Kedudukan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) Terhadap Hak WNI Keturunan Tionghoa Cina Benteng di Tangerang Dalam Mendapatkan Pelayanan Publik Berdasarkan Hukum Kewarganegaraan Indo.

ABSTRAK
Kedudukan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI)
Terhadap Hak WNI Keturunan Tionghoa Cina Benteng di Tangerang
Dalam Mendapatkan Pelayanan Publik Berdasarkan Hukum
Kewarganegaraan Indonesia
SBKRI dilatarbelakangi oleh sistem stelsel aktif kewarganegaraan
RRC, dimana SBKRI merupakan bukti kewarganegaraan akibat memilih
kewarganegaraan. SBKRI pertama kali diatur dalam ketentuan penutup UU
No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan
bersifat fakultatif. Masih ada peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar diterapkannya SBKRI dalam praktik. Diwajibkannya SBKRI bagi warga
keturunan Tionghoa ternyata menjadi suatu praktik dikskriminatif dalam
pelayanan publik. Tanpa SBKRI, maka tidak dapat mengurus dokumendokumen kewarganegaraan guna mendapatkan pelayanan publik. Dengan
demikian, keberadaan SBKRI ini pada akhirnya melanggar hak konstitusional
warga keturunan Tionghoa. SBKRI telah dicabut oleh peraturan perundangundangan baik di ranah hukum kewarganegaraan maupun hukum pelayanan
publik. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui status hukum SBKRI pasca
dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia dan untuk mengetahui apakah SBKRI bertentangan dengan UU
No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi

kepustakaan dan penelitian lapangan untuk menganalisis masalah. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap pelayan publik,
para aktivis LSM yang fokus pada masalah SBKRI, dan perumus naskah
akademis UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hukum SBKRI sudah tidak
valid dan bertentangan dengan hukum kewarganegaraan maupun hukum
pelayanan publik. Landasan formil SBKRI (Permenkeh No. 3/4/12 Tahun
1978 tentang SBKRI dan Keppres No. 52 Tahun 1977 tentang Pendaftaran
Penduduk) yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 62 Tahun
1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sudah tidak berlaku
dengan diundangkannya UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. SBKRI juga bertentangan dengan UU No. 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang mengadopsi
konsep natural born citizenship dan tidak lagi memerlukan SBKRI. SBKRI
juga bertentangan dengan hukum pelayanan publik (UU No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik) yang pada dasarnya menghendaki suatu pelayanan publik
yang sama dan tidak diskriminatif bagi setiap warga negara.
v