Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Kelompok Usaha Tani di Desa Ped.
(2)
(3)
PENGA NTA R REDA KSI
Puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca/ Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya Jurnal Udayana Mengabdi (JUM) Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 telah diterbitkan. Edisi ini memuat 25 artikel di bidang pengabdian kepada masyarakat khususnya dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berupa implementasi, penyuluhan dan sosialisasi konsep, model/ prototipe, dan alat, yang merupakan hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Desain konsep, model/ prototipe dan alat merupakan hasil pemikiran/ ide ataupun hasil dari penelitian yang kemudian diimplementasikan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan.
Penghargaan setinggi-tingginya kami haturkan kepada Penyunting, Penulis dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penerbitan JUM edisi ini. Semoga Jurnal ini dapat menambah wawasan dibidang keilmuan dan teknologi, dan penerapannya di masyarakat. Untuk meningkatkan mutu baik dari segi isi maupun tampilan, kami harapkan saran dan kritik untuk perbaikan di edisi berikutnya.
Januari 2016 Redaktur
(4)
Jurnal Udayana M engabdi, ISSN: 1412-0925
Volume 15 Nomor 1, Januari 2016
D A F T A R I S I
PELA TIHA N PENGA M A N INSTA LA SI LISTRIK M ENGGUNA KA N RCD (RESIDUA L CURRENT DEV ICE) DI BR. SA M BIA N UNDA GI, DS. TIM PA G, KEC. KERA M BITA N-TA BA NA N
1
C.G.I. Partha, I.G.N. Janardana, A.I. W eking, I.G.D. Arjana
PENA TA A N SISTEM PENERA NGA N DI PURA BEJI DESA LES, KECA M ATA N TEJAKULA, BULELENG
7
N. Gunantara, R.S. Hartati, A. Dharma, I.K. W ijaya, W . Sukerayasa, I.M. Mataram, A.A.G.M. Pemayun, P.K. Sudiarta
INTRODUKSI A GRO-EKOW ISA TA PA DA SUBA K SIGA RA N 12
Sumiyati, I W . Tika, I.P.G. Budisanjaya
SOSIA LISA SI TEKNOLOGI TEPAT GUNA BIDA NG TA NAM A N PRODUKTIF DI DESA A NTA P KECAM A TA N SELEM A DEG KA BUPA TEN TABA NA N
18
N.N. W iasti, I.N. Dhana, A.A.B. W irawan, Putu Sukardja
STRA TEGI PENGEM BA NGA N W EBSITE SEBA GA I M EDIA INFORM A SI DESA DI KABUPA TEN KLUNGKUNG
22
I. M. O. W idyantara, Linawati, I. P. A. Mertasana, W . Setiawan
PEM BERDA YA A N KA DER DESA DA N TOKOH M A SYA RA KA T DA LA M IM PLEM ENTA SI STRA TEGI DETEKSI DINI KA SUS M A LNUTRISI A NAK BA LITA DI DESA BUKIT KA RA NGA SEM
29
K.T. Adhi, N.W.A Utami, I.M.S Adnyana
PENA TA RA N PEKERJA A RSITEKTUR TRA DISIONA L BA LI DI DESA PA KRA M A N BEDHA KA BUPA TEN TABA NAN
36
A.A.A.O. Saraswati, I.W . Kastawan, W idiastuti, E.E. Moniaga
STUDI DENDRITE A RM SPA CING (DA S) DAN A KUSTIK PA DA PENGECORA N PERUNGGU 20% Sn SEBA GA I BA HA N GA M ELA N
44
I.K.G. Sugita, K. Astawa
PENGOBA TA N PENYA KIT DIA RE (KOLIBA SILOSIS) PA DA BABI DA LA M UPA YA M ENINGKA TKA N PRODUKIV ITA S TERNA K DI DESA SUDIM A RA , TA BA NA N
50
(5)
Jurnal Udayana M engabdi, ISSN: 1412-0925
Volume 15 Nomor 1, Januari 2016
UPA YA PENINGKATA N PENGUA SAA N GURU SD DA LA M
PENELITIA N TINDA KA N KELA S DA N PENULISA N KA RYA TULIS ILM IA H M ELA LUI PELATIHA N
55
D.P.E. Nilakusmawati, K. Sari, N.M. Puspawati
PEM ERIKSA A N GOLONGA N DA RA H DA N RHESUS PELA JA R KELA S 5 DA N 6 SEKOLA H DA SA R DI DESA TA RO KECA M A TA N TEGA LLA LA NG GIA NYA R
64
D.A. Swastini, A. A.W. Lestari, C.I.S. Arisanti, N.P.L. Laksmiani, E.I. Setyawan
PENGGUNA A N A LAT CETAK UNTUK PRODUKSI JA JA 70
D.N.K.P. Negara, I.M.G. Karohika, I.D.M.K. Muku
PENERA PA N TEKNOLOGI REPRODUKSI UNTUK
M EM PERTA HA NKA N KETERSEDIAA N AYAM UPAKA RA DI BA LI
76
I. N. Suartha, I. W . Bebas, I. G.N.K. Mahardika
ELIM INA SI KERA GA LA K DA N STERILISA SI GUNA
M ENGENDA LIKA N POPULA SI KERA DI KAW A SA N SUCI PURA LEM PUYA NG LUHUR KA RA NGA SEM
83
N.W . Susari, K.K. Agustina, A.A.G.O. Dharmayudha, L.M. Sudimartini, I.W .N.F. Gunawan dan I.K. Budiasa
UPA YA M ENINGKA TKA N PRODUKTIV ITA S SA PI BA LI M ELA LUI PENGENDA LIA N PENYAKIT PA RA SIT DI SEKITA R SENTRA PEM BIBITA N SA PI BA LI DI DESA SOBA NGAN
89
I.A.P. Apsari, I.B.N. Swacita, I.B.K. Ardana, G.A.Y. Kencana, I K. Suada
BIOFERM ENTA SI LIM BA H TERNAK M ENJADI PUPUK BIORGA NIK DA N BIOPESTISIDA UNTUK M ENDUKUNG PERTA NIA N ORGA NIK DI DESA BUA HA N KA JA PAYA NGA N GIA NYA R
95
N.W . Siti, N.M. W itariadi, N.G.K. Roni dan N.N. Candraasih K.
A PLIKA SI M ESIN PEM ERA S KELA PA TENA GA HIDROULIS UNTUK M ENINGKA TKA N PRODUKTIV ITA S M INYAK KELA PA M URNI PA DA KELOM POK TA NI DESA NGIS - KA RA NGA SEM
99
I.G.N. Priambadi, I.K.G. Sugita, I.M. Sudarma, A.A.I.K. Dewi, I.M. Suartika, N.W .S Aryani
PEM BERDA YA A N POTENSI DESA DA N PENERA PA N TEKNOLOGI PENGERING PA DA INDUSTRI TENUN PEW ARNA A LAM I DA N KERA JINA N A TE DI DESA SERAYA TIM UR KA RA NGA SEM – BA LI
104
(6)
Jurnal Udayana M engabdi, ISSN: 1412-0925
Volume 15 Nomor 1, Januari 2016
PENINGKA TA N KA PA SITA S PELAYA NA N AIR BERSIH DI BA NJA R TA NGKA S KECAM A TA N SUSUT KABUPA TEN BA NGLI
111
I.K.G. W irawan, M. Sucipta, M. Suarda, I.D.M.K. Muku
PEM BERDA YA A N M A SYA RA KA T M ELA LUI PENGEM BA NGA N KELOM POK USA HA TA NI DI DESA PED
115
I.W . Surata, T.G.T. Nindhia
TEKNOLOGI PEM A NFA ATA N CA IRA N PULPA HA SIL SA M PING PENGOLA HA N KA KA O DI DESA A NGKA H, KECA M ATA N SELEM A DEG BA RA T, KA BUPATEN TA BA NAN
124
G.P. Ganda-Putra, N.M. W artini, dan I.W .G.S. Yoga
PENGEM BA NGA N W IRA USA HA SA NITA SI DI W ILAYA H KERJA PUSKESM A S KUBU II, KECA M ATA N KUBU, KA BUPA TEN
KA RA NGA SEM , BA LI
132`
I.G.H. Purnama, S.G. Purnama, M.A.H. Suryadhi, N.M.U. Dwipayanti, I.N. Sujaya
KA NDUNGA N UNSUR NITROGEN DA N KARBON PA DA KOM POS DA RI BA HA N BA KU SA M PA H ORGA NIK YANG DICA CA H
DENGA N M ESIN PENCA CA H
140
I.G.P.A. Suryawan, I.G.A.K. Diafari D. H, C.I.P.K. Kencanawati PENA TA A N LINGKUNGA N PURA M UNCA K SA RI DESA SA NGKETA N, PENEBEL, TABA NA N
146
I W . Sukerayasa, I. B. A. Swamardika, I W . A. W ijaya, I.N. Surata, I N. Lanus, I.N. Sutarja
SOSIA LISA SI SISTEM TIGA STRA TA (STS) UNTUK M ENGA TASI M A SA LA H HIJA UA N M AKA NA N TERNA K PA DA PETA NI TERNA K SA PI PERBIBITA N DI DESA SA KTI, NUSA PENIDA
151
(7)
115
JURNAL UDAYANA MENGABDI VOLUME 15 NO. 1, JANUARI 2016
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA TANI DI DESA PED
I.W. Surata1, T. G. T. Nindhia 2
ABSTRAK
Tujuan pengabdian ini adalah memberi pemahaman dan keterampilan kepada masyarakat melalui penyuluhan, pelatihan, demonstrasi, dan pendampingan, agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dalam bidang pertanian dan pariwisata. Desa Ped adalah salah satu desa dari 16 desa yang ada di wilayah Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, yang memiliki berbagai potensi dalam bidang pertanian seperti perkebunan, peternakan, perikanan, rumput laut, dan pariwisata. Namun potensi ini belum digarap secara optimal, karena mereka belum memiliki keterampilan dalam memanfaatkan teknologi tepat guna. Untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan berbagai kegiatan melalui pelaksanaan program KKN-PPM yang meliputi pelatihan dan penyuluhan kesehatan ternak babi, pembuatan pakan ternak dengan teknologi fermentasi, pembuatan pupuk organik, pembuatan biogas, dan penyuluhan teknik pengeringan rumput laut. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan 10 narasumber sebagai penyuluh atau pelatih yang memiliki kepakaran sesuai dengan topik kegiatan. Semua program dapat terlaksana dengan baik karena partisipasi dan antusiasme masyarakat. Selain memberikan penyuluhan dan pelatihan juga telah menyumbang berupa bahan mikroba efektif untuk meningkatkan kualitas pakan ternak, membuat kandang babi, membuat para-para, melakukan vaksinasi ternak sapi, dan pemberian vitamin-B kompleks. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat berupa memperkuat sistem pengelolaan kelompok usaha tani, serta meningkatkan produktivitas hasil pertanian.
Kata kunci : pemberdayaan, pakan ternak, pupuk organik, biogas, rumput laut. ABSTRACT
The objective of this study is to provide an understanding and skills to the community through counseling, training, and demonstration, in order to have the ability to develop its potential in agriculture and tourism. Ped village is one of the 16 villages in the District of Nusa Penida, Klungkung Regency, which has a variety of potential in the agricultural sector such as plantation, livestock, fisheries, seaweed, and tourism. However, this potential has not been managed optimally, because they do not have skills in utilizing appropriate technology. To solve these problems some activities have been conducted through the implementation of KKN PPM program that includes training and counseling of health care of pigs, the production of animal feed with fermentation technology, organic fertilizer, biogas, and techniques of drying seaweed. Implementation of these activities involved 10 speakers as an instructor or coach who has expertise that appropriate with the topic of training. All programs can be well implemented because of the participation and enthusiasm of the people. In addition to providing training and counseling, also has contributed in the form of effective microbial materials for improving the quality of animal feed, making pigsty, making para-para, vaccinating cattle, and vitamin-B complex. The results of these activities were expected can improve community empowerment in the form of strengthen the management system of farming group, and increase the productivity of agricultural products.
Keywords: empowerment, animal feed, organic fertilizer, biogas, seaweed.
1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana,iwasura@gmail.com. 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana
(8)
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA TANI DI DESA PED
116 | JURNAL UDAYANA MENGABDI
1. PENDAHULUAN
Desa Ped aladalah salah satu desa dari 16 desa yang ada di wilayah Kecamatan Nusa Penida,
Kabupaten Klungkung. Luas wilayah Desa Ped 21,150 km2 (2.115 ha) dengan jumlah penduduk
3.824 jiwa yang terdiri dari 1.075 Rumah Tangga (Kecamatan Nusa Penida dalam Angka, 2012). Topografi desa Ped tergolong landai di bagian Utara yaitu daerah pesisir pantai dan berbukit-bukit bergelombang di bagian selatan, dengan ketinggian antara 5 – 250 meter diatas permukaan laut. Di bagian Utara Desa Ped berupa dataran rendah dimanfaatkan sebagai kebun dengan kelapa sebagai tanaman utama. Sementara daerah pesisir sepanjang sekitar 4 km, merupakan pantai dengan air laut pasang-surut sehingga cocok dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut. Semakin ke Selatan kemiringan lerengnya bertambah menjadi bergelombang dan berbukit dengan tingkat kemiringan 40%. Pemanfaatan lahannya berupa tegalan tanaman pangan, dan sebagian berupa semak belukar.
Nusa Penida beriklim tropis dengan suhu berkisar antara 28o C - 32o C. Dengan struktur tanah
bukit yang berbatu, dan iklim yang panas, menyebabkan tanaman tidak bisa tumbuh subur dan sulit hidup, sehingga Nusa Penida dikenal dengan daerah kering dan tandus.
Mata pencaharian utama penduduknya adalah petani, peternak dan nelayan. Pertanian dengan tanaman yang biasa ditanam antara lain jagung, ubi kayu, kacang-kacangan dan perkebunan seperti pohon kelapa, nangka dan lain-lain. Ternak yang dipelihara terdiri dari ternak sapi, babi, dan ayam kampung. Sedangkan sebagai nelayan hasil tangkapannya terdiri dari ikan tongkol, ikan tuna, dan ikan karang. Belakangan ini juga berkembang budidaya rumput laut terutama masyarakat yang tinggal di dekat pesisir. Saat ini budidaya rumput laut sudah menjadi pekerjaan utama bagi masyrakat pesisir Utara, hal ini karena permintaan rumput laut untuk memenuhi pasar ekspor cukup tinggi. Sebagai komoditi ekspor rumput laut harus memenuhi syarat seperti kandungan air
untuk spinosum maksimum 35% dan kandungan kotoran maksimum 5%. Agar kualitas rumput laut
terjaga maka perlu diberikan penyuluhan penanganan pascapanen.
Sektor pertanian tanaman pangan dan palawija yang selama ini ditekuni oleh masyarakat Nusa Penida belum dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, terbukti masyarakat Nusa Penida membeli beras dan bahan pangan lainnya dari Pulau Bali. Hal ini karena kondisi Nusa Penida dengan tanah berbatu karang yang tidak subur, dan iklim dengan suhu yang sangat panas mengakibatkan tanaman tidak bisa tumbuh dengan subur.
Petani dan pengusaha kecil skala rumah tangga dalam bidang pertanian dan perikanan belum berkembang, hal ini karena pengetahuan tentang berwiraswasta masih belum dipahami dengan baik, disamping itu sulitnya mendapatkan pinjaman modal baik dari bank maupun lembaga lainnya karena berkaitan dengan agunan atau jaminan yang harus disediakan. Pada hal semua petani kecil (gurem) memang keadaannya sangat tidak mampu, hanya bisa untuk bertahan hidup saja. Oleh karena itu ada peluang untuk mendirikan koperasi simpan-pinjam yang utamanya untuk melayani para anggotanya yang tidak mampu, dan untuk itu perlu diberikan pelatihan cara pengelolaan koperasi.
Geliat pariwisata sudah mulai tampak di Pulau Nusa Penida, hal ini dapat dilihat semakin berkembangnya fasilitas pendukung pariwisata seperti pembangungan vila, hotel, restoran dan fasilitas lainnya. Banyak lahan yang tadinya berupa kebun kini sudah dikonversi menjadi areal bangunan. Masyarakat telah melakukan transaksi baik berupa perjanjian sewa-menyewa atau jual-beli tanah kepada para investor. Untuk mendapatkan kepastian hukum maka diperlukan penyuluhan dalam proses pembuatan dokumen yang berkaitan dengan sewa-menyewa dan jual beli tanah agar dikemudian hari tidak timbul masalah.
Pembinaan generasi muda (Kelompok Teruna-Teruni) dan juga anak-anak (siswa) sekolah harus diberi penyadaran mengenai bahaya narkoba. Peredaran narkoba terindikasi kian meluas di Klungkung, termasuk di Nusa Penida (Nusa Bali, 2014). Jarak yang dekat antara Nusa Penida
(9)
I. W. Surata, T. G. T. Nindhia
VOLUME 15 NO. 1, JANUARI 2016 | 117
dengan Denpasar (Sanur dan Kuta) yang ditempuh kurang dari satu jam menyebabkan barang terlarang narkoba dapat denggan mudah sampai di Nusa Penida. Oleh karena itu informasi bahaya narkoba harus ditanamkan sejak dini, apalagi Nusa Penida sekarang sedang gencar dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata.
2. METODE PELAKSANAAN
Metode yang digunakan untuk mengatasi permasalahan di Desa Ped dapat digolongkan menjadi dua yaitu analisis data potensi usaha kelompok tani, dan program pemberdayaan masyarakat. Untuk mencapai target luaran tersebut maka dilakukan dengan metode sebagai berikut: (a) metode survei dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta, mencari keterangan dan pengumpulan data melalui pengamatan dan wawancara (b) program pemberdayaan melalui penyuluhan, pelatihan, demosntrasi, dan pendampingan yaitu pertemuan secara berkala antara pendamping dengan
kelompok sasaran. Model pendekatan yang dilakukan meliputi: (1) model partisipatory rural
appraisal (PRA) yang menekankan keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pembangunan, (2) entrepreneurship capacity
building yaitu meningkatkan kemampuan dan keterampilan melalui pelatihan dalam pengelolaan
usaha industri kecil dan menengah, (3) model participatory teknology development, memanfaatkan
teknologi tepat guna yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan kearifan budaya lokal (Adimihardja dan Hikmat, 2004). Metode pelaksanaan KKN-PPM di desa Ped dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
2.1. Tahap Persiapan dan Pembekalan
Kegiatan KKN-PPM dilaksanakan oleh sebuah tim di bawah tanggung jawab ketua LPPM Universitas Udayana. Dalam operasionalnya kegiatan ini dikoordinir oleh seorang dosen pembimbing lapangan (DPL) yang memberikan bimbingan teknis kepada mahasiswa pelaksana di lapangan. Sebelum survei ke desa, mahasiswa diberi pembekalan oleh dosen pembimbing lapangan, tenaga ahli sesuai dengan tema KKN-PPM, dan mitra. Materi pembekalan meliputi (1) pengenalan potensi wilayah, (2) etika pergaulan dan sosialisasi dengan masyarakat, (3) pengetahuan teknis terkait tema kegiatan. Selanjutnya dilakukan survei awal yang dilaksanakan oleh dosen pembimbing beserta beberapa perwakilan mahasiswa untuk melakukan audiensi kepada aparat desa serta melakukan pertemuan langsung dengan masyarakat dan perwakilan kelompok usaha. Adapun tujuan dari pertemuan ini adalah saling bertukar informasi dan pengalaman dengan harapan dapat mengidentifikasi permasalahan- permasalahan yang ada dimasyarakat.
Setelah menyusun rencana kerja kemudian dilakukan pembekalan kepada mahasiswa peserta KKN-PPM dimana mahasiswa sebagai komponen motivator, dan fasilitator di lapangan. Pada pembekalan ini akan dilibatkan dosen-dosen maupun praktisi yang ahli dibidang masing-masing yang akan menunjang program-program yang tertuang dalam rencana kerja.
2.2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap mengekskusi rencana kegiatan yang telah disusun berdasarkan prioritas permasalahan yang ada di lapangan. Tahap pelaksanaan meliputi pelaksanaan pelatihan, penyuluhan, demonstrasi, pelaksanaan kegiatan pendukung dan evaluasi kegiatan dengan cara pengamatan, wawancara langsung kepada peserta dan perangkat desa yang ikut serta dalam kegiatan. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan narasumber baik yang berasal dari Universitas Udayana sendiri, maupun profesional atau praktisi dari luar yang ahli dibidang masing-masing yang akan melaksanakan program-program yang tertuang dalam rencana kerja.
(10)
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA TANI DI DESA PED
118 | JURNAL UDAYANA MENGABDI
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Pelatihan dan penyuluhan bagi kelompok usaha tani ternak babi tentang perkandangan,
pembibitan, pemeliharaan, dan kesehatan ternak babi.
2. Penyuluhan pemanfaatan kotoran ternak untuk pembuatan biogas.
3. Pelatihan dan penyuluhan bagi kelompok ternak tentang pembuatan pakan ternak dengan
teknik fermentasi
4. Penyuluhan pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
5. Pelatihan dan Penyuluhan bagi kelompok tani budidaya rumput laut tentang peningkatan
mutu rumput laut kering melalui proses pengeringan dengan para-para
6. Pembentukan unit usaha koperasi dan pelatiahan pengelolaan koperasi bagi kelompok usaha
tani
7. Penyuluhan kesehatan diri dan pengenalan tanaman obat keluarga bagi masyarakat
8. Penyuluhan bahaya narkoba dan penyakit kelamin menular
9. Memberi bimbingan belajar bahasa Inggris dan pengenalan Teknologi Informasi bagi
anak-anak sekolah dan anggota karang taruna.
10. Melaksanakan kebersihan lingkungan di sepanjang pantai wilayah Desa Ped
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sub judul ditulis dengan huruf kapital menggunakan Times New Roman 11 pt, tebal, berspasi tunggal dan rapat kiri serta bernomor secara berurut. Tempatkan dua baris kosong sebelum sub judul dan satu baris kosong setelah sub judul.
3.1. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan yang menjadi program kerja dalam KKN-PPM ini dilakukan dengan mengundang berbagai narasumber sesuai dengan kepakarannya. Sebanyak 10 narasumber telah diundang untuk melaksanakan kegiatan pelatihan, penyuluhan, dan demonstrasi. Narasumber dan topik kegiatan yang diampu ditampilkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Narasumber dengan topik kegiatannya
Kegiatan Narasumber Nama Instansi Penyuluhan Perkandangan, Pembibitan,
Pemeliharaan dan Kesehatan babi
Drh. Tjokorda Sari Nindhia, SKH, MP
Kedokteran Hewan, Unud Penyuluhan Pembuatan Biogas dari Kotoran
Ternak dan demonstrasi
Prof. Dr. Tjokorda Tirta Nindhia, ST, MT
Teknik, Unud Penyuluhan dan Pelatihan Pembuatan Pakan
Ternak dengan Teknik Fermentasi
Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si Peternakan,
Unud Penyuluhan Pemanfaatan Kotoran Ternak untuk
Pembuatan Pupuk Organik
I Putu Ari Astawa, SP, M.Si Peternakan,
Unud Penyuluhan Menjadi Wirausaha dalam Bidang
Pakan Ternak dan Pupuk Organik
Agung Wijana Pengusaha,
Tabanan Penyuluhan Teknik Pengeringan dan Manfaat
Rumput Laut
Dr. Ir. I Wayan Surata, M.Erg Teknik, Unud
Pembentukan dan Pelatihan Manajerial bagi Pengelola Koperasi
Drs. I Komang Ardana, MM Ekonomi dan
Bisnis, Unud Penyuluhan Bahaya Narkoba dan Penyakit
Menular Seksual
I Made Darma Susila, S.Kes.H BNN, Denpasar
Penyuluhan Kesehatan Diri dan Tanaman Obat dr. I Ketut Rai Sutapa Dokter, Kec.
Nusa Penida Penyuluhan Akta Perkawinan, Akta Kelahiran,
dan Akta Tanah
Hendry P. Wirasasmita Notaris,
(11)
I. W. Surata, T. G. T. Nindhia
VOLUME 15 NO. 1, JANUARI 2016 | 119
3.2. Ternak Babi
Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan. Ternak babi dan atau produk olahannya cukup potensial sebagai komoditas ekspor nasional (Luthan, 2012). Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong. Umumnya usaha ternak babi merupakan usaha pembibitan dan penggemukkan dan masuk kategori peternakan rakyat dengan sumber bibit berasal dari daerah sekitarnya. Agar usaha peternakan babi yang ada di pedesaan ini dapat berjalan dengan baik, maka perlu sistem pemeliharaan ternak babi, terutama pemeliharaan ternak babi di pedesaan kearah usaha budidaya ternak babi yang ramah lingkungan. Usaha peternakan babi dapat memberikan manfaat yang besar dilihat dari perannya sebagai penyedia protein hewani (Luthan, 2012). Hasil sampingan ternak babi berupa limbah dari usaha yang semakin intensif dan skala usaha besar dapat dikelola untuk berbagai macam tujuan, terutama menjadi pupuk. Pada saat krisis energi seperti saat ini limbah ternak babi juga dapat diolah untuk menghasilkan biogas. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif, untuk memasak, penerangan dan lain-lain.
Sebagai pekerjaan sambilan petani di Nusa Penida umumnya memelihara ternak babi bagi Ibu rumah tangga. Data populasi ternak babi pada tahun 2012 sebanyak 1.533 ekor, dan tahun 2013 berjumlah 1.789 ekor (Nusa Penida dalam Angka, 2013). Permasalahannya adalah penyediaan pakan yang sangat terbatas terutama dimusim kemarau peternak kesulitan dalam mencari pakan.
Prospek peternakan cukup menjanjikan, permintaan cukup tinggi, dan harga jual cukup stabil. Sektor peternakan inilah yang harus terus mendapat perhatian dan perlu untuk terus dikembangkan. Kegiatan penyuluhan sistem perkandangan, pemilihan bibit, penyiapan pakan yang bergizi, pemeliharaan dan kesehatan babi memberikan pemahaman pengetahuan baru. Mereka sangat antusias mengikuti acara penyuluhan sampai akhir. Pada akhir penyuluhan dibagikan vitamin untuk menjaga kesehatan babi terutama dimusim kemarau ini.
3.3. Pembibitan
Usaha peternakan babi secara umum meliputi pembibitan dan penggemukan. Pembibitan memegang peranan penting dalam keberlajutan usaha ternak babi, oleh karena itu perlu dilakukan seleksi agar didapat bibit yang unggul. Untuk memilih babi yang hendak dijadikan bibit, dapat dilakukan atas dasar seleksi individu, hasil produksi, dan berdasarkan silsilah.
1. Seleksi berdasarkan individu terutama dikaitkan dengan kesehatan babi. Tanda-tanda babi yang
sehat: Babi kelihatan lincah (gesit), nafsu makan baik atau normal, kotoran tidak terlalu encer atau keras, ekor melingkar dan pertumbuhan baik atau cepat menjadi besar. Ciri-ciri induk yang bagus: 1) sehat, tidak cacat dan dapat berfungsi dengan baik, mempunyai jumlah puting susu minimal 8 pasang, 8 di kiri dan 8 di kanan yang letaknya simetris berjarak sama, tidak mempunyai puting susu yaang buntu, 2) pertumbuhan cepat dan menghasilkan anak yang lahir banyak, minimal 8 ekor dan berat lahir minimal 1,1 kg.
2. Seleksi atas dasar hasil produksi sangat erat hubungannya dengan kesuburan dan sifat keibuan
induk. Adapun hasil keturunan yang dimaksud berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan, 12 ekor (baik), 10 ekor (sedang) dan 8 ekor (kurang), berat pada tiap kelahiran hendaknya merata, tidak terlampau besar atau kecil. Berat lahir minimal 1,1 kg. Berat babi yang baik umur 8 minggu sekitar 16 kg, sedang 14 kg dan kurang 12 kg. Pertumbuhan berat badan bagus, misalnya umur 8 bulan mencapai berat hidup 100 kg.
Seleksi berdasarkan silsilah adalah untuk memilih jenis atau bangsa serta tipenya. Pemilihan
terhadap sauatu bangsa babi atau strain yang hendak diternakkan sangat tergantung pada kesenangan peternak dan lingkungan dimana bangsa tersebut sudah banyak diternakkan. Setiap bangsa babi memiliki sifat genetik yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam hal ini adalah
(12)
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA TANI DI DESA PED
120 | JURNAL UDAYANA MENGABDI
berkaitan dengan produktivitas dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitar terutama terhadap iklim dan pakan. Babi lokal yang umumnya dikembangkan untuk bibit adalah jenis Babi Bali, Babi Sumba dan Babi Nias.
3.4. Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme (bakteri) dalam kondisi tanpa udara (anaerob). Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik seperti limbah ternak dan sampah organik. Proses
penguraian ini dikenal dengan istilah anaerobic digestion atau pencernaan secara anaerob. Biogas
diproduksi menggunakan alat yang disebut digester yang dirancang kedap udara, sehingga proses fermentasi oleh mikroorganisme dapat berjalan secara optimal (Wahyuni, 2013). Aktivitas mikroorganisme yang berperan selama proses permentasi sangat tergantung pada perbandingan antara Carbon dengan Nitrogen, atau C/N. Mikroorganisme pengurai dapat beraktivitas secara optimum jika perbandingan C/N sebesar 25-30.
Secara umum instalasi biogas terdiri dari: digester, penampung sluge, desulfurizer, alat penampung
biogas atau biogas storage bag, dan kompor atau lampu. Gambar 1 menunjukkan skema instalasi
biogas sederhana. Menurut Karki et al. (2005) dan Deptan (2014) kapasitas digester antara 4 – 8
m3 memerlukan pengisian antara 20 – 60 kg pengisian kotoran per hari.
.
Gambar 1. Instalasi biogas sederhana
Biogas yang dihasilkan dari digester masih mengandung unsur-unsur yang tidak bermanfaat seperti
N2, H2O dan H2S. Khusus H2S disamping beracun, juga sangat korosif, sehingga peralatan seperti
kompor cepat berkarat (Nindhia et al., 2013). Selain itu kandungan zat pengotor menyebabkan nilai
kalor dari biogas menjadi rendah. Untuk menghilangkan H2S dari biogas digunakan alat yang
disebut desulfurizer.
3.5. Teknologi Fermentasi Batang Pisang
Batang pisang merupakan salah tanaman perkebunan yang tumbuh tidak tergantung pada musim, artinya dimusim kering juga bisa tumbuh. Batang pisang merupakan salah satu bahan pakan ternak baik ternak sapi maupun ternak babi yang sudah biasa diberikan secara turun temurun oleh peternak. Batang pisang merupakan bahan pakan sumber mineral terutama mineral Zn yang sangat diperlukan oleh enzim di dalam saluran pencernaan. Ternak yang diberikan campuran batang pisang dalam ransum, bulunya akan halus dan mengkilap, karena pengaruh dari mineral Zn
(13)
I. W. Surata, T. G. T. Nindhia
VOLUME 15 NO. 1, JANUARI 2016 | 121
tersebut. Batang pisang disamping mengandung mineral juga mengandung air, karbohidrat dan sedikit protein. Kendala dari batang pisang sebagai pakan ternak adalah tingginya kandungan serat kasar, dan rendahnya kandungan protein. Kendala tersebut dapat diatasi dengan berbagai teknologi seperti teknik fermentasi menggunkan mikroba efektif. Fermentasi adalah proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisne baik bakteri khamir, dan kapang (Suprihatin, 2010).
Pada pengabdian ini akan didemonstrasikan pengolahan batang pisang menggunakan mikroba efektif. Kelebihan dari pengolahan batang pisang dengan teknologi fermentasi menggunakan mikroba efektif adalah waktu fermentasi lebih cepat yaitu maksimal 1 minggu, bau seperti bau tape dan warna coklat terang, serta tekstur lebih lembut, sehingga disukai oleh ternak.
3.6. Teknologi Pengolahan Kotoran Ternak
Penyedian pupuk organik saat ini sangat penting artinya mengingat berbagai dampak telah dirasakan petani sebagai akibat pemanfaatan pupuk anorganik yang berlebihan baik bagi lingkungan, hasil produksi maupun lahan pertanian. Pemanfaatan pupuk organik akan banyak memberikan keuntungan bagi petani/lahan pertanian dalam menjaga keseimbangan usaha. Penggunaan pupuk orgaik akan memperbaiki kesuburan fisik, kimia maupun biologis tanah. Disamping itu pupuk organik juga punya daya larut unsur P, K, Ca maupun Mg, meningkatkan suplai C organik, kapasitas tukar kation, daya ikat air, walaupun kecepatan penyediaannya lebih lambat dibandingkan dengan pupuk anorganik.
Petani memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan pupuk organik. Ini disebabkan oleh sistem usaha pertanian yang dikembangkan sejak dulu sudah terintegrasi dengan usaha peternakan, sehingga pemanfatan kotoran ternak (feses dan urin) bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Kelebihan kotoran sapi: (1) mengandung nutrien tinggi seperti karbohidrat, protein dan mineral, yang dibutuhkan oleh tanaman, (2) kotoran sapi juga bercampur dengan sisa-sisa pakan sebagai pupuk hijau dan (3) bercampur dengan urin sebagai sumber nitrogen. Kelemahannya adalah (1) feses yang tidak diolah akan menyebabkan pencemaran lingkungan seperti lalat, yang akan mengganggu kesehatan ternak, dan (2) feses yang hanya dikeringkan kemudian langsung digunakan sebagai pupuk efeknya lama pada tanaman. Melihat kelemahan tersebut maka diterapkan teknologi fermentasi menggunakan mikroba efektif. Feses yang telah difermentasi akan menghasilkan pupuk yang cepat bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
3.7. Pengeringan Rumput Laut Menggunakan Para-para
Produksi rumput laut Nusa Penida rata-rata 100 ribu ton lebih per tahun (Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Bali, 2007-2013). Saat ini budidaya rumput laut sudah menjadi pekerjaan utama bagi masyrakat pesisir utara, hal ini karena permintaan rumput laut untuk memenuhi pasar ekspor cukup tinggi. Harga rumput laut ditentukan oleh kualitas rumput laut kering itu sendiri dan berlaku ungkapan ada kualitas ada harga. Diketahui beberapa perusahaan eksportir rumput laut pernah mengeluh tentang kualitas rumput laut yang dijual petani. Keluhan utamanya berkisar pada kadar air serta kandungan benda asing pada rumput laut tersebut yang melebihi standar mutu ekspor (Kompas, 1997). Harga rumput laut merosot karena rumput laut yang dijual petani masih kotor, berpasir dan lainnya, hal ini terjadi akibat cara penjemuran masih menggunakan terpal di atas tanah, bahkan langsung di halaman yang dilapisi semen (Klungkungkab, 2008). Oleh karena itu perlu pelatihan dan penyuluhan penanganan pascapanen untuk meningkatkan mutu rumput laut kering agar harganya juga meningkat.
(14)
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN KELOMPOK USAHA TANI DI DESA PED
122 | JURNAL UDAYANA MENGABDI
Kualitas rumput laut kering yang dihasilkan sangat tergantung dari proses pengeringan. Diketahui ada 3 metode pengeringan rumput laut yaitu: (1) pengeringan dengan cara penjemuran dengan alas dipermukaan tanah, (2) penjemuran dengan metode para-para, dan (3) penjemuran dengan metode gantung. Kelemahan menjemur di atas tanah adalah kemungkinan tercampurnya rumput laut dengan kotoran, tingkat kekeringan yang tidak merata, hal ini disebabkan tidak adanya sirkulasi udara, biasanya rumput laut akan berkeringat jika ditebar diatas terpal plastik (DJPB, 2015). Keuntungan metode para-para adalah tingkat kekeringan merata, hal ini karena adanya sirkulasi udara melewati rongga pada alas jemur. Kondisi ini memungkinkan waktu pengeringan lebih ceat, dan rumput laut terhindar dari kotoran, namun demikian metode para-para memerlukan biaya lebih tinggi. Sedangkan metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar kotoran lebih rendah. Dengan cara digantung kadar garam yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat menetes ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut kering utuh.
4. KESIMPULAN
Kegiatan penyuluhan dan pelatihan telah terlaksana dengan baik, peserta dengan tekun mengikuti penjelasan yang diberikan oleh para narasumber. Pada setiap topik kegiatan selalu terjadi diskusi mennyangkut hal-hal yang masih dianggap baru dan atau yang belum dimengerti. Melihat antusiame peserta, ada keyakinan akan terjadi peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang pada akhirnya akan terjadi pemberdayaan masyarakat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM Universitas Udayana yang telah membiayai kegiatan pengabdian ini melalui Skim Hibah KKN-PPM Tahun Anggaran 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Judul DAFTAR KEPUSTAKAAN sama dengan format sub judul, hanya saja tidak mempunyai nomor urut sub judul. Tulisan dalam daftar kepustakaan menggunakan Times New Roman 10 pt,
spasi tunggal, rata kiri-kanan dan hanging 8 mm. Daftar kepustakaan diurutkan secara alfabetis dari
nama akhir penulis utama. Untuk laporan yang tidak dikenal dan laporan standar, urutan berdasarkan nama institusinya. Semua daftar kepustakaan harus dirujuk dalam naskah; gunakan nama penulis dan tahunnya seperti berikut :
Adimihardja, K., dan Hikmat, H. (2004) Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.
Deptan (2014) Membuat Biogas dari Kotoran Ternak Sapi. Tersedia di http://cybex.deptan.go.id/
lokalita/membuat-bio-gas-dari-kotoran-ternak-sapi-1. Diakses: 12 Nov. 2014
DJPB. (2015) Petunjuk Praktis Mengelola Pascapanen Rumput Laut. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Available at: http://www.djpb.kkp.go.id/index.php/arsip/c/265/. Diakses 8 Sep 2015. Karki, A.B., Shrestha, J.N., Bajgain, S. (2005) Biogas as Renewable Source of Energy in Nepal Theory and
Development. BSP-Nepal, Kathmandu.
Kecamatan Nusa Penida dalam Angka (2012) Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung. Kecamatan Nusa Penida dalam Angka (2013) Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung.
Klungkungkab (2008) Budidaya Rumput Laut di Nusa Penida. Tersedia di:
http://www.klungkungkab.go.id/main.php?go=news&kd=1388. Diakses: 2 Oktober 2009 Kompas (1997) Rumput Laut Diatur Tata Niaga. Kompas. Sabtu, 25 Januari 1997.
Luthan, F. (2012) Pedoman Penataan Usaha Budidaya Babi Ramah Lingkungan. Kementerian Pertanian
(15)
I. W. Surata, T. G. T. Nindhia
VOLUME 15 NO. 1, JANUARI 2016 | 123 Nindhia, T.G.T., Sucipta, I M., Surata, I W., Adiatmika, I K., Putra Negra, DNK., Trisna Negara, K.M.
(2013) Processing of Steel Chips Waste for Regenerative Type of Biogas Desulfurizer. International Journal of Renewable Energy Research. 3 (1), pp. 84-87.
Nusa Bali (2014) Bawa Sabu, Pelajar Diringgkus. Nusa Bali, 2 Maret 2014.
Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Bali (2007-2013) Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kelautan dan
Perikanan.
Suprihatin (2010) Teknologi Fermentasi. UNESA University Press. Wahyuni, S. (2013) Panduan Praktis Biogas. Jakarta, Penebar Swadaya.
(16)
(1)
3.2. Ternak Babi
Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan. Ternak babi dan atau produk olahannya cukup potensial sebagai komoditas ekspor nasional (Luthan, 2012). Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong. Umumnya usaha ternak babi merupakan usaha pembibitan dan penggemukkan dan masuk kategori peternakan rakyat dengan sumber bibit berasal dari daerah sekitarnya. Agar usaha peternakan babi yang ada di pedesaan ini dapat berjalan dengan baik, maka perlu sistem pemeliharaan ternak babi, terutama pemeliharaan ternak babi di pedesaan kearah usaha budidaya ternak babi yang ramah lingkungan. Usaha peternakan babi dapat memberikan manfaat yang besar dilihat dari perannya sebagai penyedia protein hewani (Luthan, 2012). Hasil sampingan ternak babi berupa limbah dari usaha yang semakin intensif dan skala usaha besar dapat dikelola untuk berbagai macam tujuan, terutama menjadi pupuk. Pada saat krisis energi seperti saat ini limbah ternak babi juga dapat diolah untuk menghasilkan biogas. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif, untuk memasak, penerangan dan lain-lain.
Sebagai pekerjaan sambilan petani di Nusa Penida umumnya memelihara ternak babi bagi Ibu rumah tangga. Data populasi ternak babi pada tahun 2012 sebanyak 1.533 ekor, dan tahun 2013 berjumlah 1.789 ekor (Nusa Penida dalam Angka, 2013). Permasalahannya adalah penyediaan pakan yang sangat terbatas terutama dimusim kemarau peternak kesulitan dalam mencari pakan.
Prospek peternakan cukup menjanjikan, permintaan cukup tinggi, dan harga jual cukup stabil. Sektor peternakan inilah yang harus terus mendapat perhatian dan perlu untuk terus dikembangkan. Kegiatan penyuluhan sistem perkandangan, pemilihan bibit, penyiapan pakan yang bergizi, pemeliharaan dan kesehatan babi memberikan pemahaman pengetahuan baru. Mereka sangat antusias mengikuti acara penyuluhan sampai akhir. Pada akhir penyuluhan dibagikan vitamin untuk menjaga kesehatan babi terutama dimusim kemarau ini.
3.3. Pembibitan
Usaha peternakan babi secara umum meliputi pembibitan dan penggemukan. Pembibitan memegang peranan penting dalam keberlajutan usaha ternak babi, oleh karena itu perlu dilakukan seleksi agar didapat bibit yang unggul. Untuk memilih babi yang hendak dijadikan bibit, dapat dilakukan atas dasar seleksi individu, hasil produksi, dan berdasarkan silsilah.
1. Seleksi berdasarkan individu terutama dikaitkan dengan kesehatan babi. Tanda-tanda babi yang
sehat: Babi kelihatan lincah (gesit), nafsu makan baik atau normal, kotoran tidak terlalu encer atau keras, ekor melingkar dan pertumbuhan baik atau cepat menjadi besar. Ciri-ciri induk yang bagus: 1) sehat, tidak cacat dan dapat berfungsi dengan baik, mempunyai jumlah puting susu minimal 8 pasang, 8 di kiri dan 8 di kanan yang letaknya simetris berjarak sama, tidak mempunyai puting susu yaang buntu, 2) pertumbuhan cepat dan menghasilkan anak yang lahir banyak, minimal 8 ekor dan berat lahir minimal 1,1 kg.
2. Seleksi atas dasar hasil produksi sangat erat hubungannya dengan kesuburan dan sifat keibuan
induk. Adapun hasil keturunan yang dimaksud berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan, 12 ekor (baik), 10 ekor (sedang) dan 8 ekor (kurang), berat pada tiap kelahiran hendaknya merata, tidak terlampau besar atau kecil. Berat lahir minimal 1,1 kg. Berat babi yang baik umur 8 minggu sekitar 16 kg, sedang 14 kg dan kurang 12 kg. Pertumbuhan berat badan bagus, misalnya umur 8 bulan mencapai berat hidup 100 kg.
Seleksi berdasarkan silsilah adalah untuk memilih jenis atau bangsa serta tipenya. Pemilihan
terhadap sauatu bangsa babi atau strain yang hendak diternakkan sangat tergantung pada kesenangan peternak dan lingkungan dimana bangsa tersebut sudah banyak diternakkan. Setiap bangsa babi memiliki sifat genetik yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam hal ini adalah
(2)
berkaitan dengan produktivitas dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitar terutama terhadap iklim dan pakan. Babi lokal yang umumnya dikembangkan untuk bibit adalah jenis Babi Bali, Babi Sumba dan Babi Nias.
3.4. Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme (bakteri) dalam kondisi tanpa udara (anaerob). Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik seperti limbah ternak dan sampah organik. Proses
penguraian ini dikenal dengan istilah anaerobic digestion atau pencernaan secara anaerob. Biogas
diproduksi menggunakan alat yang disebut digester yang dirancang kedap udara, sehingga proses fermentasi oleh mikroorganisme dapat berjalan secara optimal (Wahyuni, 2013). Aktivitas mikroorganisme yang berperan selama proses permentasi sangat tergantung pada perbandingan antara Carbon dengan Nitrogen, atau C/N. Mikroorganisme pengurai dapat beraktivitas secara optimum jika perbandingan C/N sebesar 25-30.
Secara umum instalasi biogas terdiri dari: digester, penampung sluge, desulfurizer, alat penampung
biogas atau biogas storage bag, dan kompor atau lampu. Gambar 1 menunjukkan skema instalasi
biogas sederhana. Menurut Karki et al. (2005) dan Deptan (2014) kapasitas digester antara 4 – 8
m3 memerlukan pengisian antara 20 – 60 kg pengisian kotoran per hari.
.
Gambar 1. Instalasi biogas sederhana
Biogas yang dihasilkan dari digester masih mengandung unsur-unsur yang tidak bermanfaat seperti
N2, H2O dan H2S. Khusus H2S disamping beracun, juga sangat korosif, sehingga peralatan seperti
kompor cepat berkarat (Nindhia et al., 2013). Selain itu kandungan zat pengotor menyebabkan nilai
kalor dari biogas menjadi rendah. Untuk menghilangkan H2S dari biogas digunakan alat yang
disebut desulfurizer.
3.5. Teknologi Fermentasi Batang Pisang
Batang pisang merupakan salah tanaman perkebunan yang tumbuh tidak tergantung pada musim, artinya dimusim kering juga bisa tumbuh. Batang pisang merupakan salah satu bahan pakan ternak baik ternak sapi maupun ternak babi yang sudah biasa diberikan secara turun temurun oleh peternak. Batang pisang merupakan bahan pakan sumber mineral terutama mineral Zn yang sangat
(3)
tersebut. Batang pisang disamping mengandung mineral juga mengandung air, karbohidrat dan sedikit protein. Kendala dari batang pisang sebagai pakan ternak adalah tingginya kandungan serat kasar, dan rendahnya kandungan protein. Kendala tersebut dapat diatasi dengan berbagai teknologi seperti teknik fermentasi menggunkan mikroba efektif. Fermentasi adalah proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisne baik bakteri khamir, dan kapang (Suprihatin, 2010).
Pada pengabdian ini akan didemonstrasikan pengolahan batang pisang menggunakan mikroba efektif. Kelebihan dari pengolahan batang pisang dengan teknologi fermentasi menggunakan mikroba efektif adalah waktu fermentasi lebih cepat yaitu maksimal 1 minggu, bau seperti bau tape dan warna coklat terang, serta tekstur lebih lembut, sehingga disukai oleh ternak.
3.6. Teknologi Pengolahan Kotoran Ternak
Penyedian pupuk organik saat ini sangat penting artinya mengingat berbagai dampak telah dirasakan petani sebagai akibat pemanfaatan pupuk anorganik yang berlebihan baik bagi lingkungan, hasil produksi maupun lahan pertanian. Pemanfaatan pupuk organik akan banyak memberikan keuntungan bagi petani/lahan pertanian dalam menjaga keseimbangan usaha. Penggunaan pupuk orgaik akan memperbaiki kesuburan fisik, kimia maupun biologis tanah. Disamping itu pupuk organik juga punya daya larut unsur P, K, Ca maupun Mg, meningkatkan suplai C organik, kapasitas tukar kation, daya ikat air, walaupun kecepatan penyediaannya lebih lambat dibandingkan dengan pupuk anorganik.
Petani memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan pupuk organik. Ini disebabkan oleh sistem usaha pertanian yang dikembangkan sejak dulu sudah terintegrasi dengan usaha peternakan, sehingga pemanfatan kotoran ternak (feses dan urin) bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Kelebihan kotoran sapi: (1) mengandung nutrien tinggi seperti karbohidrat, protein dan mineral, yang dibutuhkan oleh tanaman, (2) kotoran sapi juga bercampur dengan sisa-sisa pakan sebagai pupuk hijau dan (3) bercampur dengan urin sebagai sumber nitrogen. Kelemahannya adalah (1) feses yang tidak diolah akan menyebabkan pencemaran lingkungan seperti lalat, yang akan mengganggu kesehatan ternak, dan (2) feses yang hanya dikeringkan kemudian langsung digunakan sebagai pupuk efeknya lama pada tanaman. Melihat kelemahan tersebut maka diterapkan teknologi fermentasi menggunakan mikroba efektif. Feses yang telah difermentasi akan menghasilkan pupuk yang cepat bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
3.7. Pengeringan Rumput Laut Menggunakan Para-para
Produksi rumput laut Nusa Penida rata-rata 100 ribu ton lebih per tahun (Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Bali, 2007-2013). Saat ini budidaya rumput laut sudah menjadi pekerjaan utama bagi masyrakat pesisir utara, hal ini karena permintaan rumput laut untuk memenuhi pasar ekspor cukup tinggi. Harga rumput laut ditentukan oleh kualitas rumput laut kering itu sendiri dan berlaku ungkapan ada kualitas ada harga. Diketahui beberapa perusahaan eksportir rumput laut pernah mengeluh tentang kualitas rumput laut yang dijual petani. Keluhan utamanya berkisar pada kadar air serta kandungan benda asing pada rumput laut tersebut yang melebihi standar mutu ekspor (Kompas, 1997). Harga rumput laut merosot karena rumput laut yang dijual petani masih kotor, berpasir dan lainnya, hal ini terjadi akibat cara penjemuran masih menggunakan terpal di atas tanah, bahkan langsung di halaman yang dilapisi semen (Klungkungkab, 2008). Oleh karena itu perlu pelatihan dan penyuluhan penanganan pascapanen untuk meningkatkan mutu rumput laut kering agar harganya juga meningkat.
(4)
Kualitas rumput laut kering yang dihasilkan sangat tergantung dari proses pengeringan. Diketahui ada 3 metode pengeringan rumput laut yaitu: (1) pengeringan dengan cara penjemuran dengan alas dipermukaan tanah, (2) penjemuran dengan metode para-para, dan (3) penjemuran dengan metode gantung. Kelemahan menjemur di atas tanah adalah kemungkinan tercampurnya rumput laut dengan kotoran, tingkat kekeringan yang tidak merata, hal ini disebabkan tidak adanya sirkulasi udara, biasanya rumput laut akan berkeringat jika ditebar diatas terpal plastik (DJPB, 2015). Keuntungan metode para-para adalah tingkat kekeringan merata, hal ini karena adanya sirkulasi udara melewati rongga pada alas jemur. Kondisi ini memungkinkan waktu pengeringan lebih ceat, dan rumput laut terhindar dari kotoran, namun demikian metode para-para memerlukan biaya lebih tinggi. Sedangkan metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar kotoran lebih rendah. Dengan cara digantung kadar garam yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat menetes ke bawah. Tingkat kekeringan lebih merata, waktu pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut kering utuh.
4. KESIMPULAN
Kegiatan penyuluhan dan pelatihan telah terlaksana dengan baik, peserta dengan tekun mengikuti penjelasan yang diberikan oleh para narasumber. Pada setiap topik kegiatan selalu terjadi diskusi mennyangkut hal-hal yang masih dianggap baru dan atau yang belum dimengerti. Melihat antusiame peserta, ada keyakinan akan terjadi peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang pada akhirnya akan terjadi pemberdayaan masyarakat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM Universitas Udayana yang telah membiayai kegiatan pengabdian ini melalui Skim Hibah KKN-PPM Tahun Anggaran 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Judul DAFTAR KEPUSTAKAAN sama dengan format sub judul, hanya saja tidak mempunyai nomor urut sub judul. Tulisan dalam daftar kepustakaan menggunakan Times New Roman 10 pt,
spasi tunggal, rata kiri-kanan dan hanging 8 mm. Daftar kepustakaan diurutkan secara alfabetis dari
nama akhir penulis utama. Untuk laporan yang tidak dikenal dan laporan standar, urutan berdasarkan nama institusinya. Semua daftar kepustakaan harus dirujuk dalam naskah; gunakan nama penulis dan tahunnya seperti berikut :
Adimihardja, K., dan Hikmat, H. (2004) Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.
Deptan (2014) Membuat Biogas dari Kotoran Ternak Sapi. Tersedia di http://cybex.deptan.go.id/ lokalita/membuat-bio-gas-dari-kotoran-ternak-sapi-1. Diakses: 12 Nov. 2014
DJPB. (2015) Petunjuk Praktis Mengelola Pascapanen Rumput Laut. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Available at: http://www.djpb.kkp.go.id/index.php/arsip/c/265/. Diakses 8 Sep 2015.
Karki, A.B., Shrestha, J.N., Bajgain, S. (2005) Biogas as Renewable Source of Energy in Nepal Theory and
Development. BSP-Nepal, Kathmandu.
Kecamatan Nusa Penida dalam Angka (2012) Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung. Kecamatan Nusa Penida dalam Angka (2013) Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung.
Klungkungkab (2008) Budidaya Rumput Laut di Nusa Penida. Tersedia di:
http://www.klungkungkab.go.id/main.php?go=news&kd=1388. Diakses: 2 Oktober 2009 Kompas (1997) Rumput Laut Diatur Tata Niaga. Kompas. Sabtu, 25 Januari 1997.
(5)
Nindhia, T.G.T., Sucipta, I M., Surata, I W., Adiatmika, I K., Putra Negra, DNK., Trisna Negara, K.M. (2013) Processing of Steel Chips Waste for Regenerative Type of Biogas Desulfurizer. International Journal of Renewable Energy Research. 3 (1), pp. 84-87.
Nusa Bali (2014) Bawa Sabu, Pelajar Diringgkus. Nusa Bali, 2 Maret 2014.
Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Bali (2007-2013) Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kelautan dan Perikanan.
Suprihatin (2010) Teknologi Fermentasi. UNESA University Press. Wahyuni, S. (2013) Panduan Praktis Biogas. Jakarta, Penebar Swadaya.
(6)