Kemandirian Pertahanan Nasional Suatu Keharusan.

.

123
17

18

-..Q Jan

~ibtlll

4
19

0

o Se/asa o Rabu

Sen;n

Peb


5
20

6
21

o Mar

OApr

o Kam;s 0 Jumat o Sabtu
3
23

7
22

Jabal'


OMei

8Jun

9

10
24

12

'f1
25

OJul

26
0 Ags

o


13
27

28

M;nggu

14

o Sep 0 Okt

29

@)30

ONov

r


referat
MAHFUD SH MH
Mahasiswa Program
Doktor Universitas Padjadjaran Bandung
Bidang Kajian Hukum Intemasional

SUNGGUHtragis, mungkin
inilah kata yangdapat
diungkapkan terhadap
rentetan peristiwa kecelakaan alutsista (alat utama
sistem pertahanan) kita.
Untuk ketujuh kalinya tahun
ini, pesawat militer kita
kembali mengalami
musibah. Yang terakhir
adalah jatuhnya Helikopter
Puma milik TNI AU di Bogor
yang menewaskan empat
orang dari tujuh penumpangnya.
Rentetan kecelakaan

tragis ini memunculkan
berbagai indikasikan
tehadap kondisi pertahanan
nasional kita. Muncul
berbagai pertanyaan mulai
dari anggaran yang tidak
cukup usia tua, kurangnya
pelatihan personel,
keterbatasan suku cadang
karena embargo hingga
faktor teknis pesawat itu
sendiri yaitu faktor yang
disebabkan oleh kesalahan
operasional dari manusia
(Human Error').Terlepas dari
rentetan pristiwa yang
terjadi ini telah menjadi
sinyal yang jelas kepada
pemerintah bahwa kita
memang harus memikirkan

strategi baru untuk
pertahanan kita.
Strategl Pengadaan
Alutslsta
Belajar dari pengalaman,
terutama dalam pengadaan
alutsista yang terlalu
bergantung pada pihak
asing. sudah sepantasnya
kita perlu memikirkan
konsep pertahanan baru
yang berbasiskan pada
kemandirian tehnologi
pertahanan. Pertimbangan
mendesak ini perlu dilakukan mengingat pengalaman
politik domestik kita yang
kadang-kadang mengundang
intervensi asing baik dari
segi politik maupun
kedaulatan. Bukankah


- ---

pengalaman disintegrasi
bangsa yang mengudang
intervensi TNI terhadap
persolan ini memunculkan
protes dari beberapa negara.
Ini dapat dilihat alam kasus
Timor Timur, Aceh. dan
Papua.
Dengan pertimbangan
hak asasi manusia (HAM).
negara-negara tersebut
(Barat) mengembargo mil iter
kita, karena sebagian
peralatan yang tempur
digunakan oleh TNI untuk
mereduksi persoalan
disintergrasi bangsa ini

sebagian berasal dari
produk mereka.
Dalam kasus Aceh dapat
kita lihat. bagaimana reaksi
pemerintah Inggris pada
masa pemerintahan PM Tony
Blair melalui Menlunya Jack
Straw memperotes tindakan
ofensif TNI terhadap GAM
yang mengunakan Tank
Scorpions buatan Inggris.
Ironis memang bila kita
menilai bahwa peralatan
yang kita beli tersebut
bukan dipergunakan untuk
pertahanan kita, tetapi lebih
untuk par'ade militer pada
hari-hari besar militer saja.
Karena itu perlu kiranya
kita mengembangan strategi

kemanqirian pertahanan
nasional di bidang alutsista.
Bukankah kita memiliki PT
PAL, PT Pindad, PT Dahana,
PT DI, dan LAPANyang
semuanya merupakan Badan
Usaha Milik Negara Industri
Strategis (BUMNIS) dan
selama ini dikenal sebagai
pemasok Sej.umlah peratan
militer untuk keperluan TI>JI
dan POLRI.
Tidak hanya BUMNIS.
Departemen Pertahanan juga
dapat melibatkan pihak
swasta dalam pengadaan
Alutsistanya. Pengalaman
Korea Selatan misalnya,
bagaimana Departemen
Pertahanannya dapat


-

Kliping
-

-

Humos
---

Unpcd

2009

.

-I... ...
'.. I


mengandeng pihak swasta
terutama industri otomotifnya untuk membuat
sejumlah alutsista pertahanan nasionalnya. Tercatat
sekarang hampir 60 persen
pertahanannya diisi oleh
industri swasta nasionalnya.
Di negara-negara tertentu
yang selama ini tertekan
oleh embargo internasional
karena perseteruan dan
kebijakan politik yang
mereka jalankan seperti
India, Pakistan dan Iran,
kemandirian industri dalam

terkeordinasi, yang tentunya
disesuaikan dengan
kebutuhan nasional jangka
panjang.
Bukan program-program
jangka pendek yang selalu
dibenturkan dengan masalah
anggaran yang terbatas. Dan
alasan kekurangan dana
inilah yang sekarang selalu
dijadikan alasan terhadap
turunnya kamampuan
Alutsista kita baik oleh
pemerintah maupun TNI.
Harus dipungkiri memang
tidak mudah merencanakan

negeri mereka bukan lagi
pada level kampanye yang
melelahkan untuk dikumandangkan, namun sudah bisa
dikatakan menanjak pada
singasana tertinggi yaitu
sebuah kebanggaan. Simak
saja Iran yang telah mampu
membuat pesawat tempur
Sageh, yang tak lain adalah
versi pengembangan industri
pertahanan Iran untuk
pesawat F-5 Tiger.

kemandirian nasional di
bidang teknologi pertahanan. Di samping dibutuhkan
biaya yang besar juga
memerlukan riset yang
berkesinambungan. Namun
demikian bukankah
pengalaman dari negara
seperti India, Iran, dan
Pakistan dalam proses
kemandirian industri
pertahanan mereka dimulai
dengan proses kerjasama
militer berupa alih teknologi
(technology transfers) dan
riset pengembangan
bersama.
Sebagai,contoh dapat kita
lihat Pakistan yang melakukan kerjasama militer.
dengan Gina dalam berbagai
bidang, selain sebagai
pembeli Pakistan juga
berperan sebagai penerima
transfer tekhnologi terbesar
dari berbagai produk

Allh Teknologl

Sejatinya industri
strategis pertahanan
nasional tentu dibangun
atas dasar cita-cita menompang pertahanan nasional
dan penguat posisi strategis
politik global. Karena itu
diperlukan adanya grand
strategy yang jelas. Sebua~
strategi pembinaan berisi
serangkaian program jangka
panjang yang terencana dan

-

-

---

Alutsista buatan Gina.
Pemerintah Pakistan dalam
blue print pertahanannya
mensyaratkan bahwa
beberapa produk militer
tersebut harus dirakit dan
dibuat di pabrik pembuatan
alutsista militer Pakistan.
Mulai dari, rudal, tank, hingga
pesawat tempur baik itu alih
teknologi maupun kerjasama
pembuatan Alutsista.
Pesawat tempur latih
sekaligus penyerang Hongdu
JI-8 (K-8 Karakorum) dan JF17 (Join Fighter) merupakan
Alutsista buatao Pakistan
hasil kerjasama militer
dengan Gina dan telah
diekspor kebeberapa negara
terutama negara Timur
Tenggah dan Afrika.
Skenario ini mungkin
dapat diterapkan oleh
Indonesia dalam menstrategikan kembali program
pertahanan nasional kita di
bidang pengadaan alutsista
hingga bisa menjadi benteng
pertahanan kedaulatan
negara serta menjadi tuan
rumah di rumahnya sendiri
dan sebagai penunjang
pendapatan negara dibidang
ekspor peralatan pertahanan. Sebagaimana dikatakan
oleh DR Abdul Khadir Khan,
ilmuwan nuklir Pakistan
"Apabila suatu negara ingin
mencapai suatu penghormatan besar dalam pertautannya di tingkat global, maka
mulailah usaha tersebut
melalui program pengembangan kemandirian di bidang
militer"'
Meskipun dalam konteks
pernyataannya ini dihubungkan dengan perseteruan
Pakistan-India namun
pendapat DR Khan ini ada
benamya. Bukankah sejarah
membuktikan kalahnya Arab
dalam perang dengan Israel
dalam berbagai front
pertempuran disebabkan
ketiadaan SDM di bidang
militer dan besarnya
ketergantungan militer
mereka pada pihak asing
(terutama Barat/AS dan
Soviet/Rusia). Sehingga
ketika perang dan embargo
militer oleh negara tertentu
diterapkan. pasukan di medan
tempur terimbas bencana
akibat embargo tersebut.( *)