Analisis pengaruh pengetahuan tentang pajak,kualitas pelayanan pajak,ketegasan sanksi perpajakan dan tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak

(1)

ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG PAJAK, KUALITAS

PELAYANAN PAJAK, KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN DAN

TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP MOTIVASI WAJIB PAJAK

DALAM MEMBAYAR PAJAK

Oleh: Fery Istanto NIM : 106082002603

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Analysis The Influences of The Knowledge About Taxes, Quality of Tax Service, Strict of Tax Punishment and Education Level Towards The

Motivation of Tax Payer in Paying Taxes

By Fery Istanto

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influences of the knowledge about taxes, quality of tax service, strict of tax punishment and education level towards the motivation of tax payer in paying taxes. The sample of this research came from of sixty correspondences who are all registered as tax payers in Kebayoran Lama Tax Services Office.

Data collected through questionnaires are processed and analyze by using multiple regression analysis and dummy’s variable. The sampling method is convenience sampling. The test for quality are using validity of test to use is pearson correlation and reliability test of the research to use is cronbach alpha. For hypotesis test, we are using Adjusted R square, F test and t test.

The results of this research showed that tax education level variable do not have significant influences towards the motivation of tax payer in paying taxes with significant value 0,743. The other variables such as the knowledge about taxes, quality of tax service, strict of tax punishment towards individual significantly influences towards the motivation of tax payer in paying taxes with each significantly value is 0,014, 0,037, 0,002. But all variables together such as the knowledge about taxes, quality of tax service, strict of tax punishment and education level towards the motivation of tax payer in paying taxes with significantly value 0,000.

Keyword: The knowledge about taxes, quality of tax service, strict of tax punishment, education level, the motivation of tax payer in paying taxes


(3)

Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, Ketegasan Sanksi Perpajakan dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi

Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak

Oleh: Fery Istanto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengetahuan tentang pajak, kualitas pealayanan pajak, ketegasan sanksi perpajakan dan tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang responden yang merupakan wajib pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama.

Hasil dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang diproses dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda dummy. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah Convenience Sampling. Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas Pearson Correlation dan uji reliabilitas mengguankan Cronbach Alpha. Untuk uji hipotesis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji R2 yang sudah disesuaikan, uji F, dan uji t.

Hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa hanya tingkat pendidikan yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dengan nilai signifikansi 0,743. Sedangkan variabel yang lain seperti pengetahuan tentang pajak, kualitas pelayanan pajak, dan ketegasan sanksi perpajakan secara individual berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dengan nilai signifikansi masing-masing sebesar 0,014, 0,037, 0,002. Akan tetapi ketika dilakukan pengujian secara bersama-sama, semua variabel berpengaruh secara signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.

Kata kunci: Pengetahuan tentang pajak, kualitas pelayanan pajak, ketegasan sanksi perpajakan, tingkat pendidikan, motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan Karunia-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat beserta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kemusyrikan ke zaman ketauhidan dan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, bimbingan, dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:

1. Kedua orang tuaku, mama dan bapak, yang senantiasa selalu memberi

support baik doa maupun finansial kepada penulis dalam penyelesain skripsi ini. Kalian juga telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini.. Amin Ya Rabbal’alamin..

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku pembimbing I yang telah

memberikan bantuan baik waktu maupun saran kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Ibu Yessi Fitri,SE,Ak,Msi selaku pembimbing II yang telah memberikan

bantuan baik waktu, saran, maupun ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Bapak Afif Sulfa,SE,Ak,Msi selaku Ketua Jurusan Akuntansi yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan.


(5)

6. Ibu Reskino,SE,Msi yang telah memberi saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

8. Anak-anak angkatan 2006 khususnya kelas akuntansi C terima kasih telah

memberikan warna selama kuliah ini, penulis tidak akan melupakan kalian.

9. Buat anak-anak suntuk Fajar, Guntur, Menez, Jamal, Otoy, Fuad, Reza,

Doyok, Yudo, Dayat, Bejo,,kapan kita main futsal lagi...

10. Teman-teman belajar kompre: senja, maul, fenti, mupti, topan, cumi, herti,, terima kasih atas support dan doanya..

11. Anak-anak kelas Pajak A

12. Semua teman-teman penulis terima kasih atas segala bantuan selama proses

penulisan skripsi ini.

13. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam dalam penyelesaian skripsi

ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk tercapainya penulisan skripsi yang lebih baik lagi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Juni 2010


(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Kompre ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Abstract... vi

Abstrak... vii

Kata Pengantar...viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel...xiii

Daftar Gambar...xiv

Daftar Lampiran...xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Deskripsi Teori... 9

1. Pengetahuan ... 9

2. Kualitas Pelayanan Pajak ... 14

a. Kualitas Pelayanan ... 14

b. Pelayanan Prima... 16

c. Standar Umum Pelayanan Prima ... 17

3. Pendidikan... 19

4. Dasar-dasar Perpajakan... 22

a. Pengertian Pajak... 22

b. Fungsi Pajak ... 23


(7)

d. Pengelompokkan Pajak ... 25

e. Tata Cara Pemungutan Pajak ... 26

5. Ketegasan Sanksi Perpajakan... 29

a. Sanksi Administrasi ... 29

b. Sanksi Pidana ... 32

6. Motivasi Wajib Pajak... 36

a. Pengertian Motivasi ... 36

b. Teori Motivasi... 37

B. Penelitian Terdahulu ... 41

C. Keterkaitan Antar Variabel ... 44

D. Kerangka Pemikiran... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 49

A. Ruang Lingkup Penelitian... 49

B. Metode Penentuan Sampel... 49

C. Metode Pengumpulan Data ... 50

D. Metode Analisis Data... 51

1. Uji Kualitas Data... 51

a. Uji Validitas ... 51

b. Uji Reliabilitas ... 51

2. Uji Asumsi Klasik ... 52

a. Uji Multikolinieritas... 52

b. Uji Hekteroskedastisitas... 52

c. Uji Normalitas... 53

3. Uji Hipotesis ... 53

E. Definisi Operasional Variabel... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 59

1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama ... 59

2. Visi, Misi dan Nilai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama... 59


(8)

4. Fungsi dan Tugas... 61

5. Cakupan Wilayah Kerja... 62

6. Karakteristik dan Jumlah Wajib Pajak ... 63

7. Pelayanan... 64

8. Penegakkan Hukum... 64

9. Kesiapan Sumber Daya Manusia... 65

B. Statistik Deskriptif Responden... 66

C. Uji Kualitas Data... 68

1. Uji Validitas... 68

2. Uji Reliabilitas... 70

D. Uji Asumsi Klasik ... 72

1. Uji Multikolonieritas ... 72

2. Uji Heteroskedastisitas ... 73

3. Uji Normalitas ... 74

E. Uji Hipotesis ... 74

1. Uji Koefisien Determinasi (R²) ... 75

2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Staristik F) ... 75

3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik) ... 76

BAB V PENUTUP... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Implikasi... 82


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 42

Tabel 3.1 Skor Jawaban Responden... 50

Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian... 57

Tabel 4.1 Jumlah Wajib Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran lama ... 64

Tabel 4.2 Komposisi Sumberdaya Manusia KPP Pratama Kebayoran Lama ... 66

Tabel 4.3 Data Statistik Responden ... 67

Tabel 4.4 Uji Validitas Pengetahuan Tentang Pajak... 68

Tabel 4.5 Uji Validitas Kualitas Pelayanan Pajak ... 69

Tabel 4.6 Uji Validitas Ketegasan Sanksi Perpajakan ... 69

Tabel 4.7 Uji Validitas Motivasi Wajib Pajak ... 70

Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Pengetahuan Tentang Pajak... 71

Tabel 4.9 Uji Realibilitas Kualitas Pelayanan Pajak... 71

Tabel 4.10 Uji Realiabilitas Ketegasan Sanksi Perpajakan ... 71

Tabel 4.11 Uji Realibilitas Motivasi Wajib Pajak ... 72

Tabel 4.12 Hasil Uji Multikoloniaritas ... 72

Tabel 4.13 Uji Koefisien Determinasi (R²)... 75

Tabel 4.14 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)... 76


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Penelitian ... 48

Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Kebayoran Lama... 61

Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 73


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Riset Penelitian

Lampiran II Kuesioner Penelitian

Lampiran III Skor Jawaban Penelitian

Lampiran IV Hasil Uji Validitas

Lampiran V Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran VI Hasil Uji Regresi Berganda


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang besar bagi negara dan juga sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. Pembangunan nasional yang telah dicanangkan oleh pemerintah bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya dan menjadikan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang mandiri. Kemandirian secara ekonomi tanpa bantuan dari negara lain merupakan salah satu parameter yang sering dilihat dalam menentukan posisi suatu bangsa dalam pergaulan internasional (Indonesian Tax Review Vol.VII Edisi 2 tahun 2007). Terkait dengan cita-cita untuk menjadi suatu bangsa yang mandiri, maka pemerintah harus mampu meningkatkan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari pajak.

Begitu besarnya penerimaan pajak dalam pembiayaan pembangunan nasional, maka Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam menghimpun dana dari masyarakat terus berupaya dengan berbagai cara melalui pelaksanaan program intensifikasi dan ekstensifikasi dalam bidang perpajakan. Keberhasilan upaya ini akan ditentukan oleh dua hal yang saling berkaitan yaitu kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak dan sistem perpajakan yang kondusif serta sikap dan kemampuan aparat pajak dalam melaksanakan tugasnya di lapangan. Oleh


(13)

karena itu, sektor pajak harus benar-benar dikelola dengan manajemen yang baik yaitu pengelolaan berbasis transparansi, kejujuran, akuntabilitas dan juga dilengkapi etos kerja yang tinggi dari pihak fiskus.

Upaya Direktorat Jenderal Pajak mendorong kepatuhan wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, tidak sia-sia. Sepanjang semester I 2009 lalu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengantongi pendapatan hingga Rp 9 triliun dari penertiban wajib pajak (klikpajak.com). Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mengklaim, pendapatan itu berasal dari proses penegakan hukum (law enforcement). Untuk menggenjot penerimaan negara yang sebagian besar berasal dari pajak, pemerintah memang gencar melakukan sejumlah cara. Bukan saja melakukan ekstensifikasi alias menambah jumlah wajib pajak yang terdaftar, pemerintah juga getol mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajak yang telah terdaftar.

Untuk meningkatkan penerimaan pajak tersebut tidak hanya bergantung dari kualitas kinerja Direktorat Jenderal Pajak tetapi juga sangat dipengaruhi oleh peranan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sejak dilaksanakannya reformasi perpajakan pada tahun 1985, pemenuhan kewajiban perpajakan di Indonesia dilaksanakan dengan sistem self assessment. Dengan adanya sistem self assessment, pemerintah memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya kepada negara dengan kesadaran sendiri. Keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah wajib pajak dengan tujuan akhir untuk


(14)

meningkatkan jumlah penerimaan negara dari pajak, bukanlah pekerjaan yang ringan. Upaya pendidikan, penyuluhan dan sebagainya, tidak akan berarti banyak dalam membangun kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari kepatuhan membayar pajak. Di sisi lain, ancaman hukuman yang kurang keras terhadap wajib pajak yang lalai juga menyebabkan wajib pajak cenderung untuk mengabaikan kewajiban perpajakannya. Dengan demikian berhasil tidaknya penerapan aturan perpajakan sangat ditentukan oleh kesadaran dan pengetahuan wajib pajak terhadap aturan-aturan pajak yang ada.

Pajak apabila dilihat dari segi ekonomi, dapat dilihat dari sisi mikro ekonomi maupun dari sisi makro ekonomi (Shodiq, 2005). Dari sisi mikro ekonomi, pajak mengurangi income individu, mengurangi daya beli seseorang, mengurangi kesejahteraan individu, mengubah pola hidup wajib pajak. Dari sisi makro ekonomi pajak merupakan income bagi masyarakat (negara) tanpa menimbulkan kewajiban pada negara terhadap wajib pajak. Dengan demikian, apabila melihat pajak semata-mata dari sisi mikro ekonomi saja, pajak dapat dipandang sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan. Sesuatu yang tidak menguntungkan biasanya mendorong upaya untuk menghindarinya. Oleh karena itu, untuk mendukung pelaksanaan perpajakan diperlukan adanya pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang baik tentang aturan perpajakan.

Dalam rangka menumbuhkan motivasi dan kesadaran masyarakat dalam hal membayar pajak, maka aparat pajak harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat pajak dan menumbuhkan kesadaran


(15)

bahwa pajak digunakan untuk keperluan negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dana dari penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN dialokasikan untuk mendanai berbagai sendi kehidupan bangsa mulai dari sektor pertanian, pertambangan, industri, perbankan, kesehatan, pendidikan hingga subsidi BBM (Sartika, 2008). Dengan adanya sosialisasi tersebut diharapkan dengan sendirinya motivasi masyarakat akan semakin kuat dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak.

Selain karena masalah motivasi tersebut di atas, kesadaran masyarakat untuk membayar pajak juga sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak terutama tergantung pada pengetahuan masyarakat mengenai perpajakan dan tingkat pendidikan (Qomaria, 2008). Pemerintah akan mudah melakukan sosialisasi pajak jika pengetahuan masyarakat mengenai pajak cukup tinggi.

Dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perpajakan, tampaknya pemerintah tidak bisa melakukan tugas yang berat itu sendirian dan hal ini disadari oleh orang orang yang berniat mulia untuk ikut membantu pemerintah mencerdaskan masyarakat dalam bidang perpajakan, walaupun ada beberapa yang didorong oleh alasan bisnis. Beberapa “milis” perpajakan, tempat di mana orang-orang bisa bertanya dan saling berbagi pengetahuan perpajakan banyak bermunculan. Contohnya “milis” tax-ina yang dikomandani oleh salah satunya adalah wanita penderma ilmu pajak, kemudian ada kios pajak, diskusi pajak, forum-pajak, asosiasi pembayar pajak dan lain-lain (Harjantho, 2008). Pengetahuan pajak itu diberikan secara gratis


(16)

demi untuk kemajuan bersama. Sebenarnya keberadaan “milis-milis” ini sangatlah bermanfaat, cuma memang belum menyentuh semua lapisan masyarakat, karena “milis-milis” ini hanya bisa diakses bagi mereka yang mampu, baik mampu secara materil, pengetahuan internet dan waktu serta niat tentunya. Itulah tugas kita selanjutnya untuk menggali lagi potensi-potensi kita untuk bisa memberikan lebih kepada masyarakat, misalnya anggota-anggota suatu milis tersebut bekerja sama dengan instansi pendidikan atau kelurahan mengadakan suatu kegiatan pengenalan pajak bagi pelajar atau masyarakat setempat.

Selain masalah motivasi dan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, diperlukan adanya tindakan penegakan hukum yang memadai. Hal ini dikarenakan sistem self assessment membutuhkan kepatuhan sukarela dri wajib pajak. Tingkat kepatuhan sukarela ini dapat terwujud jika terpenuhi unsur kesadaran perpajakan dan unsur tindakan penegakkan hukum. Ini disebabkan tingkat kesadaran perpajakan masyarakat wajib pajak masih relatif rendah sehingga perlu adanya tindakan hukum yang memadai. Tindakan penegakan hukum tersebut dilaksanakan terutama melalui pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak. Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum tersebut yang salah satunya melalui tindakan pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga pemeriksa pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, sedangkan untuk mendapatkan jaminan mutu atas hasil kerja pemeriksaan selain diperlukan kuantitas dan kualitas yang memadai,


(17)

diperlukan juga prosedur pemeriksaan serta norma dan kaidah yang mengatur seorang pemeriksa pajak (Sadhani dkk, 2004).

Setiap jenis pelanggaran pajak mulai dari yang tingkatannya paling kecil sampai yang paling berat sudah tersedia ancaman sanksinya. Hal ini semakin tercermin pasca amandemen Undang-undang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan (UU Nomor 28 Tahun 2007) yang berhasil menggulirkan ketentuan-ketentuan baru menyangkut sanksi seputar pelanggaran kewajiban wajib pajak dan fiskus. Peraturan itu dibuat untuk meminimalisir tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan baik oleh wajib pajak maupun fiskus. Untuk mendukung peraturan tersebut diperlukan penegakkan hukum secara adil oleh aparat pajak terhadap wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak sehingga diharapkan mampu mendorong motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu, ketegasan sanksi perpajakan sangat diperlukan agar kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dapat meningkat.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dan penelitian sebelumnya, maka penulis mencoba untuk meneliti dengan topik yang berbeda. Penelitian ini penting untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tentang pajak, kualitas pelayanan pajak, ketegasan sanksi perpajakan dan tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk meneliti lebih lanjut permasalahan di atas dengan memilih judul “Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak, Kualitas


(18)

Pelayanan Pajak, Ketegasan Sanksi Perpajakan Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah tingkat pengetahuan tentang pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak?

2. Apakah kuliatas pelayanan pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib

pajak dalam membayar pajak?

3. Apakah ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak?

4. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak

dalam membayar pajak?

5. Variabel independen manakah yang paling dominan mempengaruhi

motivasi wajib pajak dalam membayar pajak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

a. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan tentang pajak terhadap


(19)

b. Menganalisis pengaruh kualitas pelayanan pajak terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.

c. Menganalisis pengaruh ketegasan sanksi perpajakan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.

d. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib

pajak dalam membayar pajak.

e. Menganalisis variabel yang paling dominan mempengaruhi motivasi

wajib pajak dalam membayar pajak. 2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya:

a. Bagi KPP yang diteliti, hasil penelitian ini diharapkan menjadi

masukan bagi kebijakan pemerintah pusat dan bahan evaluasi dalam pelaksanaan peraturan perpajakan.

b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai referensi untuk bahan acuan untuk menambah pengetahan di bidang perpajakan.

c. Bagi akademisi/penulis, penulisan skripsi ini merupakan sarana untuk melakukan analisis dan menambah wawasan serta pengetahuan tentang perpajakan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna (Meliono dkk, 2007).

Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali.


(21)

Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan-tahapannya.

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya (Meliono dkk, 2007):

a. Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.

b. Media

Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi, contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.


(22)

c. Keterpaparan informasi

Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode,

program komputer, databases . Adanya perbedaan definisi informasi

dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi.

Dikaitkan dengan pengembangan tujuan belajar, terdapat tiga ranah (domain) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikiomotor (Sadhani, 2004). Sedangkan menurut Woolfok (1998) dalam Sadhani (2004), ranah dapat dibagi ke dalam enam kelompok yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) penilaian.

Ditinjau dari proses terwujudnya, pengetahuan tidak hadir begitu saja, ia mengalir melalui proses bertahap dan timbal balik berulang-ulang


(23)

sebelum menjadi kesimpulan, dan diakui sebagai pengetahuan. Terdapat tiga metode di dalam pengembangan ilmu pengetahuan yaitu rasionalisme, empirisme, dan metode keilmuan. Menurut Honer and Hunt (1991) dalam Sadhani (2004) pendekatan utama manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dapat berdasarkan rasio atau berdasar pengalaman atau gabungan di antara keduanya yang dikenal sebagai metode keilmuan. Keduanya juga mengemukakan bahwa secara sederhana dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Suatu rangkaian prosedur yang tertentu harus diikuti untuk mendapatkan jawaban yang tertentu dari pernyataan tertentu pula. Kerangka dasar prosedur keilmuan dapat diuraikan dalam enam langkah yaitu: (1) sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah, (2) pengamatan dan pengumpulan data yang relevan, (3) penyusunan klasifikasi data, (4) perumusan hipotesis, (5) deduksi dan hipotesis, dan (6) tes dan pengujian kebenaran (verification) dari hipotesa.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, pengetahuan sebagian besar masyarakat akan masalah perpajakan masih dinilai sangat kurang. Hal ini disebabkan belum masuknya pengetahuan pajak dalam kurikulum pendidikan nasional dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang dimulai dari pengenalan hingga penguasaan materi sebagai pelajaran wajib (kecuali untuk tingkat dan jurusan pendidikan tertentu) dianggap sebagai titik awal masalah penyebab ketidaktahuan masyarakat akan pengetahuan pajak, sehingga menyebabkan ketidakpedulian mereka


(24)

terhadap pajak dan akhirnya negara dan masyarakat itu sendiri yang akan dirugikan

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah berusaha untuk melakukan sosialiasi pajak kepada masyarakat. Hal ini didukung dengan Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-114/PJ./2005 tanggal 1 Juli 2005 Tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan merupakan salah satu contoh dari usaha pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat akan pengetahuan pajak. Namun, pemerintah tidak dapat bekerja sendirian dalam usaha untuk mencerdaskan masyarakat akan pengetahuan pajak. Saat ini, ada sekelompok orang yang berniat mulia untuk ikut membantu pemerintah mencerdaskan masyarakat dalam bidang perpajakan, walaupun ada beberapa yang didorong oleh alasan bisnis. Beberapa “milis” perpajakan, tempat di mana orang-orang bisa bertanya dan saling berbagi pengetahuan perpajakan banyak bermunculan. Contohnya “milis” tax-ina yang dikomandani oleh salah satunya adalah wanita penderma ilmu pajak, kemudian ada kios pajak, diskusi-pajak, forum-pajak, asosiasi pembayar pajak dan lain-lain. Semua usaha tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perpajakan.

Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan jika seseorang memiliki pengetahuan yang luas dan salah satunya adalah pengetahuan mengenai pentingnya pajak yang digunakan negara untuk membiayai rumah tangganya dan untuk keperluan public investment, maka dengan demikian semakin luas pengetahuan seseorang biasanya semakin besar


(25)

pula motivasi seseorang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh pengetahuan masyarakat tentang pajak terhadap motivasi dalam membayar pajak.

2. Kualitas Pelayanan Pajak a. Kualitas Pelayanan

Kualitas mempengaruhi setiap aspek dari organisasi yang pada kenyataannya adalah pengalaman emosional kepada pelanggan dan memberikan dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan dengan perusahaan atau organisasi. Kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan dari sebuah barang atau jasa untuk memenuhi atau melampaui pengharapan dan kebutuhan dari pelanggan (Puspopranoto, 2006).

Menurut Heizer dan Render (2001) dalam Purwoko (2008), “kualitas adalah ability of a product or service to meet customer needs”.

Menurut The American Society of Quality Control yang dikutip oleh Sumadi (2005),

“kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau yang bersifat laten”.

Sedangkan pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun (Tumiwa, 2006). Kegiatan pelayanan tidak hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang dan jasa tetapi juga


(26)

dilakukan oleh instansi pemerintah yang memiliki kaitan dengan

kegiatan public service atau yang berhubungan dengan kepentingan

umum. Jadi, dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan suatu pihak yang menawarkan manfaat kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud untuk memenuhi pengharapan dan kebutuhan dari pihak lain tersebut.

Menurut Tjiptono (2001) dalam Purwoko (2008) kualitas pelayanan digolongkan atas tiga komponen yaitu:

1) Technical Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan.

2) Function Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.

3) Corporate Image yaitu profil, reputasi, citra, dan daya tarik khusus dari perusahaan.

Menurut Parasuraman, et al.(1994) yang dikutip oleh Sumadi (2005) terdapat lima dimensi yang digunakan dalam menilai suatu kualitas pelayanan, yaitu:

a) Kehandalan (Reliability)

Kehandalan merupakan kemampuan untuk memberikan jasa seperti yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya sesuai yang diharapkan pelanggan tercermin dari ketetapan waktu, layanan yang sama untuk semua orang dan tanpa kesalahan.


(27)

b) Ketanggapan (Responsiveness)

Instansi berupaya untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat. Jika mengalami kegagalan dengan cepat menangani kegagalan tersebut secara profesional (responsive).

c) Jaminan (Assurance)

Yaitu pengetahuan, keramahan dan kemampuan para karyawan dalam melaksanakan tugas secara spontan yang menjamin kinerja yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat.

d) Empati (Emphaty)

Berusaha memahami keinginan pelanggan dengan memberikan perhatian atau sentuhan secara ikhlas kepada setiap pelanggan.

e) Wujud Fisik (Tangibility)

Perusahaan harus bisa memberikan bukti awal kualitas pelayanan yang tercermin dari penampilan fasilitas fisik yang dapat diandalkan.

b. Pelayanan Prima

Menurut Boediono (1999) dalam Sartika (2008), pelayanan prima atau mutu layanan masyarakat adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.


(28)

Mutu dari jasa atau pelayanan yang disampaikan pada konsumen seringkali menimbulkan hasil yang berbeda pada tiap konsumen. Perbedaan ini merupakan tantangan untuk memahami kebutuhan konsumen dan mengetahui harapannya dalam bentuk ekspektasi pada pelanggan, kemudian mempertemukan antara ekspektasi dengan apa yang disampaikan dan mewujudkan janji yang diberikan pada konsumen.

Hakikat pelayanan umum adalah komitmen (keterikatan) setiap aparat untuk melaksanakan pelayanan yang bermutu dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat dengan cara-cara (Supriyatna, 2008):

1) Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas atau

fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

2) Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata pelaksanaan

pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna.

3) Mendorong tumbuhnya kreatifitas, prakarsa, dan peran serta

masyarakat dalam membangun serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

c. Standar Umum Pelayanan Prima

Standar atau ukuran dasar untuk mengetahui mutu pelayanan pada umumnya ditentukan oleh undang-undang, bisa dilakukan dengan mengumpulkan pendapat para ahli untuk dianalisis dan menghasilkan


(29)

standar pelayanan. Standar pelayanan memerlukan unsur sebagai berikut (Purwoko, 2008):

a) Accesbility yaitu ukuran apakah pelayanan itu memenuhi standar yang mudah dijangkau dan diperoleh oleh pelanggan.

b) Accuracy, suatu pelayanan memerlukan ketelitian dan keakuratan sesuai dengan kondisi dan solusi yang diperlukan.

c) Courtesy, pelanggan tidak hanya menghendaki pelayanan berupa barang atau jasa saja tetapi juga harus diperoleh dengan cara sopan dan terhormat.

d) Comfort, penyelesaian masalah harus dilakukan dengan nyaman sehingga sesuai dengan tujuan pokoknya.

e) Competence, orang yang melakukan pelayanan harus sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan seperti kompetensi, kecakapan dan kemampuan.

f) Credibility, petugas atau lembaga pelayanan harus dapat dipercaya dalam memenuhi tuntutan pelayanan dari pelanggan.

g) Efficiency, pelayanan akan prima bila berdaya guna sehingga tidak ada pemborosan.

h) Effectiveness, pelayanan harus menjamin hasil maksimal dengan prosedur yang sederhana.

i) Flexibility, keluwesan dalam pelayanan tanpa harus menyimpang dari persyaratan dan prosedur yang berlaku.


(30)

j) Honesty, dengan kejujuran maka akan terwujud komitmen (keterikatan secara moral) dengan pihak yang dilayani.

k) Promitness, ketetapan waktu pelayanan sesuai dengan standar. l) Reliability, substansi atau isi pelayanan telah diuji dan dapat

diandalkan.

m) Responsibility, pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan. n) Security, pelayanan yang diperoleh harus terhindar dari resiko

apapun.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan dalam hal ini pelayanan perpajakan dapat mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Apabila kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh aparatur pajak kepada wajib pajak sangat baik, maka biasanya motivasi wajib pajak untuk membayar pajaknya juga semakin tinggi.

3. Pendidikan

Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Meliono dkk, 2007). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui


(31)

upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Hasan (2005) dalam Purwoko (2008), pendidikan pada dasarnya merupakan usaha pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara sistematis, pragmatis dan berjenjang agar menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas yang dapat memberikan manfaat dan sekaligus meningkatkan harkat dan martabatnya.

Hakikat pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah. Usaha-usaha tersebut diselenggarakan dalam berbagai macam bentuk sebagai berikut (Qomaria, 2008):

a. Usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana,

terarah dan sistematis melalui suatu lembaga disebut pendidikan formal.

b. Usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, akan tetapi

tidak berencana dan tidak sistematis di lingkungan keluarga disebut pendidikan informal.

c. Usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja dan berencana

tetapi tidak sistematis di luar lingkungan keluarga dan lembaga pendidikan formal disebut pendidikan nonformal.

Menurut Hasan (2005) dalam Qomaria (2008) peningkatan kualitas diri manusia yang dicapai melalui pendidikan mencakup beberapa aspek yaitu:


(32)

a. Peningkatan kualitas berpikir (kecerdasan, kemampuan analisis, kreatifitas, dan visioner).

b. Peningkatan kualitas moral (ketakwaan, kejujuran, ketabahan,

keadilan, dan tanggung jawab).

c. Peningkatan kualitas kerja (keterampilan, profesional, dan efisien).

d. Peningkatan kualitas hidup (kesejahteraan materi dan rohani,

ketenteraman dari terlindunginya martabat dan harga diri).

e. Peningkatan kualitas pengabdian (semangat berprestasi, sadar,

pengorbanan, kebanggan terhadap tugas).

Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan dengan pendidikan, tidak hanya pendidikan dalam arti sempit sekolah tetapi juga dalam arti luas mencakup pendidikan dalam keluarga dan masyarakat. Karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pembudayaan sikap, watak, dan perilaku yang berlangsung sejak dini. Melalui pendidikan sebagai proses budaya akan tumbuh dan berkembang nilai-nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia seperti kelakuan, keimanan, disiplin, akhlak, dan etos kerja serta nilai-nilai instrument seperti penguasaan iptek dan kemampuan berkomunikasi yang merupakan unsur pembentuk kemajuan dan kemandirian bangsa.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka dapat kita lihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin tinggi pula motivasi seseorang untuk melaksanakan kewajiban membayar pajaknya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana


(33)

pengaruh tingkat pendidikan terhadap motivasi seseorang dalam membayar pajak.

4. Dasar-dasar Perpajakan a. Pengertian Pajak

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang semakin dominan peranannya dalam pembiayaan pembangunan nasional akhir-akhir ini dan di masa mendatang. Oleh karena itu, pajak memiliki peran yang sangat penting dalam pembiayaan pembangunan nasional.

Dalam Undang-undang No.28 Tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Adapun berbagai definisi mengenai pajak yang dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai berikut (Suandy, 2005):

Menurut Soemitro dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan” adalah:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar keperluan umum”.

Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh Brotodihardjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum yaitu:

“Pajak sebagai iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan


(34)

dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

b. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur) (Resmi, 2005):

1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.

2) Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

c. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain (Mardiasmo, 2009):


(35)

1) Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak rakyat-rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2) Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3) Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. 4) Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5) Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.


(36)

d. Pengelompokkan Pajak

Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu (Mardiasmo, 2009):

1) Menurut Golongannya

a) Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh

wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:Pajak Pertambahan Nilai.

2) Menurut Sifatnya

a) Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya

tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah.

3) Menurut Lembaga Pemungutnya

a) Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.


(37)

b) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:

1) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan. e. Tata Cara Pemungutan Pajak

1) Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu (Waluyo, 2007):

a) Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yakni setelah penghasilannya yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode.

b) Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.


(38)

c) Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian juga sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

2) Asas Pemungutan Pajak

Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam Pajak Penghasilan yaitu (Resmi, 2005):

a) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

b) Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Setiap orang yang


(39)

memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.

c) Asas Kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3) Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa system pemungutan yaitu (Mardiasmo, 2009):

a) Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

b) Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

c) With holding system

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.


(40)

5. Ketegasan Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peratuaran perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau ditaati atau dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009). Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Sanksi administrasi dan sanksi pidana memiliki perbedaan yaitu sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan, sedangkan sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi dan biasanya merupakan siksaan atau penderitaan.

a. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi administrasi dibedakan menjadi tiga yaitu sanksi berupa bunga, denda administrasi dan kenaikan (Mardiasmo, 2009).


(41)

a) Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) (SPT tahunan atau SPT Masa) oleh wajib pajak sendiri tetapi belum diperiksa. b) Dari penelitian rutin:

a. PPh pasal 25 tidak atau kurang dibayar.

b. PPh pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPN yang terlambat

dibayar.

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat

Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tidak atau kurang dibayar atau terlambat dibayar.

d. SPT salah tulis atau salah hitung.

c) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak

terutang tidak atau kurang dibayar (maksimal 24 bulan). d) Pajak diangsur atau ditunda.

e) SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar. 2) Sanksi berupa denda administrasi

a) SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah

ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT.

b) Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT (SPT tahunan atau SPT

masa) tetapi belum disidik.

c) Khusus PPN:

a. Tidak melaporkan usaha.


(42)

c. Melanggar larangan membuat faktur (Pengusaha Kena Pajak yang tidak dikukuhkan).

d) Khusus PBB:

a. SPT, SKPKB tidak atau kurang dibayar atau terlambat

dibayar.

b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar.

3) Sanksi berupa kenaikan 50% dan 100%

a) Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan:

1. Tidak memasukkan SPT:

a) SPT tahunan (PPh 29).

b) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN).

2. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 28 Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan (KUP).

3. Tidak memperlihatkan buku atau dokumen, tidak memberi

keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29 KUP.

b) Dikeluarkan SKPKBT karena ditemukan data baru dan atau

data yang semula belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB.


(43)

c) Khusus PPN:

Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0% diberi restitusi pajak.

b. Sanksi Pidana

Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada tiga macam denda pidana, kurungan dan penjara (Mardiasmo, 2009).

1) Denda pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam atau dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

2) Pidana kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.


(44)

3) Pidana penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat pajak dan kepada wajib pajak.

Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur atau ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Sanksi pidana dikenakan terhadap:

a) Setiap orang karena kealpaan tidak menyampaikan SPT tetapi tidak benar atau lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar. Atas kasus tersebut dikenakan denda paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang yang tidak kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.

b) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT, tidak

meminjamkan pembukuan, catatan atau dokumen lain dan hal-hal lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 KUP. Atas kasus tersebut dikenakan pidana penjara paling singkat enam bulan dan


(45)

paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan satu kali menjadi dua kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

c) Setiap orang karena melakukan percobaan untuk melakukan tindak

pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana atau menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak. Atas kasus tersebut dikenakan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama dua tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak empat kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

d) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat

Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) atau menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 24


(46)

UU PBB. Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan atau setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang.

e) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPOP,

memperlihatkan atau meminjamkan surat atau dokumen palsu dan hal-hal lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 (1) UU PBB. Atas kasus tersebut dikenakan:

1. Pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan atau denda

setingi-tinginya lima kali jumlah pajak yang terutang.

2. Sanksi no.1 dilipatduakan jika sebelum lewat satu tahun

terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana yang dijatuhkan melakukan tindak pidana lagi.

f) Pejabat karena kealpaan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan

hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 KUP (tindak pelanggaran). Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan atau denda setingi-tingginya Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).

g) Pejabat dengan sengaja tidak memenuhi kewjibannya

merahasiakan hal sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 34 UU KUP (tindak kejahatan). Atas kasus tersebut dikenakan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan atau denda setingg-tingginya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).


(47)

h) Pihak ketiga dengan sengaja tidak memperlihatkan atau meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 (1) huruf d dan e UU PBB. Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000 (dua juta rupiah).

6. Motivasi Wajib Pajak a. Pengertian Motivasi

Kata motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.

Tidak bisa dipungkiri, setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yakni “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Untuk lebih memperjelas pembahasan tentang motivasi, berikut pengertian motivasi menurut beberapa para ahli manajemen sumber daya manusia, diantaranya yaitu (Harjantho, 2008):

a) Menurut Mitchell motivasi mewakili proses- proses psikologikal,

yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.


(48)

b) Morgan mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku, tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut, dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut.

c) Soemanto secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu

perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan telah terjadi di dalam diri seseorang.

Dari pengertian-pengertian motivasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya.

b. Teori Motivasi

Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain (Harjhantho, 2008):

1. Teori Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:


(49)

a. Fisiologis

b. Keamanan, keselamatan dan perlindungan

c. Sosial, kasih sayang, rasa dimiliki

d. Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi

e. Aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia

menjadi.

Menurut Maslow, jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, maka ia perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah posisi bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.

2. Teori Motivasi - Higiene

Dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas atau faktor-faktor motivator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:

a. Prestasi (achievement) b. Pengakuan (recognition)

c. Tanggung Jawab (responsibility)


(50)

e. Pekerjaan itu sendiri ( the work itself)

f. Kemungkinan berkembang (the possibility of growth) 3. Teori Motivasi Harapan - Victor Vroom

Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu, dan pada daya tarik dari keluaran bagi individu tersebut.

Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantarkan ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

4. Teori Motivasi Keadilan

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan. Individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi.

5. Reinforcement theory

Teori motivasi ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana


(51)

konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan datang dalam proses pembelajaran.

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu, maka akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.

Menurut Syah (1997) dalam Purwoko (2008), motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1) Motivasi intrinsik adalah motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar.

2) Motivasi ekstrinsik adalah motif yang menjadi aktif karena adanya rangsangan dari luar.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat diharapkan dapat memotivasi wajib pajak dengan memahami kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan pengadaan public goods and service dan membuat mereka merasa penting dalam pelaksanaan pembangunan.

Apabila motivasi masyarakat tinggi dalam memenuhi kewajiban pajaknya, maka secara tidak langsung pembangunan di Indonesia diharapkan akan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tetapi, jika motivasi masyarakat rendah dalam memenuhi kewajiban pajaknya, maka diperkirakan perjalanan pembangunan akan terhambat.


(52)

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya oleh Sartika (2008) dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Spiritual, Kinerja Pelayanan Pajak serta Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan”. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Serpong dan hasilnya menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual, kinerja pelayanan pajak serta ketegasan sanksi perpajakan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi wajib pajak.

Penelitian selanjutnya oleh Qomaria (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Membayar Pajak”. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Baru Tiga dan hasilnya menunjukkan bahwa variabel pengetahuan dan tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran wajib pajak.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2008) dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System, Kualitas Pelayanan KPP, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Memenuhi Kewajiban Pajak”. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk dan hasilnya kualitas pelayanan KPP mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap motivasi wajib pajak sedangkan peleksanaan self assessment system dan tingkat pendidikan mempunyai hubungan positif, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi wajib pajak.


(53)

Penelitian selanjutnya oleh Supriyatna (2008) dengan judul “Pengaruh Penyuluhan, Kualitas Pelayanan, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta Grogol

Petamburan”. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Jakarta Grogol

Petamburan dan hasilnya menunjukkan variabel penyuluhan, kualitas pelayanan, dan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Astuti (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Undang-Undang Perpajakan Dengan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada KPP Pratama Tanah Abang Dua”. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Tanah Abang Dua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebesar 24,4% dan korelasinya 49,4%.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti

Judul Variabel Hasil Penelitian

1 Purwoko

(2008)

Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System, Kualitas Pelayanan KPP, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Memenuhi Kewajiban Pajak Pelaksanaan Self Assessment System, Kualitas Pelayanan KPP, Tingkat Pendidikan, Motivasi Wajib Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan KPP mempunyai hubungan positif dan berpengaruh

signifikan terhadap motivasi wajib pajak sedangkan


(54)

Pajak. pelaksanaan self assessment system dan tingkat pendidikan mempunyai hubungan positif, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi wajib pajak. 2 Qomaria (2008) Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Pengetahuan Tentang Pajak, Tingkat Pendidikan Wajib Pajak, Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan dan tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran wajib pajak. 3 Sartika (2008) Pengaruh Kecerdasan Spiritual, Kinerja Pelayanan Pajak serta Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Kecerdasan Spiritual, Kinerja Pelayanan Pajak, Ketegasan Sanksi Perpajakan, Motivasi Wajib Pajak Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual, kinerja pelayanan pajak serta ketegasan sanksi perpajakan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi wajib pajak. 4 Supriyatna (2008) Pengaruh Penyuluhan, Kualitas Pelayanan, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan Penyuluhan, Kualitas Pelayanan, Pemeriksaan Pajak, Tingkat Kesadaran, Kepatuhan Wajib Pajak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel penyuluhan, kualitas pelayanan, dan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. 5 Astuti (2009) Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Pemahaman Wajib Pajak Terhadap

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh


(55)

Perpajakan Dengan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada KPP Pratama Tanah Abang Dua Undang Perpajakan, Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan antara pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi

kewajiban

perpajakan sebesar 24,4% dan

korelasinya 49,4%.

C. Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Qomaria (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Membayar Pajak” menunjukkan bahwa variabel pengetahuan tentang pajak memiliki nilai signifikansi sebesar 0,028 nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat pengaruh yang signifikan dari pengetahuan tentang pajak terhadap kesadaran membayar pajak.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Astuti (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Undang-Undang Perpajakan Dengan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada KPP Pratama Tanah Abang Dua”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban


(56)

perpajakan sebesar 24,4% dan korelasinya 49,4%. Jadi, dapat diduga bahwa pengetahuan tentang pajak mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha1: Pengetahuan tentang pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.

2. Pengaruh Kualitas pelayanan Pajak Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwoko (2008) dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System, Kualitas Pelayanan KPP, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Memenuhi Kewajiban Pajak” menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,004. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari kualitas pelayanan KPP terhadap motivasi wajib pajak memenuhi kewajiban pajak.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriyatna (2008) dengan judul “Pengaruh Penyuluhan, Kualitas Pelayanan, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan” menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,244, nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga hal ini menjelaskan bahwa kualitas pelayanan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Jadi, dapat diduga bahwa


(57)

kualitas pelayanan pajak mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha2: Kualitas pelayanan pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak

dalam membayar pajak.

3. Pengaruh Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak

Sanksi perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengikat wajib pajak akan tanggung jawabnya. Pemerintah sebaiknya memberikan sanksi yang tegas karena dapat meningkatkan kedisiplinan wajib pajak dalam hal ketepatan membayar pajak, ketelitian dalam pengisian dan pelaporan SPT dan ketelitian dalam melaksanakan pencatatan dan pembukuan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2008) dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Spiritual, Kinerja Pelayanan Pajak serta Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan” menunjukkan bahwa variabel ketegasan sanksi perpajakan memiliki nilai signifikansi t sebesar 0,000. Angka tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat pengaruh dari ketegasan sanksi perpajakan terhadap motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Jadi, dapat diduga bahwa ketegasan sanksi perpajakan mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha3: Ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.


(58)

4. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2008) dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System, Kualitas Pelayanan KPP, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Memenuhi Kewajiban Pajak” menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,047. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib pajak memenuhi kewajiban pajak.

Penelitian selanjutnya oleh Qomaria (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Membayar Pajak” menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,00. Nilai ini jauh lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kesadaran membayar pajak. Jadi, dapat diduga bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha4: Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.


(59)

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambar sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari

serangkaian masalah yang diterapkan (Hamid, 2007). Untuk memudahkan

kerangka penelitian maka penulis menggambarkan kerangka pemikiran pada gambar 2.1 :

Pengetahuan tentang Pajak

Gambar 2.1 Model Penelitian (X1)

Kualitas Pelayanan Pajak

(X2) Motivasi Wajib

Pajak (Y) Ketegasan Sanksi

Perpajakan (X3)

Tingkat Pendidikan (D)


(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama yang beralamat di Jalan Ciledug Raya No. 65, Jakarta Selatan. Penelitian ini mencakup dalam bidang perpajakan yaitu dengan mengumpulkan jurnal- jurnal, buku-buku yang berkaitan serta melalui studi pustaka dan data primer dengan memberikan kuesioner kepada wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama wilayah Jakarta Selatan dengan mengambil sampel pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Adapun metode yang digunakan dalam penentuan sampel ini adalah

Convenience Sampling. Elemen populasi yang dipilih sebagai subjek sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah (Indriantoro, 2002). Bentuk sampling ini termasuk ke dalam sampling non probabilitas dimana anggota unit sampel yang ditarik mudah dihubungi atau didapat, tidak menyusahkan, mudah mengukur dan bersifat kooperatif.


(61)

C. Metode Pengumpulan Data

Hamid (2007) dalam bukunya Pedoman Penulisan Skripsi, jika dilihat dari sumber datanya maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun metode yang digunakan penulis dalam proses pengumpulan data berupa:

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan melalui penelitian langsung ke KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama untuk memperoleh data kuantitatif. Metode ini dilakukan dengan cara menggunakan instrumen kuesioner yang akan disebarkan kepada responden (wajib pajak) pada KPP tersebut. Masing-masing jawaban dari 5 (lima) alternatif jawaban yang tersedia diberi bobot nilai (skor) sebagai berikut:

Tabel 3.1

Skor Jawaban Responden

No Jawaban Responden Skor 1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Ragu-Ragu (R) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2 5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

2. Data Sekunder

Data yang digunakan dalam penelitian ini digunakan dengan menggunakan data sekunder yakni mengumpulkan data dari bahan-bahan atau sumber-sumber bacaan atau kepustakaan. Data sekunder diperoleh peneliti tidak secara langsung yaitu melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh


(62)

pihak luar) dengan menggunakan cara membaca dan mengutip baik secara langsung maupun tidak langsung dari literatur-literatur yang berhubungan dengan variabel penelitian.

D. Metode Analisis Data 1. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat menjawab secara cermat tentang variabel yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan pearson correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor memiliki tingkat signifikansi di bawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2009).

b. Uji Reliabilitas

Instrumen dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali.


(63)

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolonieritas

Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari:

1. Nilai tolerance atau lawannya. 2. Variance Inflation Factor (VIF)

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi, nilai

cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance <0,10 atau sama dengan nilai VIF>10 (Ghozali, 2009).

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji Hekteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Sebaliknya jika varian berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2009).


(64)

c. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal.

Untuk mengetahui apakah data normal atau tidak dapat dideteksi dengan melihat normal probability plot. Jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Tetapi jika data (titik) menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2009).

3. Uji Hipotesis

Metode Analisis yang dilakukan untuk menguji hipotesis adalah metode regresi linear berganda variabel Dummy. Regresi ini memprediksi besar Variabel Tergantung menggunakan data variabel bebas adalah variabel Dummy. Variabel Dummy adalah variabel yang digunakan untuk membuat kategori data yang bersifat kualitatif (nominal).

Rumus Regresi Linear Berganda dengan variabel Dummy adalah: Y = α + β1X1+β2X2 +β3X3 + β4D +e

Dimana

Y = Variabel dependen (Motivasi Wajib Pajak) α = Konstanta


(65)

β1 = Koefisen regresi dari variabel X1 Pengetahuan Tentang Pajak

β2 = Koefisien regresi dari variabel X2 Kualitas Pelayanan Pajak

β3 = Koefisien regresi dari variabel X3 Ketegasan Sanksi Perpajakan

β4 = Koefisien regresi dari variabel DTingkat Pendidikan

X1 = Variabel Independen Pengetahuan Tentang Pajak

X2 = Variabel Independen Kualitas Pelayanan Pajak

X3 = Variabel Independen Ketegasan Sanksi Perpajakan

D = Variabel Dummy Tingkat Pendidikan e = Error

Dapat disimpulkan bahwa dasar pengambilan keputusan penerimaan atau penolakan adalah sebagai berikut:

a) Jika signifikansi kurang dari 0,05 maka Ha diterima, dan

b) Jika signifikansi lebih dari 0,05 maka Ha ditolak (Ghozali, 2009) Nilai yang perlu diperhatikan apabila kita menggunakan regresi berganda yaitu:

a) Analisis Koefisien determinasi (uji adjusted R square), untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.

b) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas (independen) yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.


(66)

c) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik)

Uji signifikansi parameter individual bertujuan untuk menginterpretasikan koefisien variabel independen.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan beberapa variabel independen dan satu variabel dependen. Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah tipe variabel menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel ini dinamakan pula dengan variabel diduga sebagai sebab (presumed cause variabel) dan juga sering disebut pula sebagai variabel stimulus, predictor atau antecendent. Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah:

a. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tentang pajak adalah informasi yang diketahui oleh wajib pajak tentang aturan perpajakan sehingga wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Semakin luas pengetahuan seseorang, maka semakin besar kualitasnya. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, media dan keterpaparan informasi.

b. Kualitas Pelayanan Pajak adalah kemampuan dari Ditjen Pajak dalam bentuk pelayanan pajak yang optimal kepada wajib pajak sehingga wajib pajak merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh


(1)

(2)

Jakarta, Februari 2010

Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr/i/Wajib Pajak Di Tempat

Dengan hormat,

Dalam rangka penyelesaian studi saya Nama : Fery Istanto

NIM : 106082002603

Jurusan/Fakultas : Akuntansi/Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya hendak melakukan penelitian dengan judul,“Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, Ketegasan Sanksi Perpajakan Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam

Membayar Pajak”, untuk itu saya mohon bantuan Bapak/Ibu/Sdr/i agar sudi mengisi

angket ini.

Mengingat kualitas dan tingkat kepercayaan penelitian ini adalah sangat tergantung dari hasil jawaban Bapak/Ibu/Sdr/i sehingga saya mengharapkan agar Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menjawab dengan sejujurnya. Atas Perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu/Sdr/i berikan, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Fery Istanto


(3)

A. Karakteristik Responden

Berilah Tanda checklist ( √ )Sesuai Dengan Jawaban Yang Anda Pilih

Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

Usia : <20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun >50 tahun

Tingkat Pendidikan : SMA/Sederajat D3 S1 S2 S3 Lainnya

Status : Belum Menikah Menikah

B. Petunjuk Pengisian

Berilah tanda checklist ( √ ) pada jawaban yang anda pilih di lembar jawaban yang telah disediakan. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan perasaan, pendapat, dan keadaan Bapak/Ibu/Sdr/i yang sebenarnya.

Keterangan Jawaban

Tingkat Penelitian Sangat Setuju (SS)

Setuju (S) Ragu-ragu (R) Tidak setuju (TS)

Sangat tidak setuju (STS)

5 4 3 2 1


(4)

I. Pengetahuan Tentang Pajak

No Uraian SS S R TS STS

1 Sumber penerimaan terbesar negara berasal dari pajak.

2 Sosialisasi perpajakan telah aktif dilakukan oleh pemerintah dalam beberapa tahun belakangan. 3 Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,

mengisi, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri.

4 Pajak yang dibayar oleh masyarakat digunakan untuk membiayai pembangunan nasional.

5 Pajak merupakan iuran wajib yang harus dibayar oleh masyarakat tanpa mendapat imbalan (kontraprestasi) yang dapat dirasakan langsung oleh wajib pajak.

6 Pembayaran pajak merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam usaha pembangunan nasional.

7 Salah satu fungsi pajak adalah sebagai sumber dana bagi negara untuk membiayai pengeluaran rutin negara.

II. Kualitas Pelayanan Pajak

No Uraian SS S R TS STS

1 Letak/lokasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mudah dijangkau dan strategis.

2 Petugas Pajak bersikap ramah dan sopan dalam melayani setiap wajib pajak.

3 Petugas pajak memberikan informasi dan penjelasan dengan jelas serta mudah dimengerti. 4 Fasilitas pelayanan yang terdapat di Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) cukup memadai dan dalam keadaan baik.

5 Pelayanan perpajakan dilakukan dengan waktu yang cepat dan tepat.

6 Petugas pajak memberikan pelayanan secara profesional.

7 Petugas pajak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik kepada wajib pajak.

8 Petugas pajak sangat mengerti tentang peraturan pajak dan ahli dalam bidang tugasnya.

9 Petugas pajak cepat tanggap atas keluhan dan kesulitan yang dialami oleh wajib pajak.


(5)

III. Ketegasan Sanksi Perpajakan

No Uraian SS S R TS STS

1 Wajib pajak yang melanggar peraturan perpajakan akan dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.

2 Wajib pajak yang terlambat membayar pajak penghasilannya akan dikenakan sanksi administrasi sebesar 2%.

3 Sanksi perpajakan tidak hanya ditujukan kepada wajib pajak yang melanggar peraturan tetapi juga kepada pejabat pajak yang lalai dalam melakukan tugasnya.

4 Lemahnya penegasan sanksi perpajakan mengakibatkan ketidakadilan dan kesenjangan dalam masyarakat.

5 Aparat pajak harus konsisten dengan peraturan yang telah ditetapkan.

6 Sosialisasi mengenai sanksi perpajakan bagi wajib pajak sangat diperlukan karena belum semua wajib pajak mengetahui sanksi pajak yang akan diterima apabila wajib pajak melakukan pelanggaran.

IV. Motivasi Wajib Pajak

No Uraian SS S R TS STS

1 Saya melaksanakan kewajiban perpajakan dengan sukarela.

2 Dengan membayar pajak, berarti saya secara tidak langsung ikut serta membantu pemerintah dalam usaha pembangunan nasional.

3 Pemberian penghargaan oleh kantor pajak kepada wajib pajak yang selalu tepat waktu membayar pajak diperlukan untuk meningkatkan motivasi wajib pajak dalam membayar pajaknya.

4 Saya berusaha mendafarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 5 Proporsi tarif pajak dan lapisan penghasilan Kena

Pajak (PKP) harus menganut asas keadilan bagi masyarakat.

6 Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak berfungsi untuk pemerataan dan keadilan bagi masyarakat keseluruhan.

7 Saya berusaha menghitung sendiri jumlah pajak yang menjadi kewajiban saya dengan benar.

8 Saya berusaha untuk membayar pajak yang terutang tepat waktu agar tidak mendapat sanksi administrasi.


(6)

Kuesioner

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


Dokumen yang terkait

Pengaruh Tingkat Pengetahuan Wajib Pajak Tentang Perpajakan dan Penerapan Sanksi Pajak Terhadap Tingkat Motivasi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak (Survei pada WPOP Di Kpp Pratama Majalaya)

0 12 31

Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak Dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Membayar Pajak

0 3 92

Pengaruh Kecerdasan Spiritual, Kinerja Pelayanan Pajak Dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kawajiban Perpajakan

0 3 71

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN KONDISI LINGKUNGAN Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Perpajakan, Sanksi Perpajakan, Dan Kondisi Lingkungan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Oran

0 6 18

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ( Studi Kasus Pada Wajib Paja

0 3 18

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ( Studi Kasus Pada Wajib Pajak yang Terd

0 2 14

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN FISKUS, SANKSI PERPAJAKAN, DAN LINGKUNGAN Pengaruh Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan dan Lingkungan Wajib Pajak terhadap Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Or

0 6 14

Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Kualitas Pelayanan Pajak, dan Sanksi Pajak Terhadap Motivasi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Membayar Pajak (Studi Kasus pada Bank Sinarmas KCP Cimahi Jawa Barat).

3 11 23

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN PAJAK DAN SANKSI PAJAK TERHADAP MOTIVASI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMBAYAR PAJAK (Studi Kasus pada Kantor KPP Ilir Timur Palembang)

1 2 17

ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN PERPAJAKAN, SOSIALISASI, PELAYANAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN TINGKAT PENDIDIKAN WAJIB PAJAK, TERHADAP KESADARAN WAJIB PAJAK MEMBAYAR PBB P2 - STIE Widya Wiwaha Repository

0 0 113