Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Sanksi Perpajakan Dan Persepsi Tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PKB.

(1)

PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PERSEPSI TENTANG AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK

TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PERSEPSI TENTANG AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK

TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

SKRIPSI

Oleh :

IDA AYU DEWI WIDNYANI NIM : 1215351085

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016

PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PERSEPSI TENTANG AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK


(2)

PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PERSEPSI TENTANG AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK

TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

Skripsi ini

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

i

PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PERSEPSI TENTANG AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK

TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

SKRIPSI

Oleh :

IDA AYU DEWI WIDNYANI NIM : 1215351085

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Denpasar 2016

PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PERSEPSI TENTANG AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK

TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR

ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan


(3)

ii

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal: ………

Tim Penguji: Tanda Tangan

1. Ketua : Dr. Drs. Bambang Suprasto H. M.Si., Ak., CA .…………..

2. Sekretaris : Ketut Alit Suardana, SE., M.Si., Ak., CA .………….

3. Anggota : Dr. Drs. I Dewa Gede Dharma Suputra, M.Si., Ak .…………..

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

Dr. A.A.G.P. Widanaputra,SE., M.Si., Ak. Ketut Alit Suardana,SE.,M.Si.,Ak., CA. NIP. 196503231991031004 NIP.195709251986011002


(4)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 15 Februari 2016 Mahasiswa

Ida Ayu Dewi Widnyani NIM. 1215351085


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Sanksi Perpajakan, Dan Persepsi Tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor” dapat diselesaikan dalam tenggang waktu yang telah direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.Si., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Dr. A. A. G. P. Widanaputra, SE., MSi., Ak., dan Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi., masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs. I Ketut Suardhika Natha, M.Si dan Drs. I Made Jember, M.Si., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Ni Gusti Putu Wirawati, SE., MSi selaku Koordinator Jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 6. Dr. I Ketut Sujana, SE., Ak., MSi sebagai Pembimbing Akademik.

7. Ketut Alit Suardana, SE., MSi., Ak., CA. sebagai pembimbing atas waktu, bimbingan, masukan serta motivasinya selama penyelesaian skripsi ini. 8. Dr. Drs. Bambang Suprasto H, MSI., Ak., CA sebagai dosen pembahas

dalam seminar usulan penelitian yang telah memberikan masukan dan saran, sehingga penulis dapat menyempurnakan penelitian.

9. Dr. Drs. I Dewa Gede Dharma Suputra.,M.Si.,Ak selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan atas ijin dan informasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan penilitian.

11. Keluarga tercinta atas dukungan dan doanya yang tulus dan tiada hentinya selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

12. Teman-teman yang sangat berperan dalam penyusunan skripsi penulis yaitu, ”Skripsi Sukses” (Tri Nindya, Putri Santika, Surya Narayana, Angga Partha, Yudha Dananjaya, Surya Pratiwi)

13. Ida Bagus Gede Ardyana Pemaron S, S.TP, terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggungjawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 15 Februari 2016


(6)

v

Judul : Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Sanksi Perpajakan, Dan Persepsi Tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor

Nama : Ida Ayu Dewi Widnyani NIM : 1215351085

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh sosialisasi perpajakan, sanksi perpajakan, dan persepsi tentang akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.Penelitian ini dilakukan di Kantor Bersama SAMSAT Kota Tabanan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak kendaraan bermotor di Kantor Bersama SAMSAT Kota Tabanan.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 responden dihitung berdasarkan rumus slovin dengan metode penentuan sampel adalah metode accsidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey melalui instrumen kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan, sanksi perpajakan, dan persepsi tentang akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Kantor Bersama SAMSAT Kota Tabanan. Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi, pengaruh sosialisasi perpajakan, sanksi perpajakan, dan persepsi tentang akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh sebesar 63 persen dan sisanya 37 persen dipengaruhi faktor lain di luar model penelitian.

Kata kunci: kepatuhan wajib pajak, sosialisasi perpajakan, sanksi perpajakan, akuntabilitas pelayanan publik


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 9

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 13

2.1.1 Theory of planned behavior ... 13

2.1.2 Pengertian pajak ... 15

2.1.3 Fungsi pajak ... 16

2.1.4 Pengelompokan pajak ... 17

2.1.5 Cara Pemungutan Pajak ... 19

2.1.6 Syarat pemungutan pajak ... 20

2.1.7 Sistem pemungutan pajak ... 21

2.1.8 Pengertian Wajib Pajak ... 22

2.1.9 Pajak Daerah ... 23

2.1.10 Pajak Kendaraan Bermotor ... 24

2.1.11 Dasar hukum pemungutan PKB ... 25

2.1.12 Objek dan subjek pajak PKB ... 25

2.1.13 Tarif dan dasar perhitungan PKB ... 27

2.1.14 Ketentuan membayar PKB ... 28

2.1.15 Sosialisasi perpajakan ... 29

2.1.16 Sanksi Perpajakan ... 31

2.1.17 Akuntabilitas pelayanan publik ... 34

2.1.18 Kepatuhan perpajakan ... 37

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya ... 39

2.3 Hipotesis Penelitian ... 41

2.3.1 Pengaruh sosialisasi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak ... 42


(8)

vii

2.3.2 Pengaruh sanksi perpajakan

pada kepatuhan wajib pajak ... 42

2.3.3 Pengaruh akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 44

3.2 Lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian... 45

3.3 Obyek Penelitian ... 45

3.4 Identifikasi Variabel ... 45

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 46

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 50

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Pemilihan Sampel 51 3.8 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.9 Teknik Analisis Data ... 53

3.9.1 Uji instrumen penelitian ... 53

3.9.2 Uji asumsi klasik ... 54

3.9.3 Analisis deskriptif ... 55

3.9.4 Analisis regresi berganda ... 55

3.9.5 Koefisien determinasi (R2) ... 56

3.9.6 Uji kelayakan model (Uji F) ... 57

3.9.7 Uji hipotesis (Uji t) ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Instansi ... 58

4.1.1 Sejarah Kantor Bersama SAMSAT Kota Tabanan ... 58

4.1.2 Struktur Organisasi Kantor Bersama SAMSAT Kota Tabanan ... 61

4.2 Responden Penelitian ... 63

4.3 Analisis Statistik Deskriptif ... 64

4.4 Uji Instrumen Penelitian... 66

4.4.1 Uji Validitas ... 66

4.4.2 Uji Reliabilitas ... 68

4.5 Uji Asumsi Klasik ... 69

4.5.1 Uji Normalitas ... 69

4.5.2 Uji Multikolinearitas ... 70

4.5.3 Uji Heterokedastisitas ... 71

4.6 Analisis Regresi Linear Berganda ... 72

4.7 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 74

4.8 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 75

4.9 Uji Hipotesis (Uji t) ... 75

4.10 Pembahasan Hasil Penelitian ... 77 4.10.1 Pengaruh sosialisasi perpajakan


(9)

viii

Dalam membayar PKB ... 77 4.10.2 Pengaruh sanksi perpajakan

Terhadap kepatuhan wajib pajak

Dalam membayar PKB ... 79 4.10.3 Pengaruh persepsi tentang akuntabilitas

Pelayanan publik terhadap kepatuhan

Wajib pajak dalam membayar PKB .... 80 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan... 82 5.2 Saran ... 83 DAFTAR RUJUKAN ... 84 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...


(10)

ix

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1 Jumlah Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama

Samsat Kota Tabanan Tahun 2010-2014 ... 4

1.2 Realisasi penerimaan pajak Kendaraan bermotor, tunggakan dan denda di Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan Tahun 2010-2014 ... 5

4.1 Responden Penelitian ... 63

4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 64

4.3 Hasil Uji Validitas ... 66

4.4 Hasil Uji Regresi ... 68

4.5 Hasil Uji Normalitas ... 69

4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 70

4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 71

4.8 Hasil Analisis Regresi Berganda ... 72

4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 74


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

3.1 Desain Penelitian 44


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 91

2. Tabulasi Data Penelitian (Ordinal)... 96

3. Tabulasi Data Penelitian (Interval) ... 103

4. Statistik Deskriptif Data Uji ... 110

5. Uji Validitas.. ... 111

6. Uji Reliabilitas ... 117

7. Uji Normalitas ... 121

8. Uji Multikolonearitas ... 122

9. Uji Heteroskedastisitas ... 123


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era Globalisasi yang mewarnai dunia saat ini, banyak terjadi kemajuan yang sangat pesat disemua sisi peradaban manusia, diantaranya: kemajuan dibidang informasi, transportasi dan pembangunan. Apalagi dengan adanya pasar bebas membuat segala kebutuhan manusia sangat mudah didapatkan yang bersinergi dengan kemajuan disegala bidang. Negara-negara berkembang seakan berlomba-lomba memamerkan dan memasarkan penemuan baru mereka.

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, terbukti dengan adanya perkembangan kemajuan pembangunan disegala bidang. Untuk meningkatkan pembangunan tersebut pemerintah membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya (Romandana, 2010). Berbagai upaya telah dilaksanakan bangsa kita untuk mengejar ketertinggalan. Berdasarkan asas pemerataan disemua wilayah, sarana pendidikan telah dan sedang dibangun dimana-mana. Hal ini sangat mampu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan bermartabat.

Pemerintah dalam hal ini harus cermat memanfaatkan dana yang tersedia. Salah satu sumber penerimaan pemerintah adalah penerimaan dari sektor pajak. Pembangunan disegala bidang dan berjalannya roda pemerintahan banyak dibiayai oleh sektor pajak. Hampir seluruh daerah di Indonesia menggali potensi


(14)

2

pendapatannya melalui pajak daerah. Untuk itu pemerintah daerah harus mampu meningkatkan sumber potensi pendapatan daerahnya.

Menurut Waluyajati dalam Christina dan Kepramareni (2012), pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan penyelenggaraan pembangunan dan jalannya roda pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah daerah itu sendiri, dengan persetujuan pemerintah pusat.

Pemerintah daerah harus berhati-hati dalam memanfaatkan sumber pendapatan daerahnya, baik dari sumber daya alamnya maupun dari retribusi dan pajak daerah. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mendongkrak pendapatan daerahnya, karena hal ini sangat penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggungjawab.

Pemerintah pada masa sekarang ini lebih terfokus pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut undang-undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 2 ayat (1) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa Jenis Pajak Provinsi ditetapkan sebanyak 5 (lima) jenis pajak yaitu: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Bawah Tanah atau Air Permukaan ABT/AP dijadikan potensi pendapatan daerah melalui Pajak dan Pajak Rokok.

Dewasa ini begitu banyak sarana transportasi yang telah disediakan pemerintah baik di darat, di air, dan di udara. Khususnya untuk transportasi darat,


(15)

3

pemerintah cukup banyak membangun fasilitas jalan raya, di mana pembiayaannya baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jumlah kendaraan juga semakin bertambah dari tahun ketahun karena kepemilikan kendaraan bermotor semakin mudah. Melalui kredit dealer-dealer dan finance yang memberikan suku bunga rendah dan uang muka yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan salah satu pajak daerah yang membiayai pembangunan daerah provinsi. Instansi yang menangani pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor adalah Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melalui Kantor Bersama Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap (SAMSAT) yang merupakan kerja sama tiga instansi terkait, yaitu Dispenda Provinsi Bali, Kepolisian RI dan Asuransi Jasa Raharja.

Besarnya penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) di Kantor Bersama Samsat Tabanan disebabkan peredaran jumlah kendaraan semakin meningkat dari tahun ketahun. Semakin tingginya jumlah kendaraan bermotor yang beredar di Kota Tabanan menyebabkan jumlah wajib pajak kendaraan bermotor semakin meningkat. Bila dilihat perkembangan selama lima tahun terakhir, adapun pada Tabel 1.1 menunjukkan gambaran mengenai perkembangan jumlah wajib pajak PKB yang telah membayar kewajiban perpajakannya pada kantor SAMSAT Tabanan tahun 2010-2014, Tabel 1.2 menunjukkan jumlah realisasi, tunggakan dan denda PKB pada kantor SAMSAT Tabanan tahun 2010-2014 dapat dilihat berikut ini.


(16)

4

Tabel 1.1 Jumlah Wajib Pajak Kendaraan Bermotor yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya pada kantor SAMSAT Tabanan tahun 2010-2014.

Sumber : Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 1.1, menunjukkan jumlah wajib pajak PKB yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dari tahun 2010-2014 mengalami peningkatan. Kepatuhan pajak (tax compliance) sebagai indikator peran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah (Simanjuntak, 2009). Hal ini dapat dilihat masih rendahnya peran wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotornya. Semakin banyak jumlah wajib pajak kendaraan bermotor, seharusnya penerimaan pemerintah yang bersumber dari pajak khususnya Pajak Kendaraan Bermotor juga meningkat. Namun kenyataannya cukup banyak tunggakan yang ada di Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan artinya mengindikasikan masih banyak wajib pajak yang tidak patuh (non compliance) dalam kaitannya terhadap pemenuhan kewajibannya di wilayah Kota Tabanan. Tunggakan pajak kendaraan bermotor dapat disebabkan oleh adanya sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda bagi wajib pajak, serta ada wajib pajak yang tidak mampu membayar kewajiban perpajakannya. Pada

Tahun Jenis Kendaraan

Jumlah (unit) Sedan

Jeep Wagon

Mini Bus

Bus Pickup Truck Sepeda Motor

2010 6.012 13.160 5.834 143.150 168.156

2011 7.253 14.051 7.099 161.310 189.713

2012 6.124 14.502 10.823 136.788 168.237

2013 5.434 16.185 14.493 271.849 307.961


(17)

5

Tabel 1.2 disajikan perkembangan realisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor, tunggakan dan denda di Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan.

Table 1.2 Realisasi Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, Tunggakan dan Denda Di Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan Tahun 2010 sampai 2014.

Sumber : Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 1.1 dan 1.2 dapat dilihat bahwa jumlah penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan perkembangan jumlah kendaraan bermotor mengalami peningkatan namun tidak diimbangi dengan kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya membayar Pajak Kendaraan Bermotor, tercermin dari jumlah tunggakan dan denda yang cukup besar pada Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan.

Jumlah tunggakan dan denda Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan terus mengalami peningkatan. Torgler (2005) menyatakan bahwa, salah satu masalah yang paling serius bagi para pembuat kebijakan ekonomi adalah mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan pajak yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Chau, 2009). Hal ini dikarenakan tingkat kepatuhan

Tahun Realisasi

Penerimaaan (Rp) Tunggakan (Rp) Denda (Rp)

2010 35.892.781.400 3.158.213.900 790.505.600

2011 45.407.737.950 3.822.668.000 900.077.000

2012 47.754.621.000 4.013.004.400 931.947.600

2013 51.777.807.000 4.166.281.500 942.724.800


(18)

6

pajak secara tidak langsung mempengaruhi ketersediaan pendapatan untuk belanja. Kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, khususnya dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Kantor Bersama Samsat Tabanan.

Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak diperlukan adanya sosialisasi mengenai perpajakan di masyarakat. Sosialisasi perpajakan dalam bidang perpajakan merupakan hal penting dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui media komunikasi, baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media audio visual seperti radio atau televisi (Sulistianingrum, 2009:3). Sosialisasi melalui berbagai media serta berbagai seminar pajak yang dilakukan Dirjen Pajak diharapkan dapat membawa pesan moral terhadap pentingnya pajak bagi negara dan bukan hanya dapat meningkatkan pengetahuan wajib pajak tentang peraturan perpajakan yang baru, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak sehingga otomatis penerimaan pajak juga akan meningkat sesuai dengan target penerimaan yang ditetapkan (Adiyati, 2009:3).

Selain melakukan sosialisasi perpajakan, pemerintah juga memberlakukan dan lebih mempertegas sanksi perpajakan yang ada dengan maksud agar


(19)

7

masyarakat yang terdaftar sebagai wajib pajak dapat patuh dan memiliki kemauan untuk melunasi kewajiban pajaknya. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011).

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak tergantung bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Persepsi Tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik merupakan paradigma baru dalam menjawab perbedaan persepsi pelayanan yang diinginkan oleh masyarakat dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah (Sasongko, 2008). Apabila petugas Samsat Kota Tabanan bisa memberikan pelayanan publik secara transparan dan terbuka, hal tersebut dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor.

Penelitian ini kembali dilakukan disebabkan terdapat perbedaan hasil-hasil penelitian sebelumnya seperti penelitian yang dilakukan Rahman (2011) mengenai kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Klaten yang diukur melalui tiga variabel bebas yaitu pengaruh persepsi tentang sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak, dan pelayanan fiskus. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, variabel persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan Wajib Pajak badan di KPP Pratama Klaten. Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya apabila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006). Karsimiati (2009) meneliti tentang pengaruh pelayanan fiskus, sanksi denda dan kesadaran


(20)

8

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membajar Pajak Bumi dan Bangunan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap sanksi denda berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu penelitian sebelumnya lebih banyak mengambil pengusaha kena pajak sebagai subjek penelitian dibandingkan wajib pajak kendaraan bermotor (PKB).

Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Kantor Bersama Samsat Tabanan. Kontradiksi dan inkonsistensi pada penelitian-penelitian terdahulu membuat penelitian ini masih menarik untuk dilakukan. Ketidaksamaan hasil yang diperoleh antar penelitian juga menjadi faktor mengapa peneliti mengangkat topik ini. Berdasarkan uraian dan paparan latar belakang diatas, maka yang menjadi judul dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Sanksi Perpajakan dan Persepsi Tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor Di Kantor Bersama Samsat Kota Tabanan”.


(21)

9 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Apakah sosialisasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT Tabanan? 2) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT Tabanan? 3) Apakah persepsi tentang akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT Tabanan?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT Tabanan.

2) Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT Tabanan.

3) Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh persepsi tentang akuntabilitas pelayanan publik terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT Tabanan.


(22)

10 1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai beriku:

1) Kegunaan Teoritis

(1) Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan wajib pajak.

(2) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi bagi mahasiswa ekonomi atau pihak-pihak yang berkepentingan dan untuk memperkaya bahan bacaan di perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis tentang Pajak.

2) Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kantor Bersama SAMSAT Kota Tabanan atau pun pihak terkait untuk lebih memahami tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan wajib pajak dan nantinya dapat dpertimbangkan di dalam mengambil kebijakan.


(23)

11 1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab dan berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Secara garis besar, isi dari masing-masing bab tersebut sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta sistematika penyajian.

Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis

Pada bab ini diuraikan teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini yaitu theory of planned behavior, pengertian pajak, fungsi pajak, pengelompokan pajak, cara pemungutan pajak, syarat pemungutan pajak, sistem pemungutan pajak, pengertian wajib pajak, pajak daerah, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dasar hukum pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), objek dan subjek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Tarif dan Dasar Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), ketentuan kewajiban membayar pajak, tata cara perpajakan dan persyaratan membayar pajak pada Kantor SAMSAT, pengertian sosialisasi perpajakan, sanksi perpajakan, akuntabilitas pelayanan publik, kepatuhan perpajakan, serta hubungan setiap variabel dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB). Dan rumusan hipotesis penelitian.


(24)

12 Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang desain penelitian, lokasi dan objek penelitian, identifikasi dan definisi operasional variabel, jenis, sumber dan metode pengumpulan data, responden, metode penentuan sampel, serta teknik analisis data.

Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian

Bab ini menyajikan data serta pembahasan berupa gambaran umum wilayah penelitian dan pembahasan hasil dari model yang digunakan, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.

Bab V Simpulan dan Saran

Bab ini menyajikan simpulan dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dan saran-saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya.


(25)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Theory of Planned Behavior

Menurut Feld & Frey (2007) penelitian mengenai kepatuhan pajak, dapat dilihat dari sisi psikologi wajib pajak. Pendekatan melalui aspek psikologi dilakukan mengingat dalam suatu negara yang menganut demokrasi, hubungan antara pembayar pajak dengan otoritas pajak dapat dilihat sebagai suatu kontrak psikologi. Suatu kontrak psikologi menuntut adanya hubungan yang setara antara pembayar pajak tergantung dari seberapa besar kedua belah pihak saling mempercayai dan mematuhi atau memenuhi komitmen dalam kontrak psikologi (Hidayat, 2010)

Kajian dalam bidang psikologi mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak, salah satunya adalah melalui Theory of Planned

Behavior (TPB) (Ajzen, 1991) dalam (Hidayat, 2010). Berdasarkan model TPB,

menurut Ajzen (1991), dapat dijelaskan bahwa perilaku individu untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan ditentukan oleh niat (intention). Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga factor sebagai berikut.

1) Behavioral belief

Keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku (outcome belief) dan evaluasi terhadap hasil dari keyakinan tersebut. Keyakinan dan evaluasi terhadap hasil ini akan membentuk variabel sikap (attitude).


(26)

2 2) Normatif belief

Keyakinan individu tentang harapan normatif orang lain yang menjadi rujukannya, seperti keluarga, teman, dan konsultan pajak serta motivasi untuk mencapai harapan tersebut. Harapan normatif ini membentuk veriabel norma subjektif (subjective norm).

3) Control belief

Keyakinan individu tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilakunya dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi perilakunya. Control belief membentuk variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Menurut Ajzen (1991) sikap yang mendorong perilaku (attitude toward

behavior) merupakan derajat dimana seseorang memiliki evaluasi atau penilaian

positif atau negatif terhadap perilaku yang akan ditampilkan. Respon positif atau negatif itu adalah hasil proses evaluasi (outcome evaluation) terhadap keyakinan (behavioral belief strength) individu yang mendorong perilaku.

Pengertian norma subjektif (subjective norm) adalah persepsi tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Norma subjektifmerupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan (injunctive normative beliefs) individu dimana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku tertentu dan memotivasi individu (motivation

to comply) tersebut untuk mematuhi mereka (Ajzen, 1991). Penelitian ini

menggunakan satu indikator yang digunakan sebagai motivasi wajib pajak untuk berperilaku patuh yaitu pengaruh akuntabilitas pelayanan publik.


(27)

3

Pengertian kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) Ajzen (1991) mendefinisikan sebagai persepsi kemudahan atau kesulitan untuk melakukan perilaku. Semakin besar (power of control) semakin besar pula niat seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Indikator yang digunakan sebagai kontrol pada penelitian ini adalah sanksi perpajakan. Sanksi pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak.

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007).

2.1.2 Pengertian Pajak

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soemitro dalam Resmi (2007:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat


(28)

4

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2009:1).

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur–unsur pajak adalah sebagai berikut:

1) iuran masyarakat kepada negara

2) berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan )

3) tanpa jasa timbal (prestasi) dari negara yang dapat langsung di tunjuk

4) untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum

Rusyadi (2009), mengatakan pajak merupakan sumber pendanaan bagi Pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab Negara untuk mengatasi masalah sosial, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara warga negara dengan Pemerintah.

2.1.3 Fungsi Pajak

Pajak bagi Negara mempunyai fungsi yang sangat penting karena pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi Negara dalam menjalankan roda pemerintah. Terdapat dua fungsi pajak (Mardiasmo, 2011:1) yaitu.

1)Fungsi anggaran (budgetair)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Misalnya, pajak dimasukkan dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.


(29)

5 2) Fungsi mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Misalnya, pajak yang tinggi dikenakan pemerintah dalam bidang sosial untuk mengurangi konsumsi minuman keras di masyarakat, tarif pajak yang tinggi dikenakan pada kepemilikan kendaraan pribadi seperti mobil yang dikenakan pajak progresif untuk mengurangi kepemilikan mobil agar mengurangi kemacetan lalu lintas, serta tarif 0% dikenakan pada ekspor untuk meningkatkan ekspor produk dalam negeri.

2.1.4 Pengelompokkan Pajak

Pada dasarnya pajak dikelompokkan karena setiap pajak yang dipungut memiliki kriteria sifat dan kegunaan yang berbeda-beda. Menurut Mardiasmo (2009:5), pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu.

1) Menurut Golongannya

(1) Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul oleh wajib pajak yang bersangkutan dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala, seperti pajak penghasilan.

(2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak-pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Pajak tidak langsung dalam pengertian administratif adalah pajak yang dipungut atas peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak,


(30)

6

misalnya terjadi penyerahan barang-barang pembuat akta, seperti pajak Pertambahan Nilai dan Bea Materai.

2) Menurut Sifatnya

(1) Pajak Subjektif (bersifat perorangan) adalah pajak yang

memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak, untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya yaitu yang disebut daya pikul, seperti pajak penghasilan.

(2) Pajak Objektif (bersifat kebendaan) adalah pajak yang melihat kepada objeknya baik itu berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya, seperti Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3) Menurut Lembaga Pemungutnya

(1) Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

(2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah seperti Provinsi, Kabupaten, maupun Kotamadya berdasarkan peraturan daerah


(31)

masing-7

masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Reklame, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Parkir.

2.1.5 Cara Pemungutan Pajak

Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel (Mardiasmo, 2011:6) yaitu.

a) Stelsel nyata (riil stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

b) Stelsel anggapan (fictive stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

c) Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebernarnya.


(32)

8 2.1.6 Syarat Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan (Mardiasmo, 2011:2). Syarat pemungutan tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam undang-undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam membayar dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis). Di Indonesia, pajak harus diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.

3) Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.


(33)

9

5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.1.7 Sistem Pemungutan Pajak

Dalam sistem perpajakan dikenal official assessment system, self assessment

system dan with holding system. Rahayu (2010:101) dalam bukunya menguraikan

sistem tersebut sebagai berikut.

a. Official Assessment System merupakan sistem perpajakan dimana

inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada di pihak fiskus. Jadi dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedangkan fiskus bersikap aktif. Menurut sistem ini utang pajak timbul apabila telah ada ketetapan pajak dari fiskus.

b. Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak dimana Wajib

Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak. Upaya untuk mensukseskan sistem tersebut dibutuhkan beberapa prasyarat Wajib Pajak antara lain.

1. Kesadaran Wajib Pajak

2. Kejujuran dan kedisiplinan Wajib Pajak


(34)

10

c. With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang mana

besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud disini antara lain pemberi kerja, dan bendaharawan pemerintah.

Sebagaimana telah diketahui bahwa dengan reformasi perpajakan tahun 1983, sistem perpajakan di Indonesia menganut self assessment system. Dari sistem tersebut yang paling utama yaitu adanya kewajiban Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Harapan agar sistem perpajakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan adanya kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak serta penegakan hukumnya.

2.1.8 Pengertian Wajib Pajak

Wajib pajak menurut Pasal 1 Ayat 2 UU KUP No. 28 Tahun 2007 adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak merupakan orang atau badan yang memenuhi syarat-syarat subyektif dan syarat-syarat obyektif. Orang yang memenuhi syarat subyektif merupakan subyek pajak, tetapi belum tentu merupakan wajib pajak sebab untuk menjadi wajib pajak, subyek pajak tersebut harus memenuhi syarat-syarat obyektif yaitu menerima atau memperoleh penghasilan kena pajak.


(35)

11 2.1.9 Pajak Daerah

Pajak daerah dipungut berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tersebut mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 dan kini telah diubah kedua kalinya menjadi Undang-undang 28 Tahun 2009.

Berdasarkan Undang-undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, serta digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, Pajak Daerah dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu. 1) Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi), meliputi:

a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Air Permukaan; e. Pajak Rokok.

2) Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), meliputi: a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan;


(36)

12 d. Pajak Reklama;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir.

2.1.10 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Menurut Undang- undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak kendaraan bermotor merupakan bagian dari pajak daerah jenis pajak provinsi yang dipungut melalui instansi Kantor Bersama SAMSAT tiap Kabupaten/ Kota. Definisi Pajak Kendaraan Bermotor yang disingkat PKB menurut Peraturan Gubernur Bali Nomor 31 Tahun 2006 adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 menguraikan dalam:

1) Pasal 1 butir 2 bahwa Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih serta gandenganya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainya yang berfungsi mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat- alat berat dan alat- alat besar yang bergerak.

2) Pasal 3 butir 1 bahwa Subyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor.

3) Pasal 3 butir 2 bahwa Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor.


(37)

13

4) Pasal 2 butir 1 bahwa Obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah

kepemilikan dan/atau penguasa kendaraan bermotor.

5) Pasal 2 butir 2 bahwa dikecualikan sebagai Obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasa kendaraan bermotor oleh: a) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

b)Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga- lembaga internasional dengan asas timbal balik;

c) Subyek Pajak lainya yang diatur dengan Peraturan Daerah. 2.1.11 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Pemungutan PKB di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan PKB pada suatu provinsi adalah sebagai berikut.

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

3. Peraturan daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan Gubernur Bali Nomor 28 Tahun 2012 tentang Penghitungan Dasar

Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

2.1.12 Objek dan Subjek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Obyek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menurut Peraturan Gubenur Bali Nomor 28 Tahun 2005 Bab II Pasal 3 dan 4, menyebutkan obyek Pajak


(38)

14

Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pemilik dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Dikecualikan dari obyek pajak antara lain.

1) Kendaraan Bermotor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/ Kota, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa atau Pemerintah Kelurahan.

2) Kendaraan Bermotor Kedutaan, Konsulat Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Lembaga-lembaga Internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara.

3) Kendaraan bermotor wisata mancanegara yang berada di wilayah Provinsi

Bali untuk jangka waktu 60 hari berturut- turut.

4) Kendaraan bermotor yang digunakan sebagai pemadam kebakaran.

5) Kendaraan bermotor yang disegel atau disita oleh Negara atau tersangkut perkara pidana.

Subyek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menurut Pasal 5 Peraturan Gubenur Bali Nomor 28 Tahun 2005 disebutkan:

1) Subyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang

memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor.

2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor.

3) Yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak adalah :

a) Untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya atau ahli warisnya.


(39)

15

2.1.13 Tarif dan Dasar Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Tarif pajak yang berlaku pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah tarif sebanding/proposional yaitu suatu tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap nilai yang dikenakan pajak. Peraturan Gubernur Bali Nomor 31 Tahun 2006 menyatakan bahwa perhitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) berdasarkan perkalian nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan serta relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Bobot untuk menghitung dasar pengenaan PKB, dihitung berdasarkan faktor- faktor yang meliputi.

1) Tekanan gandar;

2) Jenis bahan bakar kendaraan bermotor; dan

3) Jenis, penggunaan, tahun pembuatan dan ciri- ciri mesin dari kendaraan bermotor.

Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut.

1) Sedan, Sedan Station, Jeep, Station Wegon, Minibus, Microbus, Bus, Sepeda Motor dan sejenisnya serta alat- alat berat dan alat- alat besar, sebesar 1,00;

2) Mobil Barang/ Beban, sebesar 1,30.

Dasar pengenaan PKB untuk kendaraan umum ditetapkan 40% (empat puluh persen) sampai 60% (enam puluh persen) dari dasar pengenaan PKB sebagai tercantum dalam kolom 8 Lampiran 1 Peraturan Gubernur Bali Nomor 31 Tahun 2006 tersebut.


(40)

16

2.1.14 Ketentuan Kewajiban Membayar Pajak, Tata Cara Perpajakan dan Persyaratan Membayar Pajak pada Kantor SAMSAT

Adapun ketentuan mengenai kewajiban membayar pajak menurut Pasal 10 UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara disebutkan bahwa:

1) Wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang di kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2) Tata cara pembayaran, penyetoran pajak dan pelaporan serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Adapun persyaratan untuk membayar pajak kendaraan bermotor adalah sebagai berikut.

1) Mengisi formulir Surat Pendaftaran dan Pendataan Kendaraan

Bermotor (SPPKB) yang sekaligus berfungsi sebagai pernyataan tidak terjadi perubahan sepesifikasi kendaraan bermotor.

2) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) asli.

3) Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) asli.

4) Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai alamat pada STNK.

5) Bukti pelunasan PKB dan Surat Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) atau Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang telah divalidasi tahun terakhir.


(41)

17 2.1.15 Sosialisasi Perpajakan

Menurut Hendarsyah (2009) sosialisasi adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma dan pola perilaku yang diharapakan oleh kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi organisasi yang efektif.

Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari Dirjen Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat dan wajib pajak mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan (Adiyati, 2009).

Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi perpajakan merupakan upaya Dirjen Pajak khususnya kantor SAMSAT untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya wajib pajak mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya sosialisasi perpajakan diharapkan dapat terciptanya partisipasi yang efektif di masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban sebagai wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya.

Menurut Adiyati (2009) dalam melakukan sosialisasi perlu adanya strategi dan metode yang tepat yang dapat diaplikasikan dengan baik yaitu, publikasi, kegiatan, pemberitahuan, keterlibatan komunitas, pencantuman identitas dan pendekatan pribadi.


(42)

18 (1) Publikasi (Publication)

Adalah aktivitas publikasi yang dilakukan melaui media komunikasi setempat, baik media cetak seprti surat kabar, majalah maupun media audio visual seperti radio ataupun televisi.

(2) Kegiatan (Event)

Institusi pajak dapat melibatkan diri pada penyelenggaraan aktivitas-aktivitas tertentu yang dihubungkan dengan program peningkatan kesadaran masyarakat akan perpajakan pada momen-momen tertentu, misalnya kegiatan olahraga, hari-hari libur nasional dan lain sebagainya. (3) Pemberitaan (News)

Pemberitaan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi bahan berita dalam arti positif, sehingga menjadi sarana promosi yang efektif. Pajak dapat disosialisasikan dalam bentuk berita kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih cepat menerima informasi tentang pajak.

(4) Keterlibatan Komunitas (Community Involvement)

Melibatkan komunitas yang pada dasarnya adalah cara untuk mendekatkan institusi pajak dengan masyarakat dimana iklim budaya indonesia masih menghendaki adat ketimuran untuk bersilaturahmi dengan tokoh setempat sebelum institusi pajak dibuka.

(5) Pencantuman Identitas (Identity)

Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media yang ditujukan sebagai sarana promosi.


(43)

19 (6) Pendekatan Pribadi (Lobbying)

Pengertian lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan secara informal untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan cara penyampaiannya, metode sosialisasi perpajakan dibagi menjadi dua yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung berarti sosialisasi perpajakan dilakukan dengan berhadapan atau bertatap muka, maupun tanpa tatap muka dimana penyuluh dan yang disuluh terjadi suatu komunikasi interaktif pada waktu yang bersamaan. Bentuk sosialisasi perpajakan secara langsung, misalnya sosialisasi dalam bentuk ceramah, diskusi, seminar, wawancara, tanya jawab, ataupun siaran interaktif di media elektronik (Vivien, 2005). Adapun metode sosialisasi perpajakan tidak langsung dilaksanakan dengan menggunakan media cetak maupun elektronik, dimana antara penyuluh dan yang disuluh tidak terjadi komunikasi interaktif. Misalnya melalui iklan layanan masyarakat yang disiarkan di radio-radio dan televisi,serta koran atau majalah.

Tujuan sosialisasi perpajakan secara khusus adalah mendorong kesediaan dan kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak. Melalui sosialisasi perpajakan diharapkan pula pengetahuan dan kesadaran masyarakat wajib pajak untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan semakin meningkat. 2.1.16 Sanksi Perpajakan

Terdapat undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau


(44)

20

undang-undang tidak dilanggar. Agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan bagi para pelanggarnya.

Definisi sanksi pajak menurut Mardiasmo (2008:57) adalah sebagai berikut: “Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi pajak merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.”

Dengan diberikannya sanksi terhadap wajib pajak yang lalai maka wajib pajak pun akan berfikir dua kali jika dia akan melakukan tindak kecurangan atau dengan sengaja lalai dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, sehingga wajib pajak pun akan lebih memilih patuh dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya daripada dia harus menanggung sanksi yang diberikan. Hal serupa juga dikemukakan oleh M.Zain (2007:35) yaitu. ”Sesungguhnya tidak diperlukan suatu tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan ancamam hukuman (sanksi dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya. Perasaan takut tersebut merupakan alat pencegah yang ampuh untuk mengurangi penyelundupan pajak atau kelalaian pajak. Jika hal ini sudah berkembang dikalangan para wajib pajak maka akan berdampak pada kepatuhan dan kesadaran untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.”

Dalam Mardiasmo (2008:57) undang-undang perpajakan dikenal ada dua macam sanksi, yaitu sanksi pidana dan sanksi administrasi. Sanksi pidana merupakaan siksaan atau penderitaan, suatu alat pencegah atau banteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sedangkan sanksi


(45)

21

administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara khsususnya yang berupa bunga dan kenaikan.

Mardiasmo (2008:57) menjelaskan bahwa menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana antara lain sebagai berikut.

1. Denda pidana merupakan sanksi yang dikenakan kepada tindak pidana

yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

2. Pidana kurungan merupakan sanksi yang hanya dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.

3. Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman

perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.

Selanjutnya Devano dan Rahayu (2006:58) menjelaskan bahwa menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi administrasi yaitu:

1. Denda merupakan sanksi administrasi yang dikenakan terhadap

pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

2. Bunga merupakan sanski administrasi yang dikenakan terhadap

pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

3. Kenaikan merupakan sanksi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang

harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.

Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator (Yadnyana, 2009 dalam Muliari dan Setiawan, 2010) sebagai berikut :


(46)

22

a. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat. b. Sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat

ringan.

c. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik

wajib pajak.

d. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi. e. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan. 2.1.17 Persepsi Tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik

Kamus besar bahasa Indonesia (1995) dalam Devi dan Kautsar (2011) mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Dapat disimpulkan persepsi merupakan pemikiran seseorang terhadap apa yang dialami secara langsung yang juga dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya.

Menurut Agus Nugroho Jatmiko (2006) Persepsi seseorang kepada orang lain sangat dipengaruhi kondisi eksternal dan internal. Penentuan kondisi eksternal maupun internal dipengaruhi tiga faktor (Robbins dalam Agus Nugroho Jatmiko;2006) yaitu kekhususan, konsensus dan konsistensi. Kekhususan merupakan persepsi seseorang mengamati perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Kekhususan yang luar biasa akan dianggap sebagai faktor internal dan sebaliknya bila perilaku individu dianggap biasa maka dianggap sebagai faktor eksternal.

Konsensus adalah kesamaan pandangan seseorang satu dengan yang lain dalam mengamati perilaku individu lain dalam situasi yang sama. Konsensus yang


(47)

23

tinggi dianggap sebagai faktor internal sedangkan konsensus yang rendah dianggap sebagai faktor eksternal. Faktor terakhir yaitu konsistensi yang merupakan respon seseorang terhadap individu lain yang selalu sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten sikap orang lain tersebut maka hal tersebut dianggap sebagai faktor-faktor internal. Namun pada kenyataannya seseorang menganggap jika dalam kesuksesan maka persepsi mereka dipengaruhi hal-hal internal. Sebaliknya bila mengalami kegagalan hal-hal tersebut dipengaruhi secara eksternal.

Secara sederhana pelayanan publik dapat diartikan pelayanan yang ditujukan pada orang banyak (masyrakat/publik). Secara teoritis sedikitnya terdapat tiga fungsi utama yang harus dijalankan pemerintah tanpa memandang tingkatnya yaitu public service function (fungsi pelayanan masyarakat), development function (fungsi pembangunan), dan protection function (fungsi perlindungan).

Akuntabilitas pada dasarnya adalah kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas pada publik karena pemerintah dibentuk/dibuat oleh publik dan untuk publik (Armunanto, 2005). Akuntabilitas Publik terdiri dari 2 macam yaitu:

a) Pertanggungjawaban Vertikal (Vertical Accountability) adalah

pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.


(48)

24

b) Pertanggungjawaban Horizontal (Horizontal Accountability) adalah

pertanggungjawaban masyarakat luas.

Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan pernyataaan atas aktivitas dan kinerja keuangan pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal dan bukan hanya pertanggungjawaban vertikal.

Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik dibagi atas empat dimensi yang meliputi.

1) Fasilitas fisik yakni berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan kantor Samsat.

2) Daya tangkap yakni keinginan dan kesiapan para pegawai Samsat untuk

membantu para wajib pajak dan merespon permintaan mereka serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan layanan secara tepat.

3) Pelayanan yakni komitmen untuk merealisasikan konsep yang

berorientasi pada wajib pajak, menetapkan suatu standar kinerja pelayanan dengan memberikan perilaku teladan kepada wajib pajak setiap saat dalam upaya kewajiban membayar pajak.


(49)

25

4) Hubungan komunikasi yakni bagaimana kantor Samsat memahami

masalah wajib pajak dan bertindak demi kepentingan wajib pajak. 2.1.18 Kepatuhan Perpajakan

Menurut kamus umum bahasa Indonesia (Jatmiko, 2006), kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam hal pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan. Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011). Dalam hubungannya dengan

kepatuhan perpajakan, Rahayu (2010) mengatakan bahwa “pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara”.

Kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak Kendaraan Bermotor menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 1 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak

Kendaraan Bermotor (SPPKB), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Daerah (SPTPD).

2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor

(PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana


(50)

26

Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Rahayu (2010:139), menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari:

a. kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri;

b. kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT);

c. kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan

d. kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Kepatuhan wajib pajak dapat dibedakan menjadi kepatuhan formal dan kepatuhan material (Rahayu, 2010:138).

a. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

b. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal.

Nowak ( 2007) mengemukakan kepatuhan perpajakan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana.

1) wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

2) mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;


(51)

27 2.2 Pembahasan hasil penelitian sebelumnya

Penelitian-penelitian sebelumnya menjadi suatu acuan bagi penelitian ini untuk dilakukan, antara lain penelitian yang dilakukan Indah (2012) yang berjudul “Pengaruh kesadaran wajib pajak, pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kualitas pelayanan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara”. Penelitian ini menyatakan kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel kesadaran wajib pajak dan sanksi perpajakan sebagai variabel bebas dan menggunakan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas ( penambahan variabel akuntabilitas pelayanan publik ), objek penelitian, tahun serta lokasi penelitian.

Penelitian oleh Christina dan Kepramarini (2012) dengan judul “Pengaruh kewajiban moral, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor Bersama Samsat Denpasar” menggunakan teknis analisis data regresi linear berganda. Hasil


(52)

28

penelitian ini adalah kewajiban moral berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, kualitas pelayanan berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, dan variabel sanksi perpajakan juga berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor Bersama Samsat Denpasar. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada salah satu variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi perpajakan, dan variabel terikat, sedangkan perbedaannya terdapat pada lokasi, waktu penelitian, variabel bebasnya kewajiban moral dan kualitas pelayanan.

Prasmini (2012) meneliti tentang pengaruh kualitas pelayanan, sosialisasi perpajakan dan persepsi tentang sanksi perpajakan terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat, sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat, dan persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumya adalah sama-sama menggunakan variabel kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas


(53)

29

(penambahan kesadaran wajib pajak), objek dan tahun penelitian serta lokasi penelitian.

Penelitian oleh Pancawati dan Nila (2011) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak di KPP Pratama Jepara khususnya di dua kecamatan yaitu di Kecamatan Tahunan dan Kecamatan Jepara”. Variabel yang diteliti adalah kesadaran membayar pajak, pengetahuan peraturan perpajakan, pemahaman peraturan perpajakan, persepsi efektivitas sistem perpajakan, dan kualitas pelayanan. Teknis analisis yang digunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah kesadaran membayar pajak signifikan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak, pengetahuan peraturan pepajakan, pemahaman peraturan perpajakan dan persepsi efektifitas sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak sedangkan kualitas pelayanan signifikan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variable bebas yaitu kesadaran membayar pajak sedangkan perbedaannya terletak pada variable terikat, variable bebas, objek penelitian, lokasi penelitian serta waktu penelitian.

2. 3 Hipotesis penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2013:93). Hipotesis dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu hipotesis variabel, sosialisasi perpajakan, sanksi perpajakan dan akuntanbilitas pelayanan publik.


(54)

30

2.3.1 Pengaruh sosialisasi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB)

Menurut Hendarsyah (2009:12), sosialisasi adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma dan pola perilaku yang diharapakan oleh kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi organisasi yang efektif yang nanti dikaitkan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal ini untuk kepatuhan wajib pajak PKB. Alifa (2010) dalam penelitiannya menyatakan secara penyuluhan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

H1: Sosialisasi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada Kantor Bersama SAMSAT Tabanan.

2.3.2 Pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB)

Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. sanksi administrasi dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan.

Menurut Nugroho (2006), wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya apabila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Di samping itu, menurut Faisal (2009: 37) menyatakan bahwa


(55)

31

walaupun ada potensi penerimaan negara pada setiap sanksi, namun motivasi penerapan sanksi adalah agar wajib pajak patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hasil penelitian Yadnyana (2009), Muliari dan Ery (2010), dan Arabella (2013) mengungkapkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam

membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada Kantor Bersama SAMSAT Tabanan.

2.3.3 Pengaruh persepsi tentang akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB)

Pelayanan yang akuntabel sangat diperlukan karena Pajak Kendaraan Bermotor merupakan kontribusi terbesar untuk Pendapatan Asli Daerah. Atas dasar konsep pemikiran tersebut SAMSAT Tabanan mempunyai kepentingan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan telah memberikan kepuasan terhadap wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor.

Evi (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3: Akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada Kantor Bersama SAMSAT Tabanan


(1)

26

Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Rahayu (2010:139), menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari:

a. kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri;

b. kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT); c. kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan d. kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Kepatuhan wajib pajak dapat dibedakan menjadi kepatuhan formal dan kepatuhan material (Rahayu, 2010:138).

a. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

b. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal.

Nowak ( 2007) mengemukakan kepatuhan perpajakan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana.

1) wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

2) mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas; 3) membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.


(2)

27

2.2 Pembahasan hasil penelitian sebelumnya

Penelitian-penelitian sebelumnya menjadi suatu acuan bagi penelitian ini untuk dilakukan, antara lain penelitian yang dilakukan Indah (2012) yang berjudul “Pengaruh kesadaran wajib pajak, pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kualitas pelayanan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara”. Penelitian ini menyatakan kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel kesadaran wajib pajak dan sanksi perpajakan sebagai variabel bebas dan menggunakan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas ( penambahan variabel akuntabilitas pelayanan publik ), objek penelitian, tahun serta lokasi penelitian.

Penelitian oleh Christina dan Kepramarini (2012) dengan judul “Pengaruh kewajiban moral, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor Bersama Samsat Denpasar” menggunakan teknis analisis data regresi linear berganda. Hasil


(3)

28

penelitian ini adalah kewajiban moral berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, kualitas pelayanan berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, dan variabel sanksi perpajakan juga berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor Bersama Samsat Denpasar. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada salah satu variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi perpajakan, dan variabel terikat, sedangkan perbedaannya terdapat pada lokasi, waktu penelitian, variabel bebasnya kewajiban moral dan kualitas pelayanan.

Prasmini (2012) meneliti tentang pengaruh kualitas pelayanan, sosialisasi perpajakan dan persepsi tentang sanksi perpajakan terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat, sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat, dan persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Barat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumya adalah sama-sama menggunakan variabel kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebas


(4)

29

(penambahan kesadaran wajib pajak), objek dan tahun penelitian serta lokasi penelitian.

Penelitian oleh Pancawati dan Nila (2011) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak di KPP Pratama Jepara khususnya di dua kecamatan yaitu di Kecamatan Tahunan dan Kecamatan Jepara”. Variabel yang diteliti adalah kesadaran membayar pajak, pengetahuan peraturan perpajakan, pemahaman peraturan perpajakan, persepsi efektivitas sistem perpajakan, dan kualitas pelayanan. Teknis analisis yang digunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah kesadaran membayar pajak signifikan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak, pengetahuan peraturan pepajakan, pemahaman peraturan perpajakan dan persepsi efektifitas sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak sedangkan kualitas pelayanan signifikan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variable bebas yaitu kesadaran membayar pajak sedangkan perbedaannya terletak pada variable terikat, variable bebas, objek penelitian, lokasi penelitian serta waktu penelitian.

2. 3 Hipotesis penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2013:93). Hipotesis dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu hipotesis variabel, sosialisasi perpajakan, sanksi perpajakan dan akuntanbilitas pelayanan publik.


(5)

30

2.3.1 Pengaruh sosialisasi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB)

Menurut Hendarsyah (2009:12), sosialisasi adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma dan pola perilaku yang diharapakan oleh kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi organisasi yang efektif yang nanti dikaitkan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal ini untuk kepatuhan wajib pajak PKB. Alifa (2010) dalam penelitiannya menyatakan secara penyuluhan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

H1: Sosialisasi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada Kantor Bersama SAMSAT Tabanan.

2.3.2 Pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB)

Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. sanksi administrasi dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan.

Menurut Nugroho (2006), wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya apabila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Di samping itu, menurut Faisal (2009: 37) menyatakan bahwa


(6)

31

walaupun ada potensi penerimaan negara pada setiap sanksi, namun motivasi penerapan sanksi adalah agar wajib pajak patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hasil penelitian Yadnyana (2009), Muliari dan Ery (2010), dan Arabella (2013) mengungkapkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam

membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada Kantor Bersama SAMSAT Tabanan.

2.3.3 Pengaruh persepsi tentang akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB)

Pelayanan yang akuntabel sangat diperlukan karena Pajak Kendaraan Bermotor merupakan kontribusi terbesar untuk Pendapatan Asli Daerah. Atas dasar konsep pemikiran tersebut SAMSAT Tabanan mempunyai kepentingan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan telah memberikan kepuasan terhadap wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor.

Evi (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3: Akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada Kantor Bersama SAMSAT Tabanan


Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh pengetahuan tentang pajak,kualitas pelayanan pajak,ketegasan sanksi perpajakan dan tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak

4 12 115

KEPATUHAN WAJIB PAJAK MELALUI SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, PENGETAHUAN PAJAK DAN PELAYANAN FISKUS.

0 7 16

PENGARUH PERSEPSI TENTANG SANKSI PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN PELAYANAN FISKUS PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK

0 5 13

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK PADA KEPATUHAN Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan Dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Pada Kepatuhan Wajib Pajak Kend

0 5 14

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan Dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

0 5 17

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, KEWAJIBAN MORAL DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kewajiban Moral Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hotel Di Kota Surakarta.

1 5 16

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, KEWAJIBAN MORAL DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kewajiban Moral Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hotel Di Kota Surakarta.

0 2 15

PENGARUH PERSEPSI TENTANG SANKSI PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN PELAYANAN FISKUS PADA KEPATUHAN Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, dan Pelayanan Fiskus Pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak P

0 1 16

PENGARUH KUALITAS SISTEM PERPAJAKAN, RESIKO AUDIT, AKUNTABILITAS, DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

1 1 20

PENGARUH MODERNISASI SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, KESADARAN PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - repository perpustakaan

0 2 26