah. Apakah bankbank syariah sudah turut serta dalam
persaingan tersebut, masih harus diteliti.
Yang jelas, besarnya porsi nasabah
pada segmen ini menuntut bank syariah, mau tidak mau untuk bersaing
dengan bank konvensional dalam berkompetisi memberikan pengembalian
yang tinggi. Dalam hal ini, bank konvensional menggunakan bunga se-

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

43

adalah kemampuan bank tersebut dalam menghimpun dana pihak ketiga,
yang dapat berupa tabungan, deposito, ataupun giro. Dalam hal ini, bank
syariah menggunakan instrument nisbah bagi hasil dalam menarik nasabah
untuk menyimpan dananya di bank
syariah. Instrumen nisbah bagi hasil di
bank syariah tentunya berbeda dengan bunga di bank konvensional
yang bersaing dengan sangat kompetitif dalam menetapkan suku bunga
simpanan yang sangat menarik dalam
menggaet calon nasabah dan pembagian keuntungannya ditentukan
diawal yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang
disimpan atau dipinjam dan sangat
dipengaruhi oleh tingkat suku bunga.
Semakin tinggi tingkat suku bunga
akan diikuti dengan naiknya bunga
simpanan dan bunga pinjaman.
Sedangkan nisbah bagi hasil ketentuan keuntungan ditentukan besar-kecilnya hasil suatu usaha. Pembagian porsi keuntungan dihitung
sesuai nisbah bagi hasil didasarkan
jumlah keuntungan yang diperoleh.
Semakin besar tingkat keuntungan
yang diperoleh semakin besar jumlah
pembagian laba yang dibagikan kepa4
da nasabah .
Faktor utama masyarakat memilih
bank syariah karena keuntungannya
4

dangkan bank syariah menggunakan
instrument bagi hasil. Apabila pengembalian bagi hasil bank syariah
lebih besar dari pengembalian bunga
bank konvensional, maka nasabahnasabah mengambang tersebut dapat
ditarik menjadi nasabah bank syariah.
Oleh karena itu, persaingan yang
dialami bank syariah saat ini tidak
hanya sesama bank syariah saja, namun juga terhadap bank-bank konvensional. Untuk terus merebut pasar
mengambang yang sangat besar jumlahnya, bank syariah harus mampu
berkompetisi secara sehat, yaitu menetapkan bagi hasil yang dapat
bersaing dengan bunga bank konvensional.
Berdasarkan uraian di atas, maka
identifikasi permasalahannya seba-gai
berikut: Semakin kompetitifnya persaingan dunia perbankan secara
umum dan perbankan syariah secara
khusus, sehingga menuntut bank syariah untuk meningkatkan kinerja bank
dalam menghimpun dana pihak ketiga. Semakin besar dana pihak ketiga
yang dihimpun bank syariah semakin
memperkuat fungsi bank sebagai penyalur dana yang bertujuan memperoleh profit yang tinggi. Selain itu,
Ekuivalen rate nisbah bagi hasil
merupakan indikasi tingkat imbalan
dari suatu penanaman dana yang
ditanamkan nasabah. Untuk menjaga
kepercayaan nasabah penanam dana
tentunya bank syariah harus menjaga
tingkat ekuivalen rate agar tidak

44

terjadi penurunan. Tingginya Ekuivalen rate sangat bergantung pada
keuntungan yang diperoleh bank syariah. Oleh sebab itu, bank syariah
harus berupaya menjaga kualitas
aktiva produktifnya agar senantiasa
lancar. Kualitas aktiva produktif yang
lancar akan mencegah adanya Non
Performing Financing ( NPF). Semakin
rendah Non Performing Financing
semakin tinggi ekuivalen rate nisbah
bagi hasil yang akan diberikan kepada
nasabah penanam dana.
Landasan Teori
1. Penelitian Terdahuku
Penulis menemukan penelitian
yang sebelumnya juga telah dilakukan
oleh Mhd. Taqwa Audiansyah (2008)
mengenai nisbah bagi hasil yang
berjudul “Pengaruh Ekuivalen Rate
Terhadap Tabungan Mudharabah pada BTN Syariah”. Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa ekuivalen rate
berpengaruh signifikan terhadap tabungan. Berdasarkan uji regresi didapatkan persamaan Y= 21551260372,
085-2543392436,021X yang berarti
kedua variabel tersebut memiliki hubungan pengaruh yang negatif. Namun ternyata setelah dilakukan uji
signifikansi, persamaan tersebut kurang layak untuk dilakukan ramalan
5
atau forecasting.
5

Mhd. Taqwa Audiansyah, Pengaruh
Ekuivalen Rate Terhadap Tabungan
Mudharabah Pada BTN Syariah Skripsi

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

Penelitian yang dilakukan oleh Erik
Rio Indrawan mengenai nisbah bagi
hasil dengan judul “Pengaruh Tingkat
Bagi Hasil dan Suku Bunga Terhadap
Simpanan Mudharabah Pada BPRS
Bangun Drajat Warga Yogyakarta.”
Penelitian ini menjelaskan mengenai
pengaruh tingkat bagi hasil dan suku
bunga terhadap simpanan mudharabah. Dalam penelitian ini digunakan
dua alat analisis yaitu analisis regresi
dan uji kausalitas Granger. Hasil regresi dengan model linier menyatakan
bahwa variabel tingkat bagi hasil
berpengaruh tidak signifikan terhadap
volume simpanan mudharabah, sedangkan variabel tingkat suku bunga
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap volume simpanan mudharabah. Untuk variabel tingkat bagi hasil
dan tingkat suku bunga secara bersama-sama berpengaruh positif dan
signifikan terhadap volume simpanan
mudharabah. Hasil uji kausalitas Granger dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan dua arah atau
simultan antara tingkat bagi hasil dan
tingkat suku bunga. Artinya variabel
tingkat bagi hasil tidak mempengaruhi
perubahan-perubahan yang terjadi
pada variabel tingkat suku bunga, dan
6
sebaliknya.

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2008.
6
Erik Rio Indrawan, Pengaruh Tingkat
Bagi Hasil dan Suku Bunga Terhadap
Simpanan Mudharabah Skripsi Fakultas

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

Penelitian lain dilakukan oleh Lili
Liliana dan Munrhokim Misanam mengenai nisbah bagi hasil yang berjudul
”Bagi Hasil, Bunga Bank dan
Relijiusitas: Suatu Investigasi Loyalitas
Nasabah Terhadap Perbankan Syariah” Dalam penelitian ini membahas
pengaruh tingkat kereligiusan masyarakat, presepsi terhadap bunga bank,
presepsi terhadap tingkat bagi hasil,
dan presepsi terhadap atribut-atribut
bank syariah terhadap loyalitas nasabah terhadap bank syariah. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel
tingkat relijiusitas masyarakat tidak
signifikan mempengaruhi keputusan
nasabah untuk bergabung dengan
bank syariah. Hal ini dapat menimbulkan pengaruh yang ambigu dalam
artian bahwa pengaruh yang ditimbulkannya bisa bersifat positif ataupun negatif terhadap perkembangan
bank syariah itu sendiri. Dikatakan
berpengaruh positif karena tingkat
kereligiusan masyarakat yang tidak
signifikan berarti nasabah yang melakukan transaksi di bank syariah tidak
selalu nasabah yang memiliki tingkat
relijiusitas yang tinggi, sehingga masyarakat awam, bahkan yang non
muslim sekalipun dapat menjadi nasabah bank syariah. Sehingga pangsa
pasar bank syariah dapat lebih meluas
lagi. Adapun penafsiran yang negatif,
yaitu dengan tidak signifikannya variaEkonomi Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2006.

45

bel tingkat relijiusitas masyarakat
maka dapat dijelaskan bahwa dalam
konteks penelitian ini, faktor penentu
yang muncul dalam keputusan untuk
bergabung dengan bank syari’ah atau
tidak adalah faktor bunga bank konvensional. Selain itu, penentu yang
lain adalah tingkat bagi hasil yang
ditawarkan oleh bank syari’ah. Semakin tinggi tingkat bagi hasil yang
ditawarkan maka semakin besar kecenderungan masyarakat dalam memutuskan bergabung dengan bank
syari’ah.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam
melakukan transaksi di bank syariah,
nasabah hanya mempertimbangkan
faktor bagi hasil. Ketika tingkat bagi
hasil bank syari’ah lebih tinggi dari
tingkat bunga bank konvensional,
maka nasabah akan bergabung dengan bank syari’ah. Selebihnya, jika
situasinya terbalik maka dikhawatirkan nasabah akan memilih untuk
bergabung dengan bank konven7
sional.
Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Nedi mengenai bagi hasil
yang berjudul “Pengaruh Profitabilitas
Sistem Bagi Hasil Terhadap Minat
Nasabah Berinvestasi di Bank Syariah.” Penelitian ini membahas pengaruh profitabilitas sistem bagi hasil
terhadap minat nasabah berinvestasi
ke bank syariah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa profitabilitas sis-

tem bagi hasil berpengaruh cukup
signifikan terhadap keputusan nasa8
bah berinvesatasi di Bank syari’ah.
Bank syariah menurut Undang-undang No.21 2008 adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan pinsip syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat
syariah.
Bank syariah pada dasarnya sama
dengan komersial lainnya yang sudah
ada selama ini, perlu waktu untuk
semua lapisan masyarakat, hanya saja
pada kegiatan operasionalnya bank
syariah itu berdasarkan pada prinsip
syariah itu. Menurut ensiklopedia
Islam, bank Islam adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Berdasarkan rumusan tersebut,
bank Islam berarti bank yang tata cara
beroperasinya didasarkan tata cara
bermuamalah secara Islam yang mengacu pada Al-Quran dan Al-Hadits.
Sedangkan pengertian muamalah
adalah ketentuan-ketentuan yang
mengatur hubungan manusia dengan
manusia, baik hubungan pribadi maupun antara perorangan dengan masyarakat.

7

8

Sinergi, www.google.co.id, 2007

46

Nedi’s Site, www.google.co.id, 2008

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

Didalam operasionalnya bank
Islam harus mengikuti dan atau berpedoman kepada praktik-praktik
usaha yang dilakukan di zaman
Rasullullah atau bentuk-bentuk usaha
baru sebagai bentuk ijtihat para
ulama atau cendikiawan muslim yang
tidak menyimpang dari ketentuan Al9
Quran dan Hadits.
2. Nisbah Bagi Hasil
Nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi
hasil di bank syariah. Sebab, aspek
nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah
pihak yang melakukan transaksi. Adapun pengertian nisbah adalah perbandingan antara aspek-aspek kegiatan yang dapat dinyatakan dengan
angka misalnya perbandingan antara
nisbah nasabah dengan nisbah bank
pada akad wadiah dan deposito
mudharabah.
Sedangkan bagi hasil terdiri dari
dua kata yaitu bagi dan hasil. Bagi artinya sepenggal, pecahan bagian dari
sesuatu yang utuh. Sedangkan hasil
adalah akibat dari sesuatu tindakan,
baik disengaja maupun tidak disengaja, baik menguntungkan maupun
yang merugikan. Kata hasil juga dapat
disamakan dengan pendapatan yang
pengertiannya adalah uang yang dite-

rima oleh perorangan perusahaan dan
organisasi dalam bentuk upah, gaji,
10
sewa bunga, komisi, ongkos, laba .
Angka nisbah bagi hasil merupakan
angka hasil negosiasi shahibul maal
dan mudharib dengan mempertimbangkan potensi dari proyek yang
11
akan dibiayai.
Faktor-faktor penentu tingkah
nisbah adalah unsur “iwad (countervalue) dari proyek itu sendiri, yaitu
risiko (ghurmi), nilai tambah dari kerja
dan usaha (kasb), dan tanggungan
(daman).. Jadi angka nisbah bukanlah
suatu angka keramat yang tidak
diketahui asal-usulnya, melainkan
suatu angka rasional yang disepakati
bersama dengan mempertimbangkan
proyek yang akan dibiayai dari
12
berbagai sisi.
Sistem bagi hasil merupakan suatu
sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia
dana (shahibul maal) dan pengelola
dana (mudharib) yang terjadi antara
bank dan nasabah penyimpan dana
maupun bank dengan nasabah penerima dana.
10

Warkum, Sumitro, Asas-asas Perbankan
Islam dan Lembaga Terkait( Jakarta:
Rajawali Persindo, 2004), h.5-6

Gunawan Tri Cahyo,”Pengaruh Rasio
Profitabilitas Perbankan Syariah Terhadap
Penentuan NIsbah Bagi hasil(Studi Pada
PT. Bank Muamalat Indonesia),” (Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum,UIN
Syarifhidayatullah Jakarta,2008),h.23-24)
11
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah,
( Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa,
2007), h. 67
12
Ibid hlm. 67

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

47

9

Bagi hasil merupakan langkah inovatis lembaga keuangan syariah yang
tidak hanya sesuai dengan etos budaya bangsa. Namun lebih dari itu
bagi hasil merupakan langkah keseimbangan sosial dalam memperoleh
kesempatan pendapatan ekonomi.
Dengan demikian, sistem bagi hasil
dapat dikatakan sebagai konsep yang
mempunyai unsur keadilan, dimana
tidak ada suatu pihak yang diuntungkan sementara pihak lain
dirugikan antara pemilik dana dan
pengelola dana sehingga besarnya
benefit yang diperoleh deposan sangat tergantung kepada kemampuan
bank dalam menginvestasikan danadana .

Statistik perbankan syariah Oktober
2009, www.go.id, 2009

setiap akhir bulan setelah investasi
yang dijalankan memberikan hasil.
Jadi, nasabah dapat melihat berapa
ekuivalen rate bank bulan yang lalu
untuk memberikan perkiraan berapa
ekuivalen rate bank pada bulan
berjalan.
Dalam penerapannya, tidak boleh
menyamakan bagi hasil dengan ekuivalen rate, kecuali ekuivalen rate
tersebut merupakan hasil masa lalu.
Jadi misalnya jika suatu bank menyatakan bahwa bagi hasil bulan
kemarin setara dengan 12% tetap saja
tidak dapat menentukan berapa besaran bagi hasil pada bulan yang akan
datang. Jika nisbah bagi hasil misalnya
60:40, hasil dari bagi hasil dimasa
datang kemungkinan bisa kurang atau
bisa lebih dari 12%, semuanya tergantung dari pendapatan bank. Hal
seperti ini merupakan praktek yang
umum dibank syariah di Indonesia.
Penyebutan ekuivalen rate hanya
untuk mempermudah nasabah dalam
memperkirakan bagi hasil saja, dan
bukan bagi hasilnya. Jika ekuivalen
rate sama dengan bagi hasil dimasa
yang akan datang berarti bagi hasil
tersebut sudah dipastikan diawal, hal
tersebut berarti riba.
Pada bank konvensional, bunga
memiliki hubungan yang erat dengan
penghimpunan tabungan. Hal ini dikarenakan nasabah pada bank konvensional cendrung menjadikan bunga sebagai faktor utama dalam
mengunakan produk bank tersebut.

48

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

3. Ekuivalen Rate
Ekuivalen rate nisbah bagi hasil
adalah indikasi tingkat imbalan dari
suatu pananaman dana atau peng13
himpunan dana bank pelapor . Ekuivalen rate juga berarti tingkat pengembalian atas investasi yang telah
ditanamkan. Ekuivalen rate ini perannya sama dengan bunga pada
bank konvensional, yaitu memberikan
gambaran seberapa besar tingkat
pengembalian atas investasi yang ditanam. Bedanya, bunga langsung
diperjanjikan diawal kontrak sebelum
investasi berjalan. Sedangkan ekuivalen rate dihitung oleh pihak bank
13

Namun kondisi tersebut berbeda dengan bank syariah. Posisi ekuivalen
rate sebenarnya bisa disamakan dengan bunga, dalam arti ekuivalen rate
dapat dijadikan faktor utama alasan
nasabah dalam menggunakan produk
tabungan dan juga sebagai instrument dalam mempromosikan tingkat
pengembalian seperti bunga dalam
bank konvensional. Berdasarkan hubungan tersebut, maka penelitian ini
mencoba untuk mencari pengaruh
ekuivalen rate terhadap penghimpunan dana tabungan.
Jadi dapat dilihat bahwa penentuan ekuivalen rate adalah setelah
hasil dari usaha pada bulan tersebut
didapatkan untuk kemudian dihitung.
Bukan diperjanjikan diperjanjikan dari
awal seperti yang dilakukan bank
konvensional yang biasa dikenal bunga. Walaupun ekuivalen rate tidak
dapat dijadikan patokan dalam menentukan ekuivalen rate yang akan
datang, namun setidaknya ekuivalen
rate dapat memberikan gambaran
pada nasabah tentang kinerja bank
dalam mendapatkan keuntungan pada setiap investasinya. Nasabah juga
dapat menaksir dan memperkirakan
berapa berapa besaran ekuivalen rate
yang akan datang dengan melihat
ekuivalen rate yang lalu. Karena biasanya dalam kondisi ekonomi yang
stabil, pergerakan ekuivalen rate dari
bulan kebulan hanya berkisar pada
nol, sampai satu persen saja.

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

Hal ini dikarenakan pada kondisi
ekonomi yang stabil, prediksi-prediksi
perekonomian dapat ditentukan dengan akurat. Dalam artian tidak ada
hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran perputaran sendi perekonomian. Sehingga apabila suatu usaha
berjalan pada suatu kondisi perekonomian yang stabil, maka hasil
usaha tersebut akan stabil, tidak
terjadi fluktuasi yang ekstrim.
Kerangka Konseptual
Bank sebagai salah satu lembaga
keuangan memiliki fungsi menghimpun dana masyarakat. Dana yang
dihimpun kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan
bank dalam menghimpun dana disebut dengan kegiatan funding sedangkan kegiatan bank dalam menyalurkan
dana
disebut
kegiatan
financing/lending. Kunci keberhasilan
manajemen bank syariah sangat
ditentukan oleh bagaimana bank tersebut dapat merebut hati masyarakat,
sehingga peranan bank syariah tersebut sebagai financial intermediary
berjalan baik.
Salah satu aspek yang memegang
peranan penting dalam kinerja bank
adalah kemampuan bank dalam
menghimpun dana pihak ketiga yang
dapat berupa tabungan, giro dan
deposito. Dalam hal ini, bank syariah
menggunakan instrument nisbah bagi
hasil dalam menarik nasabah untuk
menyimpan dananya di bank syariah.

49

Instrumen nisbah bagi hasil di bank
syariah tentunya berbeda dengan
bunga di bank konvensional yang
bersaing dengan sangat kompetitif
dalam menetapkan suku bunga
simpanan yang sangat menarik dalam
menggaet calon nasabah dan pembagian keuntungannya ditentukan
diawal yaitu dengan menghitung
jumlah beban bunga dari dana yang
disimpan atau dipinjam dan sangat
dipengaruhi oleh tingkat suku bunga.
Semakin tinggi tingkat suku bunga
akan diikuti dengan naiknya bunga
simpanan dan bunga pinjaman.
Sedangkan nisbah bagi hasil
ketentuan keuntungan ditentukan besar- kecilnya hasil suatu usaha.
Pembagian porsi keuntungan dihitung
sesuai nisbah bagi hasil didasarkan
jumlah keuntungan yang diperoleh.
Semakin besar tingkat keuntungan
yang diperoleh semakin besar jumlah
pembagian laba yang dibagikan
kepada nasabah penyimpan dana.
Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya
sebagai penyimpan harta dan pengelola investasi yang baik akan
sangat menentukan kualitas usahanya
sebagai lembaga intermediary dan
kemampuan untuk menghasilkan laba.
Nasabah tabungan bank syariah
terbagi menjadi dua macam yaitu nasabah emosional dan nasabah rasional. Nasabah emosional adalah
nasabah yang menabung dibank sya-

riah karena faktor kesesuaian syariah
sedangkan nasabah rasional adalah
nasabah yang memilih bank syariah
karena ingin mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Nasabah
rasional cenderung berpindah-pindah
rekening karena nasabah ini lebih
memperhatikan keuntungan yang diperoleh. Nasabah rasional lebih besar
jumlahnya daripada nasabah emosional. Dalam hal ini menuntut bank
syariah untuk bersaing kompetitif
bersaing dengan sesama bank syariah
dan bank konvensional untuk memberikan tingkat pengembalian yang
tinggi. Semakin besar ekuivalen rate
nisbah bagi hasil yang diberikan
semakin besar jumlah nasabah penghimpunan dana yang menabung di
bank syariah dan sebaliknya.

50

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Gambaran Umum PT. BPRS
Kota Bekasi
PT. BPRS Kota Bekasi merupakan
satu-satunya perusahaan daerah yang
bergerak dalam perbankan syariah di
Propinsi Jawa Barat. Bank Pembiayaan Syariah kota Bekasi mulai
berroperasi sejak diresmikan oleh
Walikota Bekasi H. Ahmad Jurfaih
pada tanggal 18 September 2006.
Setelah mengantongi izin usaha dari
Dewan Gubernur Bank Indonesia
tanggal 31 Agustus 2006 Bank
Pembiayaan rakyat Syariah Kota
Bekasi diharapkan menjadi pilar
pembangunan ekonomi masyarakat

Bekasi yang bernuansa Ihsan. Seiring
dengan pertumbuhan ekonomi Kota
Bekasi, peran strategis yang diemban
perusahaan milik Pemda Kota Bekasi
ini menunjukan peningkatan kinerja
yang baik berdasarkan hasil penilaian
dari Bank Indonesia untuk periode
tahun 2006 – 2007.
Perkembangan Ekonomi Kota Bekasi ditahun 2007 mengalami peningkatan secara pesat, Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan industri
perbankan Kota Bekasi dari tahun ke
tahun yang mengalami peningkatan,
sebagaimana dilaporkan Bank Indonesia melalui Kajian Ekonomi Regional
Provinsi Jawa Barat menunjukan
peningkatan setiap tahunnya. Kinerja
perbankan di Kota Bekasi mengalami
kemajuan, sehingga mengindikasikan
pertumbuhan ekonomi kota Bekasi
semakin membaik serta adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat
kota Bekasi membaik pula.
Pertumbuhan perbankan di Kota
Bekasi ini hampir setiap tahun terus
meningkat dan memungkinkan bagi
industri perbankan untuk memperluas usahanya seiring dengan
perkembangan arus migrasi pendatang.
BPRS Kota Bekasi merupakan salah satu indikator yang turut menyumbang pertumbuhan perbankan
di Kota Bekasi. Pada tahun 2007, hal
ini tercermin dari Performance kinerja
keuangannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan team pengawas BI PD.

Maslahah, Vol.2, No. 2, Agustus 2011

BPRS Kota Bekasi memperoleh Predikat Sehat dengan Skor TKS sebesar
92,82 dan membukukan laba bersih
setelah pajak per 31 Desember sebesar Rp 404.518.979,00 sehingga
mampu menyumbang PAD kota
Bekasi sebesar Rp 161.807.591,00 .
Sebagai perusahaan Milik Daerah
(BUMD) BPR Syari’ah Kota Bekasi
berkomitmen untuk menggerakan
pembangunan ekonomi daerah melalui pembinaan dan pengembangan
UKM diberbagai sektor. Pada tahun
2007 bekerjasama dengan BAPPEDA
Kota Bekasi melalui SATLAK PPKIPM
bersama-sama meningkatkan daya
belimasyarakat melalui perkuatan
permodalam UKM dalam bentuk
Plasma dan Inti Plasma yang terdiri
dari Inti dan Plasma Ikan Hias, Inti dan
Plasma Boneka serta Inti dan Plasma
Sampah Plastik
2. Data Deskripsi Responden
Jumlah nasabah Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah Kota Bekasi yang
menjadi responden dalam penelitian
ini adalah 100 nasabah yang ditemui
untuk diminta kesediaannya mengisi
kuisioner yang sudah dipersiapkan.
Berdasarkan kuesioner tersebut dapat
diidentifikasi karakteristik responden
dalam penelitian ini berdasarkan tujuh aspek yaitu jenis kelamin, umur,
tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, pendapatan,
serta pengeluaran perbulan.

51

Berdasarkan hasil penyebaran
kuisioner terhadap 100 nasabah yang
bersedia menjadi responden dapat
diketahui jumlah nasabah laki-laki
sebanyak 56 orang atau 56% dari total
responden dan 44 orang perempuan
atau 44% dari total responden
Berdasarkan lima klasifikasi tingkat usia/umur responden dapat
dijelaskan bahwa nasabah di dominasi
oleh tingkat usia 30-39 th yaitu sebanyak 33 orang atau 33% dan tingkat
terendah dari golongan usia responden adalah pada tingkat usia