Opioid Sebagai Anestesi Lokal

REFARAT II
OPIOID SEBAGAI ANESTESI LOKAL
Oleh :
dr. Wulan Fadinie NIP: 19850306 201012 2 002
Pembimbing :
dr. Sani P. Nasution, SpAn. KIC
MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN – 2013
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………….……………… 2 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi ……………………………………………….……….…… 4 2.2 Opioid
2.2.1 Reseptor Opioid …………………………………………....... 5 2.2.2 Opioid Sebagai Anestesi Lokal …………………………….. 12 BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….. 16 BAB 4 DAFTAR PUSTAKA …….......……………………………………………. 18 BAB 5 LAMPIRAN …………………………………...…………………………… 19
Universitas Sumatera Utara

Kata Pengantar
Opioid mempunyai nilai farmakologis yang luas dan kaya, opioid telah banyak digunakan dalam pengobatan dan sangat berharga. Tetapi, opioid juga mempunyai masalah, termasuk efek sampingnya seperti konstipasi, depresi pernafasan dan sedasi sama halnya juga dengan kemungkinan disalah gunakan.1
Opioid yang orisinil, seperti morfin dan kodein, merupakan turunan dari opium. Selama beberapa tahun, banyak turunan dari opioid disintesis dengan tujuan untuk mendapatkan analgesia tanpa mempunyai masalah efek samping, terutama pada depresi pernafasan, konstipasi dan ketergantungan.1
Struktur yang kuat dan hubungannya dengan aktifitas dari opioid diikuti dengan cara kerja pada reseptornya jelas mengindikasikan adanya ligand endogen untuk tempat kerjanya.1

Opioid mempunyai sejarah yang panjang dan penggunaan terapeutik sebagai pengobatan untuk berbagai jenis tingkatan nyeri dimulai dari nyeri akut nosiseptif ringan sampai kepada nyeri menahun yang tak tertahankan atau nyeri penyakit stadium akhir. Analgesia yang dihasilkan opiod klasik diperantarai secara ekstensif oleh ikatan reseptor opioid yang berlokasi pada otak atau medula spinalis. Tetapi bagaimana pun juga, reseptor opioid dapat ditemukan diluar sistem susunan saraf pusat yaitu pada daerah perifer dan dapat menjadi aset yang berharga dalam menghasilkan analgesia selain dari pengaktifannya pada bagian pusat.3
Refarat ini dibuat untuk mengetahui secara pasti mekanisme kerja daripada reseptor opioid pada sistem saraf perifer, sehingga dapat diketahui manfaat opioid sebagai anestesi lokal dan sehingga dapat digunakan sebagai manajemen nyeri pada stimulus nyeri yang terjadi pada daerah perifer.
Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belakangan ini, reseptor opioid yang dapat memberikan analgesia pada manusia telah ditemukan pada ujung saraf terminal dari sensori perifer. Dari penelitian farmakologis mengindikasikan bahwa karakteristik dari reseptor yang berlokasi pada daerah perifer mirip atau sama dengan reseptor yang ada di otak.2
Sistem opioid perifer ini berinteraksi dengan fungsi imun.Selama inflamasi, peptida opioid yang disekresikan oleh sel imun dapat mengaktifkan reseptor opioid pada ujung saraf sensori ke tempat rangsangan nosiseptif.Penemuan ini menunjukkan sebuah konsep baru dari kontrol nyeri intrinsik yang melibatkan mekanisme yang biasa digunakan oleh sistem imun untuk mengaktifkan respon tubuh untuk melawan patogen. Mekanisme potensial dari pemberian opioid secara eksogen pada sistem imun membutuhkan penelitian lebih lanjut.2
Keberadaan dari mekanisme opioid perifer telah menunjukkan kegunaan potensial dari pemberian obat – obatan opioid secara perifer. Sebagai contohnya, penelitian beberapa kontrol-plasebo telah menunjukkan bahwa hubungan morfin dosis rendah, ketika diberikan pada tempat luka perifer (contohnya: sendi setelah operasi), dapat memberikan efek analgesia.2
Penelitian lain memberikan hasil akhir yang sama dari morfin yang diberikan secara topikal pada luka yang nyeri, hasilnya adalah bebas dari penggunaan obat sistemik. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menjelaskan kegunaan dari obatobatan opioid yang diberikan secara perifer dan untuk menjelaskan mengapa ada begitu banyak variasi respon individual.2
Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. EPIDEMIOLOGI Salah satu dari usaha klinis untuk mencoba menargetkan sistem reseptor opioid perifer sebagai kontrol nyeri adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memeriksa efek lokal analgesi pada morfin intra-articular. Dosis rendah morfin intraarticular memberikan lebih banyak analgesia pasca operasi yang lebih bermakna dibandingkan pada pasien yang disuntikkan morfin intravena.3 Penelitian terkontrol telah menunjukkan efek enalgesik yang signifikan pada pemberian opioid secara lokal pada daerah luka, pemberian intra-articular dari morfin diketahui merupakan pemberian klinis terbaik. Setelah operasi lutut, pemberian morfin yang bergantung pada dosis mengurangi skor nyeri dan/atau dapat digunakan sebagai pemberian analgetik tambahan melalui mekanisme aksi perifer tanpa efek samping.4 Morfin intra-articular sering digunakan karena adanya sel inflamasi yang mengandung opioid, dan rheumatoid kronik dan osteoarthritis.Efeknya sama seperti obat lokal anestesi untuk intra-articular yang standar atau injeksi steroid dan mempunyai efek yang lama (dapat sampai 7 hari), kemungkinan karena aktifitas anti inflamasi daripada opioid.4 Percobaan lain menunjukkanefikasi dari opioid yang disuntikkan secara lokal pada nyeri tulang, nyeri gigi, abrasi kornea dan nyeri viseral. Selain tidak dijumpainya efek samping,dapat menawarkan beberapa keuntungan seperti efek anti inflamasi, kurangnya ketergantungan, kurangnya konstipasi, kurangnya komplikasi sistem pencernaan, hati, ginjal dan tromboemboli (yang biasanya dihubungkan dengan efek samping obat NSAID) dan efikasinya pada obat nyeri neuropati.4
Universitas Sumatera Utara

2.2. OPIOID
2.2.1. RESEPTOR OPIOID
Bukti fisiologis pertama mengenai adanya opioid endogen datang dari penelitian Liebeskind dkk, yang menunjukkan analgesia mengikuti stimulasi pada periakuaduktus abu-abu (PAG) menuju kornu dorsalis medula spinalis. Reseptor ini juga diidentifikasi diperifer.1,8
Reseptor opioid dapat ditemukan sepanjang susunan saraf pusat.Dari saraf perifer hingga kebatang otak.Reseptor opioid perifer disintesis pada dorsal root ganglion, dan ditransportasikan ke ujung saraf dan secara pusat ke dorsal horn dari batang otak. Transport aksonal opioid ditimbulkan oleh reaksi inflamasi. Walaupun reseptor opioid telah dilokalisir kepada bagian yang peka dengan kerja opioid, reseptor ini juga ditemukan pada banyak tempat yang tidak berhubungan dengan modulasi nyeri. Lebih lanjut lagi,banyak dari sistem imun yang berhubungan dengan respon inflamasi yang mensintesa opioid endogen, termasuk enkefalin dan mengandung reseptor opioid, yang mana dapat membantu menjelaskan kegunaan opioid perifer untuk kondisi inflamasi dan kegunaan klinis dari opioid topikal pada luka terbuka dan antara persendian.1

Analgesi opioid diperantarai pada kedua susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer. Banyak tempat aksi telah diketahui pada batang otak, termasuk PAG, nucleus raphe magnus, dan locus coeruleus, sama seperti pada dorsal horn dari spinal cord, bagian yang diketahui memiliki jumlah reseptor opioid yang banyak. Pada perifer, reseptor opioid telah diperlihatkan pada saraf perifer, dan opioid perifer mempunyai fungsi analgesi yang jelas.1
Reseptor opioid berpasangan pada pertussis-toxin-sensitive inhibitory Gproteins, terutamanya Gi/o,walaupun ada beberapa penelitian untuk aktifitas eksitatori pada situasi tertentu.1
Reseptor opioid, seperti reseptor berpasangan protein-G lainnya, dikarakteristikkan oleh 7 domain transmembran. Reseptor opioid berlokasi pada seluruh daerah susunan saraf pusat yang diketahui terlibat dalam integritas informasi mengenai nyeri, mulai dari batang otak, thalamus medial, medulla spinalis dan hipotalamus, serta sistem limbik. Reseptor opioid juga dijumpai pada daerah
Universitas Sumatera Utara

perifer.Obat yang terikat pada reseptor opioid dibagi menjadi agonis, agonis parsial, campuran agonis-antagonis, dan antagonis.2
Usaha pertama untuk mengklasifikasikan “reseptor opioid” kedalam tiga jenis awalnya dilakukan oleh Gilbert dan Martin (1976) dan Lord dkk (1977) berdasarkan efikasi dari ikatan opioid. Selain ditemukan pada susunan saraf pusat, reseptor opioid juga ada di susunan saraf perifer pada ujung terminal saraf sensori perifer sama halnya pada jaringan yang tidak mempunyai saraf seperti epitel pembuluh darah atau keratinosit.3
Reseptor opioid perifer telah ditemukan dan menunjukkan efek analgesi ketika diaktifkan oleh agonis opioid eksogen yang diberikan secara lokal.6
Universitas Sumatera Utara

Dikutip dari: Anna Lesniak, Andrzej W. Lipkowski. Opioid Peptides in Peripheral Pain Control.Acta Neurobiol. Polish Neuroscience Society.Exp. 2011, 71:129-138.
Ketiga kelas dari reseptor opioid yaitu μ, α, dan κ telah diidentifikasi melalui pendekatan farmakalogis. Ligand endogen adalah peptida opioid (enkefalin, endorfin dan dinorfin), dan dikodekan oleh tiga jenis gen yang dikenal sebagai prepropiomelanocortin, preproenkephalin dan perprodynorphin.7
Sistem opioid adalah salah satu sistem utama yang secara kuat berhubungan dengan mekanisme seperti nyeri, persepsi dan modulasi.Reseptor opioid dan hubungan dengan agonisnya adalah kunci utama pada inhibisi dan modulasi daripada nyeri. Telah lama dirumuskan bahwa analgesi yang berhubungan klinis secara relevan dihasilkan secara eksklusif melalui pengaktifan dari reseptor pusat opioid.3
Pada beberapa tingkatan nyeri termasuk kerusakan saraf, inflamasi yang menyakitkan, kerusakan jaringan oleh ekspansi kanker reseptor opioid berlokasi pada daerah perifer mempunyai peranan penting pada perkembangan analgesia.Sel imun yang dihasilkan oleh jaringan yang rusak dan mensekresikan peptide opioid yang terikat pada reseptor opioid perifer dapat mengurangi nyeri. Mekanisme penghilang nyeri endogen ini menjadi inspirasi untuk pemberian eksogen dari endogen, peptida opioid sintetik dan dengan harapan untuk menaklukkan nyeri.3
Universitas Sumatera Utara

OPIOID ENDOGEN
Peptida opioid endogen yang dihasilkan oleh tubuh termasuk Endorfin, Enkefalin, Dynorfin dan Endomorfin.5
Endorfin
Dihasilkan oleh kelenjar pituitary dan hipotalamus pada vertebra selama kerja yang berat, kegembiraan, nyeri dan orgasme.Dan sering disamakan dengan opiate pada kemampuannya untuk menghasilkan analgesi dan bekerja sebagai “penghilang nyeri alami”, dapat ditemukan pada dua puluh bagian dari tubuh.Istilah endorfin sendiri berarti “substansi seperti morfin yang dihasilkan oleh tubuh”.Ada 4 tipe endorfin yang dihasilkan oleh tubuh manusia, namanya endorfin alpha (α), beta (β), gamma (γ) dan sigma (δ).β Endorfin adalah neurotransmiter peptida endogen opioid yang paling kuat dan ditemukan baik pada susunan saraf pusat maupun susunan saraf perifer. Selama nyeri berat terjadi, endorfin pada tubuh menyebabkan efek analgesi untuk timbul, untuk mengurangi nyeri yang mempengaruhi tubuh kita.5

Enkefalin
Enkefalin merupakan pentapeptida yang ditemukan pada tahun 1975, yang terlibat pada regulasi nosiseptif yang terjadi pada tubuh. Dua bentuk enkefalin ditemukan, yaitu: Met-enkefalin (mengandung methionine) dan Leu-enkefalin (mengandung leucine) yang mana keduanya merupakan hasil dari gen proenkefalin.5
Dinorfin
Dinorfin timbul dari precursor protein prodinorfin, ketika prodinorfin terbagi selama proses proprotein convertase 2 (PC2) , beberapa peptida aktif dilepaskan yaitu: Dinorfin-A dan Dinorfin-B. Dinorfin utamanya mengeluarkan efeknya melalui reseptor opioidκ dan berperan sebagai modulator untuk respon nyeri.5
Endomorfin
Endomorfin merupakan dua jenis tetrapeptida, yaitu: Endomorfin-1 dan Endomorfin-2. Endomorfin mempunyai afinitas paling tinggi yang diketahui terhadap reseptor opioid μ. Endomorfin-1 dapat meregulasi sedasi dan perilaku yang merangsang, Endomorfin-2 memainkan peranan penting pada persepsi nyeri.5
Universitas Sumatera Utara

Dikutip dari: Koneru A., Satyanarayana A., Rizwan S., Endogenous Opioids: Their Physiological Role and Receptors. Global Journal of Pharmacology. IDOSI Publication,2009; 3 (3):149-153.
Peptida opioid ini dikodekan lagi oleh tiga jenis gen yang didistribusikan secara luas melalui susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer: propiomelanocortin (POMC), proenkephalin dan prodynorphin. Prekursor yang besar ini dimatangkan oleh celah pada tingkatan residu dasar berpasangan untuk menghasilkan peptida akhir yang aktif pada reseptor spesifik (μ, α, dan κ) juga didistribusikan secara luas pada susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer.6
Gen POMC utamanya diekspresikan pada pituitari anterior dan susunan saraf pusat, proenkephalin utamanya diekspresikan pada medulla adrenal dan susunan saraf pusat dan prodynorphin pada susunan saraf pusat.6
Reseptor opioid densitas tinggi terdapat pada lima daerah umum susunan saraf pusat (batang otak,thalamus medialis, medula spinalis, hipotalamus, dan sistem limbik), yang diketahui mengintegrasi dalam pembentukan nyeri dan juga dapat diidentifikasi di perifer.9
Universitas Sumatera Utara

OPIOID EKSOGEN Berlawanan dengan pandangan lama bahwa opioid antinosiseptif diperantarai hanya pada susunan saraf pusat, reseptor opioid perifer telah ditemukan dan menunjukkan dapat memperantarai efek analgesik ketika diaktifkan oleh opioid eksogen agonis yang diberikan secara lokal. Efek tersebut secara khusus terjadi kondisi inflamasi yang sangat nyeri dan telah didemontrasikan baik pada manusia dan binatang.9 Reseptor opioid ditemukan pada saraf sensori perifer dan ditingkatkan jumlahnya saat terjadinya proses inflamasi. Perangasangan oleh lingkungan (stress) dan zat-zat inflamasi yang dilepaskan (corticotropin-releasing factor, cytokines) dapat menyebabkan peptida opioid untuk menghasilkan analgesi lokal, dan penekanan oleh sistem imun menyebabkan terjadinya efek ini.9
Universitas Sumatera Utara

Dikutip dari: Stein C., Opioids in Pain Control: Basic and Clinical Aspects. Cambridge University Press.1999; 5:96-105.
Penemuan ini telah membawa kepada konsep bahwa peptida opioid endogen dapat disekresikan dari immunosystem mengisi reseptor opioid pada saraf sensori, dan menghasilkan analgesi dengan menginhibisi baik eksitabilitas dari saraf ini ataupun pelepasan dari eksitatori, neuropeptida pro inflamasi.9
Hampir seluruh penelitian menggunakan model inflamasi, pada model penelitian ini agonis opioid eksogen menghasilkan antinosiseptif lokal yang poten. Mempertimbangkan perbedaan karakteristik dari berbagai jenis inflamasi yang terjadi, dapat dipercaya bahwa beberapa jenis reseptor opioid lokal menjadi aktif bergantung kepada cara terjadinya dan tingkatan daripada proses inflamasi.9

Penelitian farmakologik mengindikasikan bahwa karakteristik dari reseptor ini sangat mirip dengan reseptor yang ditemukan pada otak. Sejalan dengan penemuan ini pada penelitian in vivo mengemukakan bahwa capsaicin-sensitive primary afferent memang benar memperantarai efek antinosiseptif perifer dari morfin.9
Opioid meningkatkan kalium dan menurunkan kalsium dan natrium keluar pada soma dari neuron sensory dorsal root ganglion melalui interaksi dengan proteinG (Gi/o). Dengan diketahuinya bahwa kejadian ini adalah sama sepanjang neuron, hal ini dapat menyebabkan terjadinya hal berikut: opioid merangsang eksitabilitas dari terminal nosiseptif perifer dan mengakibatkan terjadinya potensial aksi. Sama seperti efek mereka pada soma dan pada terminal sentral, opioid menginhibisi pelepasan (bergantung kalsium) komponen eksitatori proinflamasi (contohnya: substansi P) dari ujung saraf sensori perifer. Sebagai tambahan, morfin telah menunjukkan untuk menginhibisi pelepasan transmiter dari simpatetik varikositas dan dari vasodilatasi antodromik yang disebabkan oleh stimulasi serat –C. Mekanisme selanjutnya juga dinilai untuk kerja opioid sebagai anti inflamasi dan antiartritis.9
Efek antinosiseptif perifer dari opioid eksogen dicapai melalui proses dibawah kondisi inflamasi. Satu kemungkinan mekanisme yang mendasari untuk terjadinya peningkatan efikasi dari agonis adalah up-regulation, yang mana merupakan peningkatan jumlah reseptor.Reseptor opioid disintesa pada dorsal root ganglion.Penghantaran secara aksonal bertanggung jawab untuk mengantarkan
Universitas Sumatera Utara

molekul makro dari sel tubuh ke ujung saraf terminal.Setelah induksi dari inflamasi perifer, panghantaran aksonal dari reseptor opioid pada serat dari saraf siatik meningkat secara hebat.Selanjutnya, jumlah dari reseptor opioid pada serat saraf kutaneus dijaringan yang mengalami inflamasi meningkat, dan peningkatan ini diakhiri dengan mengikat saraf siatik. Penemuan ini menandakan bahwa inflamasi meningkatkan penghantaran langsung secara aksonal ke perifer dari reseptor opioid, yang mengarah kepada peningkatan jumlah (up-regulation) pada ujung saraf perifer.9
2.2.2. OPIOID SEBAGAI ANESTESI LOKAL Untuk mencoba aksi opioid pada daerah dari ujung saraf sensori perifer,
banyak penelitian telah memeriksa pemberian intra-artikular dengan dosis kecil (0.5-6 mg) morfin selama operasi lutut.Efek pada nyeri setelah operasi dinilai dengan berbagai parameter penilaian baik secara langsung maupun tidak langsung.Hampir sebagian besar dari penelitian ini telah melaporkan efek anelgesi yang signifikan ditunjukkan oleh setidaknya satu parameter yang disebutkan. Efek ini dapat dilihat dari reseptor spesifik opioid, dengan potensi yang sama dari anaestesi lokal konvensional, dan bertahan lama secara tak terduga. Alasan untuk durasi yang lama pada aksi opioid perifer ini masi belum dapat dipastikan hingga saat ini, tetapi mungkin diakibatkan oleh aliran darah yang sedikit pada sendi lutut, solubilitas morfin yang rendah terhadap lemak dan hasilnya menunjukkan absorpsi yang lambatke sirkulasi.9
Universitas Sumatera Utara

dikutip dari: Cousins M.J.,Carr D.B., Horlocker T.T., Bridenbaugh P.O., Nerual Blockade: In Clinical Anesthesia and Pain Medicine. Lippincott Williams & Wilkins. 2009; Fourth ed, (!V:31):666.
Bukti bahwa nalokson yang diberikan secara intra-artikular sebagai antagonis dari morfin yang diberikan secara lokal mengindikasikan bahwa reseptor ini dapat memperantarai analgesi pada manusia.Pada pencarian ligand endogen ditemukan bahwa jaringan sinovial yang mengalami inflamasi dikarenakan menjalani operasi lututterdapat peptida opioid (terutama β-END da ME)pada lapisan sel sinovial dan pada sel imun seperti limfosit, makrofag dan sel mast.Memblok reseptor intraartikular denganmemberikan antagonis nalokson secara lokal menghasilkan pada peningkatan nyeri post operatif yang signifikan.Begitu juga dengan peningkatan kebutuhan penggunaan suplemen analgetik tambahan. Dilihat secara bersama, penemuan ini
Universitas Sumatera Utara

menyarankan bahwa pada kondisi yang sangat stress, opioid dilepaskan secara kuat dari jaringan yang mengalami inflamasi dan mengaktifkan reseptor opioid perifer untuk mengurangi nyeri klinis.9
Dikutip Dari: Brodal P., Central Nervous System: The Structure and Function, Oxford University Press. 2004; Third ed, 6:154-155.
Mengenai apakah membrane synovial dari sendi mempunyai serat saraf sensorik telah menjadi perdebatan, penelitian immitnocytochemical menunjukkan ditemukannya serat saraf tipis yang berakhir secara bebas pada membrane synovial. Serat ini mengandung neuropeptide topikal dari saraf sensorik utama (substansi P,
Universitas Sumatera Utara

CGRP, dll), tetapi serat tersebut tampak kurang tersebar sehingga membuat keraguan akan fungsi utamanya.10

Bagian berserat dari kapsul sendi dan ligamen kaya akan akhir akson yang bermyelin dan tidak bermyelin pada reseptor bebas. Ini telah ditentukan sebagai reseptor tipe 4. Sebagian besarnya, seperti halnya ujung bebas pada jaringan lain ada;ah nosiseptor. Kapsul sendi dan ligamen mengandung mekanoreseptor tegangan tinggi, nosiseptor polimodal, dan nosiseptor hening. Rangsangan dari seratkapsul dan ligamen selama operasi dari sendi lutut mengkonfirmasikan bahwa nyeri dapat dirangsang baik dari kapsul dan ligamen.10
Universitas Sumatera Utara

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Banyak penelitian dan percobaan klinis telah menunjukkan efikasi dari dosis kecil opioid eksogen dalam bentuk tidak aktif secara sistemik yang diberikan pada daerah dari ujung saraf perifer terminal, reseptor opioid yang ditemukan pada ujung saraf itu dan peptide endogen opioid yang diketahui keberadaannya pada jaringan yang mengalami proses inflamasi baik pada hewan maupun manusia. Peptida ini ditemukan pada cel dari sistem imun dan menghasilkan inhibisi endogen daripada nyeri. Berdasarkan hal ini, tampaknya reseptor opioid perifer dapat memberikan impuls saraf sensori dengan cara yang sama dengan reseptor opioid presinaptik dari spinal.9
Penghambatan nyeri intrinsik dapat dicapai bahkan pada tahap awal melalui pengurangan dari aktifitas aferen saraf sensorik pada ujung perifer oleh peptida opioid yang berasal dari imun.Sehingga, penyeleksian dan penyaringan dari informasi yang masuk tidak terbatas pada otak dan batang otak saja tetapi juga dapat dijumpai pada perifer melalui interaksi dari sistem imun dan saraf sensorik.9
Penemuan ini mempunyai beberapa implikasi yang menarik:9
1. Pemberian secara lokal tidak hanya opioid eksogen tetapi juga enzim yangdapat mencegah penurunan dari peptida opioid endogen memberikan pandangan yang baru untuk manajemen nyeri dengan memproduksi analgesia tanpa efek samping sistemik seperti disforia, depresi pernafasan, sedasi, mual atau kecanduan.
2. Kenyataan bahwa aksi lokal dari opioid secara khusus hanya terbatas pada jaringan yang mengalami proses inflamasi kemungkinan merupakan keuntungan mempertimbangkan bahwa kondisi nyeri subakut atau kronik sering dihubungkan dengan inflamasi (contohnya: nyeri post operasi, nyeri kanker, arthritis)
Universitas Sumatera Utara

3. Sebagai tambahan pada fungsi imunobiologinya, immunocytes terlibat pada mekanisme intrinsik dari penghambatan nyeri. Penemuan ini memberikan pandangan baru pada nyeri yang berhubungan dengan penurunan sistem daya tahan tubuh, seperti pada AIDS atau kanker. Lebih lanjut lagi, pengaktifan dari produksi opioid dan pelepasannya dari sel imun dapat menjadi pendekatan baru untuk perkembangan analgesik yang bekerja pada perifer.
Universitas Sumatera Utara

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Davis M.P., Paternak G. W., Opioid receptors and opioid

pharmacodynamics. http://fds.oup.com/www.oup.com/pdf/13/978019923664


0_chapter1.pdf

2. The

endogenous

opioid

systems. http://www.stoppain.org/pcd/_pdf/OpioidChapter2.pdf

3. Lesniak A., Lipkowski A. W., Opioid Peptides in Peripheral Pain Control.

Acta Neurobiol. Polish Neuroscience Society.Exp. 2011, 71:129-

138.http://www.ane.pl/pdf/7112.pdf

4. Stein C., Peripheral opioid receptors: a new therapeutic concept to target

inflammation.http://www.pasteur.fr/applications/euroconf/digestivediseases/1


7Steinabstract.pdf

5. Koneru A., Satyanarayana A., Rizwan S., Endogenous Opioids: Their

Physiological Role and Receptors. Global Journal of Pharmacology. IDOSI

Publication,2009; 3 (3):149-153.http://www.idosi.org/gjp/3(3)09/7.pdf

6. Stein C., Opioids in Pain Control: Basic and Clinical Aspects. Cambridge

University Press. 1999; 2:21-22.

7. Stein C., Opioids in Pain Control: Basic and Clinical Aspects. Cambridge

University Press. 1999; 1:1-2.

8. Mycek. M. J., Harvey. R.A., Pamela. C.C., Farmakologi:Ulasan bergambar.

Widya Medika. Jakarta. Edisi:II. 2001;14:134-135.


9. Stein C., Opioids in Pain Control: Basic and Clinical Aspects. Cambridge

University Press. 1999; 5:96-105.

10. Brodal P., Central Nervous System: The Structure and Function, Oxford

University Press. 2004; Third ed, 6:154-155.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

BAB V
LAMPIRAN TABEL DAN GAMBAR

1. The

endogenous


opioid

systems. http://www.stoppain.org/pcd/_pdf/OpioidChapter2.pdf

2. Lesniak A., Lipkowski A. W., Opioid Peptides in Peripheral Pain Control.

Acta Neurobiol. Polish Neuroscience Society.Exp. 2011, 71:129-

138.http://www.ane.pl/pdf/7112.pdf

3. Koneru A., Satyanarayana A., Rizwan S., Endogenous Opioids: Their

Physiological Role and Receptors. Global Journal of Pharmacology. IDOSI

Publication,2009; 3 (3):149-153.http://www.idosi.org/gjp/3(3)09/7.pdf

4. Stein C., Opioids in Pain Control: Basic and Clinical Aspects. Cambridge

University Press. 1999; 5:96-105.


5. Cousins M.J.,Carr D.B., Horlocker T.T., Bridenbaugh P.O., Nerual Blockade:

In Clinical Anesthesia and Pain Medicine. Lippincott Williams & Wilkins.

2009; Fourth ed, (!V:31):666.

6. Brodal P., Central Nervous System: The Structure and Function, Oxford

University Press. 2004; Third ed, 6:154-155.

Universitas Sumatera Utara