Strategi Bertahan Hidup Lansia di Pondok Lanjut usia Ma’arif Muslimin Kota Padangsidimpuan

BAB I
PENDAHUUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia hidup telah ditakdirkan untuk mempunyai kekuatan, kemampuan, akal
maupun fisik yang selalu bergerak dan berubah sesuai dan seimbang dengan usia yang
dimilikinya. Perubahan usia dan kemampuan tersebut selalu berada pada fase-fase
kehidupan manusia, yaitu fase masa bayi dan balita, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan
selanjutnya sampai pada fase Lansia. Pada fase Lansia ini, biasanya sudah mulai terjadi
perubahan dalam hidup , begitu pula dengan mulai menurunnya kemampuan fisik dan
akal

yang

umum

dimilikinya.

sering

berdaya,


sudah

Oleh

digambarkan
kehilangan

sebab

itu

Lansia

atau

lanjut

usia


secara

sebagai seseorang yang sudah tua,

sudah tidak

tugas

juga

dan

fungsinya,

dan

kadang

sakit-


sakitan.(http://www.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=111. Di akses pada 18
Februari pada jam 08:30)

Proporsi penduduk lanjut usia (Lansia) yang semakin besar membutuhkan
perhatian dan perlakuan khusus dalam pelaksanaan pembangunan. Usia 60 tahun ke atas
merupakan tahap akhir dari proses penuaan yang memiliki dampak terhadap tiga aspek,
yaitu biologis, ekonomi, dan sosial. Secara biologis, Lansia akan mengalami proses
penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan
rentan terhadap serangan penyakit. Secara ekonomi, umumnya Lansia lebih dipandang
sebagai beban daripada sumber daya. Secara sosial, kehidupan Lansia sering

Universitas Sumatera Utara

dipersepsikan secara negatif, atau tidak banyak memberikan manfaat bagi keluarga dan
masyarakat (BPS:2014)

WHO memperkirakan pada tahun 2025 jumlah Lansia diseluruh dunia akan
mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun
2050. Data WHO juga memperkirakan 75% populasi Lansia di dunia pada tahun 2025
berada di negara berkembang seperti Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 2010

menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan jumlah penduduk Lansia
terbanyak di dunia. Pada tahun 2010 jumlah Lansia di Indonesia mencapai 18,1 juta
orang. Sementara itu Data Sensus BPS 2012 menunjukkan Lansia di Indonesia sebesar
7,56% dari total penduduk Indonesia. Menurut data tersebut sebagian besar Lansia di
Indonesia

berjenis

kelamin

perempuan.

(http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/05/29/mereka-Lansia-mereka-berdaya655403.html. Di akses pada tanggal 11 Januari pada jam 16:50).

Pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014. BPS
menyebutkan pada tahun 2014 jumlah Lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa,
setara dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah Lansia
perempuan lebih besar daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta Lansia perempuan
dibandingkan 9,47 juta Lansia laki-laki. Adapun Lansia yang tinggal di perdesaan
sebanyak 10,87 juta jiwa, lebih banyak daripada Lansia yang tinggal di perkotaan

sebanyak 9,37 juta jiwa Sebagian besar Lansia tinggal bersama dengan keluarga
besarnya. Sebanyak 42,32 persen Lansia tinggal bersama tiga generasi dalam satu rumah
tangga, yaitu tinggal bersama anak/menantu dan cucunya, atau bersama anak/menantu

Universitas Sumatera Utara

dan orangtua/mertuanya. Sebanyak 26,80 persen Lansia tinggal bersama keluarga inti,
sementara yang tinggal hanya bersama pasangannya sebesar 17,48 persen. Hal yang
patut mendapat perhatian adalah mereka yang tinggal sendirian dalam satu rumah, atau
rumah tangga tunggal Lansia. Sebanyak 9,66 persen Lansia tinggal sendirian dan harus
memenuhi kebutuhan makan, kesehatan, dan sosialnya secara mandiri. Dari sisi kegiatan
ekonomi Lansia, data Suvei Angkatan Kerja Nasional ( SAKERNAS ) pada tahun 2014
memperlihatkan bahwa sebesar 47,48 persen Lansia masih bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Proporsi Lansia laki-laki yang bekerja (63,81 persen) lebih besar
daripada Lansia perempuan (32,88 persen). Sementara itu, proporsi Lansia bekerja di
perdesaan (54,84 persen) lebih besar daripada perkotaan (38,90 persen). Sebanyak 84,92
persen

Lansia


bekerja

tersebut

berpendidikan

rendah,

yaitu

tidak

pernah

menamatkan pendidikan formal atau hanya memiliki ijazah SD/sederajat (BPS: 2014).

Pada tahun 2014 menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara jumlah
penduduk di Sumatera Utara mencapai 13.766,851 jiwa atau 5,4 persen dari seluruh
jumlah penduduk Indonesia, sedangkan jumlah penduduk lanjut usia atau individu yang
berumur diatas 60 tahun keatas di sumatera utara sebanyak 900,210 jiwa atau 6,5 persen

dari seluruh jumlah penduduk yang ada di Sumatera Utara (BPS Sumut : 2014).

Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014
jumlah penduduk yang berada di Kota Padangsidimpuan menencapai 206.496 jiwa.
sedangkan jumlah penduduk lanjut usia yang berumur 60 tahun keatas yang terdapat di
kota padangsidimpuan mencapai 11.039 jiwa atau 5,3 persen dari jumlah keseluruhan
penduduk Kota Padangsidimpuan.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pada rasio umur jumlah penduduk jumlah penduduk kota
Padangsidimpuan dapat dilihat pada gambar pyramid di bawah ini:

Gambar 1.1
Berdasarkan gambar diatas dapat di simpulkan pembagian jumlah Lansia menurut
interval umur adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1

Jumlah Lansia Berdasarkan Interval Umur
Interval

Lansia laki-laki

Lansia perempuan

Jumlah

60-64

2.010

2.403

4.413

65-69

1.210


1.653

2.863

70-74

798

1.142

1.940

75+

624

1.199

1.823


4.642

6.397

11.039

umur

Jumlah

Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan
Dari data di atas diketahui jumlah penduduk Lansia di kota Padangsidimpuan
mencapai 11.039 orang dengan interval umur 60-64 tahun merupakan presentase data
jumlah Lansia yang paling dominan, dari data di atas menurut Kantor Kesejahteraan
Sosial dan Tenaga Kerja Daerah Kota Padangsidimpuan mengelompokkan banyaknya
Lansia mengalami penyandang masalah kesejahteraan sosial ( PMKS ) menurut
kecamatan dari data BPS adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2
Jumlah Lansia Terlantar Menurut Kecamatan Di Kota Padangsidimpuan
JUMLAH KECAMATAN

JUMLAH LANSIA TERLANTAR

Padangsidimpuan Tenggara

230

Padangsidimpuan Selatan

86

Padangsidimpuan Batunadua

108

Padangsidimpuan Utara

214

Padangsidimpuan Hutaimbaru

116

Padangsidimpuan Angkola Julu

58

Jumlah

812

Sumber : BPS Kota Padangsidimpuan
Dari data diatas jumlah Lansia yang mengalami masalah kesejahteraan sosial di
kota Padangsidimpuan sebanyak 812 jiwa dan kecamatan Padangsidimpuan utara
merupakan kecamatan yang paling banyak jumah Lansia yang mengalami masalah
penyandang kesejahteraan soial , hal ini merupakan gambaran bahwa penduduk yang
masuk dalam fase Lanjut usia dan dalam kategori miskin yang ada di Kota
Padangsidimpuan.
Proses penuaan menjadi seorang Lansia dalam setiap individu berdampak pada
berbagai aspek kehidupan baik sosial, ekonomi dan kesehatan, karena semakin
bertambahnya usia maka fungsi organ tubuh akan semakin menurun. Lansia di usia yang
tidak muda dan telah mengalami perubahan kondisi fisik seharusnya kehidupannya lebih
di perhatikan oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya, Namun demikian, hal tersebut

Universitas Sumatera Utara

kurang di perhatikan sehingga Lansia kurang sejahtera dalam masa tuanya, hal tersebut di
akibatkan adanya stigma yang masih tertanam dalam keluarga bahwa para Lansia sering
di pandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya hal ini dikarenakan bahwa
kehidupan masa tua Lansia seringkali di persepsikan secara negatif.
Keluarga merupakan unit terkecil didalam masyarakat

yang berfungsi

memberikan perlindungan kepada setiap anggotanya, anggota keluarganya pada dasarnya
hidup bersama dalam satu atap. Pada dasarnya keluarga mempunyai fungsi pokok yakni
fungsi yang sulit di rubah dan diganti oleh orang lain, sedangkan fungsi-fungsi lain atau
fungsi-fungsi sosial relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan (khairuddin
48:1997)
Pada masayarakat tradisional yang pada umumnya terdiri dari keluarga-keluarga
luas, memasuki usia lanjut tidak perlu di risaukan. Mereka cukup aman karena anak dan
saudara saudara lainnya masih merupakan jaminan yang paling baik bagi orang tuanya
dengan ikatan yang kuat dan berhubungan secara kekeluargaan dengan tetangga dan
teman-teman mereka. Anak masih merasa berkewajiban dan mempunyai loyalitas
menyantuni orang tua mereka yang sudah tidak dapat mengurusi dirinya sendiri. Nilai
yang masih berlaku memang anak wajib memberikan kasih sayangnya kepada
orangtuanya sebagaimana yang pernah mereka dapatkan pada waktu masa kanak-kanak.
Bahakan mendandapat peranan tersendiri baik dalam keluarga maupun masyarakat. Para
usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai orang yang “dituakan”, bijak dan
berpengalaman,pembuat keputusan ,dan kaya pengetahuan.mereka sering berperan
sebagai model generasi mudah, walaupun sebetulnya banyak di antara mereka tidak
mempunyai pendidikan formal (Ihromi 1999:193).

Universitas Sumatera Utara

Perubahan sosial di masyarakat misalnya adanya kecenderungan perubahan
struktur keluarga dari keluarga luas ke keluarga inti ikut membawa perubahan terhadap
orang Lansia dimana sebelumnya orang Lansia tinggal bersama dalam satu rumah dengan
anggota keluarga lainnya, namun perubahan itu menyebabkan orang Lansia tinggal
terpisah dengan anak-anak mereka. Kondisi ekonomi orang Lansia juga mengalami
perubahan apabila dibandingkan ketika masih muda. Maka orang Lansia hendaknya
mampu beradaptasi dengan keadaan yang baru ini. Penduduk Lansia secara individual
merupakan penduduk yang potensial menjadi beban keluarga dan masyarakat.
(http://budhidharma.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=137.
Di akses pada 19 Februari pada jam 23.30)
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat
individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih
dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran
nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian
dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan
kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang
anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi
sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam
urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia
dengan masyrakat lingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua
dan muda. Dan akan timbul rasa kesepian yang berdampak pada konsekuensi dari
isolasi sosial dimana konsekuensi adalah kurangnya integrasi dalam jaringan sosial.

Universitas Sumatera Utara

Perubahan peran yang disebabkan oleh usia yang sudah semakin menua
menyebabkan Lansia sudah tidak bisa lagi melakukan aktivitas secara maksimal. Oleh
sebab itu Di kota padangsidimpuan sendiri beberapa Lansia berpendapat bahwa lebih
baik tinggal di pondok (panti jomopo) daripada hidup dengan keluarga supaya tidak ada
yang di susahkan, Lansia juga menjadi lebih sedikit berperan dalam suatu keluarga atau
kelompok masyarakat, dimana telah terjadi pergeseran peran yang pada dasarnya Lansia
yang mendapatkan julukan hatobangon atau orang yang di tuakan yang berperan sebagai
contoh dan pemberi nasehat dalam membimbing masyarakat dalam menerepkan nilai dan
norma yang berlaku di masyrakat pada saat ini sudah mulai memudar.
Butler dalam Singarimbun (1996:181 ), orang-orang usia lanjut menjadi
kelompok yang terlantar atau yang paling tidak diperhatikan terhadap permasalahan
mereka perlu sekali ditingkatkan. Ketika seseorang mencapai usia lanjut, dan anak-anak
sudah membentuk keluarga keluarganya sendiri, lepaslah tanggung jawabnya pada
mereka, dan Lansia kembali lebih bebas merdeka seperti pada saat-saat permulaan
perkawinanya, tetapi pada saat kebebasan ini di peroleh Lansia berada dalam kondisi
kemunduran fisik biologi dan pisikologis. Keadaan kondisi yang semakin menurun
membuat harus ada jaminan yang ditujukan kepada Lansia, Menurut Rianto dalam Ihromi
(1999:202), di Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan bagi para lanjut usia,
pemerintah menetapkan kebijakan untuk membantu dan menyantuni para Lansia baik di
dalam panti maupun di luar panti. Pemberian bantuan dan penyantunan di dalam panti di
tujukan kepada para usia lanjut yang kondisi fisik dan ekonominya lemah. Selain itu
bantuan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan panti berupa rahabilitasi fisik.

Universitas Sumatera Utara

Kehidupan di dalam panti dapat dikelompokkan dalam subkelompok usia lanjut
yang mampu membiayai hidupnya sendiri (Lansia kaya) dan subkelompok usia lanjut
yang tidak mampu membiayai hidupnya sendiri. Pembagian ini penting mengingat
masalah yang di hadapi oleh kelompok usia lanjut sangat berkaitan dengan
ketidakmampuan ekonomi mereka. Kelompok usia lanjut dalam subkelompok yang
mampu membiayai hidupnya sendiri di artikan sebagai usia lanjut yang secara relatif
mempunyai kemampuan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan
kemampuan ekonomi yang dimilikinya, ia dapat memilih hidup di rumah sendiri dan
hidup di Panti Jompo atau Panti Werdha. Berbeda dengan kelompok Lansia miskin yang
secara relatif tidak mempunyai kemampuan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan
sandang pangan , tempat tinggal, dan kesehatan. Ihromi (1999:195).
Di kota Padangsidimpuan sendiri terdapat lembaga sosial dimana seorang Lansia
dapat mendapatkan kesejahteraannya, baik berupa bimbingan keagamaan, bimbingan
sosial, bimbingan keterampilan dan jaminan kesehatan. Lembaga ini berupa panti jompo
yang di kelola oleh pihak swasta, yakni pondok lanjut usia ma’arif muslimin yang berdiri
pada tahun 10 Agustus 1970 oleh Bapak Almarhum Haji Imom Daulay yang berlokasi
dijalan

Sutan

Muhammad

Arif

Kelurahan

Batang

Ayumi

Julu

Kecamatan

Padangsidimpuan Utara Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara. Pada pondok
lanjut usia yang dikelola oleh pihak swasta ini tercatat sebagai pondok yang pertama
sekali berdiri di kota Padangsisimpuan, Total Lansia yang berada di dalam pondok
Ma’arif Muslimin sebanyak 43 orang terdiri dari 2 orang laki-laki dan 41 orang
perempuan, para Lansia ini berasal dari kota Padangsidimpuan, Tapanuli selatan,
Padanglawas utara, Padang lawas dan Mandailing natal, persyaratan untuk berpondok

Universitas Sumatera Utara

tidaklah sulit, asal punya niat beribadah dan beragama Islam bisa tinggal di lembaga ini
tanpa dipungut biaya. Lembaga kesejahteraan ini pada awalnya didirikan sebagai tempat
bersuluk, suluk merupakan jalan atau cara mendekati Tuhan untuk memperoleh ma’rifah
(mengetahui/mengenali sesuatu) atau memperdalam agama islam.
Pihak pondok mengatakan alasan para Lansia tinggal di pondok dikarenakan
minimnya pemberian pelayanan/perawatan terhadap Lansia khususnya dari keluarga yang
bersangkutan, karena keluarga Lansia tersebut sibuk dengan pekerjaannya ataupun
keluarga Lansia tersebut acuh tak acuh mengurusnya atau dengan kata lain diterlantarkan
di rumah sendiri, bahkan mungkin tidak ada sama sekali keluarganya dan juga terjadinya
perubahan fungsi dan peran keluarga yang mengakibatkan makin sulitnya keluarga untuk
mampu memberikan pelayanan terbaik bagi pemenuhan kebutuhan lanjut usia, malah
Lansia tersebut disuruh merawat cucunya.
Dalam keadaan ini kehidupan usia lanjut tergantung kepada orang lain. Tidak
terkecuali Lansia yang tinggal di dalam pondok lanjut usia, walaupun sudah berada di
dalam istitusi pemberi kesejahteraan akan tetapi masih banyak kebutuhan yang belum
terpenuhi khususnya dalam jaminan ekonomi, keluarga sebagai pelindung mereka baik
keluarga inti atau pun keluarga luas tidak begitu memperhatikan nasib para Lansia oleh
karena itu banyak para Lansia lebih memilih tinggal di pondok Lansia daripada ikut
dengan keluarga, mereka merasa apabila tinggal di pondok Lansia tidak menyusahkan
orang lain dan para Lansia tidak mengharapkan belas kasih dari keluarga. Dengan kondisi
fisik yang sudah tidak muda lagi Lansia dengan latar belakang miskin yang berada di
dalam pondok Lansia Ma’arif Muslimin harus memenuhi kebutuhan sandang dan
pangannya sendiri, meskipun mereka telah mendapatkan jaminan kesejahteraan dari

Universitas Sumatera Utara

pemerintah tetapi hal tersebut tidak cukup, Pemerintah kota padangsidimpuan melalui
Kantor Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja Daerah memberikan bantuan subsidi
penyandang masalah kesejahteraan sosial ( PMKS ) kepada 15 orang Lansia miskin yang
ada di pondok ma’arif muslimin berupa bentuk materi sebesar Rp 3,500/hari uang
tersebut di pegang oleh pihak pondok untuk di bagi rata kepada 43 total Lansia yang ada
dan di pergunakan untuk keperluan makan Lansia pada setiap hari senin dan hari kamis
saja. Bantuan Kantor Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja Daerah sebesar Rp 3.500/
hari ini tidak sesuai dengan kebutuhan mereka sehari hari, contohnya saja makan, Badan
Pusat Statistik menyebutkan seorang individu harus memuhi makan tiga kali dalam satu
hari atau setara dengan 2.100 kalori per hari, kurang dari 2100 kalori BPS menyebutkan
individu tersebut dalam keadaan terlantar atau miskin, hal ini bertolak belakang karena
kebanyakan para Lansia miskin yang ada di dalam pondok Lansia Ma’arif Muslimin ini
hanya makan satu kali dalam sehari.
Pada dasarnya kehidupan para Lansia miskin di pondok Ma’arif Muslimin masih
disibukkan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka sendiri, hal ini disebabkan
karena Lansia biasanya sudah tidak punya penghasilan lagi dan memang berasal dari
keluarga miskin kecuali Lansia yang pada saat mudanya menjadi Pegawai Negeri sipil,
TNI, dan POLRI sehingga akan dapat upah pensiunan.
Dalam pondok Ma’arif Muslimin ini, para Lansia masih memikirkan masalah
ekonominya dimana pada dasarnya mereka sudah mulai tidak produktif dan penurunan
kondisi fisik dan financial harus melakukan suatu tindakan, para Lansia di pondok milik
swasta ini masih berusaha melakukan tindakan ekonomi yang rasional dimana individu
mempertimbangkan alat yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ada. Peneliti ingin

Universitas Sumatera Utara

melihat apa saja tindakan atau cara Lansia untuk memenuhi kebutuhan sandang dan
pangan. Maka untuk penelitian ini di fokuskan pada strategi bertahan hidup Lansia
miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari.
1.2

Rumusan Masalah
Keberadaan para Lansia di pondok lanjut usia khususnya Lansia miskin belum

sepenuhnya

dapat

dikategorikan

sejahtera.

Keterlibatan

pemerintah

dalam

mensejahterakan para Lansia belum memberikan dampak besar. Oleh sebab itu banyak
Lansia di pondok lanjut usia masih saja ada yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari nya.
Dari uraian dan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah “ Bagaimana strategi bertahan hidup Lansia yang berada di dalam
pondok lanjut usia Ma’arif Muslimin Kota Padangsidimpuan”.
1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian yang di harapkan

dan dapat di poroleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kehidupan Lansia miskin di pondok lanjut usia Ma’arif Muslimin
Kota Padangsidimpuan
2. Untuk

mengetahui strategi bertahan hidup Lansia miskin dipondok lanjut usia

Ma’arif Muslimin Kota Padangsidimpuan

1.4

Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1.4.1

Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi media informasi dan referensi bagi

peneliti lain yang berkaitan dengan penelitian ini khususnya dalam bidang sosiologi
keluarga. Penelitian ini juga di harapkan dapat memberikan manfaat penelitian sebagai
berikut :
a. Menghasilkan karya ilmiah mengenai kehidupan para Lansia miskin dan strategi
bertahannya di pondok lanjut usia sehingga penelitian ini dapat memberi kontribusi
kepada ilmu pengetahuan khususunya dalam mengetahui kajian strategi bertahan
hidup.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam memahami kehidupan
para Lansia miskin yang berada di pondok lanjut usia.

1.4.2

Manfaat Peraktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis

mengenai permasalahan yang di teliti dan kemampuan untuk membuat karya tulis ilmiah.
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah
Kota Padangsidimpuan khususnya untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para Lansia
di pondok lanjut usia.
1.5 Defenisi konsep
Dalam penelitian ilmiah, di samping berfungsi untuk memfokuskan dan
mempermudah penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya di
gunakan penelitian untuk menindak lanjuti sebuah kasus yang di teliti dan menghindari

Universitas Sumatera Utara

terjadinya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam sebuah penelitian ini antara lain
adalah:
1. Strategi bertahan hidup
Strategi adalah upaya bagaimana mencapai sebuah tujuan atau sasaran yang di
tetapkan sesuai dengan keinginan. Dalam hal ini yang di maksud adalah Strategi bertahan
hidup atau strategi survival. Strategi bertahan hidup adalah suatu keberadaan
berkesinambungan dengan batasan waktu yang relatif bagi individu atau kelompok,
obyek, dan tujuan, dan terus dilakukan langkah-langkah tertentu dalam mempertahankan
keberadaannya tersebut. Secara sosiologis konsep strategi survival dapat diartikan
sebagai usaha-usaha menuju kemampuan secara berkesinambungan. Stratetgi bertahan
hidup digunakan oleh Lansia untuk menghadapi berbagai permasalahan mereka yakni
dari segi ekonomi yang kurang memadai di karenakan kurangnya perhatian dari pihak
keluarga dalam memperhatikan kesejahteraan para Lansia dalam hal ini mereka telah di
terlantarkan oleh keluarga, Maka dari itu Lansia di Pondok lanjut usia memilih beberapa
strategi survival agar tetap dapat mempertahankan keberadaannya dengan menggunakan
tiga cara yaitu, dengan strategi Alternatif subsistensi, strategi dahulukan selamat, dan
strategi jaringan
2. Lansia
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (Lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh

Universitas Sumatera Utara

kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan

kepekaan

secara

ndividual.
Diakses

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26951/4/Chapter%20II.pdf
pada tanggal 12 januari pada jam 17:05).

Dalam konsep ini kondisi seseoang individu yang di katakana Lansia adalah
penurunan kondisifisik, biologis dan pisikologis. Pada hakekatnya menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya
yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua . Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik
maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut
memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan
berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
3. Pondok Lansia

Nama lain dari Pondok Lansia yakni Panti Jompo, Panti Jompo menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tempat merawat dan menampung jompo,
Pondok Lansia / Panti jompo merupakan Lembaga sosial baik di bawah naungan
pemerintah atau pun pihak swasta yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan
pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar dalam kehidupan
bermasyaraka. Panti Jompo dalam hal ini merupakan sebagai wadah penampungan,
pengasuhan serta pembinaan.

Tujuan dari lembaga ini merupakan

sebagai unit

pelaksanaan teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lanjut usia, yaitu berupa

Universitas Sumatera Utara

pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian,pemeliharaan
kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta
agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir
dan batin.

4. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar,

ataupun

sulitnya

akses

terhadap

pendidikan

dan

pekerjaan,( http://www.sigana.web.id/index.php/kemiskinan-absolut.html di akses
pada 19 Februari pada jam 01.20)

Kemiskinan yang dikaitkan dengan keadaan lansia adalah Kemiskinan
absolut. Kemiskinan absolute merupakan situasi dimana penduduk atau sebagian
penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang
sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum,. Dalam
penelitian ini Lansia yang berada di Pondok Ma’arif muslimin dikategorikan kedalam
kemiskinan absolute, dimana keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan
kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

5.

Lanjut usia terlantar

Merupakan seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena
faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhanya dan meyebabkan dirinya
terlantar(siks.kemsos.go.id/.../NSPK-PMKS-PSKS-PERMENSOS. Di akses pada 19
februari Pada jam 00.20)

Lansia terlantar identik dengan lansia yang berasal dari keluarga dalam kategori
miskin, dalam hal ini lansia terlantar dikarenakan minimnya memberikan pelayanan dan
perawatan terhadap lansia khususnya dari keluarga yang bersangkutan karena keluarga
lansia tersebut sibuk dengan pekerjaannya ataupun keluarga lansia tersebut acuh tak acuh
mengurusnya atau dengan kata lain terlantar di rumah sendiri

Universitas Sumatera Utara