Prevalensi Polymorphism Reseptor Mu Opioid A118G pada Masyarakat Indonesia.
Young Investigator Award
Prevalensi Polymorphism Reseptor Mu Opioid A118G pada Masyarakat
Indonesia
S. Iskandar1,2, R. van Crevel3, T. Hidayat1, I.M.P. Siregar1, T.W.A. Sapiie1,
T.H. Ahmad4, A.J. van der Ven3, C.A.J. de Jong5
1
Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan
Sadikin, Bandung, Indonesia
2
Unit Penelitian Kesehatan, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin,
Bandung, Indonesia
3
Department of General Internal Medicine and Nijmegen Institute for Inflammation,
Infection and Immunity, Radboud University Nijmegen Medical Centre, Nijmegen, the
Netherlands
4
Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan
Sadikin, Bandung, Indonesia
5
Nijmegen Institute for Scientist-Practitioners in Addiction (NISPA), Nijmegen, the
Netherlands
Korespondensi melalui :
Shelly Iskandar
Email : [email protected]
HP : 08562133201
Young Investigator Award 1
Abstrak
Latar belakang
Penyalahgunaan narkoba menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pengguna,
keluarga, masyarakat, dan negara. Faktor genetik memiliki pengaruh 30-60% untuk
terjadinya penyalahgunaan narkoba. Salah satu faktor genetik yang telah diketahui
berperan dalam terjadinya adiksi adalah polimorfisme A118G pada gen pengkode
reseptor opioid mu (OPRM1). Sampai saat ini belum ada informasi tentang prevalensi
polimorfisme ini di masyarakat Indonesia sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui prevalensi polimorfisme A118G pada masyarakat di Indonesia.
Metode
Polimorfisme A118G pada OPRM1 dinilai dengan menggunakan Taqman Genotyping
assays (Applied Biosystems) dan mesin pembaca 7500 Fast Real-time PCR System.
Frekuensi dari setiap genotip dan alel kemudian dipresentasikan secara deskriptif.
Hasil
Genotip AA terdapat pada 136 orang (27%), genotip AG pada 244 orang (48%)
sedangkan yang memiliki genotip GG berjumlah 125 orang (25%). Persentase alel
118A dan alel 118 G adalah 51% dan 49%.
Kesimpulan
Prevalensi polimorfisme A118G pada gen pengkode reseptor opioid mu yang tinggi
pada masyarakat di Indonesia merupakan tantangan dan peluang untuk pencegahan dan
penatalaksanaan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Young Investigator Award 2
Pendahuluan
Penggunaan narkoba menimbulkan kerugian yang amat besar baik untuk
pengguna sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Angka kematian karena penggunaan
zat psikoaktif, khususnya jenis opioid (heroin) mencapai 17,16%. Selain itu, pengguna
juga sering menghadapi masalah kesehatan lain seperti kelainan paru–paru (53%),
gangguan fungsi liver (55%), hepatitis C (56%), serta infeksi HIV sebesar 33% (1).
Menurut hasil penelitian Badan Narkotika Nasional dan Puslitkes Universitas
Indonesia tahun 2005, jumlah pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai
2,9-3,6 juta orang atau setara dengan 1,5% jumlah penduduk di Indonesia. Daerah
penyebaran narkoba di Indonesia juga semakin meluas. Hal ini terbukti dari hasil Survei
Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba yang menunjukkan tidak ada
satu pun propinsi di Indonesia yang bebas dari narkoba (2). Prevalensi tertinggi
terutama terdapat di kota-kota besar. Wilayah ibukota provinsi yang memiliki
persentase responden penggunaan NAPZA paling tinggi berturut-turut adalah Jakarta
(23%), Medan (15%), dan Bandung (14%) (2).
Sampai saat ini, masyarakat pada umumnya memandang pecandu narkoba
sebagai seseorang yang lemah dan buruk serta tidak mau untuk mengendalikan perilaku
dan pemenuhan kepuasan mereka (3, 4). Penelitian beberapa tahun terakhir ternyata
semakin menunjukkan bahwa kecanduan adalah penyakit otak kronis yang memiliki
latar belakang genetis seperti penyakit kronis lainnya (3, 5).
Dalam sebuah penelitian penting pada lebih dari 3.000 pasang kembar, Tsuang
dkk melaporkan bahwa faktor lingkungan dan faktor genetik sama-sama berpengaruh
dalam terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba (6, 7). Sebuah penelitian
kekerabatan menunjukkan bahwa odds ratio untuk memiliki gangguan penyalahgunaan
zat yang sama jika kerabat tingkat pertama mengalami ketergantungan adalah lebih dari
7 untuk kokain dan lebih dari 10 untuk opioid. Hal ini semakin menunjukkan adanya
keterlibatan faktor genetik dalam timbulnya adiksi narkoba (8).
Kontribusi genetik terhadap adiksi diestimasikan berkisar antara 30-60% (6, 9,
10) dan sistem opioid memegang peranan terbesar di dalamnya. Salah satu reseptor
utama dalam sistem opioid adalah reseptor opiod mu (11). Beberapa studi menunjukkan
Young Investigator Award 3
bahwa resptor opioid mu berperan dalam kecanduan tidak hanya untuk golongan opioid
tetapi juga untuk narkoba yang bukan golongan opioid. Regulasi positif atau negatif
dari ekspresi dan/atau fungsi dari reseptor opioid mu mungkin terlibat dalam
mekanisme ketergantungan obat pada adiksi opiat dan non-opiat (12).
Variasi fungsional dari reseptor opioid mu terjadi pada polimorfisme A118G.
Polimorfisme A118G menyebabkan perubahan asam amino asparagin (Asn) menjadi
asam aspartat (Asp) pada residu 40 di asam amino terminus selular. Perubahan ini
menyebabkan berkurangnya potensial N-glikosilasi dari protein. Variasi reseptor
dengan aspartat pada urutan asam amino ke 40 berikatan dengan beta endorphin secara
lebih kuat dan selanjutnya menyebabkan aktivasi saluran K+ dengan lebih kuat dari
pada reseptor prototipenya (13). Selain itu alel A118G mengekspresikan hanya setengah
dari jumlah normal mRNA dari gen pengkode reseptor opioid mu dan sekitar
sepersepuluh protein reseptor. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki alel A118G,
akan memiliki respon terhadap ligan yang lebih tinggi namun ekspresi jumlah reseptor
akan lebih rendah (14).
Hingga saat ini belum ada data penelitian tentang prevalensi polimorfisme
A118G pada masyarakat di Indonesia. Informasi tentang prevalensi polimorfisme ini
diperlukan dalam perencanaan pencegahan dan penanganan adiksi di Indonesia.
Metode
Subjek penelitian berjumlah 505 orang sukarelawan sehat yang berasal dari
basis data DNA kontrol sehat dari penelitian sebelumnya (15). Subjek penelitian dalam
keadaan sehat dan dipilih secara acak dari komunitas di Jakarta dan diwawancara
mengenai status demografik dan status kesehatannya. Semua subjek penelitian
memberikan kesediannya untuk berpartisipasi dalam penelitian genetik dan protokol
telah disetujui oleh komisi etik Institut Eijkman dan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Pemeriksaan genotip dilakukan dengan metode polymerase chain reaction
(PCR). DNA sebanyak 10 ng diamplifikasi menggunakan primer oligonukleotida yang
dirancang untuk mengamplifikasi daerah pengkode dari ekson 1 gen pengkode reseptor
Young Investigator Award 4
opioid mu. Amplifikasi bertahap dilakukan menggunakan Taqman Genotyping assays
(Applied Biosystems) dengan volume reaksi standar 10 μ l. Reaksi ini memiliki profil
pemanasan 95oC selama 12 menit kemudian dilanjutkan dengan 40 siklus dari
pemanasan 92oC selama 15 detik dan 60oC selama 60 detik. Pembacaan hasil PCR
dilakukan dengan menggunakan 7500 Fast Real-time PCR System. Frekuensi dari setiap
genotip dan alel kemudian diperiksa untuk mengetahui apakah berada dalam
keseimbangan Hardy–Weinberg dan kemudain dipresentasikan secara deskriptif.
Hasil dan diskusi
Usia rata-rata subjek adalah 33 tahun dengan rentang antara 15 sampai dengan
70 tahun. Distribusi dari genotip 118AA, 118AG, dan 118GG berada dalam
kesetimbangan Hardy–Weinberg. Genotip AA terdapat pada 136 orang (27%), genotip
AG pada 244 orang (48%) sedangkan yang memiliki genotip GG berjumlah 125 orang
(25%). Persentase alel 118A dan 118 G adalah 51% dan 49%.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa frekuensi alel 118G lebih tinggi dari
pada negara-negara lain sehingga risiko untuk terjadinya adiksi pada masyarakat
Indonesia lebih besar. Dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, jumlah persentase
118G pada penelitian ini hanya sedikit lebih tinggi (16). Sedangkan di populasi lain
seperti Eropa, Afrika, dan Amerika, frekuensi 118G jauh lebih rendah (lampiran 1) (13,
17).
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
polimorfisme A118G ini dengan adiksi baik pada adiksi heroin, alkohol, nikotin, dan
metamfetamin. Hasil penelitian tersebut masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda
(18, 19). Sebagian mendukung peranan alel 118G dalam terjadinya adiksi (18), sebagian
menyatakan tidak ada hubungan (17), dan sebagian lagi menyatakan alel 118G sebagai
faktor protektif (16). Hal ini mungkin disebabkan oleh adiksi sangat kompleks sehingga
banyak faktor lain yang berperan selain polimorfisme A118G pada gen pengkode
reseptor opioid mu (20, 21).
Walaupun demikian, berbagai penelitian telah menunjukkan adanya pengaruh
polimorfisme A118G pada mekanisme kerja saraf di otak. Subjek dengan alel A118G
Young Investigator Award 5
akan memiliki respon yang lebih besar dari reseptor prototipenya tetapi jumlah ekspresi
reseptornya lebih sedikit (14). Reseptor opioid mu yang terdistribusi secara luas dalam
sistem saraf pusat, terutama di striatum, talamus, nukleus traktur solitarius, lokus
serulus, area ventral tegmental, substantia nigra, pars compakta dan saraf tulang
belakang (22, 23) memodulasi pelepasan norepinefrin presinaptik dan dopamin yang
memegang peranan penting pada jalur kenikmatan di otak dan dalam perilaku yang
menimbulkan gairah (23). Ikatan antara reseptor opioid mu yang memiliki polimorfisme
A118G dengan ligannya pada interneuron GABA di area ventral tegmental lebih kuat
dibandingkan dengan prototipenya. Hal ini akan menyebabkan hambatan GABA
terhadap saraf dopamin yang lebih kuat sehingga jumlah dopamin yang dilepaskan di
nukleus akumbens akan semakin meningkat (19).
Perubahan dalam nucleus akumbens yang termasuk dalam rangkaian jalur
kenikmatan di otak dianggap berperan untuk terjadinya adiksi. Hubungannya dengan
perubahan fungsi korteks frontal membuat penurunan respon inhibisi dan peningkatan
arti penting zat psikoaktif bagi individu tersebut. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan
antara bagian impulsif dari otak dan bagian yang lebih reflektif sehingga tercermin
dalam ketidakseimbangan perilaku antara pendekatan dan penghindaran zat psikoaktif
(24).
Namun dari sudut pandang yang berbeda, polimorfisme A118G pada reseptor
opioid mu menyebabkan perbedaan pada respon pada aksis hipotalamus hipofisis.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa pasien dengan polimorfisme A118G memiliki
respon yang lebih baik terhadap terapi narkoba dengan naltrekson (20, 21).
Kesimpulan
Tingginya prevalensi polimorfisme A118G pada gen pengkode reseptor opioid mu di
masyarakat Indonesia meningkatkan kerentanan untuk terjadinya penyalahgunaan
narkoba namun sekaligus menjadi peluang untuk keberhasilan terapi penyalahgunaan
narkoba merupakan tantangan dan peluang untuk pencegahan dan penatalaksanaan
penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Young Investigator Award 6
Daftar Pustaka
1. Hawari D. Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat
adiktif) 2nd edition. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. BNN. Kumpulan hasil-hasil penelitian penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba di Indonesia tahun 2003-2005. Badan Narkotika Nasional RI; 2007.
3. Leshner AI. Addiction is a brain disease, and it matters. Science. 1997 Oct
3;278(5335):45-7.
4. Hyman SE. The neurobiology of addiction: implications for voluntary control of
behavior. Am J Bioeth. 2007 Jan;7(1):8-11.
5. Kalivas PW, Volkow ND. The neural basis of addiction: a pathology of motivation
and choice. Am J Psychiatry. 2005 Aug;162(8):1403-13.
6. Kreek MJ, LaForge KS. Stress responsivity, addiction, and a functional variant of
the human mu-opioid receptor gene. Mol Interv. 2007 Apr;7(2):74-8.
7. Tsuang MT, Lyons MJ, Meyer JM, Doyle T, Eisen SA, Goldberg J, et al. Cooccurrence of abuse of different drugs in men: the role of drug-specific and shared
vulnerabilities. Arch Gen Psychiatry. 1998 Nov;55(11):967-72.
8. Kreek MJ, Nielsen DA, Butelman ER, LaForge KS. Genetic influences on
impulsivity, risk taking, stress responsivity and vulnerability to drug abuse and
addiction. Nat Neurosci. 2005 Nov;8(11):1450-7.
9. Kreek MJ, Bart G, Lilly C, LaForge KS, Nielsen DA. Pharmacogenetics and human
molecular genetics of opiate and cocaine addictions and their treatments. Pharmacol
Rev. 2005 Mar;57(1):1-26.
10. Kreek MJ. Role of a functional human gene polymorphism in stress responsivity
and addictions. Clin Pharmacol Ther. 2008 Apr;83(4):615-8.
11. Cox J, De P, Morissette C, Tremblay C, Stephenson R, Allard R, et al. Low
perceived benefits and self-efficacy are associated with hepatitis C virus (HCV)
infection-related risk among injection drug users. Soc Sci Med. 2008 Jan;66(2):21120.
12. Contet C, Kieffer BL, Befort K. Mu opioid receptor: a gateway to drug addiction.
Curr Opin Neurobiol. 2004 Jun;14(3):370-8.
13. Bond C, LaForge KS, Tian M, Melia D, Zhang S, Borg L, et al. Single-nucleotide
polymorphism in the human mu opioid receptor gene alters beta-endorphin binding
and activity: possible implications for opiate addiction. Proc Natl Acad Sci U S A.
1998 Aug 4;95(16):9608-13.
14. Kreek MJ, Schlussman SD, Reed B, Zhang Y, Nielsen DA, Levran O, et al.
Bidirectional translational research: Progress in understanding addictive diseases.
Neuropharmacology. 2008 Aug 7.
Young Investigator Award 7
15. Sahiratmadja E, Wieringa FT, Crevel Rv, Visser AWd, Adnan I, Alisjahbana B, et
al. Iron deficiency and NRAMP1 polymorphisms (INT4, D543N and 30UTR) do
not contribute to severity of anaemia in tuberculosis in the Indonesian population.
British Journal of Nutrition 2007;98:684-90.
16. Tan E, Tan C, Karupathivan U, Yap E. Mu opioid receptor gene polymorphisms and
heroin dependence in Asian populations. Neuroreport 2003;14:569-72.
17. Bergen AW, Kokoszka J, Peterson R, Long JC, Virkkunen M, Linnoila M, et al. Mu
opioid receptor gene variants: lack of association with alcohol dependence. Mol
Psychiatry. 1997 Oct-Nov;2(6):490-4.
18. Deb I, Chakraborty J, Gangopadhyay PK, Choudhury SR, Das S. Single-nucleotide
polymorphism (A118G) in exon 1 of OPRM1 gene causes alteration in downstream
signaling by mu-opioid receptor and may contribute to the genetic risk for addiction.
J Neurochem. 2010 Jan;112(2):486-96.
19. Mague SD, Blendy JA. OPRM1 SNP (A118G): involvement in disease
development, treatment response, and animal models. Drug Alcohol Depend. 2010
May 1;108(3):172-82.
20. Chong RY, Oswald L, Yang X, Uhart M, Lin PI, Wand GS. The mu-opioid receptor
polymorphism A118G predicts cortisol responses to naloxone and stress.
Neuropsychopharmacology. 2006 Jan;31(1):204-11.
21. Hernandez-Avila CA, Covault J, Wand G, Zhang H, Gelernter J, Kranzler HR.
Population-specific effects of the Asn40Asp polymorphism at the mu-opioid
receptor gene (OPRM1) on HPA-axis activation. Pharmacogenet Genomics. 2007
Dec;17(12):1031-8.
22. Meng F, Xie GX, Thompson RC, Mansour A, Goldstein A, Watson SJ, et al.
Cloning and pharmacological characterization of a rat kappa opioid receptor. Proc
Natl Acad Sci U S A. 1993 Nov 1;90(21):9954-8.
23. Thompson RC, Mansour A, Akil H, Watson SJ. Cloning and pharmacological
characterization of a rat mu opioid receptor. Neuron. 1993 Nov;11(5):903-13.
24. Koob G, Kreek MJ. Stress, dysregulation of drug reward pathways, and the
transition to drug dependence. Am J Psychiatry. 2007 Aug;164(8):1149-59.
Young Investigator Award 8
Lampiran 1 Prevalensi alel 118G pada gen pengkode reseptor opioid mu di berbagai
populasi etnik berdasarkan literatur yang terpublikasi
Diambil dari :
Deb I, Chakraborty J, Gangopadhyay PK, Choudhury SR, Das S. Single-nucleotide polymorphism
(A118G) in exon 1 of OPRM1 gene causes alteration in downstream signaling by mu-opioid receptor and
may contribute to the genetic risk for addiction. J Neurochem. 2010 Jan;112(2):486-96.
Prevalensi Polymorphism Reseptor Mu Opioid A118G pada Masyarakat
Indonesia
S. Iskandar1,2, R. van Crevel3, T. Hidayat1, I.M.P. Siregar1, T.W.A. Sapiie1,
T.H. Ahmad4, A.J. van der Ven3, C.A.J. de Jong5
1
Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan
Sadikin, Bandung, Indonesia
2
Unit Penelitian Kesehatan, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin,
Bandung, Indonesia
3
Department of General Internal Medicine and Nijmegen Institute for Inflammation,
Infection and Immunity, Radboud University Nijmegen Medical Centre, Nijmegen, the
Netherlands
4
Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan
Sadikin, Bandung, Indonesia
5
Nijmegen Institute for Scientist-Practitioners in Addiction (NISPA), Nijmegen, the
Netherlands
Korespondensi melalui :
Shelly Iskandar
Email : [email protected]
HP : 08562133201
Young Investigator Award 1
Abstrak
Latar belakang
Penyalahgunaan narkoba menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pengguna,
keluarga, masyarakat, dan negara. Faktor genetik memiliki pengaruh 30-60% untuk
terjadinya penyalahgunaan narkoba. Salah satu faktor genetik yang telah diketahui
berperan dalam terjadinya adiksi adalah polimorfisme A118G pada gen pengkode
reseptor opioid mu (OPRM1). Sampai saat ini belum ada informasi tentang prevalensi
polimorfisme ini di masyarakat Indonesia sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui prevalensi polimorfisme A118G pada masyarakat di Indonesia.
Metode
Polimorfisme A118G pada OPRM1 dinilai dengan menggunakan Taqman Genotyping
assays (Applied Biosystems) dan mesin pembaca 7500 Fast Real-time PCR System.
Frekuensi dari setiap genotip dan alel kemudian dipresentasikan secara deskriptif.
Hasil
Genotip AA terdapat pada 136 orang (27%), genotip AG pada 244 orang (48%)
sedangkan yang memiliki genotip GG berjumlah 125 orang (25%). Persentase alel
118A dan alel 118 G adalah 51% dan 49%.
Kesimpulan
Prevalensi polimorfisme A118G pada gen pengkode reseptor opioid mu yang tinggi
pada masyarakat di Indonesia merupakan tantangan dan peluang untuk pencegahan dan
penatalaksanaan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Young Investigator Award 2
Pendahuluan
Penggunaan narkoba menimbulkan kerugian yang amat besar baik untuk
pengguna sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Angka kematian karena penggunaan
zat psikoaktif, khususnya jenis opioid (heroin) mencapai 17,16%. Selain itu, pengguna
juga sering menghadapi masalah kesehatan lain seperti kelainan paru–paru (53%),
gangguan fungsi liver (55%), hepatitis C (56%), serta infeksi HIV sebesar 33% (1).
Menurut hasil penelitian Badan Narkotika Nasional dan Puslitkes Universitas
Indonesia tahun 2005, jumlah pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai
2,9-3,6 juta orang atau setara dengan 1,5% jumlah penduduk di Indonesia. Daerah
penyebaran narkoba di Indonesia juga semakin meluas. Hal ini terbukti dari hasil Survei
Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba yang menunjukkan tidak ada
satu pun propinsi di Indonesia yang bebas dari narkoba (2). Prevalensi tertinggi
terutama terdapat di kota-kota besar. Wilayah ibukota provinsi yang memiliki
persentase responden penggunaan NAPZA paling tinggi berturut-turut adalah Jakarta
(23%), Medan (15%), dan Bandung (14%) (2).
Sampai saat ini, masyarakat pada umumnya memandang pecandu narkoba
sebagai seseorang yang lemah dan buruk serta tidak mau untuk mengendalikan perilaku
dan pemenuhan kepuasan mereka (3, 4). Penelitian beberapa tahun terakhir ternyata
semakin menunjukkan bahwa kecanduan adalah penyakit otak kronis yang memiliki
latar belakang genetis seperti penyakit kronis lainnya (3, 5).
Dalam sebuah penelitian penting pada lebih dari 3.000 pasang kembar, Tsuang
dkk melaporkan bahwa faktor lingkungan dan faktor genetik sama-sama berpengaruh
dalam terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba (6, 7). Sebuah penelitian
kekerabatan menunjukkan bahwa odds ratio untuk memiliki gangguan penyalahgunaan
zat yang sama jika kerabat tingkat pertama mengalami ketergantungan adalah lebih dari
7 untuk kokain dan lebih dari 10 untuk opioid. Hal ini semakin menunjukkan adanya
keterlibatan faktor genetik dalam timbulnya adiksi narkoba (8).
Kontribusi genetik terhadap adiksi diestimasikan berkisar antara 30-60% (6, 9,
10) dan sistem opioid memegang peranan terbesar di dalamnya. Salah satu reseptor
utama dalam sistem opioid adalah reseptor opiod mu (11). Beberapa studi menunjukkan
Young Investigator Award 3
bahwa resptor opioid mu berperan dalam kecanduan tidak hanya untuk golongan opioid
tetapi juga untuk narkoba yang bukan golongan opioid. Regulasi positif atau negatif
dari ekspresi dan/atau fungsi dari reseptor opioid mu mungkin terlibat dalam
mekanisme ketergantungan obat pada adiksi opiat dan non-opiat (12).
Variasi fungsional dari reseptor opioid mu terjadi pada polimorfisme A118G.
Polimorfisme A118G menyebabkan perubahan asam amino asparagin (Asn) menjadi
asam aspartat (Asp) pada residu 40 di asam amino terminus selular. Perubahan ini
menyebabkan berkurangnya potensial N-glikosilasi dari protein. Variasi reseptor
dengan aspartat pada urutan asam amino ke 40 berikatan dengan beta endorphin secara
lebih kuat dan selanjutnya menyebabkan aktivasi saluran K+ dengan lebih kuat dari
pada reseptor prototipenya (13). Selain itu alel A118G mengekspresikan hanya setengah
dari jumlah normal mRNA dari gen pengkode reseptor opioid mu dan sekitar
sepersepuluh protein reseptor. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki alel A118G,
akan memiliki respon terhadap ligan yang lebih tinggi namun ekspresi jumlah reseptor
akan lebih rendah (14).
Hingga saat ini belum ada data penelitian tentang prevalensi polimorfisme
A118G pada masyarakat di Indonesia. Informasi tentang prevalensi polimorfisme ini
diperlukan dalam perencanaan pencegahan dan penanganan adiksi di Indonesia.
Metode
Subjek penelitian berjumlah 505 orang sukarelawan sehat yang berasal dari
basis data DNA kontrol sehat dari penelitian sebelumnya (15). Subjek penelitian dalam
keadaan sehat dan dipilih secara acak dari komunitas di Jakarta dan diwawancara
mengenai status demografik dan status kesehatannya. Semua subjek penelitian
memberikan kesediannya untuk berpartisipasi dalam penelitian genetik dan protokol
telah disetujui oleh komisi etik Institut Eijkman dan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Pemeriksaan genotip dilakukan dengan metode polymerase chain reaction
(PCR). DNA sebanyak 10 ng diamplifikasi menggunakan primer oligonukleotida yang
dirancang untuk mengamplifikasi daerah pengkode dari ekson 1 gen pengkode reseptor
Young Investigator Award 4
opioid mu. Amplifikasi bertahap dilakukan menggunakan Taqman Genotyping assays
(Applied Biosystems) dengan volume reaksi standar 10 μ l. Reaksi ini memiliki profil
pemanasan 95oC selama 12 menit kemudian dilanjutkan dengan 40 siklus dari
pemanasan 92oC selama 15 detik dan 60oC selama 60 detik. Pembacaan hasil PCR
dilakukan dengan menggunakan 7500 Fast Real-time PCR System. Frekuensi dari setiap
genotip dan alel kemudian diperiksa untuk mengetahui apakah berada dalam
keseimbangan Hardy–Weinberg dan kemudain dipresentasikan secara deskriptif.
Hasil dan diskusi
Usia rata-rata subjek adalah 33 tahun dengan rentang antara 15 sampai dengan
70 tahun. Distribusi dari genotip 118AA, 118AG, dan 118GG berada dalam
kesetimbangan Hardy–Weinberg. Genotip AA terdapat pada 136 orang (27%), genotip
AG pada 244 orang (48%) sedangkan yang memiliki genotip GG berjumlah 125 orang
(25%). Persentase alel 118A dan 118 G adalah 51% dan 49%.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa frekuensi alel 118G lebih tinggi dari
pada negara-negara lain sehingga risiko untuk terjadinya adiksi pada masyarakat
Indonesia lebih besar. Dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, jumlah persentase
118G pada penelitian ini hanya sedikit lebih tinggi (16). Sedangkan di populasi lain
seperti Eropa, Afrika, dan Amerika, frekuensi 118G jauh lebih rendah (lampiran 1) (13,
17).
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
polimorfisme A118G ini dengan adiksi baik pada adiksi heroin, alkohol, nikotin, dan
metamfetamin. Hasil penelitian tersebut masih menunjukkan hasil yang berbeda-beda
(18, 19). Sebagian mendukung peranan alel 118G dalam terjadinya adiksi (18), sebagian
menyatakan tidak ada hubungan (17), dan sebagian lagi menyatakan alel 118G sebagai
faktor protektif (16). Hal ini mungkin disebabkan oleh adiksi sangat kompleks sehingga
banyak faktor lain yang berperan selain polimorfisme A118G pada gen pengkode
reseptor opioid mu (20, 21).
Walaupun demikian, berbagai penelitian telah menunjukkan adanya pengaruh
polimorfisme A118G pada mekanisme kerja saraf di otak. Subjek dengan alel A118G
Young Investigator Award 5
akan memiliki respon yang lebih besar dari reseptor prototipenya tetapi jumlah ekspresi
reseptornya lebih sedikit (14). Reseptor opioid mu yang terdistribusi secara luas dalam
sistem saraf pusat, terutama di striatum, talamus, nukleus traktur solitarius, lokus
serulus, area ventral tegmental, substantia nigra, pars compakta dan saraf tulang
belakang (22, 23) memodulasi pelepasan norepinefrin presinaptik dan dopamin yang
memegang peranan penting pada jalur kenikmatan di otak dan dalam perilaku yang
menimbulkan gairah (23). Ikatan antara reseptor opioid mu yang memiliki polimorfisme
A118G dengan ligannya pada interneuron GABA di area ventral tegmental lebih kuat
dibandingkan dengan prototipenya. Hal ini akan menyebabkan hambatan GABA
terhadap saraf dopamin yang lebih kuat sehingga jumlah dopamin yang dilepaskan di
nukleus akumbens akan semakin meningkat (19).
Perubahan dalam nucleus akumbens yang termasuk dalam rangkaian jalur
kenikmatan di otak dianggap berperan untuk terjadinya adiksi. Hubungannya dengan
perubahan fungsi korteks frontal membuat penurunan respon inhibisi dan peningkatan
arti penting zat psikoaktif bagi individu tersebut. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan
antara bagian impulsif dari otak dan bagian yang lebih reflektif sehingga tercermin
dalam ketidakseimbangan perilaku antara pendekatan dan penghindaran zat psikoaktif
(24).
Namun dari sudut pandang yang berbeda, polimorfisme A118G pada reseptor
opioid mu menyebabkan perbedaan pada respon pada aksis hipotalamus hipofisis.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa pasien dengan polimorfisme A118G memiliki
respon yang lebih baik terhadap terapi narkoba dengan naltrekson (20, 21).
Kesimpulan
Tingginya prevalensi polimorfisme A118G pada gen pengkode reseptor opioid mu di
masyarakat Indonesia meningkatkan kerentanan untuk terjadinya penyalahgunaan
narkoba namun sekaligus menjadi peluang untuk keberhasilan terapi penyalahgunaan
narkoba merupakan tantangan dan peluang untuk pencegahan dan penatalaksanaan
penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Young Investigator Award 6
Daftar Pustaka
1. Hawari D. Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat
adiktif) 2nd edition. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. BNN. Kumpulan hasil-hasil penelitian penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba di Indonesia tahun 2003-2005. Badan Narkotika Nasional RI; 2007.
3. Leshner AI. Addiction is a brain disease, and it matters. Science. 1997 Oct
3;278(5335):45-7.
4. Hyman SE. The neurobiology of addiction: implications for voluntary control of
behavior. Am J Bioeth. 2007 Jan;7(1):8-11.
5. Kalivas PW, Volkow ND. The neural basis of addiction: a pathology of motivation
and choice. Am J Psychiatry. 2005 Aug;162(8):1403-13.
6. Kreek MJ, LaForge KS. Stress responsivity, addiction, and a functional variant of
the human mu-opioid receptor gene. Mol Interv. 2007 Apr;7(2):74-8.
7. Tsuang MT, Lyons MJ, Meyer JM, Doyle T, Eisen SA, Goldberg J, et al. Cooccurrence of abuse of different drugs in men: the role of drug-specific and shared
vulnerabilities. Arch Gen Psychiatry. 1998 Nov;55(11):967-72.
8. Kreek MJ, Nielsen DA, Butelman ER, LaForge KS. Genetic influences on
impulsivity, risk taking, stress responsivity and vulnerability to drug abuse and
addiction. Nat Neurosci. 2005 Nov;8(11):1450-7.
9. Kreek MJ, Bart G, Lilly C, LaForge KS, Nielsen DA. Pharmacogenetics and human
molecular genetics of opiate and cocaine addictions and their treatments. Pharmacol
Rev. 2005 Mar;57(1):1-26.
10. Kreek MJ. Role of a functional human gene polymorphism in stress responsivity
and addictions. Clin Pharmacol Ther. 2008 Apr;83(4):615-8.
11. Cox J, De P, Morissette C, Tremblay C, Stephenson R, Allard R, et al. Low
perceived benefits and self-efficacy are associated with hepatitis C virus (HCV)
infection-related risk among injection drug users. Soc Sci Med. 2008 Jan;66(2):21120.
12. Contet C, Kieffer BL, Befort K. Mu opioid receptor: a gateway to drug addiction.
Curr Opin Neurobiol. 2004 Jun;14(3):370-8.
13. Bond C, LaForge KS, Tian M, Melia D, Zhang S, Borg L, et al. Single-nucleotide
polymorphism in the human mu opioid receptor gene alters beta-endorphin binding
and activity: possible implications for opiate addiction. Proc Natl Acad Sci U S A.
1998 Aug 4;95(16):9608-13.
14. Kreek MJ, Schlussman SD, Reed B, Zhang Y, Nielsen DA, Levran O, et al.
Bidirectional translational research: Progress in understanding addictive diseases.
Neuropharmacology. 2008 Aug 7.
Young Investigator Award 7
15. Sahiratmadja E, Wieringa FT, Crevel Rv, Visser AWd, Adnan I, Alisjahbana B, et
al. Iron deficiency and NRAMP1 polymorphisms (INT4, D543N and 30UTR) do
not contribute to severity of anaemia in tuberculosis in the Indonesian population.
British Journal of Nutrition 2007;98:684-90.
16. Tan E, Tan C, Karupathivan U, Yap E. Mu opioid receptor gene polymorphisms and
heroin dependence in Asian populations. Neuroreport 2003;14:569-72.
17. Bergen AW, Kokoszka J, Peterson R, Long JC, Virkkunen M, Linnoila M, et al. Mu
opioid receptor gene variants: lack of association with alcohol dependence. Mol
Psychiatry. 1997 Oct-Nov;2(6):490-4.
18. Deb I, Chakraborty J, Gangopadhyay PK, Choudhury SR, Das S. Single-nucleotide
polymorphism (A118G) in exon 1 of OPRM1 gene causes alteration in downstream
signaling by mu-opioid receptor and may contribute to the genetic risk for addiction.
J Neurochem. 2010 Jan;112(2):486-96.
19. Mague SD, Blendy JA. OPRM1 SNP (A118G): involvement in disease
development, treatment response, and animal models. Drug Alcohol Depend. 2010
May 1;108(3):172-82.
20. Chong RY, Oswald L, Yang X, Uhart M, Lin PI, Wand GS. The mu-opioid receptor
polymorphism A118G predicts cortisol responses to naloxone and stress.
Neuropsychopharmacology. 2006 Jan;31(1):204-11.
21. Hernandez-Avila CA, Covault J, Wand G, Zhang H, Gelernter J, Kranzler HR.
Population-specific effects of the Asn40Asp polymorphism at the mu-opioid
receptor gene (OPRM1) on HPA-axis activation. Pharmacogenet Genomics. 2007
Dec;17(12):1031-8.
22. Meng F, Xie GX, Thompson RC, Mansour A, Goldstein A, Watson SJ, et al.
Cloning and pharmacological characterization of a rat kappa opioid receptor. Proc
Natl Acad Sci U S A. 1993 Nov 1;90(21):9954-8.
23. Thompson RC, Mansour A, Akil H, Watson SJ. Cloning and pharmacological
characterization of a rat mu opioid receptor. Neuron. 1993 Nov;11(5):903-13.
24. Koob G, Kreek MJ. Stress, dysregulation of drug reward pathways, and the
transition to drug dependence. Am J Psychiatry. 2007 Aug;164(8):1149-59.
Young Investigator Award 8
Lampiran 1 Prevalensi alel 118G pada gen pengkode reseptor opioid mu di berbagai
populasi etnik berdasarkan literatur yang terpublikasi
Diambil dari :
Deb I, Chakraborty J, Gangopadhyay PK, Choudhury SR, Das S. Single-nucleotide polymorphism
(A118G) in exon 1 of OPRM1 gene causes alteration in downstream signaling by mu-opioid receptor and
may contribute to the genetic risk for addiction. J Neurochem. 2010 Jan;112(2):486-96.