Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Hukum Pidana dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Berupa Pembayaran Uang Pengganti oleh Terpidana Korupsi T2 322012006 BAB V
BAB V
PENUTUP
Di bagian penutup ini akan dikemukakan kesimpulan
dan saran sebagai berikut:
1.
Kesimpulan
Kebijakan hukum pidana dalam pengembalian
kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang
pengganti oleh terpidana korupsi menunjukan belum
maksimalnya pembayaran uang pengganti. Dalam hal
ini bahwa Kebijakan formulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah belum cukup dalam mengupayakan
pengembalian
kerugian keuangan negara berupa
pembayaran uang pengganti.
Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 bahwa waktu yang diberikan
oleh
Undang-undang
tidak
cukup
pengembalian kerugian keuangan negara.
109
dalam
Dalam Pasal 18 ayat
(3) Undang-undang
Nmor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
memberikan peluang kepada terpidana untuk tidak
membayar uang pengganti yaitu terpidana dapat
memilih untuk menjalani pidana penjara.
Berdasarkan
Surat
Edara
Nomor
B-
020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian
denda dan uang pengganti dalam perkara tindak
pidana korupsi mempunyai terobosan baru dalam
pengembalian kerugian keuangan negara. Namun
dalam hal ini belum cukup dalam mengupayakan
pengembalian kerugian keuangan negara.
2. Saran
Berdasarkan
kerugian
keuangan negara
berupa
pembayaran uang pengganti, maka:
1. Diperlukan
pembaharuan
dalam
Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak
Pidana Korupsi dalam Pasal 18 ayat (1), (2)
110
dan (3) seperti Surat Edaran jaksa Agung
Nomor B-020/A/J.A/04/2009.
2. Dalam proses pencarian aset dan dan proses
penyitaan hendaknya JPU melakukan sejak
tahap penyidikan seperti yang dilakukan oleh
KPK.
3. Pihak yang dirugikan seharusnya ikut berperan
aktif dalam pengembalian kerugian keuangan
negara yaitu apabila dilakukan gugatan perdata
maka pihak yang dirugikan memberikan surat
kuasa khusus kepada kejaksaan selaku jaksa
pengacara negara, agar bisa dilakukan gugatan
perdata.
111
PENUTUP
Di bagian penutup ini akan dikemukakan kesimpulan
dan saran sebagai berikut:
1.
Kesimpulan
Kebijakan hukum pidana dalam pengembalian
kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang
pengganti oleh terpidana korupsi menunjukan belum
maksimalnya pembayaran uang pengganti. Dalam hal
ini bahwa Kebijakan formulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah belum cukup dalam mengupayakan
pengembalian
kerugian keuangan negara berupa
pembayaran uang pengganti.
Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 bahwa waktu yang diberikan
oleh
Undang-undang
tidak
cukup
pengembalian kerugian keuangan negara.
109
dalam
Dalam Pasal 18 ayat
(3) Undang-undang
Nmor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
memberikan peluang kepada terpidana untuk tidak
membayar uang pengganti yaitu terpidana dapat
memilih untuk menjalani pidana penjara.
Berdasarkan
Surat
Edara
Nomor
B-
020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian
denda dan uang pengganti dalam perkara tindak
pidana korupsi mempunyai terobosan baru dalam
pengembalian kerugian keuangan negara. Namun
dalam hal ini belum cukup dalam mengupayakan
pengembalian kerugian keuangan negara.
2. Saran
Berdasarkan
kerugian
keuangan negara
berupa
pembayaran uang pengganti, maka:
1. Diperlukan
pembaharuan
dalam
Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak
Pidana Korupsi dalam Pasal 18 ayat (1), (2)
110
dan (3) seperti Surat Edaran jaksa Agung
Nomor B-020/A/J.A/04/2009.
2. Dalam proses pencarian aset dan dan proses
penyitaan hendaknya JPU melakukan sejak
tahap penyidikan seperti yang dilakukan oleh
KPK.
3. Pihak yang dirugikan seharusnya ikut berperan
aktif dalam pengembalian kerugian keuangan
negara yaitu apabila dilakukan gugatan perdata
maka pihak yang dirugikan memberikan surat
kuasa khusus kepada kejaksaan selaku jaksa
pengacara negara, agar bisa dilakukan gugatan
perdata.
111