Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 467k Pid.Sus 2013)

40

BAB II
PERBUATAN YANG DIKATEGORIKAN KE DALAM LINGKUP
RUMAH TANGGA DENGAN CARA PENELANTARAN RUMAH
TANGGA
Tindak pidana penelantaran dalam lingkup keluarga merupakan jenis
tindak pidana yang keempat di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga. 1
Perbuatan materiil yang diatur dalam Pasal 49 huruf a Undang-undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga terkait erat dengan ketentuan Pasal
9 ayat (1) UU PKDRT yang menentukan bahwa “setiap orang dilarang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut”.
Maka setiap orang yang terbukti secara sah menelantarkan rumah tangganya dapat
dijerat dengan ketentuan pidana.
Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT tidak memberikan pengertian secara sistematis
yang dimaksud dengan memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan,
begitu pula dengan kualifikasi yang mengkibatkan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau

di luar rumah sebagai yang termuat didalam Pasal 9 ayat (2). Oleh karena
perbuatan yang dicantumkan didalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) merupakan
perbuatan materiil, maka untuk mengetahui makna dan perbuatan penelantaran

1

Guse Prayudi, Op.Cit, hal. 92.

40
Universitas Sumatera Utara

41

dari ketentuan pasal tersebut telah dilakukan penelitian. Berikut paparan
berdasarkan tabel di bawah ini.
Tabel 2: Perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan penelantaran
rumah tangga
n=100
N
o


Jenis perbuatan

1

Memaksa
korban bekerja
dengan cara
eksploitatif
Melarang
korban bekerja
tetapi
menelantar
kan
Mengambil
tanpa
sepengetahuan
dan tanpa
persetujuan
korban,

merampas dan
atau
memanipulasi
harta benda
korban
Tidak
memberikan
nafkah kepada
keluarga
Tidak
memberikan
kasih sayang
kepada
keluarga
Tidak
memberikan
perawatan
kepada
keluarga
Tidak

memberikan
pendidikan
kepada anak
Jumlah

2

3

4

5

6

7

Pns

Irt


5

Pekerjaan responden
Pegawai Buruh
Lain
swasta
Nya
4
2
3

3

Wira
Swasta
1

Tni/
Polri

1

Jumlah

persentase

19

3%

29

15

9

3

13


8

22

99

18%

5

4

5

1

5

2


7

29

5%

29

15

9

3

13

8

23


100

18%

29

15

9

3

13

8

23

100


18%

29

15

9

3

13

8

23

100

18%


29

15

9

3

13

8

23

100

18%

155

82

51

17

74

44

124

547

Sumber : hasil kuisioner dengan masyarakat Aceh dan Medan

Universitas Sumatera Utara

42

Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 100 (seratus) orang.
Yang terdiri dari masyarakat Aceh dan Medan. Setelah dilakukan penelitian dapat
dilihat bahwa jumlah keseluruhan adalah 547 (lima ratus empat puluh tujuh) dari
100 (seratus) responden. Hal ini disebabkan pemilihan jawaban dalam kategori
perbuatan penelantaran rumah tangga di mana kuisionernya berbentuk terbuka,
responden bisa memilih menjawab lebih dari satu jawaban yang ditawarkan,
sehingga masing-masing responden ada kemungkinan menjawab 2 (dua) sampai 3
(tiga) jawaban, bahkan bisa menjawab 7 (tujuh) jawaban sekaligus. Sehingga hasil
keseluruhan berjumlah 547 (lima ratus empat puluh tujuh).
Cara penghitungan tabel ini mengunakan rumus koefisiensi kontingansi.
Rumus ini digunakan untuk menghitung hubungan antara variabel bila hasil
penelitian yang didapat berbentuk dominal atau ganda. 1 Untuk memudahkan
menghitung hasil penelitian. Maka hasil penelitian disusun berdasarkan tabel yang
modelnya seperti tabel 2 untuk mendapat persentase dari masing-masing
perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan penelantaran rumah tangga, maka
dicari tau lebih dahulu berapa jumlah masing-masing responden yang memilih
perbuatan tersebut dan hasilnya akan dihitung satu persatu-satu berdasarkan jenis
pekerjaan responden. 2
Berdasarkan Tabel 2 diatas, terdapat 7 (tujuh) perbuatan yang ditawarkan
kepada responden sebagai perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan
penelantaran rumah tangga yaitu:
1.

Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran;
1
2

Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 239.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

43

2.

Melarang korban bekerja tapi menelantarkannya;

3.

Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas
dan atau memanipulasi harta benda korban;

4.

Tidak memberikan nafkah kepada keluarga.;

5.

Tidak memberikan kasih sayang kepada keluarga;

6.

Tidak memberikan perawatan kepada keluarga dan;

7.

Tidak memberikan pendidikan kepada anak.
Ketujuh perbuatan tersebut di atas masing-masing mempunyai persentase

tersendiri yaitu memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif 3% dari 19
responden, melarang korban bekerja tetapi menelantarkan dengan jumlah 99
responden dengan persentase 18%, mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa
persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban
sebanyak 5% dari 29 responden, tidak memberikan nafkah kepada keluarga, tidak
memberikan kasih sayang kepada keluarga, tidak memberikan perawatan kepada
keluarga dan tidak memberikan pendidikan kepada anak jumlah 100 responden
dengan masing-masing persentase 18%.
Ketujuh perbuatan tersebut akan disesuaikan dengan maksud dari Pasal
9 ayat (1) dan ayat (2) yaitu “ Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeriharaan kepada orang tersebut dan penelantaran yang menyebab
ketergantungan ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

44

A. Tidak Memberikan Kehidupan Kepada Keluarga
Ketentuan tidak memberikan kehidupan kepada keluarga merupakan salah
satu syarat untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana penelantaran rumah
tangga. Meskipun UU PKDRT tidak memberikan penjelasan secara sistematis
mengenai tidak memberikan kehidupan. Namun berdasarkan hasil kuisioner tidak
memberikan kehidupan diartikan sebagai tidak memberikan nafkah, termasuk di
dalamnya memberikan kebutuhan-kebutuhan anak.
1.

Nafkah
a. Nafkah dan sebab-sebabnya
Kata nafkah berasal dari Infak yang artinya mengeluarkan dan kata ini
tidak digunakan selain untuk hal-hal kebaikan. Bentuk jamak dari kata nafkah
adalah nafaqaat yang secara bahasa artinya sesuatu yang diinfakkan atau
dikeluarkan oleh sesorang untuk keperluan keluarga. Dan sebenarnya nafkah
itu berupa dirham, dinar, atau mata uang yang lainnya. Adapun nafkah
menurut syara’ adalah kecukupan yang diberikan seseorang dalam hal
makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Akan tetapi, umumnya nafkah itu
hanyalah makanan. Termasuk dalam arti makanan adalah roti, lauk, dan
minuman. Sedangkan, dalam hal pakaian ketentuannya bisa dipakai untuk
menutupi aurat, sedangkan tempat tinggal termasuk di dalamnya rumah,
perhiasan, minyak, alat pembersih, perabot rumah tangga, dan lain-lainnya
sesuai adat dan kebiasaan umum. 1

1

Wahbah Az- Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (jilid 10)¸ (Jakarta: Gema Insani, 2011),

hal. 94.

Universitas Sumatera Utara

45

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia maksud memberikan kehidupan
adalah memberikan nafkah kepada anggota keluarga, yang dimaksud dengan
nafkah adalah belanja untuk hidup, uang pendapatan, selain itu juga berarti bekal
hidup sehari-hari. Dalam hal ini nafkah adalah nafkah dalam suatu perkawinan,
yaitu uang yang diberikan oleh suami untuk belanja hidup keluarganya. 1
Pengertian nafkah juga dapat merujuk pada ketentuan Pasal 80 ayat (2) dan
ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyatakan bahwa suami wajib
melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya sesuai dengan penghasilannya, suami
menanggung: 2
1.

Nafkah, kiswah dan tempat kediaman istri;

2.

Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak;

3.

Biaya pendidikan bagi anak.
Pengaturan Nafkah dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan Pasal 34 ayat (1) disebutkan bahwa suami wajib melindungi istrinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya. Dalam undang-undang perkawinan tidak menetapkan besarnya
nafkah yang harus diberikan hanya dikatakan sesuai dengan kemampuan suami.
Pengaturan mengenai nafkah juga dapat dilihat dalam undang-undang hukum
perdata (KUHPer) Pasal 107 ayat (2) KUHPer, yang mengatakan bahwa suami
wajib untuk melindungi istrinya dan memberikan kepada isterinya segala apa
yang perlu dan patut sesuai dengan kedudukan dan kemampuan suami.
1

http://hukumonline.com, diakses tanggal 24 Februari 2015.
Lihat: Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam Bab XIII tentang hak dan kewajiban
suami Isteri bagian ketiga.
2

Universitas Sumatera Utara

46

Ada dua macam nafkah yaitu: 1
1. Nafkah yang wajib dikeluarkan oleh seseorang untuk dirinya sendiri jika
memang mampu. Nafkah ini harus didahulukan daripada nafkah untuk
orang lain.
2. Nafkah yang wajib atas diri seseorang untuk orang lain. Sebab jadikan
nafkah ini wajib ada tiga, yaitu sebab nikah, hubungan kekerabatan, hak
kepemilikan.
b. Pokok kecukupan Nafkah Bagi Kerabat dan Istri
Para ulama sepakat bahwa nafkah untuk kerabat dan istri itu wajib hanya
sekedar memenuhi kecukupan roti, lauk, pakaian, dan tempat tinggal sesuai
dengan keadaan orang yang memberi nafkah dan sesuai kebiasaan yang sudah
berlaku di negara tempat tinggalnya. Rasulullah SAW, berkata kepada Hindun
“Ambillah harta suamimu dengan cara baik sekadar untuk mencukupi
kebutuhanmu dan anak-anakmu” batasan banyak sedikitnya nafkah untuk istri
dan anak adalah sesuai kebutuhan. Jika istri atau kerabat membutuhkan
pembantu maka orang yang memberinya nafkah

harus mengusahakan

pembantu karena itu termasuk bagian dari kebutuhan. 2
Ahli fikir telah menetapkan nafkah yang terdiri dari: 3
a.
b.
c.
d.
e.
c.

Makanan, kesehatan
Pakaian
Tempat tinggal (rumah)
Pendidikan
Keadilan.

Syarat-syarat wajibnya nafkah.
Wajibnya nafkah untuk kerabat dekat harus dengan tiga syarat. 4

1

Wahbah Az-Zuhaili, Loc.Cit, hal. 94.
Ibid, hal. 98.
3
H.M.Hasballah Thaib, dan Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, ( Medan: Pustaka
Bangsa Press, 2004), hal. 234.
4
Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hal. 98.
2

Universitas Sumatera Utara

47

Pertama, kerabat dekatnya itu miskin, tidak punya harta, dan tidak punya
kekuatan untuk bekerja, disebabkan karena masih kecil, sudah lanjut usia, idiot,
atau sakit menahun, kecuali kedua orang tua yang tetap wajib nafkah meskipun
keduanya sehat dan mampu bekerja. Jika kerabat itu hidpnya kecukupan mana
tidak perlu dinafkahi. Akan tetapi, pendapat yang rajih

madzhab Maliki

menyebutkan bahwa menafkahi kedua orang dua atas anak hukumnya tidak wajib
jika keduanya masih mampu bekerja.
Kedua, orang yang berkewajiban memberi nafkah itu berkecukupan dan
mempunyai kelebihan harta. Orang seperti ini wajib memberi nafkah kepada
kerabat dekatnya yang miskin, terkecuali bagi ayah. Nafkah anak kepadanya tetap
wajib meskipun ia sendiri masih kesulitan, demikian juga suami. Nafkah istrinya
wajib ia tanggung meski ia dalam kesulitan.
Ketiga, orang yang memberi nafkah masih terhitung kerabat mahram dari
orang yang diberi nafkah dan berhak mendapatkan warisan menurut madzhab
Hanafi. Adapun menurut madzhab Hanabillah, syaratnya hanya satu, yaitu orang
yang memberi nafkah itu termasuk ahli waris, Dalilnya adalah Al-Quran surat alBaqarah:233.
Menurut Malikiyyah, orang tersebut haruskah seorang ayah atau anak,
sedangkan menurut Syafi’iyyah syaratnya orang tersebut termasuk ushul ataupun
furu’ sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan yang telah lewat. Seorang ayah
tetap harus memberi nafkah kepada anaknya selama ia masih dalam tahap belajar
meskipun sudah balig. 1

1

Ibid, hal. 99.

Universitas Sumatera Utara

48

d. Batasan lapang dan sempit.
Orang yang ekonominya lapang wajib memberi nafkah kepada kerabat
dekatnya. Ulamanya Hanafiyyah dalam pendapat arjah yang difatwakan
menjelaskan bahwa yang dimaksud ekonomi lapang adalah yasaarul fithrah.
Artinya seseorang memiliki harta yang wajib dikeluarkan zakatnya meski harta itu
tidak berkembang namun hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok. Nishab zakat
harta adalah dua puluh mitsqal atau satu dinar dari uang emas atau dua ratus
dirham dari uang perak. Siapa saja yang hartanya sudah wajib dikeluarkan
zakatnya maka ia wajib memberi nafkah kepada kerabatnya, dengan syarat harta
itu termasuk harta lebih dari nafkahnya dan nafkah kebtuhan keluarga.
e.

Mampu dan tidak mampu bekerja
Para ulama sepakat akan wajibnya memberi nafkah kepada kerabat yang

fakir, tidak mampu bekerja. Yang dimaksud tidak mampu bekerja adalah tidak
mampu mengusahakan atau menghasilkan kebutuhan seharinya dengan cara yang
masyru’ dan layak. Keadaan orang tersebut bisa jadi salah satu dari beberapa
contoh dibawah ini.
Orang tersebut wanita, sedang sakit tahunan, anak kecil, idiot, gila, buta,
lumpuh, atau orang yang tidak mendapat pekerjaan karena banyaknya saingannya.
Seseorang yang masih mampu untuk bekerja maka ia tidak berhak
menerima nafkah dari kerabat dekatnya yang kaya karena dengan mampu bekerja
maka ia juga termasuk kaya. Akan tetapi, dalam hal ini kedua orang tua
dikecualikan. Menurut Hanafiyyah dan Syafi’iyyah, kedua orang tua tetap harus
diberi nafkah oleh anak meskipun mereka masih mampu bekerja. Karena furu’

Universitas Sumatera Utara

49

diperintahkan agama untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, dan termasuk
tidak berbuat baik jika ia membebani orang tua untuk tetap bekerja padahal
mereka yang rajih dalam madzhab Malikiyyah dan Hanabilah, seseorang anak
tidak wajib memberikan nafkah kepada orang tuanya jika keduanya masih mampu
bekerja.
f. Kemandirian seorang ayah atas nafkah anak-anaknya.
Tidak ada seorang pun yang ikut membantu ayah dalam memberi nafkah
kepada anak-anaknya, tetapi juga nafkah suami terhadap istrinya karena mereka
telah menjadi bagian yang tidak terpisahkann sehingga menjaga diri sendiri. Allah
SWT berfirman yang artinya,
“dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun, bagi yang
ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah
dan pakaian mereka dengan cara yang patut”(al-Baqarah:233).
g. Kemandirian anak atas nafkah orang tuanya
Seorang anak tidak dibantu oleh orang lain dalam memberikan nafkah
kepada kedua orang tuanya, karena hanya dialah yang paling dekat dengan
mereka. Jika orang tua mempunyai beberapa anak yang ekonominya mapan maka
nafkah untuk orang tua ditanggung mereka sesuai kadar kekayaan masing-masing.
Ini menurut pendapat yang rajih

dalam madzhab Malikiyyah. Pendapat lain

mengatakan , “kewajiban nafkah itu dibagikan kepada anak, dan bagian lelaki
sama dengan perempuan.” Akan tetapi, ada pendapat lain yang mengatakan
bahwa pembagian kewajiban nafkah dibagikan kepada anak sesuai aturan warisan,
yaitu seorang lelaki berbanding dua orang perempuan. 1

1

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

50

h. Nafkah istri
Nafkah istri adalah nafkah yang wajib diterima oleh istri dari suaminya
karena sebab akad nikah. Pembahasan ini akan memuat empat point penting yaitu:
Pertama, macam, wajibnya nafkah, orang yang berkewajiban, dan sebab-sebab
wajib nafkah. Kedua, syarat wajib nafkah. Ketiga, cara mengatur jumlah nafkah
dan macam-macamnya serta hukum mahkamah dalam hal itu. Keempat, hukumhukum nafkah (bagi orang yang menolak memberi nafkah, ekonomi suami dengan
sulit, nafkah istri yang tidak ada)
1. Macam, wajibnya nafkah, orang yang berkewajiban, dan sebab-sebab
wajibnya nafkah.
Nafkah merupakan sesuatu yang diinfakkan oleh seseorang untuk
keluarganya, menurut syara’ nafkah terdiri dari makanan, pakaian, dan tempat
tinggal. Adalah makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Namun, umumnya fuqaha
hanya membatasi dalam makanan saja. Karena itu, mereka kemudian
menambahkan pakaian dan tempat tinggal. 1
Hukum wajibnya nafkah: para fuqaha sepakat akan wajibnya nafkah untuk
istri baik Muslimah maupun kafir jika memang di nikah dengan akad yang sah.
Akan tetapi, jika ternyata pernikahannya fasid atau batal maka suami berhak
meminta nafkah yang telah di ambil oleh istrinya. Wajibnya memberi nafkah
kepada istri ini dijelaskan oleh Al-qur’an. Sunnah. Ijma, dan akal.
Kewajiban memberikan nafkah kepada istri: fuqaha sepakat bahwa nafkah
istri itu wajib hukumnya atas suami yang merdeka dan hadhir atau ada. Jika
seorang wanita sudah menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki dengan cara
1

Ibid, hal.110.

Universitas Sumatera Utara

51

pernikahan yang sah maka ia berhak mendapatkan nafkah dan segala
kebutuhannya dari suami, baik makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal.
Sebab wajibnya nafkah: ulama mempunyai dua pendapat dalam hal ini.
Ulama hanafiyyah berpendapat sebab wajibnya nafkah atas suami adalah karena
suami adalah karena suami berhak menahan istrinya untuk tidak keluar rumah
atau pun bekerja setelah akad nikah yang sah. Artinya, jika akad nikahnya itu
batal maka nafkah menjadi tidak wajib, karena tidak ada sebab yang
mewajibkannya, yaitu hak menahan istri setelah akad nikah, dan hak itu tidak
berlaku jika akad nikahnya fasid atau batal.
2.

Cara mengatur jumlah nafkah
Nafkah untuk istri meliputi beberapa hal berikut ini.
a. Makanan, minuman, dan lauk.
b. Pakaian.
c. Tempat tinggal.
Undang-undang Negara Syria pasal 71 menegaskan bahwa ragam dan kirakira nafkah diambil dari wajibnya nafkah berobat dan pengobatan:
a.

Nafkah untuk istri meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, pengobatan
secara umum, dan pembantu bagi istri.

b.

Seorang suami diwajibkan dengan paksa untuk memberikan nafkah kepada
istrinya jika ia menolak memberi nafkah.

a) Makanan dan sejenisnya
Para ulama menetapkan bahwa nafkah yang wajib untuk istri adalah
makanan dan pelengkapnya seperti minuman, lauk, air, cuka, minyak, kayu

Universitas Sumatera Utara

52

bakar, dan sejenisnya. Tetapi. Buah tidak termasuk dalam hitungan nafkah
wajib.
1) Cara mengira-ngira nafkah makanan
Mayoritas ulama selain Syafi’iyyah berpendapat bahwa nafkah berupa
makanan di kira-kirakan dengan kadar kecukupannya. Artinya, makanan yang
dapat mencukupi istri sebagai nafkah kerabat karena Rasulullah saw. Bersabda
kepada Hindun, “Ambilah harta suamimu yang engkau anggap cukup untuk
mu dan untuk anakmu”. Hadist ini tidak menjelaskan jumlah atau bilangan,
hanya membatasi dengan ketentuan cukup. Artinya, sesuai kebutuhan istri dan
anak. Allah berfirman SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya,
“ dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selam dua tahun penuh,
bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut...” (alBaqarah:233)
Mewajibkan kadar atau jumlah nafkah dibawah standar cukup adalah sikap
yang tidak baik, karena dalil-dalil di atas mengharuskan standar nafkah itu
harus cukup. Tidak sah hukumnya megira-ngirakan nafkah makanan dengan
denda kafarat, karena kafarat itu semua rata tidak pandang miskin dan kaya.
Pemasukan kafarat ke dalam jenis nafkah itu hanya dalam jenisnya saja, bukan
dalam ukuranya.
Jika suami sendiri yang langsung menangani nafkah istri maka ia tidak
boleh meminta jumlah tertentu untuk ia gunakan sendiri. Dan jika suami
memberikan nafkah di bawah standar cukup maka ia boleh mengadukannya ke
pengadilan

untuk

mencukupi

kebutuhannya.

Ukuran

wajib

nafkah

dikembalikan kepada suami jika tidak ada kesepakatan antara suami istri.

Universitas Sumatera Utara

53

Wajib hukumnya menyerahkan makanan kepada istri baik secara harian
maupun bulanan. Akan tetapi, Hanafiyyah dan Malikiyyah membolehkan uang
kepada istri sebagai ganti makanan agar ia sendiri yang membelanjakannya.
Pendapat inilah yang sekarang berlaku dalam hukum pengadilan, karena dinilai
lebih mudah dan tepat. Ulama hanabilah berpendapat bahwa seorang hakim
tidak berhak menentukan selain wajibnya makanan pokok yang sering
digunakan dalam daerah tersebut, seperti dirham misalnya, kecuali dengan
kesepakatan dari pihak suami istri.
Kadar nafkah makanan disesuaikan dengan kebiasaan dan adat yang
berlaku dimasing-masing daerah. Atau, bisa juga berdasarkan perbedaan
tempat, waktu, dan keadaan.
Jika seorang hakim telah menentukan jumlah nafkah kemudian ekonomi
sang suami berubah maka ketentuan itu juga diubah sesuai dengaan perubahan
ekonomi. Artinya, jika ekonomi membaik maka nafkahnya bertambah, dan jika
ekonomi melemah maka nafkahnya berkurang.
2) Masa pemberian nafkah makan
Pemberian

nafkah

makan

menurut

Malikiyyah

dan

Hanafiyyah

disesuaikan dengan keadaan ekonomi suami, baik harian, mingguan, bulanan,
maupun tahunan. Pekerjaan kasar mungkin nafkahnya diberikan harian atau
mingguan. Pegawai mungkin lebih mudah mengunakan hitungan bulanan,
sedangkan orang-orang kaya mungkin mampu mengunakan hitungan tahunan.
Untuk nafkah yang diberikan harian maka diberikannya pada sore hari untuk
nafkah besok. Atau pada akhir minggu bagi yang nafkahnya diberikan

Universitas Sumatera Utara

54

mingguan, atau pada awal atau akhir bulan sesuai dengan gaji yang diterima.
Bisa juga tiap tahun bagi orang orang.
b) Pakaian
Para ulama sepakat bahwa suami berkewajiban memberikan pakaian untuk
istrinya sebagai bagian dari nafkah wajib karena Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an yang artinya,
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,
bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.
Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupanya...”(al-Baqarah:233)
Standar pakaian telah ditentukan oleh para ulama hingga ulama
Syafi’iyyah sesuai dengan keadaan ekonom suami. Ketentuannya bukan
dengan syara’, namun dengan ijtihad hakim sesuai dengan kecukupan keluarga.
Jika keluarganya kaya maka pakaiannya dari bahan yang halus dan bagus,
sedangkan bagi keluarga miskin maka kainnya yang kasar.
Batas minimal nafkah wajib adalah qamish, yaitu sepotong pakaian yang
dapat menutup seluruh badan. Lantas celana, yaitu kain yang menutupi bagian
bawah anggota badan dan menutup aurat. Kemudian kerudung, yaitu kain yang
menutup kepala. Kemudian sandal atau sepatu, atau sejenisnya.
c)

Tempat Tinggal
Seorang istri berhak mendapatkan tempat tinggal yang layak, baik dengan

membeli ataupun menyewa karena Allah SWT bersabda,
“Tempatlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka.... ”(ath-Thalaaq:6)

Universitas Sumatera Utara

55

Menyediakan tempat tinggal yang layak termasuk bagian dari berbuat baik
terhadap istri. Selain itu, tempat tinggal sangat penting karena digunakan
sebagai tempat menyimpan harta dan berlindung dari pandangan mata orang
lain. Karena itu, dalam hal tempat tinggal harus memenuhi kriteria berikut:
1. Tempat tinggal itu sesuai dengan ekonomi suami karena Allah berfirman
“...menurut kemampuanmu...”(ath-Thalaaq:6).
2. Tempat tinggal harus milik sendiri, tidak ada keluarga suami yang ikut
menempatinya, kecuali atas permintaan istrinya. Syarat ini menurut
Hanafiyyah karena tempat tinggal termasuk kebutuhan istri sehingga
hukumnya wajib sebagai nafkah, dan Allah sendiri telah mewajibkan
tempat tingga beriringan dengan nafkah. Nafkah tempat tinggal menjadi
hak istri, jadi suami tidak berhak menempatkan orang lain selain istrinya
karena bisa menyebabkan isti tidak merasa tentram. Selain itu, rumah yang
dihuni lebih dari satu keluarga dapat menganggu hubungan intim suami
istri, dan juga khawatir akan keamanan harta yang mereka miliki.
3. Hukum-hukum nafkah istri
Banyak sekali hukum-hukum yang berkaitan dengan nafkah istri,
namun yang terpenting adalah hukum-hukum berikut ini.
1) Hukum menolak memberikan nafkah
a. Jika suami yang menolak memberi nafkah pada istrinya itu kaya
dan punya benda berharga yang layak jual maka hakim berhak
menjualnya dengan paksa untuk kemudian hasilnya diberikan
kepada istri sebagai nafkah. Akan tetapi, jika tidak ada benda yang
berharga yang bisa dijual, namun suami itu kaya maka hakim
berhak menahan atau memenjarakan suami berdasarkan gugatan
istri, karena Rasulullah saw. Bersabda,

Universitas Sumatera Utara

56

“Membiarkan hukum yang harusnya dilaksanakan terhadap orang
kaya (mampu) adalah suatu kezhaliman. Dan yang berhak boleh
meminta orang tersebut untuk diadili atau dipenjara”.
Orang kaya tersebut tetap mendekam dalam penjara selama ia
belum membayar nafkah yang menjadi kewajibannya. Akan tetapi jika
hal tersebut memang tidak mampu membayar maka hakim boleh
memberikan keringanan sebagaimana firman Allah SWT dalam AlQur’an yang artinya,
“dan jika (orang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika
kami menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” (Al- Baqarah: 280)
b.

Adapun jika suami termasuk orang miskin maka ia tidak dipenjara
meskipun tidak memberi nafkah wajib pada istri karena ia tidak
dianggap berbuat zhalim, dan lagi tidak ada manfaatnya menahan
orang itu.

2) Jika suami kesulitan memberi nafkah
Ada beberapa ulama yang berkiatan dengan hal di atas. Mayoritas
ulama selain Malikiyyah berpendapat nafkah wajib atas suami tidak gugur
meskipun ekonominya sedang sulit. Nafkah itu menjadi tanggungannya
utangnya yang harus dibayar jika sudah mampu. Adapun menurut
Syafi’iyyah dan Hanabilah, jika suami tidak mampu memberi nafkah maka
istri berhak untuk meminta cerai. Tetapi, istri tidak boleh meminta cerai jika
suami masih mampu memberi nafkah di atas yang standar nafkah orang
miskin karena penambahan nafkah gugur dengan keadaannya yang miskin.

Universitas Sumatera Utara

57

Dalil bolehnya meminta cerai adalah sebuah hadist riwayat Abu Hurairah
r.a., bahwa nabi saw. Pernah bersabda ketika ada seseorang suami yang
tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya, “ pisahkan keduanya”. Dan
juga, hadists riwayat Abu Hurairah dalam Sunan an-Nasa’i, “Mulailah
memberikan nafkah kepada orang yang ada dalam tanggung jawabmu.”
Salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang ada
dalam tanggungannya saya?” beliau menjawab, “ Istrimu berkata, “berilah
akan makan, jika tidak maka ceraikanlah aku”. Suami yang tidak
mampu memberikan nafkah kepada istrinya maka penentuannya hukum
cerai bagi suami yang lemah syahwat dan kebiri. Bahkan, dalam hal nafkah
lebih layak karena lebih dibutuhkan. Jika seorang istri boleh meminta cerai
karena suaminya tidak mampu menafkahi kebutuhan biologis-nya atau tidak
mampu melakukan hubungan intim padahal mudharatnya lebih kecil maka
meminta cerai karena suami tidak mapu memenuhi kebutuhan makan lebih
aula karena mudharatnya lebih besar.
2. Memberikan Kebutuhan Anak
Anak adalah amanah dan karunia dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam diri anak melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Disamping itu anak sebagai tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita
perjuangan bangsa memiliki peran strategis dalam upaya menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu
memikul tanggung jawab maka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial

Universitas Sumatera Utara

58

dan berakhlak mulia. Untuk itu perlu dilakukan upaya perlindungan untuk
mewujudkan

kesejahteraan

anak

dengan

memberikan

jaminan

terhadap

pemenuhan hak-haknya guna mendapat perlindungan dari kekerasan dan
eksploitasi berdasarkan prinsip-prinsip non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi
anak, hak hidup dan kelangsungan hidup, dan penghargaan terhadap pendapat
anak. 1
Lingkungan keluarga merupakan basis awal kehidupan bagi setiap insan
dan menjadi tempat pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh hak
mempertahankan kelangsungan hidup (survival), hak untuk tumbuh kembang
secara wajar (deverlopmental), hak untuk mendapatkan perlindungan (protection),
dan hak untuk ikut berpartisipasi membangun masa depannya (participation). 2
Setiap anak harus memdapatkan hak-haknya, selain hak tersebut setiap
anak harus diberikan segala kebutuhan. Memberikan kebutuhan anak adalah
kewajiban setiap orang tua, apabila kebutuhan anak tidak terpenuhi maka akan
terjadi penelantaran anak, Penelantaran anak merupakan penyiksaan secara pasif,
yaitu segala keadaan perhatian yang tidak memadai, baik fisik, emosi maupun
social. Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung jawab
gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan,
termasuk fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau
kebersihan), emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih

1

http://www.kpai.go.id/artikel/potret kesenjangan perlindungan anak. diakses tanggal 16

Mei 2015.
2

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

59

sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah) , atau medis
(kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter). 1
Apabila tidak terpenuhinya kebutuhan anak akan kasih sayang dan kelembutan
karena diabaikan, dikerasi, dan banyak diancam serta dihukum akan menyebabkan
timbulnya goncangan terhadap rasa aman, dan ini akan menyebabkan pengaruh
negatif terhadap perkembangan fisiknya, intelegensinya dan emosinya. 2 Orang tua
berkewajiban memenuhi segala kebutuhan anak agar tidak terjadinya penelantaran
terhadap anak.
Pusat perhatian orang tua haruslah kepada 2 aspek yaitu bagaimana
membentuk aspek fisik dan psikologi sosial anaknya. Kedua aspek ini harus
berjalan beriringan. Dalam upaya mencapainya yang harus dilakukan adalah
memperhatikan proses yang dilakukan agar si kecil tumbuh dan berkembang
secara optimal. 3 Kebutuhan anak pada umunya membutuhkan:
1) Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan untuk makan, minum, dan nutrisi. 4
Seorang anak samasekali tidak boleh tidak diberikan makanan atau dihukum
dengan tidak diberi makan atau disuruh untuk berpuasa. Karena, nutrisi
memainkan peran yang penting dalam perkembangan anak dan dalam membekali
tubuhnya dengan kemampuan yang dibutuhkan olehnya. 5

1

http://rotsania.blogspot.com/2012/11/penelantaran-anak. diakses tanggal 17 Mei 2015.
Muhammad Sa’id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah (suatu terobosan Baru Dunia
Pendidikan Modern), (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 1998), hal.17.
3
http://family.fimela.com. Kebutuhan dasar anak yang harus terpenuhi agar anak tumbuh
dengan optimal, diakses tanggal 10 Mei 2015.
4
http://www.tabloid-nakita.com, diakses tanggal 10 Mei 2015.
5
Muhammad Sa’id Mursi, Loc. Cit.
2

Universitas Sumatera Utara

60

Kebutuhan jasmani juga meliputi pakaian 1 dan tempat tinggal yang sesuai. 2
Kebutuhan jasmaniah di atas harus dipenuhi dengan baik agar anak bahagia.
2) Cinta dan kebutuhan kasih sayang
Seorang anak butuh merasakan bahwa orang-orang lain mencintainya dan
senang kepadanya, terutama kedua orangtua dan para gurunya. Mereka harus
menunjukan hal itu kepadanya dengan bersikap lemah lembut kepadanya,
walaupun ketika ia melakukan kesalahan. Kebutuhan kasih sayang berkaitan erat
dengan kebutuhan anak untuk diperhatikan, diterima, dan diakui. Oleh karenanya,
limpahkan perhatian yang tulus kepada anak. 3
3) Penghargaan
Orangtua harus berusaha agar anak merasa menjadi orang yang menyenangkan
dan membanggakan ayah, ibu, keluarganya, gurunya, dan orang-orang lain. Anak
juga harus diperlakukan sebagai pribadi yang bernilai dan merasa bahwa usahanya
dan keberadaanya penting bagi orang lain. Untuk membuat anak merasa
dipentingkan kita dapat menyuruhnya melakukan pelayanan-pelayanan yang

1

Kebutuhan pokok anak adalah pakaian. Pakaian tentu tidak asal pakai, karena anak
butuh memakai pakaian yang sesuai dengan iklim yang sedang dialami. Pada musim panas,
pakaian anak haruslah yang ringan/tipis sehingga dapat memantul panas matahari; sedangkan pada
musim dingin, pakaian yang dipakai anak harus yang berta/tebal sehingga dapat memberikan
kehangatan, misalnya pakaian dari bahan wool, Lihat: Muhammad Sa’id Mursi, Melahirkan Anak
Masya Allah (suatu terobosan Baru Dunia Pendidikan Modern), (Jakarta: Cendekia Sentra
Muslim, 1998). hal. 18
2
Tempat tinggal yang baik adalah yang memiliki udara yang bersih, dapat memasuki sinar
matahari, dan suasananya tenang. Anak-anak yang tinggal di pedesaan dan daerah pantai, lebih
cepat pertumbuhannya dibandingkan anak-anak yang tinggal di kota-kota yang berpenduduk
padat. Dari sebuah studi Komparatif, tampak bahwa presentase orang-orang yang terkena
gangguan sistem pernafasan di daerah-daerah yang kotor karena asap pabrik dan sebagainya 46%
lebih tinggi dibandingkan orang-orang yang tinggal di daerah-daerah yang bersih. Ibid.
3
http://www.tabloid-nakita.com, diakses tanggal 10 Mei 2015. Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara

61

sederhana kepada orang-orang di sekitarnya serta mengajaknya ikut mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan dirumah sebatas kemampuannya. 1
4) Keberhasilan
Anak butuh mendapatkan keberhasilan. Suatu keberhasilan akan membawa
kepada keberhasilan yang lebih besar lagi dan ia akan mengetahui bahwa setiap
kesungguhannya yang ia kerahkan akan membawa kepada keberhasilan. Maka ia
pun menjadi senang untuk mengerahkan kemampuan, dimana hal

itu akan

membuatnya merasa percaya diri dan merasa aman sehingga akan mendorongnya
untuk terus berusaha memperbaiki perilakunya dan mendapatkan berbagai
pengetahuan. 2
5) Kebebasan
Seorang anak butuh untuk bebas bergerak, berjalan, berlari, berbicara,bermain
dengan segala fenomenanya bersama dirinya, bersama anak-anak lainnya. Karena
itu, jangan sampai kekhawatiran terhadap anak mencegah seseorang untuk
membiarkan anaknya dengan kebebasannya tanpa dibatasi dengan arahan yang
terlalu ketat atau selalu ditolong sekalipun usianya telah meningkat. Apabila
seorang anak dijaga secara berlebihan maka hal itu akan menghilangkan
aktivitasnya karena takut terkena sesuatu yang tidak disukai atau terkena infeksi. 3
Kebutuhan anak yang telah disebutkan di atas juga dijelaskan KPAI bahwa
setiap anak membutuhkan stimulasi mental (asah) yang menjadi cikal bakal dalam
proses belajar (pendidikan dan pelatihan), perkembangan psikososial, kecerdasan,
keterampilan, kemandirian, kreativitas, moral, kepribadian dan produktivitas.
1

Muhammad Sa’id Mursi Op.Cit. hal.24.
Ibid.
3
Ibid.hal. 26.

2

Universitas Sumatera Utara

62

Kebutuhan akan kasih sayang (asih) dari orang tua akan menciptakan ikatan yang
erat (bounding) dan kepercayaan dasar (basic trust) antara anak dan orang tua.
Kebutuhan fisik biomedis (asuh) meliputi pangan, gizi dan pemenuhan kebutuhan
dasar anak. 1
Berdasarkan paparan yang telah diuraikan diatas dapat diketahui bahwa
kewajiban memberikan kehidupan kepada keluarga lebih ditujukan

kepada

kewajiban seorang suami kepada istri dan anaknya untuk memberikan kehidupan
kepada keluarganya, yang dikatakan sebagai kewajiban memberikan kehidupan
adalah memberikan nafkah kepada keluarga, dimana nafkah untuk keluarga
mencakupi makanan, minuman, lauk pauk, pakaian, tempat tinggal, termasuk di
dalamnya memberikan segala kebutuhan anak. sehingga apabila kewajiban
memberikan kehidupan ini tidak terpenuhi maka menurut Pasal 9 ayat (1)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga dapat

dikatakan sebagai penelantaran rumah tangga dalam

kategori tidak memberikan kehidupan kepada keluarga.
B.

Tidak Memberikan Perawatan atau Pemeliharaan Kepada Keluarga.
Sasaran utama dalam memberikan perawatan adalah keluarga. Menurut

Tinkham dan Voorhies keluarga menyediakan sumber-sumber yang penting untuk
memberikan pelayanan perawatan bagi dirinya dan orang lain dalam keluarga.
Mengacu pada keluarga sebagai komunitas dengan fokus utamanya pada
kebutuhan keluarga dan resolusinya.

1

http://www. kpai.go.id, Op.Cit.

Universitas Sumatera Utara

63

Keluarga sebagai satu unit, disfungsi apa saja (penyakit, cedera,
perpisahan) akan mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga dalam hal
tertentu. Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat serta
bersifat mandiri, dan masalah seorang individu dapat mempengaruhi anggota
keluarga yang lain serta seluruh sistem.
Memberikan perawatan kepada keluarga juga diartikan memberikan kasih
sayang kepada keluarga, kasih sayang dapat dilambangkan pada hubungan
biologis dan lain sebagainya, sebagaimana di dalam surat Al Baqarah ayat 228
Allah berfirman:
“ Para isteri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang makruf akan tetapi para suami mempunyai satu derajat kelebihan
atas mereka (isteri)”.
Derajat itu adalah ke lapangan dada suami terhadap istrinya untuk
meringankan sebagaian kewajiban istrinya. 1 Ayat diatas memerintahkan kepada
suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik dan sabar agar si suami
memperoleh satu derajat atas istri.
Salah satu ayat yang sering digunakan ulama yang berkaitan dengan hak
wanita ialah firman Allah yang artinya adalah:
“ Dan orang yang beriman laki-laki dan perempuan sebagaian mereka
adalah Auliya bagi sebahagian yang lain, mereka menyuruh untuk
mengerjakan yang makruf, mencegah yang mungkar mendirikan sholat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya mereka
itu akan diberikan rahmat oleh Allah sesungguhnya Allah maha perkasa
dan maha bijaksana”

1

H.M.Hasballah Thaib, dan Iman Jauhari, Op.Cit, hal. 235.

Universitas Sumatera Utara

64

Ayat diatas secara umum menggambarkan tentang kewajiban bekerjsama
antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam
bidang sosial, politik. 1
Kata Auliya mencakup kerjasama bantuan dan penguasaan dan saling
nasehat menasehati, kewajiban wanita mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.

Terhadap orang tua

b.

Terhadap suami

c.

Terhadap anak
Thabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan hampir sama. Allah

telah memberikan potensi kepada perempuan seperti yang diberikan kepada lakilaki. Dari kewajiban terhadap orangtua bukan saja kewajiban anak laki-laki tapi
juga kewajiban anak perempuan baik dalam bentuk mengasuh, memelihara,
menyayangi bahkan memberikan nafkah bila orangtua kita itu miskin. 2
Wirjono

Prodjodikoro

mengemukan

bahwa

kualifikasi

kewajiban

memberikan perawatan atau pemeliharaan sebagaimana yang dimaksud dalam
ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT adalah kewajiban memberikan perawatan
kepada keluarga misalnya kewajiban suami atau istri untuk merawat anaknya
yang sedang sakit begitu pula sebaliknya kewajiban seorang anak berkewajiban
merawat orangtuanya yang sakit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perbuatan kedua dari penelantaran rumah tangga sebagaimana di maksud dalam
Pasal 9 ayat (1) adalah tidak memberikan perawatan kepada kelurga, perbuatan
tidak memberikan perawatan kepada keluarga lebih ditujukan kepada perawatan
1

Ibid.
Ibid, hal. 236.

2

Universitas Sumatera Utara

65

apabila salah satu daripada anggota keluarga sakit, maka apabila salah satu dari
anggota keluarga sakit baik suami, istri atau anak maka keluarga wajib
memberikan perawatan kepada orang tersebut. Apabila salah satu diantara
anggota keluarga menolak untuk merawat yang sedang sakit maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 9 ayat (1) dapat dikategorikan sebagai perbuatan penelantaran
rumah tangga dalam kategori tidak memberikan perawatan kepada keluarga.
Perbuatan ketiga dari perbuatan penelantaran rumah seperti yang telah
ditentukan oleh ketentuan Pasal 9 ayat (1) adalah perbuatan kewajiban
memberikan

pemeliharaan

kepada

keluarga.

Kewajiban

memberikan

pemeliharaan misalnya seorang anggota keluarga yang cacat (invalid) atau gila
baik suami, istri, ataupun anak yang harusnya dipelihara. Maka apabila salah satu
anggota keluarga (suami, istri, atau anak) tidak melakukan pemeliharaan kepada
anggota keluarga lainnya maka di katakan penelantaran dalam kategori tidak
memberikan pemeliharaan kepada keluarga. Pada umumnya orang yang tidak
dapat memelihara dirinya sendiri menjadi tanggungjawab keluarga untuk
memelihara anggota keluarga tersebut. Hal ini juga dapat dilihat seperti di dalam
ketentuan Pasal 45 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan
menyebutkan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri,
kewajiban mana berlaku terus meskipun kewajiban antara kedua orang tua putus.
Beberapa contoh kasus penelantarkan rumah tangga yang dijatuhi pidana
karena tidak memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan.

Universitas Sumatera Utara

66

1.

Putusan Mahkmah Agung Nomor: 467K/Pid.Sus/2013 atas nama Qiez (nama
disamarkan) pembahasan putusan ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bab IV
pada tesis ini.

2.

Putusan MA No. 111K/Pid.Sus/2007 jo putusan Pengadilan Tinggi Denpasar
15

maret

2007

2007

jo

putusan

Pengadilan

Negeri

Tabanan

No.114/Pid.B/2006/PN.TBN tanggal 2 januari 2007.
Perbuatan terdakwa terkualifikasikan

sebagai “menelantarkan orang dalam

lingkup rumah tangganya” oleh karena:
-

Terdakwa yang semenjak bulan September 2005 meninggalkan istri dan
kedua anaknya dengan alasan tidak ada kecocokan;

-

Bahwa pada tanggal 3 Oktober 2005 terdakwa mengajukan surat izin
permohonan untuk menceraikan istrinya namun tidak mendapatkan izin
dari atasan terdakwa;

-

Bahwa selama terdakwa meninggalkan istri dan kedua orang anaknya,
terdakwa tidak pernah memberikan kehidupan lahir dan bathin,
perawatan, atau pemeliharaan kepada istri dan kedua anaknya, dimana
pada saat istri terdakwa mengalami kecelakaan pada bulan September
2005 dan operasi usus buntu pada tanggal 21 juni 2006 s/d 24 juni 2006
terdakwa tidak membiayai semua pengobatan selama dirumah sakit,
namun semua biaya rumah sakit ditanggung oleh istri terdakwa
bersama-sama dengan orang tuanya.
Sehingga Mahkamah Agung menganggap tidaklah benar jika perkara
quo merupakan urusan rumah tangga semata sehingga dapat diselesaikan

Universitas Sumatera Utara

67

tanpa peradilan pidana, perkara a quo bukan merupakan pengalihan
perkara perdata ( urusan hukum keluarga)kecelah-celah tindak pidana.
3.

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1715K/Pid.Sus/2008 tanggal 23 Januari
2009 jo Putusan PT Sulawesi Tenggara Nomor: 15/Pid/2008/PT.Sutra tanggal
25 April 2008 jo Putusan PN Kendali Nomor: 359/PID.B/2007/PN.KDI
Tanggal 16 Januari 2008.
-

Terdakwa FS menikah dengan seorang perempuan yang AE, setelah
menikah saksi korban tinggal bersama-sama serumah. Selama tinggal
hidup bersama dengan terdakwa saksi korban mendapat perlakuan yang
tidak wajar pernah ditampar satu kali dan didorong ketembok sebanyak
dua kali dan terdakwa saksi korban mendapat perlakuan yang tidak wajar
pernah ditampar satu kali dan didorong ketembok sebanyak dua kali dan
terdakwa pernah berkata-kata kasar kepada saksi korban “lebih baik saya
dipecat daripada saya meninggalkan Nur” dan terdakwa pernah
melempar uang sebanyak Rp.300.000,- dengan pecahan Rp.100.000,sebanyak 3 lembar ke muka saksi korban sambil berkata “ kamu makan
semua uang itu” sambil memukul pintu selanjutnya menendang pintu
sehingga korban menangis saksi korban juga dalam keadaan hamil 4
bulan pernah diusir oleh terdakwa dengan mengatakan “pulang saja
kerumah orang tuamu karena saja sudah tidak sanggup hidup bersama
kamu dan tidak bisa membiayaimu”.

-

Bahwa selama hidup bersama kurang lebih 3 bulan saksi korban diberi
nafkah sebanyak 1 kali sebesar Rp.300.000-, (tiga ratus ribu rupiah) dan

Universitas Sumatera Utara

68

uang tersebut diminta kembali oleh terdakwa dengan alasan untuk
membayar utang kemudian pada bulan Oktober sampai maret 2007 saksi
korban sudah tidak diberi nafkah lagi dan saksi korban meminta
tanggung jawab kepada terdakwa dengan meminta uang gajinya tetapi
tidak diberi dengan alasan banyak potongan dan akhirnya saksi korban
meminta uang kepada orang tua korban dan dikirimkan uang sebanyak
Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk biaya hidup;
-

Setelah saksi korban diusir oleh terdakwa kemudian saksi korban tinggal
bersama orang tuanya sampai saksi korban melahirkan seorang anak
yang diberi nama MAF yang berumur 4 bulan itupun biaya kebutuhan
sehari-hari dan biaya persalinan semuanya ditanggung oleh orang tua
saksi korban dan selama saksi korban hidup dengan orang tuanya,
terdakwa tidak pernah memberikan nafkah kepada istri dan anaknya dna
tidak pernah mendapatkan kasih sayang, perlindungan, perhatian dari
terdakwa;

4.

Putusan Mahkmah Agung Nomor: 1786K/Pid.Sus/2009 tanggal 28
Desember 2009 jo putusan PT Medan Nomor: 220/PID/209/PT.Mdn
tanggal

27

April

2009

jo

Putusan

PN

Medan

No.

2829/Pid.B/2008/PN.Mdn tanggal 27 Januari 2009.
-

Bahwa sejak tahun 2003 terdakwa, tidak lagi memenuhi kewajiban
sebagai suami dan sebagai kepala rumah tangga terhadap istrinya
yaitu saksi J dan terhadap anaknya yaitu SWS dengan cara tidak lagi
memberikan gaji kepada istrinya untuk biaya kehidupan sehari-hari,

Universitas Sumatera Utara

69

untuk biaya pendidikan dan kesehatan anaknya, bahkan sejak tahun
2005 terdakwa tidak pernah lagi datang untuk menjenguk anak dan
istrinya, padahal pada bulan Februari 2005 anak terdakwa sakit dan
dirawat di Islam Hospital Penang Malaysia;
-

Bahkan sejak Tahun 2005 sampai tahun 2008 ini seluruh biaya
pendidikan, kesehatan dan biaya hidup SWS seluruhnya ditanggung
oleh J, sementara terdakwa mempunyai penghasilan yang cukup
untuk membiayai kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan
anaknya

Beberapa contoh kasus di atas menunjukan bahwa pelaku penelantaran
hanya suami, akan tetapi setelah dilakukan penelitian pelaku tindak pidana
penelantaran rumah tangga yaitu:
Tabel 3: Pelaku tindak pidana penelantaran rumah tangga
N
o
1
2
3

Pelaku
penelantaran
rumah tangga
Suami dan
istri
Suami
Istri
Jumlah

Pns

Irt
15

Wiras
wasta
8

Tni/
Polri
2

26
3
29

15

1
9

1
3

Pekerjaan responden
Pegawai Buruh
Lain
swasta
Nya
12
8
19
1
13

8

4
23

n=100

Jumlah

Persentase

90

90%

10
100

10%
100%

Sumber: kuisioner dengan masyarakat Aceh dan Medan
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut responden yang
dapat menjadi pelaku tindak pidana penelantaran rumah tangga tidak hanya suami
akan tetapi istri juga dapat menjadi pelaku tindak pidana penelantaran rumah
tangga, 90 responden dengan persentase 90% berpendapat yang dapat menjadi
pelaku penelantaran rumah adalah suami dan istri, 10 responden dengan
persentase 10% memilih hanya suami yang melakukan tindak pidana ini, sehingga

Universitas Sumatera Utara

70

disimpulkan bahwa tindak pidana penelantaran rumah tangga dapat dilakukan
oleh suami maupun istri.
Suami dikatakan melakukan tindak pidana penelantaran rumah tangga
apabila berkaitan dengan pemberian nafkah atau penghidupan kepada anggota
keluarga. Seorang istri (perempuan) juga dapat menjadi pelaku penelantaran
rumah tangga apabila dikaitkan dengan kewajibannya terhadap suami, misalnya
suami (laki-laki) tersebut dalam keadaan sakit keras sehingga tidak mampu
mengurus dirinya sendiri ternyata istri tidak mau merawat suami tersebut, di mana
istri malah menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Apabila hal ini dibawa ke
ranah hukum pidana, perbuatan istri tersebut bisa diarahkan ke tindak pidana
“menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga” dan isteri tidak bisa berkelit
dengan alasan “suami adalah kepala keluarga” dan “istri hanya ibu rumah
tangga”. Dengan demikian dapat diketahui tindak pidana penelantaran rumah
tangga dapat juga dilakukan oleh istri apabila dihadapkan dengan kewajiban
tertentu dalam keluarga. Setelah melihat pelaku penelantaran rumah tangga, maka
selanjutnya akan dibahas korban dari tindak pidana penelantaran rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

71

Tabel 4: korban tindak pidana penelantaran rumah tangga
No

1
2
3

Korban
tindak
pidana
penelantaran
rumah
tangga
Suami, istri,
dan anak.
istri dan
Anak
Suami, istri,
anak dan
pembantu
rumah
tangga
Jumlah

n=100

Pekerjaan responden
Pns

Irt

Wiras
Wasta

Tni/
Polri

Pegawai
Swasta

Buruh

Lain
Nya

Jumlah

persentase

22

15

7

3

13

7

15

82

82%

3

-

2

-

-

1

4

10

10%

4

-

-

-

4

8

8%

29

15

3

13

23

100

100%

9

8

Sumber: hasil kuisioner dengan masyarakat Aceh dan Medan
Berdasarkan tabel di atas 82 responden dengan persentase 82%
menyatakan bahwa yang dapat menjadi korban penelantaran rumah tangga adalah
suami, istri dan anak, 10 responden dengan persentase 10% memilih istri dan anak
saja yang dapat menjadi korban tindak pidana penelantaran rumah tangga, dan 8
responden dengan persentase 8% memilih suami, istri, anak dan pembantu rumah
tangga yang dapat menjadi korban penelantaran rumah tangga, dengan demikian
dapat diketahui menurut responden yang dapat menjadi korban tindak pidana
penelantaran rumah tangga yaitu suami, istri, dan anak.
Akhir-akhir ini dapat
dilakukan oleh

dilihat contoh kasus penelantaran anak

yang

Utomo dan istrinya Nurindra, kepada kelima anaknya di

perumahan Citra Gran Cibubur, Cluster Nusa Dua Blok E8 Nomor 37, Jakarta
Timur. 1 salah satu dari lima anak pasangan ini yang berinisial D berusia 8
1

Terungkapnya kasus Utomo Perbowo dosen sebuah perguruan tinggi swasta di
Cileungsi, yang menelantarkan anak. Menurut Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
(Muslimah HTI) Iffah Ainur Rochmah merupakan alarm adanya pola asuh salah, disfungsi
keluarga dan cacat produk pendidikan sekuler.“Kasus penelantaran dan kekerasan anak yang
dilakukan Utomo Perbowo harus menjadi alarm bagi semua. Alarm pertama, buruknya pola asuh

Universitas Sumatera Utara

72

(delapan) tahun, benar-benar ditelantarkan oleh orangtuanya. Ia dilarang masuk ke
rumah lebih dari sebulan hingga berkeliaran di sekitar komplek perumahan tempat
tinggalnya.

1

penelantaran anak merupakan salah satu bentuk kekerasan, berakal

dari rumah tangga, orang tua mengabaikan tanggungjawab, melalaikan kewajiban
untuk memberikan jaminan perlindungan bagi anak. 2Tugas orang tua adalah
untuk menstimulasi anak agar mereka dapat tumbuh dengan maksimal, jika hal
seperti kasus ini terjadi pada anak maka dapat dikatakan sebagai child neglect
(penelantaran anak). 3 tanggung jawab orangtua tidak semata materi, tetapi juga

keluarga. Anak

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

0 9 31

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA (PRT) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2 16 40

Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga - [PERATURAN]

0 11 19

SKRIPSI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN

0 3 13

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN FISIK DAN PSIKIS TERHADAP ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DAN HUKUM PIDANA ISLAM.

0 0 12

Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 467k Pid.Sus 2013)

0 0 12

Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 467k Pid.Sus 2013)

0 0 2

Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 467k Pid.Sus 2013)

0 0 39

Tindak Pidana Penelantaran Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 467k Pid.Sus 2013)

0 0 7

Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Batam

0 0 16