Draf buku Representasi ekspresi simbolik lukisan anak usia dini bab 1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

Memahami karya seni anak-anak usia dini tidak seperti halnya memahami
lukisan orang dewasa dengan penuh penataan bentuk dan warna-warna yang
kongkrit dan nampak jelas. Hasil karya lukisan anak adalah merupakan suatu
media untuk mengutarakan pendapatnya yang di dalamnya terkandung banyak
makna yang tak terhitung jumlahnya yang tentu saja tidak dimiliki oleh orang
dewasa. Ketika suatu saat orang dewasa akan menyatakanatau mengutarakan
pendapatnya dalam suatu lukisan, maka ide tersebut akan dipikirkan secara
masak-masak agar hasil lukisannya bisa tertata secara teratur dengan sebaikbaiknya.
Hal ini tentu akan sangat berlainan dengan hasil lukisan yang diciptakan
oleh anak-anak usia dini. Seorang anak ketika mengungkapkan lukisannya tanpa
hitungan yang masak yang penting selayaknya anak sedang melakukan
permainan. Sebagaimana anak sedang bermain-main puzzle bentuk buah apel,
yang kadang bentuk gambar apel dari puzzle tersebut dibongkar dan porak
poranda dan disebar kemana-mana kemudian disusun kembali seperti sedia kala.

Anak adalah sosok usia yang masih belia dan apa yang mereka kerjakan
merupakan bagian dari bermain-main. Bagi anak tertentu pekerjaan membongkar
dan menyusun bisa dilaksanakan, namun bagi anak lainnya mereka akan merasa
kesulitan untuk menyusun kembali setelah membongkar puzzle tersebut. Namun
demikian anak tidak merasa takut dan bosan, dan pada suatu saat anak akan
melakukan pembongkaran dan menyusun kembali walaupun terkadang hasilnya
belum optimal.
Melukis adalah suatu kegiatan belajar dengan bermain warna, garis, bentuk
yang disusun dalam suatu media bidang datar baik itu kertas, kanvas, dinding dan
sebagainya. Anak-anak akan merasa senang dan puas setelah melakukan suatu
coretan-coretan. Paling tidak coretan itu akan menjadi ungkapan bentuk yang
menggambarkan gagasan dan angan-angan serta catatan keinginan yang pernah
commitsedih,
to user
mereka alami baik itu peristiwa senang,
marah dan sebagainya.

1

perpustakaan.uns.ac.id


digilib.uns.ac.id

A. Karakteristik Lukisan Anak
Pada hakikatnya seorang anak mempunyai

potensi dasar ada suatu

kecenderungan untuk mencari keingintahuan pada sesuatu yang sangat besar,
kadang anak ingin mencoba, melihat, merasakan, menemukan, dan sebagainya.
Meskipun akhirnya anak akan menemui suatu hambatan-hambatan, baik dari
keluarga,

pembelajaran

di

sekolah,

maupun


interaksi

kultural

lingkungannya. Apabila membatasi aktivitas anak ada kecenderungan

dengan
dapat

menghambat perkembangan kreativitas dan inisiatif anak. Pembelajaran seni lukis
seharusnya dapat memberikan motivasi pada anak agar dapat mengembangkan
imajinasi, kreasi, dan potensi diri anak lainnya. Pada prinsipnya pembelajaran seni
lukis adalah pengembangan potensi individu. guru seharusnya mengantarkan
mereka dengan motivasi tertentu agar dapat berekspresi dan berkembang
kemampuannya dengan baik. Rohidi (2000:55) menyampaikan bahwa dalam
perspektif pendidikan, seni dipandang sebagai salah satu alat atau media untuk
memberikan keseimbangan antara intelektualitas dengan sensibilitas, rasionalitas
dengan irasionalitas, dan akal pikiran dengan kepekaan emosi, agar manusia
memanusia.


Bahkan

dalam

batas-batas

tertentu

menjadi

sarana

untuk

mempertajam moral dan watak.
Dalam kenyataan di masyarakat hubungannya dengan pendidikan seni,
banyak kegiatan berkesenian, lomba seni misalnya lomba lukis anak, lomba tari,
lomba nyanyi, dan jenis lomba seni lainnya. Bahkan banyak juara lomba lukis
anak tingkat daerah, Nasional, Asean, dan International diraih oleh anak-anak

kita, tetapi hal itu belum/bukan menunjukkan keberhasilan pembelajaran seni di
sekolah. Mereka memiliki kemampuan dan prestasi luar biasa tersebut diperoleh
melalui pendidikan nonformal lewat kursus melukis di sanggar atau pendidikan
informal melalui berlatih sendiri yang dibimbing oleh orang tuanya. Mereka
berprestasi di bidang seni lukis bukan karena didikan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Formal seperti Taman Kanak-Kanak (TK), Taman Bermain (TB), dan
sejenisnya. Sementara ini latar belakang pendidik PAUD formal tidak memiliki
latar belakang atau pengalaman dalam belajar dan pembelajaran seni khususnya
seni lukis anak. Untuk itu sangat
mendesak
dan penting para pendidik PAUD
commit
to user

2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id


mendapatkan wawasan pembelajaran seni lukis kepada anak usia dini dengan
berbagai upaya agar dapat menumbuhkan imajinasi dan kreativitas anak.
Pendidikan nonformal seperti sanggar sangat memberikan andil besar dalam
membelajarkan imajinasi, kreasi, dan keterampilan melalui seni lukis pada anak,
sehingga dapat mengantarkan anak menjadi juara dalam berbagai kompetesi
melukis. Fenomena menarik yang sampai saat ini belum terjawab dan mungkin
belum ada yang meneliti adalah banyak anak berprestasi dibidang seni lukis boleh
disebut menjadi seniman kecil, setelah remaja atau dewasa mereka tidak menjadi
seniman seni lukis melainkan mereka menjadi pengusaha, insinyur, ekonom,
dokter dan profesi lain. Mengapa demikian, salah satu jawaban sementara dari
sudut pandang pendidikan adalah kegiatan melukis merupakan sarana atau media
untuk mendidik anak menjadi cerdas, berani, peka, imajinatif, dan kreatif.
Pembelajaran seni lukis anak hendaknya memperhatikan potensi dasar dan
tahapan perkembangan usia anak secara personel. Kadang adanya pembatasan
atau pengkotakan yang dilakukan orang tua, guru, kebijakan secara tidak langsung
dimungkinkan dapat menghambat dan memunahkan segala aktifitas kreatif anak.
Sedapat mungkin tugas seorang guru atau pendidik adalah untuk mengantarkan
mereka menemukan jati dirinya, agar anak percara diri, sampai anak mampu
mandiri. Banyak anak ketika kecil menjadi juara atau maestro di bidang seni lukis
namun setelah anak menginjak usia dewasa mereka tidak menjadi seniman lukis. .

akan tetapi mereka memilih menjadi guru, dokter, insinyur, ekonom dan
sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa anak belajar melukis untuk membangun
kecerdasan, imajinasi, dan kreativitas anak untuk mengantarkan mereka mejadi
dewasa mengantarkan anak untuk menemukan jati diri sesuai pilihannya.
Untuk menyertakan anak dalam proses kreatif, apresiatif, dan mencipta
akan menghasilkan pengalaman artistik yang unik

bagi siswa. Pengalaman

artistik akan dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
siswa dalam berolah seni. Pengalaman artistik akan mengarah pada kepekaan
estetik, keterampilan menggunakan alat dan mengolah bahan, serta memberikan
rasa penghargaan atau apresiasi terhadap karya seni. Melalui pengalaman artistik
berarti siswa harus mampu menggunakan elemen visual seperti garis, bidang,
warna, bentuk, tekstur, dan ruang
dengan
commit
to usermenggunakan prinsip penciptaan

3


perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

meliputi keseimbangan, kesatuan, irama, harmoni, komposisi, dan organisasi.
Melihat dan merenungkan permasalahan itu timbullah pemikiran untuk dikaji dan
ditulis tetang karakteristik seni lukis anak.
Bagi anak dorongan untuk berkomunikasi menunjukan kebutuhan diri
sendiri yang lebih kuat daripada keinginan untuk menghiasi, memodifikasi, atau
menyesuaikan hasil akhirnya sampai mencapai arti “keindahan” yang dapat
dimengerti oleh orang dewasa. Seni rupa anak sering dinikmati melalui khayalan
dan dirancang dengan warna bebas yang tak bisa dirintangi. Dalam pertimbangan
ekspresif percaya bahwa anak melukiskan sebuah dunia yang berisi kemungkinankemungkinan ideal mereka melalui hati, tanpa asosiasi, tidak seperti layaknya visi
orang dewasa.
Proses aktivitas melukis yang kompleks, di dalamnya terjadi suatu proses
mengamati, merasakan, memilih, menafsirkan dan berimajinasi untuk menemukan
ungkapan baru yang memiliki makna bagi diri anak. Melalui proses tersebut anak
mampu berimajinasi dan melihat lingkungan sekitar dan selanjutnya mereka
ekspresikan menjadi sebuah lukisan yang indah. Dalam proses mengekspresikan

imajinasi anak lebih mengutamakan apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan
saat itu. Hal tersebut diekspresikan ke dalam bentuk-bentuk simbol visual dalam
sebuah lukisannya, bukan apa yang mereka lihat secara kasat mata. Dalam proses
pembelajaran meskipun anak diberikan objek dan tema tertentu kalau anak ini
tidak sesuai dengan kehendak alam pikiran dan perasaannya mereka tidak akan
menggambar objek yang ditentukan tersebut, tetapi mereka akan tetap melukiskan
pengalaman apa yang dirasakan sesuai imajinasinya.
Seorang anak dalam melaksanakan aktivitasnya melukis sebagai sarana
untuk bermain, belajar, bercerita untuk mengkomunikasikan imajinasinya kepada
orang lain. Bentuk e-bentuk kspresi berupa simbol-simbol visual yang unik dan
menarik. Simbol tersebut ada yang imitasi dan mirip dengan bentuk yang ada di
alam sekitar, juga dalam bentuk simbol ekspresi yang abstrak penuh dengan
misteri yang menimbulkan banyak pertanyaan. Proses imajinasi dalam alam
pikiran dan perasaan anak menjadi simbol visual merupakan proses internalisasi
pada diri anak dalam mengolah pengalaman berinteraksi dengan lingkungan.
Kegiatan melukis bersifat menyenangkan
bagi anak, karena di dalamnya ada
commit to user

4


perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

unsur bermain. Oleh sebab itu melukis atau menggambar dapat dipakai sebagai
media untuk mengembangkan berbagai kemampuan belajar anak.
Di pendidikan prasekolah dan pendidikan dasar masih ditemukan gambar
klise seperti yang dikemukakan Cut Kamaril (1994) yaitu pemandangan dua buah
gunung dan ditengahnya matahari, pemandangan laut dengan kapalnya, gambar
petak sawah ditengahnya jalan, ada pelangi dan sebagainya. Dampak dari hal
tersebut akibatnya sebagian besar anak menggambar meniru secara berulangulang dan turun temurun mengambarkan objek tersebut. Kalau kita amati secara
teliti dan cermat masih banyak ditemukan kegiatan menggambar di sekolah
menampilkan pengulangan-pengulan gambar seperti gunung tersebut. Hal ini
disebabkan karena oleh ketidakmampuan guru dalam memotivasi anak dalam
menggambar. Umumnya gambar anak kurang imajinatif, kurang spontan, miskin
goresan, miskin gagasan, dan belum memanfaatkan media ungkap yang bervariasi
sebagai alternatif pilihannya. Bisa juga kesamaan gambar lukisan anak di berbagai
belahan dunia itu dimungkinkan ada persamaan kodrat manusi


B. Konsep Pendidikan Seni anak usia dini.
Dalam pendidikan seni pada anak usia dini, konsep pendidikan seni diarahkan
pada pembentukan sikap, hal ini dimaksudkan agar tercipta suatu keseimbangan
intelektual, dan sensibilitas, akal pikiran dan kepekaan emosi. Oleh Plato konsep
seni ini dikembangkan sebagai dasar
Education”.

tesisnya: “Art should be the Basis of

Konsep ini menempatkan seni sebagai sarana dalam pendidikan

untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan seni rupa di sekolah adalah melanjutkan dan
mengembangkan kesanggupan berkarya maupun pengetahuan seni rupa yang
telah dimiliki oleh anak sebelum memasuki sekolah. Ketika masuk sekolah taman
kanak-kanak, siswa telah memiliki sedikit daya sensitivits dan kreativitas. Hal ini
perlu diperhatikan dan dikembangkan oleh guru, dengan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada siswa dalam berolah karya seni rupa sebagai luapan
emosi ekspresinya. Prestasi siswa dari waktu kewaktu perlu ditingkatkan dan
dikembangkan dengan bimbingan secara tepat. Jika bimbingan itu salah akan
berdampak kurang menguntungkan
bagi siswa.
commit
to userDampak negatif yang timbul dapat

5