EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT.

(1)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan, tempat bercocok tanam, beternak, tempat mendirikan bangunan dan sebagainya.

Pertumbuhan populasi manusia memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Bertambahnya manusia ini otomatis membuat kebutuhan lahan khususnya permukiman terus meningkat baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk akan menimbulkan trend perubahan penggunaan lahan pada kawasan tertentu baik pada kawasan yang dilindungi maupun pada kawasan budidaya.

Perubahan lahan untuk permukiman merupakan hal yang terus terjadi hingga saat ini. Perubahan lahan untuk permukiman ini biasanya terjadi pada kawasan yang strategis (memiliki aksesibilitas yang baik) dan memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Padahal untuk mendirikan bangunan (permukiman) pada suatu wilayah haruslah disesuaikan dengan berbagai aspek baik aspek fisik maupun aspek sosial sehingga dalam pembangunan suatu wilayah untuk permukiman tidak berdampak buruk bagi lingkungan pada masa kini maupun dimasa yang akan datang.

Wilayah pusat permukiman merupakan kawasan yang menjadi pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat baik pada kawasan perkotaan maupun perdesaan. Keterkaitan antarwilayah merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar wilayah, yaitu wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten atau kota. Keterkaitan antar fungsi kawasan merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar kawasan, antara lain meliputi keterkaitan antar kawasan lindung dan kawasan budidaya. Keterkaitan antar kegiatan kawasan merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar kawasan perkotaan dan perdesaan (UU RI No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, hlm. 22).


(2)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Menurut Bintarto (1983, hlm. 36), permukiman merupakan area yang paling luas dalam pemanfaatan ruang kota mengalami perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu menciptakan bentuk dan struktur kota yang berbeda dengan kota lainnya. Perkembangan permukiman pada setiap bagian kota tidaklah sama, tergantung pada karateristik masyarakat, potensi sumberdaya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta fasilitas kota.

Peningkatan jumlah penduduk, pembangunan dan penambahan pusat aktivitas baru turut meningkatkan kebutuhan permukiman. Kondisi ini mendorong penduduk mencari lahan yang relatif murah di pinggiran kota. Efek selanjutnya adalah penduduk akan mencari wilayah untuk membangun permukiman terutama di wilayah pinggiran kota yang memiliki harga lahan relatif lebih murah yang mengakibatkan pinggiran kota berkembang menjadi kawasan perumahan-perumahan baru yang tersebar, tidak teratur dan tidak terintegrasi satu sama lain dan memunculkan ruang-ruang kosong antar kawasan permukiman itu sendiri maupun dengan kawasan kota. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kemungkinan tidak semua penggunaan lahan permukiman berada pada lahan yang sesuai dan layak (Wijaya, 2009, hlm 2). Kondisi ini pun berlaku bagi seluruh area pinggiran kota di Indonesia termasuk Kecamatan Padalarang.

Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu wilayah yang strategis dan merupakan kawasan pinggiran kota. Kecamatan Padalang merupakan salah satu pintu gerbang penghubung dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Jakarta yang dapat diakses melalui jalan bebas hambatan Cipularang dan Padaleunyi yang merupakan jalan Negara (melalui Purwakarta dan Bandung Jakarta melalui Cianjur). Selain itu Kecamatan Padalarang memiliki tempat wisata diantaranya adalah Situ Ciburuy. Letaknya yang strategis ini tentunya mendorong pendirian bangunan dan permukiman penduduk. Kota Pendidikan Kota Baru Parahiangan Padalarang merupakan kawasan pemukiman mewah bukti nyata dari pesatnya pembangunan permukiman pada Kecamatan Padalarang ini.


(3)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Kecamatan Padalarang terbagi menjadi 10 desa dengan luas wilayah 51,40 km² (5.140 Ha) dan memiliki jumlah penduduk 161.973 jiwa. Selain itu Kecamatan Padalarang memiliki jumlah rumah tangga sebanyak 42.624 kepala keluarga (BPS Kabupaten Bandung Barat, 2014). Dari data tersebut maka dapat diperoleh kepadatan penduduk kasar di Kecamatan Padalarang dengan cara membagi jumlah penduduk di Kecamatan Padalarang (jiwa) dengan luas wilayah di Kecamatan Padalarang (dalam km²). Dari hasil perhitungan maka kita bisa mendapatkan kepadatan penduduk kasar kasar Padalarang adalah 3.151 jiwa/ km².

Jumlah penduduk, luas wilayah jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk kasar kasar Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada tabel 1.1 dan grafik 1.1.

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kasar kasar Kecamatan Padalarang

No Desa

Kelurahan

Jumlah Penduduk

Luas Wilayah

(km²)

Jumlah Rumah Tangga

Kepadatan penduduk kasar

kasar (km²)

1 Laksanamekar 16.670 4,23 4.340 394,09

2 Cimerang 8.145 5,12 2.120 394,09

3 Cipeundeuy 11.978 5,04 3.118 1.590,59

4 Kertajaya 17.832 4,39 4.642 4.061,96

5 Jayamekar 15.599 5,77 4.061 2.703,47

6 Padalarang 30.908 5,11 8.046 6.048,53

7 Kertamulya 22.908 2,48 5.938 9.237,10

8 Ciburuy 17.289 5,66 4.496 3.054,59

9 Tagogapu 10.354 5,79 2.696 1.788,26

10 Cempakamekar 12.169 7,80 3.168 1.560,13

Jumlah 161.973 51,40 42.624 3.151,23


(4)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 diolah

Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa desa yang memiliki penduduk paling banyak adalah Desa Padalarang yaitu 30.575 jiwa yang menjadi pusat pemerintahan dari Kecamatan Padalarang sementara desa yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Desa Cimerang. Jumlah rumah tangga berbanding lurus dengan jumlah penduduk dimana jumlah rumah tangga paling banyak berada pada Desa Padalarang sebanyak 8.046 kepala keluarga dan yang paling sedikit berada di Desa Cimerang sebanyak 2.120 kepala keluarga. Sementara itu wilayah desa yang memiliki wilayah yang paling luas adalah Desa Cempakamekar yakni 7,8 km² (780 Ha) dan yang memiliki wilayah paling sempit adalah Desa Kertamulya. Data yang cukup menarik adalah ketika kita melihat kepadatan penduduk kasar tertinggi berada pada desa yang memiliki luas tersempit yaitu di Desa Kertamulya yang memiliki kepadatan penduduk kasar 9.098 jiwa/ km². Dari data tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Padalarang berpusat di pusat pemerintahan yaitu di Desa Padalarang dan pusat pertumbuhan penduduk yaitu Desa Kertamulya yang di dalamnya terdapat kawasan industri dan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai karyawan pada industri (BPS Kabupaten Bandung Barat, 2014).

Selain matapencaharian penduduk yang mayoritas bekerja pada sektor industri terdapat fakta lain bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Padalarang

0 5 10 15 20 25 30 35

Grafik 1.1

Perbandingan Jumlah Penduduk di Kecamatan Padalarang


(5)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pada tahun 2010-2013 menunjukan peningkatan kepadatan penduduk kasar. Penigkatan penduduk dapat dilihat pada tabel 1.2 dan grafik 1.2.

Tabel 1.2

Kepadatan penduduk kasar Kecamatan Padalarang Tahun 2010-2013

Tahun Luas Wilayah

(Km²)

Penduduk (Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Km²)

2010 51,58 155.457 3.013,90

2011 51,58 160.404 3.109,81

2012 51,40 161.973 3.151,23

2013 51,40 163.732 3.185,45

Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011-2014 diolah

Penduduk yang senantiasa bertambah tentunya akan memproyeksikan perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang. Bertambahnya penduduk ini otomatis akan mendorong perubahan lahan di Kecamatan Padalarang menjadi permukiman.

Grafik 1.2

Kepadatan Penduduk Kasar Kecamatan Padalarang Tahun 2010-2013

Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011-2014 diolah

Perubahan penggunaan lahan menjadi kawasan permukiman terus terjadi di Kecamatan Padalarang. Berdasarkan hasil analisis peta penggunaan lahan, dapat diketahui bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan secara signifikan di Kecamatan Padalarang. Pada tahun 2000 hingga 2010, perubahan lahan terjadi pada lahan sawah yaitu 248,8 Ha. Pada penggunaan lahan lainnya seperti pada kebun/perkebunan, semak, tanah kosong dan tegalan juga mengalami penurunan (luas lahan) dan hutan memiliki luas lahan yang tetap. Kebun atau perkebunan

2900 2950 3000 3050 3100 3150 3200

2010 2011 2012 2013

K e p a d a ta n P e n d u d u k K a sa r Tahun


(6)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

mengalami penyusutan lahan 51,4 Ha, semak belukar 10,3 Ha, tanah kosong 81,9 Ha dan tegalan 30 Ha. Sebaliknya pada penggunaan lahan permukiman mengalami peningkatan luas lahan sebesar 426,1 Ha.

Pada tahun 2010 hingga tahun 2015 pun terjadi perubahan menjadi kawasan permukiman. Peningkatan luas lahan permukiman pada tahun 2015 naik 59% atau seluas 796,35 Ha dibandingkan tahun 2010 (analisis citra landsat, 2015). Alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman terjadi pada sawah yang mengalami penurunan lahan sebanyak 25,21% atau 420,2 Ha. Selain itu, tanah kosong dan tegalan pun mengalami penurunan luas lahan. Tanah kosong mengalami penururnan luas 103,49 Ha atau 58% dibandingkan luas lahan pada tahun 2010 dan tegalan mengalami penurunan 272,92 Ha atau 23,94%.

Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Padalarang dapat dilihat pada Tabel 1.3. Sedangkan peningkatan luas lahan permukiman dapat dilihat pada Grafik 1.3.

Berdasarkan Tabel 1.3 dan Grafik 1.3 dapat diketahui bahwa alih fungsi la- han terus terjadi. Perubahan lahan permukiman terus meningkat sementara pada lahan pertanian khususnya sawah terus mengalami penurunan luas lahan. Jika perubahan lahan menjadi kawasan permukiman terus terjadi, maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap kondisi lingkungan dan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan bencana pad masa yang akan datang.

Tabel 1.3

Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Padalarang

No Penggunaan Lahan 2000 2010 2015

1 Hutan 21,76 21,76 21,76

2 Kebun / Perkebunan 580,00 525,90 525,90

3 Permukiman 920,90 1.347,00 2143,35

4 Sawah 1.915,00 1.666,20 1246,20

5 Semak Belukar 413,50 403,20 403,20

6 Tanah Kosong 260,10 178,20 74,71

7 Tegalan 1.171,00 1.140,00 867,08

8 Tubuh Perairan 145,90 145,90 145,90

Jumlah 5.428,16 5.428,16 5.428,16

Sumber : Hasil analisis Peta RBI (2001), Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2010) dan Citra Landsat (2015).


(7)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Sumber : Hasil analisis Peta RBI (2001), Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2010) dan Citra Landsat (2015).

Untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk permukiman terutama di lokasi penelitian, maka perlu diketahui secara pasti sifat-sifat lahannya sekaligus dilakukan evaluasi kemampuan lahannya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengangkat judul “Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk

Permukiman Di Kecamatan Padalarng Kabupaten Bandung Barat” pada penelitian ini.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Setelah mengidentifikasi masalah pada latar belakang penelitian, maka rumusan masalah yang akan diangkat adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah karakteristik fisik lahan Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat?

2. Bagaimanakah kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik fisik lahan Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.

0 500 1000 1500 2000 2500

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

Lu

a

s

La

h

a

n

Tahun


(8)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2. Menganalisis kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Padalarng Kabupaten Bandung Barat.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diraih dari penelitian ini adalah:

1. Bagi instansi, memberikan informasi terkait dalam memberikan kebijakan dalam pembangunan kawasan permukiman di Kecamatan Padalarang.

2. Bagi masyarakat, memberikan gambaran Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung mengenai pentingnya memperhatikan keadaan lahan sebelum mendirikan rumah (permukiman).

3. Bagi dunia pendidikan, sebagai bahan pengayaan pada bahan ajar untuk mata pelajaran geografi sekolah menengah atas pada materi kelas XI IIS dan XII IIS pada kurikulum 2013 yaitu menganalisis dinamika dan masalah kependudukan serta sumber daya manusia di Indonesia untuk pembangunan dan menyusun konsep wilayah dan pewilayahan dalam perencanaan pembangunan nasional. 4. Bagi peneliti lain, sebagai sumber data yang dapat dipertanggung jawabkan

dan sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian lainnya.

5. Bagi peneliti, menambah pengalaman, wawasan dan pemahaman dalam penerapan konsep dan teori geografi di lapangan.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Sub-bab ini berisi mengenai rincian dari masing-masing bab dalam skripsi, mulai dari bab I sampai dengan bab V. Sistematika skripsi ini mengikuti pedoman penulisan karya tulis ilmiah upi tahun 2014.

Bab I berisi mengenai pendahuluan diadakannya penelitian. Bagian pertama adalah latar belakang diadakannya penelitian yang menjelaskan konteks penelitian yang dilakukan. Bagian kedua adalah rumusan masalah yang berisi identifikasi secara spesifik mengenai permasalahan yang diteliti. Bagian ketiga adalah tujuan penelitian yang menyebutkan dengan jelas maksud dari penelitian. Bagian keempat adalah manfaat penelitian yang berisi penjabarkan manfaat secara praktis maupun secara teoritis bagi berbagai pihak, mulai dari manfaat bagi peneliti sendiri, bagi masyarakat hingga bagi pemangku kebijakan. Bagian terakhir adalah


(9)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

sturktur organisasi skripsi yang memberikan gambaran deskriptif yang memaparkan kerangka dari skripsi ini.

Bab II berisi tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini sangatlah penting dalam sebuah penelitian Karena berperan sebagai landasan teoritis yang dapat membantu menjawab pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Bab ini berisi mengenai teori dan konsep lahan, penggunaan lahan, evaluasi lahan, rumah, perumahan, permukiman dan evaluasi kesesuaian lahan permukiman.

Bab III berisi mengenai metodologi penelitian yang terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama berisi metode penelitian yang menjelaskan cara pengambilan data pada penelitian. Bagian kedua menjelaskan desain penelitian yang menunjukan bagan alur desain penelitian, termasuk konsep dan tahapan penelitian hingga diperoleh kesimpulan dan rekomendasi. Bagian ketiga pendekatan penelitian yang merupakan sub-bab pembeda antara penelitian geografi dengan penelitian lainnya yang meliputi pendekatan kelingkungan, kewilayahan dan kerungan. Bagian keempat populasi dan sampel yang menunjukan daerah penelitian dan cara pengambilan sampel pada penelitian. Bagian kelima variable penelitian, berisi variable-variabel yang akan diteliti. Bagian keenam definisi Operasional, memberikan batasan dari konsep yang diangkat dalam judul penelitian agar tidak terdapat kesalahan penafsiran. Bagian ketujuh instrumen penelitian, menjabarkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Bagian kedelapan teknik pengumpulan data, menjelaskan prosedur pengumpulan data. Bagian kesembilan teknis pengolahan data, memaparkan secara sistematis pengelolaan data yang telah siperoleh dari penelitian baik berupa data primer maupun data sekunder. Bagian terakhir analisis data, pada bagian ini dijelaskan teknis penganalisisan data

yang digunakan, yaitu pengharkatan.

Bab IV berisi mengenai Hasil dan Pembahasan Penelitian yang terdiri dari beberapa bagian. Pada penelitian ini Bab IV disusun dengan cara tematik, sehingga sub-bab pada Bab IV terdiri atas lokasi luas dan waktu penelitian, kondisi fisik lahan lokasi penelitian dan evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman.


(10)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Bab V merupakan penutup dari skripsi ini. Pada bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap analisis pada temuan di Bab IV. Bab V terdiri dari kesimpulan yang memaparkan kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian dan saran yang ditujukan pada berbagai elemen agar dapat membangun kawasan permukiman pada wilayah yang sesuai.

F. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini berisi daftar penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti sebelumnya untuk menghindari adanya tumpang tindih penelitian dan atau meminimalisir terjadinya tindak plagiarisme. Peneliti menuliskan beberapa penelitian mengenai “Evaluasi Kesesuaian Lahan” karena peneliti mengangkat judul “Evauasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat”. Penelitian terdahulu tersaji pada LAMPIRAN 5.

Berdasarkan LAMPIRAN 5 maka dapat diketahui perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:

1. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode explorative dengan metode pengharkatan (scoring) pada analisis data dan diakhiri overlay pada peta potensi bencana. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mayoritas menggunakan bantuan SIG tanpa melakukan pendekatan survey lapangan. Jika terdapat yang menggunakan surveri lapangan pun hanya menggunakan analisis deskriptif pada teknik analisis data tanpa memperhatikan potensi kebencanaan.

2. Penelitian ini berbasis data peta satuan lahan yang telah dibuat oleh peneliti sebelum melakukan penelitian sehingga pengambilan sampel terfokus pada data. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang membuat peta setelah dilaksanakannya kegiatan penelitian.

3. Karena berbasis peta satuan lahan, peneliti dapat menentikan koordinat lokasi penelitian sebelum penelitian dilaksanakan.

4. Penelitian ini memberikan peta zonasi kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Padalarang secara actual dan potensial berdasrkan hasil penelitian.


(11)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya mengkomparasikan hasil penelitian dengan RTRW setempat dan jarang yang menampilkan peta zonasi kesesuaian lahan untuk permukiman (beberapa masih bersifat penjabaran atau berupa narasi tanpa menampilkan dalam peta).

5. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Padalarang yang merupakan salah satu pintu gerbang penghubung dua kota besar di Indonesia yaitu Bandung dan Jakarta. Selain itu Kecamatan Padalarang memiliki kondisi fisik lahan yang heterogen mulai dari geomorfologi vulkanik hingga karst (yang biasanya berasosiasi dengan laut), topografi yang beragam hingga jenis tanah yang berbeda yang membuat penelitian menjadi menarik dibandingkan penelitian di wilayah lainnya yang relatif memiliki karakteristik homogen.

6. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan geografi khususnya pendekatan kelingkungan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan pendekatan disiplin ilmu lainnya. Pada penelitian ini seluruh aspek dikaitkan secara menyeluruh antara parameter yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pada saat menjelaskan kondisi geologi peneliti tidak hanya menjelaskan geologi saja akan tetapi dikaitkan dengan kemiringan lereng, jenis tanah, potensi kebencanaan dan kesesuaian untuk permukiman yang merupakan focus pada penelitian ini.


(12)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara utama untuk mencapai suatu tujuan seperti untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik tertentu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh seorang peneliti (Surakhmad, 1982, hlm. 131). Metode yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. Metode eksploratif ini menurut Tika (2005, hlm. 5) adalah suatu bentuk yang memiliki tujuan untuk mengumpulkan sejumlah data berupa variable, unit atau pun individu untuk diketahui hal-hal yang mempengaruhi sesuatu.

Data yang digunakan dalam penyususnan karya tulis ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan antara lain kedalaman air tanah, potensi mengembang mengerut tanah, lereng, kelas unified, kedalaman hamparan batuan, kedalaman padas keras dan sebaran batuan. Sedangkan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan Kecamatan Padalarang, kependudukan, subsisten total, riwayat banjir dan riwayat bencana longsor.

Pada penelitian ini penulis melakukan ground check terhadap data primer yang diperoleh langsung secara actual. Data primer tersebut meliputi subsisten total/amblesan, kedalaman air tanah, potensi mengembang mengkerut tanah, kelas univied (komposisi tanah), kemiringan lereng, kedalaman hamparan batuan, kedalaman padas keras dan persentasi batuan/kerikil. Selain itu peneliti akan mengembangkan berbagai pertanyaan mengenai kesesuaian lahan untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan maka akan dilakukan pengambilan data fisik baik yang berasal dari pengamatan langsung di lapangan maupun data untuk analisis laboratorium. Data yang diperoleh pada penelitian ini merupakan hasil eksplorasi di lokasi penelitian berdasarkan indikator - indikator yang dapat dipertanggungjawabkan yang selanjutnya dicari dan dianalisis secara akurat, sehingga metode eksploratif ini merupakan metode yang cocok pada penelitian ini. Penggunaan metode eksploratif pada penelitian ini, diharapkan dapat


(13)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

memberikan evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.

Penelitian ini menggunakan metode eksploratif karena pada metode ini memiliki tujuan untuk mengumpulkan sejumlah data berupa variable, unit atau pun individu untuk diketahui hal-hal yang mempengaruhi kesesuaian lahan untuk permukiman. Selanjutnya, pada metode ini pun dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan terlebih dahulu ata mengembangkan hipotesis lanjutan.

B. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan tentunya harus dilakukan melalui berbagai tahapan yang sistematis mulai dari tahap persiapan sampai tahap ahir agar penelitian yang dilakukan hasilnya dapat diperoleh dengan maksimal dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Penelitian ini secara umum terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pengumpulan data dan pengolahan dan hasil analisis data. Alur penelitian tersaji pada gambar 3.1.

C. Pendekatan Penelitian

Dalam kajian geografi terdapat beberapa pendekatan yang sering digunakan. Sumaatmadja (1988, hlm. 77-86) mengemukakan secara garis besar terdapat empat pendekatan, yakni: (1) pendekatan keruangan atau spatial approach; pendekatan ini dibagi-bagi lagi dalam beberapa pendekatan seperti; (a) pendekatan topik; (b) pendekatan aktivitas manusia; (c) pendekatan regional; (2)

pendekatan ekologi atau ecological approach; (3) pendekatan histories atau pendekatan kronologi; (4) pendekatan sistem atau system approach. Sedangkan

menurut Bintarto dan Hadisumarno (1979, hlm. 12 - 29) terdapat tiga pendekatan dalam geografi. Pertama, pendekatan analisis keruangan, pendekatan ini mempelajari perbedaan antar lokasi mengenai sifat – sifat penting. Analisis keruangan memperhatikan penggunaan ruang yang telah ada dan penyebaran ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang dicanangkan. Kedua pendekatan ekologi, pendekatan ini mengkaji interaksi antar organisme hidup


(14)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

dengan lingkungan hidupnyasebagai kesatuan ekosistem (abiotic dan biotik) yang saling terintegrasi. Ketiga, pendekatan kompleks wlayah merupakan kombinasi diantara pendekatan analisis keruangan dan pendekatan ekologi. Pendekatan


(15)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu


(16)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Peta 3.2 Peta Pengambilan Sampel Penelitian


(17)

Masalah Permukiman

Peta RBI Peta Geologi

Peta Penggunaan

Lahan

Peta RTRW

Peta Kemiringan

Lereng

Peta Tanah

Peta Satuan Lahan

Peta Geomorfologi

Potensi Bancana

Kesesuain Lahan untuk Permukiman

1. Subsisten total/amblesan (cm)

2. Intensitas Banjir

3. Kedalaman air tanah (cm)

4. Potensi mengembang mengerut tanah

5. Kelas Unified (komposisi tanah)

6. Kemiringan lereng (%)

7. Kedalaman hamparan batuan (cm)

8. Kedalaman padas keras

9. Persentasi batuan/kerikil

10. Kejadian longsor

Potensi Bencana

Peta Bahaya Longsor

Kesesuaian

Kondisi Daerah Kesesuaian Penelitian

Sesuai Tidak Sesuai

Peta Kesesuaian Lahan Permukiman

Aktual Potensial

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman Analisis

Rekomendasi

Peta Curah Hujan

Peta Bahaya Banjir


(18)

sarkan interaksi dan interdependensi yang terjadi pada lingkungan. Lingkungan geografi memiliki pengertian yang sama dengan lingkungan pada umumnya. Pendekatan lingkungan dilakukan dengan berpusat pada interelasi kehidupan manusia dengan lingkungan fisiknya yang membentuk sistem keruangan yang

dikenal dengan ekosistem”.

Kajian pada penelitian ini akan focus pada lingkungan fisik yaitu Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat ditinjau dari hubungan timbal balik antara subsisten total/amblesan, intensitas banjir, kedalaman air tanah, potensi mengembang mengkerut tanah, kelas unified (komposisi tanah), kemiringan lereng, kedalaman hamparan batuan, kedalaman padas keras, persentasi batuan/kerikil, dan kejadian longsor di Kecamatan Padalarang yang akan mempengaruhi karakteristik fisik lahan di wilayah tersebut. Selanjutnya, dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman dengan output peta kondisi actual dan peta rekomendasi kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat tanpa mengesampingkan faktor sosial yang mendorong perubahan pada penelitian.

Pendekatan kelingkungan yang digunakan ini digunakan karena sesuai dengan tujuan dari penelitian ini mengenai sumberdaya alam, salah satu diantaranya adalah sumberdaya lahan yang merupakan bagian dari kajian geografi sumberdaya lahan. Sumberdaya lahan terbagi menjadi beberapa bagian yaitu lahan pertanian dan non pertanian. Pada penelitian ini penulis focus pada sumberdaya non pertanian yaitu lahan permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2013, hlm. 61) merupakan wilayah generalisasi yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dapat berupa orang maupun objek alam lainnya. Populasi ini meliputi karakter secara menyeluruh dan tidak tergantung pada jumlahnya. Bahkan individu pun dapat dikatakan sebagai populasi. Tergantung dengan apa yang akan kita teliti.


(19)

Berdasarkan pengertian tersebut dengan permasalahan yang akan diteliti, maka populasi yang akan diteliti meliputi seluruh wilayah di Kecamatan Padalarang. Subjek dalam penelitian ini yaitu seluruh lahan di Kecamatan Padalarang seluas 51,4 km² (5.140 Ha). Adapun luas Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada tebel 3.1.

Tabel 3.1

Luas Desa Kecamatan Padalarang

No Desa Kelurahan Luas Wilayah (Ha)

1 Laksanamekar 423

2 Cimerang 512

3 Cipeundeuy 504

4 Kertajaya 439

5 Jayamekar 577

6 Padalarang 511

7 Kertamulya 248

8 Ciburuy 566

9 Tagogapu 579

10 Cempakamekar 780

Jumlah 5.140

Sumber: BPS Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014 diolah

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 62) sampel yaitu: “Sampel adalah bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.” Sehingga dapat

diartikan bahwa sampel adalah populasi yang dipilih untuk mewakili suatu populasi. Teknik sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan satuan lahan.

FAO (1990) mendefinisikan satuan lahan sebagai bagian dari lahan yang memiliki karakteristik yang spesifik. Bagian yang dimaksud dalam satuan lahan dapat pula diambil secara sembarang dalam pembuatan batas-batasnya dan dapat dipandang sebagai satuan lahan untuk suatu evaluasi kesesuaian lahan. Akan tetapi evaluasi dapat lebih mudah dilaksanakan apabila satuan lahan didefinisikan atas kriteria-kriteria karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan. Dengan kata lain satuan lahan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Untuk menentukan jumlah dan lokasi sampel penulis menggunakan peta satuan lahan Kecamatan Padalarang yang diperoleh dari overlay (tumpang susun). Peta yang digunakan untuk mendapatkan peta satuan lahan adalah peta pengguna-


(20)

an lahan, leta kemiringan lereng, peta geomorfologi, peta tanah dan peta geologi. Peta Satuan Lahan Kecamatan Padalarang dapat dilihat pada Peta 3.2.

Berdasarkan Peta Satuan Lahan Kecamatan Padalarang maka dapat diperoleh 64 satuan lahan di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Karena pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah Stratified Random

Sampling sehingga tidak semua satuan lahan menjadi sampel penelitian. Sampel

penelitian difokuskan pada satuan lahan yang memiliki penggunaan lahan pemukiman dan difokuskan pada satuan lahan yang mendominasi di wilayah Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Keterangan peta satuan lahan dan sampel penelitian secara berturut-turut dapat dilihat pada LAMPIRAN 6 dan Tabel 3.2.

Dari 64 satuan lahan pada penelitian ini, maka penulis dapat menentukan lokasi pengambilan sampel sesuai dengan karakteristik satuan lahan. Selanjutnya peneliti menentukan lokasi sampel selain disesuaikan dengan satuan lahan, peneliti juga mempertimbangkan aspek aksesibilitas lokasi sampel. Aksesibilitas dilihat dari jarak antar lokasi sampel dengan keberadaan jalan raya. Sehingga dapat diperoleh lokasi yang memiliki aksesibilitas cukup baik namun masih relevan karena sesuai dengan karakteristik satuan lahan.

Lokasi yang dipilih merupakan lokasi dengan penggunaan lahan permukiman untuk dapat mengetahui evaluasi lahan actual. Selain tu peneliti mengambil lokasi yang memiliki satuan lahan yang dominan yang berpotensi untuk berubah penggunaan lahannya untuk mengetahui evaluasi lahan potensial.

Pada penelitian ini diambil sampel berdasarkan satuan lahan agar didapatkan sampel yang mewakili satuan lahan tertentu. Peneliti mengambil 20 sampel untuk menghindari terdapatnya homogenitas data. Selain itu peneliti mengambil sampel dari penggunaan lahan permukiman dan bukan permukiman. Pengambilan sampel dengan penggunaan lahan permukiman dimaksudkan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan actual. Sedangkan pengambilan sampel bukan permukiman dimaksudkan untuk membuat evaluasi kesesuaian lahan potensial sehingga jika keduanya digabungkan dapat menghasilkan evaluasi dan rekomendasi kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Ka- bupaten Bandung Barat.


(21)

Tabel 3.2

Lokasi Pengambilan Sampel

NO SATUAN LAHAN

Koordinat Sampel

Desa Meridian (BT) Lintang (LS)

1 I Pk Oml 107° 30’ 12.3" 6° 52’ 52.5" Desa Laksana Mekar 2 I Tg Qyt 107° 30’ 18.2" 6° 52’ 38.0" Desa Laksana Mekar 3 I Pk Qyt 107° 30’ 18.0" 6° 52’ 33.9" Desa Laksana Mekar 4 I Sw Ql 107° 30’ 07.4" 6° 52’ 40.1" Desa Laksanamekar 5 I Pk Ql 107° 30’ 17.1" 6° 53’ 02.8" Desa Kertajaya 6 III Pk Ql 107° 28’ 37.8" 6° 51’ 02.1" Desa Padalarang 7 I Tk Ql 107° 28’ 13.1" 6° 51’ 17.6" Desa Jayamekar 8 IV Tg Pb 107° 27’ 27.9" 6° 51’ 18.9" Desa Jayamekar 9 V Pk Ql 107° 27’ 34.2" 6° 51’ 05.8" Desa Jayamekar 10 IV Ht Mts 107° 26’ 24.9" 6° 50’ 41.2" Desa Padalarang 11 III Tg Qob 107° 28’ 26.3" 6° 50’ 50.3" Desa Padalarang 12 I Pk Qob 107° 28’ 05.3" 6° 49’ 56.8" Desa Ciburuy 13 III Pk Qob 107° 28’ 02.4" 6° 49’ 29.9" Desa Ciburuy 14 I Pk Mts 107° 29’ 11.4" 6° 50’ 33.8" Desa Kertamulya 15 I Sb Ql 107° 29’ 00.3" 6° 50’ 59.0" Desa Kertamulya 16 IV KP Qob 107° 28’ 07.9" 6° 48’ 57.3" Desa Tagogapu 17 IV Tg Qob 107° 28’ 00.9" 6° 48’ 45.4" Desa Tagogapu 18 IV Sb Qob 107° 27’ 11.8" 6° 48’ 28.7" Desa Campakamekar 19 IV Pk Qob 107° 26’ 47.5" 6° 47’ 58.9" Desa Campakamekar 20 IV Tg Qob 107° 26’ 55.6" 6° 47’ 49.4" Desa Campakamekar

Sumber: Hasil Analisis Peta Satuan Lahan Kecamatan Padalarang, 2015.

E. Variable Penelitian

Menurut Kerlinger (Sugiyono, 2013, hlm. 3) “variabel penelitian adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Dan variabel dapat dikatakan sebagai sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different

values)”.

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat, atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013, hlm. 3). Sesuai dengan permasalahan, variabel yang terdapat dalam penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (X) merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi variabel terikat. Variabel bebas dalam dalam penelitian ini adalah subsisten total/amblesan (cm), intensitas banjir, kedalaman air tanah (cm), potensi mengembang mengerut tanah (nilai cole), kelas unified (komposisi tanah), kemiringan lereng (%), kedalaman hamparan batuan (cm), kedalaman padas keras, persentasi batuan/kerikil dan kejadian longsor.


(22)

Variabel terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman. Variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Variabel Penelitian

Variabel Bebas (X) Variable Terikat

(Y)

Kesesuain Lahan untuk Permukiman

1. Subsisten total/amblesan (cm)

2. Intensitas Banjir

3. Kedalaman air tanah (cm)

4. Potensi mengembang mengerut tanah (nilai COLE)

5. Kelas Unified (komposisi tanah)

6. Kemiringan lereng (%)

7. Kedalaman hamparan batuan (cm) 8. Kedalaman padas keras

9. Persentasi batuan/kerikil

10. Kejadian longsor

EVALUASI KESESUAIAN

LAHAN UNTUK PERMUKIMAN

F. Definisi Operasional

Penelitian ini memiliki judul “Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman Di Kecamatan Padalarng Kabupaten Bandung Barat”

ditujukan untuk menegevaluasi tingkat kesesuaian lahan untuk dijadikan permukiman di Kecamatan tersebut. Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran, maka batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lahan

Menurut Food and Agricultural Organisation, lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk di dalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti yang tersalinisasi (Sinatala, 2010, hlm. 310). Lahan yang dimaksud pada penelitian ini adalah sumberdaya lahan di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.

2. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan hal yang sangat penting. Evaluasi la-han berfungsi untuk menilai sesuai atau tidak suatu lala-han dalam suatu penggunaan


(23)

lahan. “Lahan sebagai satu kesatuan dari sejumlah sumberdaya alam yang tetap

dan terbatas dapat mengalami kerusakan dan atau penurunan produktivitas

semberdaya alam tersebut” (Jamulya dan Sunarto, 1991, hlm. 1). Sehingga

evaluasi kesesuaian lahan sangat penting untuk dilaksanakan.

Evaluasi lahan merupakan suatu proses penilaian penampilan atau keragaan

(performance) lahan apabila dipergunakan untuk tujuan tertentu meliputi

pelaksanaan dan interpretasi survey dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (Jamulya dan Sunarto, 1991, hlm. 5).

Evaluasi kesesuaian lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat baik evaluasi kesesuaian lahan factual maupun potensial dengan metode pengharkatan. Indicator yang akan dikaji dalam penelitian itu meliputi Subsisten total/amblesan (cm), intensitas banjir, kedalaman air tanah (cm), potensi mengembang mengerut tanah (nilai COLE), kelas Unified (komposisi tanah), emiringan lereng (%), kedalaman hamparan batuan (cm), kedalaman padas keras, persentasi batuan/kerikil dan kejadian longsor.

3. Permukiman

Menurut Undang-Undang Nomer 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pasal 1 ayat (5), permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Masih dalam undang-undang yang sama Pasal 1 ayat (3), permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Dari definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman merupakan suatu penelitian yang memiliki tujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis, menilai dan mengevaluasi tingkat


(24)

kesesuaian lahan untuk permukiman yang akan dilaksanakan di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Hasil evaluasi kesesuaian lahan akan memberikan gambaran satuan lahan mana yang sesuai dan tidak sesuai untuk dijadikan kawasan permukiman baik yang bersifat actual maupun potential.

G. Instrumen Penelitian

Intrumen adalah perangkat yang digunakan untuk menggali data dari suatu penelitian. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini mencangkup alat dan bahan.

1. Alat Penelitian

Alat adalah benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu pada saat melaksanakan penelitian. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini yaitu:

a. Komputer, komputer merupakan perangkat keras yang sangat dibutuhkan terutama untuk mengoperasi program secara digital. Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan laptop Acer.

b. Software, software yang digunakan untuk membuat peta yaitu menggunakan program Map Info 10.0.

c. Alat Lapangan yang digunakan diantaranya :

1) Alat tulis, berfungsi untuk menulis instrument penelitian yang telah disediakan.

2) GPS, berfungsi untuk mengetahui koordinat yang kita tuju agar terdapat kesesuaian antara koordinat di citra dengan koordinat di lapangan.

3) Kamera Digital, berfungsi sebagai dokumentasi sekaligus menjadi bukti bahwa telah sampai pada koordinat yang dituju.

4) Kompas, berfungsi sebagai pengganti GPS apabila GPS tidak dapat berfungsi dengan semestinya.

5) Klinometer, berfungsi untuk mengetahui kemiringan lereng.

6) Bor tanah, untuk mengukur kedalaman padas keras, kedalaman hamparan batuan dan air tanah dangkal.

2. Bahan Penelitian

Sedangkan bahan adalah segala sesuatu yang diperlukan dengan tujuan mencari informasi dan data dalam penelitian. Adapun Bahan yang digunakan un-


(25)

tuk kegiatan praktikum yaitu :

a. Pedoman Observasi. Pedoman observasi merupakan alat yang berfungsi untuk memperoleh data. Kisi-kisi dan pedoman observasi terlampir pada LAMPIRAN 1 dan LAMPIRAN 2.

b. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Cililin lembar 1209-222 skala 1:25.000 tahun 2001, Padalarng lembar 224 skala 1:25.000 tahun 2001, Bandung 1209-311 skala 1:25.000 tahun 2001 dan Cimahi lembar 1209-313. Peta RBI ini merupakan peta dasar yang digunakan untuk membuat peta administrasi, penggunaan lahan, kemiringan lereng dan satuan lahan.

c. Peta RTRW Kabupaten Bandung Barat; Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Barat Skala 1: 100.000 tahun 2010. Peta ini berfungsi sebagai bahan rujukan penggunaan lahan di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat yang lebih update.

d. Peta dasar Jawa Barat; Peta Penggunaan Lahan Jawa Barat tahun 2005 untuk membuat peta inset.

e. Peta Geologi skala 1: 100.000 edisi 2003 lembar Cianjur dan lembar Bandung yang digunakan untuk membuat peta geologi dan satuan lahan

f. Data Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat untuk mengetahui pertambahan jumlah penduduk, luas wilayah dari tahun ke tahun dan kepadatan penduduk dari tahun ke tahun.

g. Buku-buku dan jurnal ilmiah (referensi) yang relevan untuk menungjang teori-teori yang dibutuhkan dalam penelitian.

H. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menjawab pertanyaan penelitian ini, maka diperlukan pengumpulan data. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Observasi

Pada penelitian ini yang menjadi objek observasi adalah lahan di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat yang berjumlah 20 plot sesuai yang telah dijelaskan pada sampel penelitian (lihat Tabel 3.2).

Teknik ini bertujuan untuk mencari data subsiden total, banjir, potensi me- mengembang dan mengerut, kelas unified, kedalaman hamparan batuan, batu atau


(26)

kerikil dan longsor. 2. Wawancara

Menurut Sumaatmaja (1988, hlm. 106) wawancara adalah teknik pengumpulan data yang membantu dan melengkapi pengumpulan data yang tidak dapat diungkapkan oleh teknik observasi. Wawancara dilakukan kepada responden secara langsung menggunakan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya dengan sasaran instansi pemerintahan guna mengetahui legalitas pendirian permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui peranan pemerintah dalam mengeluarkan surat IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan dalam mengendalikan perkembangan permukiman di Kecamatan Padalarang.

3. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan bertujuan untuk memperkaya referensi peneliti dalam melaksanakan penelitian. Kegiatan pada studi kepustakaan adalah mencari data sekunder yang berhubungan dengan penelitian baik melalui jurnal, makalah maupun dari instansi terkait. Data dari studi kepustakaan dalam penelitian ini mencangkup kondisi fisik geografis lokasi penelitian seperti banjir dan longsor. 4. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekunder tentang masalah penelitian untuk pengambilan bukti berupa peta, tabel, dokumen atau data-data dari intansi pemerintahan. Studi dokumentasi pada penelitian ini dilakukan untuk mencari kemiringan lereng, jenis batuan dan jenis tanah yang diperoleh dari peta dasar intansi terkait seperti Badan Informasi Geospasial, Badan Pertahanan Nasional dan Badan Geologi.

I. Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif deskriptif dengan metode pengharkatan (scoring). Statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagai mana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2013, hlm. 29). Sedangkan metode pengharkatan merupakan suatu cara menilai potensi


(27)

lahan dengan memberikan harkat pada setiap parameter lahan, sehingga diperoleh kelas kemampuan lahan berdasarkan perhitungan harkat dari setiap parameter lahan tersebut (Jamulya dan Sunarto, 1991, hlm. 9).

Merujuk pada kelas kesesuaian lahan dengan pengharkatan menurut USDA, maka terdapat sepuluh komponen yang mempengaruhi kemampuan lahan untuk permukiman. Parameter yang akan dianalisis meliputi:

a. Subsiden total (amblesan)

Penurunan muka tanah/ amblesan (subsidence) menurut Sophian (2010, hlm. 42) adalah peristiwa turunnya permukaan tanah akibat terjadinya perubahan volume pada lapisan-lapisan batuan di bawahnya. Amblesan atau penurunan tanah ini dapat terjadi karena beban yang berat di atasnya (overburden, bangunan, dll), bukaan bawah tanah (tambang, terowongan, galian, dll), pemompaan air tanah dan pengambilan gas alam yang berlebihan dan aktivitas tektonik. Subsiden total merupakan ukuran penurunan tanah (amblas) dari permukaan. Apabila suatu lahan pernah mengalami amblesan, maka lahan tersebut langsung dikategorikan tidak sesuai untuk dijadikan lahan permukiman karena akan membahayakan dalam jangka panjang.

b. Kelas Unified

Klasifikasi tanah menurut Unified didasarkan pada tekstur dan plasitisitas tanah. Pada system ini tanah dikategorikan menjadi dua kategori pokok yaitu berbutir kasar (coarse-grained) dan berbutir halus (fine-grained) yang menggunakan ayakan No. 200. Menurut system ini, tanah dikategorikan berbutir halus apabila 50% lolos ayakan No. 200. Dalam system unified, untuk memisahkan pasir dengan kerikil digunakan ayakan No. 4. Dalam system unified, tanah berkerikil dan berpasir dipisahkan dengan jelas. Tanda-tanda seperti GW, SM dan CH digunakan dalam system unified (Das, Endah dan Mochtar, 1985, hlm. 24).

c. Banjir

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi. Banjir ini tentunya sangat mempengaruhi kelas kemampuan lahan untuk permukiman. Lahan yang sering mengalami banjir


(28)

kurang sesuai untuk permukiman dan sebaliknya, lahan yang tidak pernah mengalami banjir sesuai untuk kawasan permukiman.

d. Air tanah

Air tanah memiliki peran utama yang berkaitan dengan tanah untuk permukiman, dintaranya adalah sebagai pemicu terjadinya pelapukan bahan induk, perkembangan tanah dan diferensiasi horizon tanah, mempermudah pengeloaan tanah dan sebagai pemicu rusaknya tanah melalui erosi (Kemas, 2004, hlm. 99). Air tanah ini tentunya akan mempengaruhi kualitas pondasi bangunan. Apabila kedalamannya lebih dari 75 cm maka kesesuan lahan baik dan jika kurang dari 45 cm maka tergolong buruk karena dapat menyebabkan korosif pada pondasi perumahan pada suatu permukiman.

e. Potensi mengembang mengerut tanah

Potensi mengembang dan mengerutnya tanah mengacu pada struktur beberapa jenis tanah yang memiliki struktur crack yaitu tanah yang mengembang pada saat basah dan akan retak (crack) ketika kekeringan. Peristiwa tersebut menurut Purwowidodo (1992, hlm 192) diakibatkan oleh kandungan mineral liat yaitu montmorillonit yang tinggi. Besarnya kembang kerut tanah dinyatakan dalam nilai COLE (Coefficient of Linear Extensibility). Jika montmorillonit tinggi maka kesesuaiannya rendah dan sebaliknya jika rendah maka kesesuaiannya baik. Hal tersebut terjadi karena jika mineral montmoriolit terdapat banyak maka akan menyebabkan retaknya tanah yang menjadi pondasi bangunan.

f. Batu/Kerikil

Kerikil menurut Skala Wentword (Noor, 2008, hlm. 87) adalah batuan sedimen klastik yang memiliki ukuran 4-64 mm. kerikil ini akan menghambat pembangunan ketika ditemukan dalam jumlah yang banyak karena akan menghambat pembutan pondasi. Bila kandungannya kurang dari 25 % tergolong baik, 25%-50% sedang dan jika lebih dari 50% termasuk buruk. Skala wentword dapat dilihat pada tabel 2.1.

g. Kedalaman padas keras

Padas merupakan bagian tanah yang mengeras dan padat sehingga tidak dapat ditembus oleh akar tanaman maupun air (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001, hlm. 57). Jika padas ditemukan pada kedalaman lebih dari 100 cm maka


(29)

tergolong pada lahan yang sesuai untuk permukiman dan sebaliknya jika ditemukan pada kedalaman kurang dari 50 cm tergolong buruk. Namun apabila padas tipis maka jika ditemukan pada kedalaman kurang dari 50cm tergolong baik dan jika kurang dari 50 cm tergolong

h. Longsor

Longsor merupakan parameter kesesuaian lahan yang terakhir dalam mengidentifikasi kesesuaian lahan untuk permukiman. Karena permukiman dimaksudkan untuk dihuni oleh penduduk, maka longsor termasuk pada bencana alam yang merusak berbagai macam sarana dan prasarana. Sehingga apabila suatu lokasi pernah mengalami longsor maka jelas tidak sesuai. Longsor ini menurut Asdak (2001, hlm. 338) diakibatkan oleh faktor iklim (terutama curah hujan), tofografi, karakteristik tanah, vegetasi tutupan lahan dan tataguna tanah.

i. Kemiringan Lereng (%)

Hubungan antara peruntukan tanah dan persyaratan fisik yang mendukung untuk permukiman menurut Bruizinseel (1998) akan sesuai apabila kelerengan berkisar antara 0 – 8% atau termasuk pada lahan datar dan 8 – 15% atau termasuk pada landau. Selain itu, pada lahan lainnya yang berkisar 15 – 25% (agak curam), 25 – 40% (curam) dam lebih dari 40% tidak sesuai untuk dijadikan kawasan permukiman.

j. Kedalaman hamparan batuan

Ada tidaknya hamparan batuan pada kedalaman tanah kurang dari atau sama dengan dua meter dapat dilihat dalam peta tanah. Pada hamparan batu keras dapat dikategorikan baik apabila kedalaman antara lebih dari 100 cm karena pondasi akan menancap kuat. Begitupun sebaliknya, jika hamparan batuan ditemuka pada 50-100cm maka dikategorikan kurang sesuai. Akan tetapi pada batuan lunak dapat dikategorikan memiliki kesesuaian lahan yang baik setelah menemui hamparan batuan pada kedalaman lebih dari 50cm (Mirayani, 2009, hlm. 31).

Dari parameter-parameter tersebut, langkah selanjutnya merupakan metode pengharkatan. Skor pengharkatan dapat dilihat pada Tabel 3.5 sedangkan kelas kesesuaian lahan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Setelah pengharkatan selesai, maka langkah selanjutnya adalah melakukan


(30)

memiliki riwayat bencana longsor dan banjir otomatis tidak sesuai untuk permukiman. Langkah terakhir dari penelitian ini adalah menyajikan peta kesesuaian lahan pada peta.

Tabel 3.4

Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tempat Tinggal (Gedung) Tanpa Ruang Bawah Tanah*

No Sifat Tanah Kesesuaian Lahan

Baik Skor Sedang Skor Buruk Skor

1 Subsisten total (Cm) - 3 - 2 30 1

2 Banjir Tanpa 3 Jarang 2 Sering 1

3 Air Tanah (Cm) >75cm 3 45-75 2 <45 1

4 Potensi mengembang mengerut (nilai COLE)**

Rendah (<0.03) 3

Sedang

(0.03-0.09) 2

Tinggi (>0.09) 1 5 Kelas unified** GW, GP,

GM, GC, SW, SP

3

SM, SC,

MH 2

MH, CL, CH, OL, OH, PT

1

6 Lereng (%) <8% 3 8%-15% 2 >15% 1

7 Kedalaman hamparan bantuan - Keras

- Lunak

>100 >50

3 50-100 <50

2 <50 1 8 Kedalaman padas keras

(>7.5cm) - Tebal - Tipis

>100

>50 3

50-100

<50 2

<50

1

9 Batu / kerikil (>7,5 cm)*** (%

berat) <25 3 25-50 2 >50 1

10 Longsor - 3 - 2 Ada 1

Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001, hlm. 192)

* ) maksimum tiga lantai

**) lapisan paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah. ***) rata-rata yang dibobotkan dari permukaan sampai kedalaman 100.

Tabel 3.5

Kelas Kemampuan Lahan untuk Permukiman Kelas

Kesesuaian

Interval

Kelas Keterangan

I 21-27 Baik, sesuai untuk wilayah permukiman tiga lantai tanpa ruang bawah tanah.

II 16-20 Sedang, sesuai untuk wilayah permukiman tiga lantai tanpa ruang bawah tanah namun memerlukan adanya rekayasa dalam pembangunan.

III 9-15 Buruk, tidak sesuai untuk permukiman. Sebaiknya lahan digunakan untuk kawasan konservasi. Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) diolah


(31)

Persamaan 3.1

Keterangan :

ST : Subsisten total (Cm) B : Banjir

AT : Air Tanah (Cm) CL : nilai COLE KU : Kelas unified L : Lereng (%)

KHK : Kedalaman hamparan bantuan KPK : Kedalaman padas keras (>7.5cm) BK : Batu / kerikil

L : Longsor


(32)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kecamatan Padalarang memiliki karakteristik fisik lahan yang khas. Terbentuk dari tujuh formasi batuan yang terdiri dari anggota batuan sedimen yang rentan pelapukan hingga batuan beku yang masif, didominasi tanah alluvial yang kurang peka terhadap erosi, curah hujan tinggi (>1500 mm/tahun), topografi yang landai hingga sangat curam serta memiliki bentukan asal berbeda yang membuat pengkajian kesesuaian lahan menjadi sangat menarik.

2. Kelas kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang terdiri dari dua klasifikasi yaitu sesuai (Kelas I) dan tidak sesuai (Kelas III). Kelas I sersebar di Kecamatan Padalarang bagian selatan pada lahan yang memiliki jenis tanah aluvial dengan topografi landai, tidak memiliki anggota batuan lempung dan gamping serta tidak memiliki potensi bencana banjir, longsor dan tanah amblas. Sedangkan Kelas III tersebar di bagian utara Kecamatan Padalarang yang memiliki lereng bergelombang hingga sangat curam, memiliki anggota batuan lempung dan gamping serta memiliki potensi bencana longsor dan banjir bandang.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini, maka terdapat beberapa saran

yang dapat dijadikan pertimbangan, yaitu sebagai berikut.

1. Pembangunan permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat hendaknya melibatkan seluruh aspek pembangunan. Pembangunan kawasan permukiman harus dibangun oleh segenap komponen mulai dari masyarakat, pemerintah, aparat hingga pengembang.


(33)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2. Pemerintah Kecamatan Padalarang diharapkan lebih selektif dalam memberikan ijin mendirikan bangunan (IMB) yang harus benar-benar mengacu pada RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) yang telah dibuat agar tidak kembali terjadi kesalahan dalam pemilihan kawasan permukiman. Selain itu pemerintah bertanggungjawab dalam mensosialisasikan kawasan yang sesuai untuk permukiman dan mana yang harusnya dijadikan kawasan konservasi. 3. Masyarakat dan pengembang seharusnya membangun kawasan permukiman

yang disertai dengan adanya IMB dan senantiasa berhubungan berhubungan dengan pemerintah secara terorganisis agar dapat memilih kawasan permukiman yang aman dan nyaman dan tidak menyimpan potensi bencana. 4. Diperlukan penempatan ahli yang berkopenten yang berada di instansi

pemerintah agar dapat memberikan masukan dalam pembangunan khususnya pada kawasan permukiman agar sesuai dengan kaidah kesesuaian lahan untuk permukiman baik fisik maupun sosial.

5. Guru sebagai agen pembangunan hendaknya dapat mengajarkan pada peserta didik konsep-konsep pembangunan ruang yang disesuaikan dengan kearifan lokas setempat agar memberikan gambaran yang lengkap pada peserta didik yang nantinya menjadi penerus bangsa agar memiliki kesadaran yang tinggi dalam pembangunan ruang terutama pada kawasan permukiman.

6. Pengembangan kawasan permukiman di Kecamatan Padalarang selanjutnya dikembangkan atas dasar penelitian ini yakni pada kesesuaian lahan potensial (belum terbangun) yang termasuk pada Kelas I.

7. Penelitian ini hendaknya lebih disempurnakan kembali terutama dengan menambahkan aspek sosial yang mempengaruhi perkembangan kawasan permukima. Selain itu, pendekatan multidisipliner perlu dikembangkan guna menyempurnakan kajian evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.


(34)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdullah, T. S. (1993). Survey tanahdanevaluasilahan. Jakarta: P. T. Gramedia. Asdak, C. (2001).Hidrologidanpengelolaandaerahaliran Sungai. Bandung

:GadjahMada University press.

Bintarto, R.(1983). Polakotadanpermasalahannya.Yogya:FakultasGeografi UniversitasGadjahMada.

Bintarto, R danHadisumarno, S. (1979). Metodeanalisageografi. Jakarta: LP3ES. Blang, C. D. (1986). Perumahandanpermukimansebagaikebutuhanpokok. Jakarta:

YayasanObor Indonesia.

Bruizinseel, S. (1998). Soil chemical responses to tropical forest disturbance an

conversion: the hidrological connection. Singapura: World Scientific

Publications.

Budiharjo, E. (1998).Percikanmasalaharsitektur, perumahan, perkotaan.

Yogyakarta:GadjahMada UniversityPress.

Das, EndahdanMochtar. (1985). Mekanikatanah (prisnsip-prinsiprekayasageoteknis). Bandung: PWS Publishers.

HardjowigenodanWidiatmaka.(2001).

Kesesuaianlahandanperencanaantatagunatanah. Bogor: Jurusan Tanah

FakultasPertanianInstitutPertanian Bogor.

Hartshorne, R. (1960). Perspective on the nature of geography. Chicago: RendMcNally & Company.

James, P. E. (1959). New viewpoint in geography. Washington: National Council for the Social Studies.

JamulyadanSunarto. (1991). Evaluasisumberdayalahan. Yogyakarta: FakultasGeografiUniversitasGadjahMada

Johnston, R. J. (2000). Geografi. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Kemas A. H. (2004). Dasar-dasarilmutanah. Jakarta:Raja Grafindo. Persada. Kostof, S. K. 1991, The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through


(35)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Landis, P. H. (1948). Pengantarsosiologipedesaandanpertanian. Jakarta:PT. Pustaka

Utama.Luthfi, R. (2007).MetodeInventarisasiSumberdayaLahan. Yogyakarta :Andi.

Purwowidodo. (1983). Teknologimulsa. Jakarta: Dewaruci Press.

Martua, S.(2007). Konversilahanpertaniandanperubahanstrukturagraria. Jurnal Sodality. Vol.1.

Mega, Dibia, Adi, danKusmiyarti. (2010). Klasifikasitanahdankesesuaianlahan. Denpasar: Program StudiAgroekoteknologiFakultasPertanianUniversitas Udayana Denpasar.

MulyadidanUli. (2006). Geografiuntuk SMA dan MA kelas X. Jakarta: Erlangga. Murphey, R. (1966). The scope of geography. Chicago: Rand MacNally.

Noor, J.(2008). Pengantargeologi. Bogor: Program StudiTeknikGeologiFaultasTeknikUniversitasPakuan.

Promise Indonesia. (2009). Banjirdanupayapenanggulangannya.Bandung : Program for Hydro – Meteorogical Mitigation Secondary Cities in Asia. Purwowidodo. 1992. Metodeselidiktanah. Surabaya: Usaha Nasional.

Ridwan, J.&Sodik, A, Hukum. (2008). Tata

Ruangdalamkonsepkebijakanotonomidaerah. Bandung: PenerbitNuasan.

Sitanala A. (1989). Konservasitanahdan air. Bogor: Penerbit IPB Press. Sitanala A. 2010. Konservasitanahdan air edisikedua. Bogor: IPB Press. Sitorus, S. R. P. (1998). Evaluasisumberdayalahan. Bandung: Tarsito.

Soekanto, S. (1982). KesadaranHukumdankepatuhanhukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Smith, T. L. danZopf, P. E. (1970). Principles of inductive rural sociology. Sugiyono. 2013. Statistikuntukpenelitian. Bandung :Alfabeta.

Sumaatmadja, N.(1988). Studigeografisuatupendekatandananalisakeruangan.

Bandung: Alumni.

Surakhmad, W.(1982). Pengantarpenelitianilmiahdasar. Bandung :TeknikTarsito. Tika, P. (2005). Metodepenelitiangeografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. UNESCO. (1965). Source book for geography teaching. London-Paris: Longmans


(36)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu Green & Co Ltd -Unesco

Widyaningsih. (2006).Beberapapokokpikirantentangperumahan. Bandung: Tarsito.

Wiriaatmadja, S. (1981). Pokok-pokoksosiologipedesaan. Jakarta: C.V.Tasaguna. Wisadirana, D. (2004).Sosiologipedesaan. Malang:UMM Press.

JURNAL DAN KARYA ILMIAH

Fernandez, M. (2011). Incidence of traumatic spinal cord Injury in Arago’n Spain

(1972-2008). Journal of Neurotrauma.2011 Mar; 28:469-477.

Indriatmoko, R. H. (2004). Evaluasilingkungan air tanah di DASCitarumhulu. JurusanTeknikLingkungan P3TL – BPPT.5.(2).

Notohadiprawiro T danLouhenapessy J. E. (1992).

Potensisagudalampenganekaragamanbahanpanganpokokditinjaudaripersya ratanlahan.

ProsidingSimposiumSaguNasional, Ambon 12-13 Oktober 1992.

Laelasari, N. A. (2012). Evaluasikesesuaianlahanpermukiman Di

KecamatanCipanasKabupatenCianjur. Bandung:

JurusanPendidikanGeografi FPIPS UPI.

Lounsbury, J. (1975). An investigation of personality traits in relation to intention

to withdraw from college. Journal of College Student Development, 45(5),

517-534.

Mirayani, I. (2009). Evaluasikesesuaianlahanpermukiman di

KecamatanParompongKabupaten Bandung Barat. Bandung:

JurusanPendidikanGeografi FPIPS UPI.

Pramono, K. A. (2011).

EvaluasikesesuaianlahanuntukpermukimanKecamatanKaranggedeKabupat enBoyolali. Semarang: JurusanGeografi.

Satria, M danRahayu, S. (2012). Evaluasikesesuaianlahanpermukiman di Kota

Semarang bagianselatan.Semarang: TeknikPerencanaan Wilayah danKeruangan UNDIP.


(37)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Sophian, R. I. (2010). Penurunanmukatanah di kota-kotabesarpesisirpantaiutaraJawa (Studikasuskota Semarang). Semarang:

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 8, Nomor 1, April 2010: 4 1-60.

Syarief, Z. (2000).Kebijakanpemerintah di

bidangperumahandanpermukimanbagimasyarakatberpendapatanrendah.

Medan: USU Press.

Taryana, D. (2010). Malang:

Evaluasitataruanguntukpengembangankawasanpermukimandanindustriberda

sarkankemampuanlahan di Kotamadya Malang,

JawaTimur.PendidikanGeografi UM.

Wijaya, H.(2009). Evaluasilahanpermukiman di Kabupaten Semarang. Semarang:

JurusanPerencanaan Wilayah dan Kota

FakultasTeknikUniversitasDipenogoro.

INTERNET

Fiantis, D. 2012, Morfologidanklasifikasitanah. Jurusan Tanah

FapertaUnand.Tersedia [online]

ilearn.unand.ac.id/pluginfile.../Klasifikasi%20Tanah%20Indonesia.pdf (diakses 14 Maret 2015).

SUMBER DOKUMENTASI

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2011).

Kecamatanpadalarangdalamangkatahun 2011.[TidakDiterbitkan].

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2012).

KecamatanPadalarangdalamangkatahun 2012.[TidakDiterbitkan].

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2013).

KecamatanPadalarangdalamangkatahun 2013.[TidakDiterbitkan].

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2014).


(38)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) KecamatanKabupaten Bandung Barat. (2012). Data riwayatkebencanaanKabupaten Bandung Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) KecamatanKabupaten Bandung Barat. (2013). Data riwayatkebencanaanKabupaten Bandung Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) KecamatanKabupaten Bandung Barat. (2014). Data riwayatkebencanaanKabupaten Bandung Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2012). Data

riwayatkebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2013). Data

riwayatkebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2014). Data

riwayatkebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2015). Data

riwayatdanpotensikebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

PeraturanPemerintahRepublik Indonesia Nomer 43 tahun 2008 tentang Air tanah. PedomanPenyusunanPola RLKT. (1994).

PemerintahKecamatanPadalarang. (1998). Data

monografikecamatanpadalarang.[TidakDiterbitkan].

PemerintahKecamatanPadalarang. (2007). Data

monografikecamatanpadalarang.[TidakDiterbitkan].

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomer 26 Tahun 2007 TentangPenataanRuang.


(1)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2. Pemerintah Kecamatan Padalarang diharapkan lebih selektif dalam memberikan ijin mendirikan bangunan (IMB) yang harus benar-benar mengacu pada RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) yang telah dibuat agar tidak kembali terjadi kesalahan dalam pemilihan kawasan permukiman. Selain itu pemerintah bertanggungjawab dalam mensosialisasikan kawasan yang sesuai untuk permukiman dan mana yang harusnya dijadikan kawasan konservasi. 3. Masyarakat dan pengembang seharusnya membangun kawasan permukiman

yang disertai dengan adanya IMB dan senantiasa berhubungan berhubungan dengan pemerintah secara terorganisis agar dapat memilih kawasan permukiman yang aman dan nyaman dan tidak menyimpan potensi bencana. 4. Diperlukan penempatan ahli yang berkopenten yang berada di instansi

pemerintah agar dapat memberikan masukan dalam pembangunan khususnya pada kawasan permukiman agar sesuai dengan kaidah kesesuaian lahan untuk permukiman baik fisik maupun sosial.

5. Guru sebagai agen pembangunan hendaknya dapat mengajarkan pada peserta didik konsep-konsep pembangunan ruang yang disesuaikan dengan kearifan lokas setempat agar memberikan gambaran yang lengkap pada peserta didik yang nantinya menjadi penerus bangsa agar memiliki kesadaran yang tinggi dalam pembangunan ruang terutama pada kawasan permukiman.

6. Pengembangan kawasan permukiman di Kecamatan Padalarang selanjutnya dikembangkan atas dasar penelitian ini yakni pada kesesuaian lahan potensial (belum terbangun) yang termasuk pada Kelas I.

7. Penelitian ini hendaknya lebih disempurnakan kembali terutama dengan menambahkan aspek sosial yang mempengaruhi perkembangan kawasan permukima. Selain itu, pendekatan multidisipliner perlu dikembangkan guna menyempurnakan kajian evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman di Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat.


(2)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdullah, T. S. (1993). Survey tanahdanevaluasilahan. Jakarta: P. T. Gramedia. Asdak, C. (2001).Hidrologidanpengelolaandaerahaliran Sungai. Bandung

:GadjahMada University press.

Bintarto, R.(1983). Polakotadanpermasalahannya.Yogya:FakultasGeografi UniversitasGadjahMada.

Bintarto, R danHadisumarno, S. (1979). Metodeanalisageografi. Jakarta: LP3ES. Blang, C. D. (1986). Perumahandanpermukimansebagaikebutuhanpokok. Jakarta:

YayasanObor Indonesia.

Bruizinseel, S. (1998). Soil chemical responses to tropical forest disturbance an

conversion: the hidrological connection. Singapura: World Scientific

Publications.

Budiharjo, E. (1998).Percikanmasalaharsitektur, perumahan, perkotaan.

Yogyakarta:GadjahMada UniversityPress.

Das, EndahdanMochtar. (1985). Mekanikatanah (prisnsip-prinsiprekayasageoteknis). Bandung: PWS Publishers.

HardjowigenodanWidiatmaka.(2001).

Kesesuaianlahandanperencanaantatagunatanah. Bogor: Jurusan Tanah

FakultasPertanianInstitutPertanian Bogor.

Hartshorne, R. (1960). Perspective on the nature of geography. Chicago: RendMcNally & Company.

James, P. E. (1959). New viewpoint in geography. Washington: National Council for the Social Studies.

JamulyadanSunarto. (1991). Evaluasisumberdayalahan. Yogyakarta: FakultasGeografiUniversitasGadjahMada

Johnston, R. J. (2000). Geografi. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Kemas A. H. (2004). Dasar-dasarilmutanah. Jakarta:Raja Grafindo. Persada. Kostof, S. K. 1991, The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through


(3)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Landis, P. H. (1948). Pengantarsosiologipedesaandanpertanian. Jakarta:PT. Pustaka

Utama.Luthfi, R. (2007).MetodeInventarisasiSumberdayaLahan. Yogyakarta :Andi.

Purwowidodo. (1983). Teknologimulsa. Jakarta: Dewaruci Press.

Martua, S.(2007). Konversilahanpertaniandanperubahanstrukturagraria. Jurnal Sodality. Vol.1.

Mega, Dibia, Adi, danKusmiyarti. (2010). Klasifikasitanahdankesesuaianlahan. Denpasar: Program StudiAgroekoteknologiFakultasPertanianUniversitas Udayana Denpasar.

MulyadidanUli. (2006). Geografiuntuk SMA dan MA kelas X. Jakarta: Erlangga. Murphey, R. (1966). The scope of geography. Chicago: Rand MacNally.

Noor, J.(2008). Pengantargeologi. Bogor: Program StudiTeknikGeologiFaultasTeknikUniversitasPakuan.

Promise Indonesia. (2009). Banjirdanupayapenanggulangannya.Bandung : Program for Hydro – Meteorogical Mitigation Secondary Cities in Asia. Purwowidodo. 1992. Metodeselidiktanah. Surabaya: Usaha Nasional.

Ridwan, J.&Sodik, A, Hukum. (2008). Tata

Ruangdalamkonsepkebijakanotonomidaerah. Bandung: PenerbitNuasan.

Sitanala A. (1989). Konservasitanahdan air. Bogor: Penerbit IPB Press. Sitanala A. 2010. Konservasitanahdan air edisikedua. Bogor: IPB Press. Sitorus, S. R. P. (1998). Evaluasisumberdayalahan. Bandung: Tarsito.

Soekanto, S. (1982). KesadaranHukumdankepatuhanhukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Smith, T. L. danZopf, P. E. (1970). Principles of inductive rural sociology. Sugiyono. 2013. Statistikuntukpenelitian. Bandung :Alfabeta.

Sumaatmadja, N.(1988). Studigeografisuatupendekatandananalisakeruangan.

Bandung: Alumni.

Surakhmad, W.(1982). Pengantarpenelitianilmiahdasar. Bandung :TeknikTarsito. Tika, P. (2005). Metodepenelitiangeografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. UNESCO. (1965). Source book for geography teaching. London-Paris: Longmans


(4)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Green & Co Ltd -Unesco

Widyaningsih. (2006).Beberapapokokpikirantentangperumahan. Bandung: Tarsito.

Wiriaatmadja, S. (1981). Pokok-pokoksosiologipedesaan. Jakarta: C.V.Tasaguna. Wisadirana, D. (2004).Sosiologipedesaan. Malang:UMM Press.

JURNAL DAN KARYA ILMIAH

Fernandez, M. (2011). Incidence of traumatic spinal cord Injury in Arago’n Spain

(1972-2008). Journal of Neurotrauma.2011 Mar; 28:469-477.

Indriatmoko, R. H. (2004). Evaluasilingkungan air tanah di DASCitarumhulu. JurusanTeknikLingkungan P3TL – BPPT.5.(2).

Notohadiprawiro T danLouhenapessy J. E. (1992).

Potensisagudalampenganekaragamanbahanpanganpokokditinjaudaripersya ratanlahan.

ProsidingSimposiumSaguNasional, Ambon 12-13 Oktober 1992.

Laelasari, N. A. (2012). Evaluasikesesuaianlahanpermukiman Di

KecamatanCipanasKabupatenCianjur. Bandung:

JurusanPendidikanGeografi FPIPS UPI.

Lounsbury, J. (1975). An investigation of personality traits in relation to intention

to withdraw from college. Journal of College Student Development, 45(5),

517-534.

Mirayani, I. (2009). Evaluasikesesuaianlahanpermukiman di KecamatanParompongKabupaten Bandung Barat. Bandung: JurusanPendidikanGeografi FPIPS UPI.

Pramono, K. A. (2011).

EvaluasikesesuaianlahanuntukpermukimanKecamatanKaranggedeKabupat enBoyolali. Semarang: JurusanGeografi.

Satria, M danRahayu, S. (2012). Evaluasikesesuaianlahanpermukiman di Kota

Semarang bagianselatan.Semarang: TeknikPerencanaan Wilayah danKeruangan UNDIP.


(5)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Sophian, R. I. (2010). Penurunanmukatanah di kota-kotabesarpesisirpantaiutaraJawa (Studikasuskota Semarang). Semarang:

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 8, Nomor 1, April 2010: 4 1-60.

Syarief, Z. (2000).Kebijakanpemerintah di

bidangperumahandanpermukimanbagimasyarakatberpendapatanrendah.

Medan: USU Press.

Taryana, D. (2010). Malang:

Evaluasitataruanguntukpengembangankawasanpermukimandanindustriberda

sarkankemampuanlahan di Kotamadya Malang,

JawaTimur.PendidikanGeografi UM.

Wijaya, H.(2009). Evaluasilahanpermukiman di Kabupaten Semarang. Semarang:

JurusanPerencanaan Wilayah dan Kota

FakultasTeknikUniversitasDipenogoro.

INTERNET

Fiantis, D. 2012, Morfologidanklasifikasitanah. Jurusan Tanah

FapertaUnand.Tersedia [online]

ilearn.unand.ac.id/pluginfile.../Klasifikasi%20Tanah%20Indonesia.pdf (diakses 14 Maret 2015).

SUMBER DOKUMENTASI

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2011).

Kecamatanpadalarangdalamangkatahun 2011.[TidakDiterbitkan].

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2012).

KecamatanPadalarangdalamangkatahun 2012.[TidakDiterbitkan].

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2013).

KecamatanPadalarangdalamangkatahun 2013.[TidakDiterbitkan].

BadanPusatStatistikKabupaten Bandung Barat. (2014).


(6)

Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN PADALARANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) KecamatanKabupaten Bandung Barat. (2012). Data riwayatkebencanaanKabupaten Bandung Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) KecamatanKabupaten Bandung Barat. (2013). Data riwayatkebencanaanKabupaten Bandung Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) KecamatanKabupaten Bandung Barat. (2014). Data riwayatkebencanaanKabupaten Bandung Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2012). Data

riwayatkebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2013). Data

riwayatkebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2014). Data

riwayatkebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

BadanPenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ProvinsiJawa Barat. (2015). Data

riwayatdanpotensikebencanaanJawa Barat. [TidakDiterbitkan].

PeraturanPemerintahRepublik Indonesia Nomer 43 tahun 2008 tentang Air tanah. PedomanPenyusunanPola RLKT. (1994).

PemerintahKecamatanPadalarang. (1998). Data

monografikecamatanpadalarang.[TidakDiterbitkan].

PemerintahKecamatanPadalarang. (2007). Data

monografikecamatanpadalarang.[TidakDiterbitkan].

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomer 26 Tahun 2007 TentangPenataanRuang.