Kebermaknaan Hidup yang Dimiliki oleh Ateis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makna Hidup
2.1.1 Definisi Makna Hidup
Istilah makna hidup tertuang ke dalam teori tentang logoterapi yang
dikemukakan oleh Viktor Frankl. Logoterapi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“logos” yang berarti makna dan rohani serta “terapi” yang berarti penyembuhan.
Logoterapi menganggap bahwa makna hidup dan hasrat untuk hidup bermakna
(the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia untuk meraih kehidupan
bermakna (the meaningful life) yang diinginkan (Bastaman, 2007).
Makna hidup merupakan hal-hal yang terdapat pada keadaan yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan serta dianggap penting atau khusus
sehingga layak untuk dijadikan tujuan hidup, apabila berhasil dipenuhi, akan
menimbulkan perasaan bahagia bagi individu tersebut ( Bastaman, 2007). Makna
hidup bersifat unik dan personal, tergantung sudut pandang mana yang digunakan
oleh individu. Makna hidup juga dapat berubah sewaktu-waktu, maka, yang
terpenting bukanlah makna dalam hidup secara hidup, melainkan makna spesifik
yang terdapat dalam kejadian hidup tertentu (Frankl, 1984).

12
Universitas Sumatera Utara


13

Individu harus memiliki komitmen untuk menjawab tantangan hidup agar
dapat mencapai makna hidupnya. Apabila makna berhasil ditemukan baik dari
pengalaman hidup yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, maka,
individu akan merasa berguna, berharga serta berarti (meaningful). Namun, bila
tidak berhasil ditemukan, hidup akan terasa tidak bermakna (meaningless)
(Bastaman, 2007).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa makna hidup
merupakan hal yang bersifat unik, personal, situasional serta penting yang
terdapat

dalam

pengalaman

hidup yang menyenangkan

maupun


tidak

menyenangkan sehingga dijadikan tujuan hidup, yang apabila berhasil dicapai
akan membuat hidup terasa bermakna.

2.1.2 Sumber Makna Hidup
Frankl (dalam Kimble & Ellor, 2000) mengemukakan bahwa makna hidup
dapat bersumber dari apa yang kita berikan (creative values), apa yang kita ambil
dari dunia (experience values) serta tindakan yang diambil terhadap takdir yang
ada dalam hidup (attidutional values). Bastaman (2007) memaparkan nilai-nilai
tersebut lebih lanjut, yaitu :
a. Creative Values
Makna dalam hidup dapat ditemukan melalui pekerjaan, seperti,
menciptakan, berkarya ataupun melaksanakan tugas dan kewajiban dengan
tekun dan bertanggungjawab. Makna hidup tidak terletak pada pekerjaan
karena pekerjaan hanyalah sarana yang memberikan kesempatan untuk

Universitas Sumatera Utara


14

menemukan makna hidup, melainkan, makna hidup terletak pada individu
bersangkutan yang mencintai pekerjaannya.
b. Experiental Value
Keyakinan dan penghayatan terhadap suatu nilai, seperti kebenaran,
kebajikan, keindahan, keimanan dan cinta kasih dapat menjadikan
seesorang merasa hidupnya berarti. Nilai seperti cinta kasih membuat
seseorang merasa hidupnya berarti karena dengan mencintai dan dicintai,
seesorang akan merasakan kebahagiaan.
c. Attidutional Values
Sikap yang diambil dalam menghadapi sebuah keadaan, seperti sikap
menerima dengan ikhlas,tabah, sabar dan berani terhadap hal-hal tragis
ataupun penderitaan mampu memuat seseorang melihat makna dan
hikmah dari kejadian tersebut. Dalam hal ini, yang diubah ialah sikap,
bukan keadaan. Arti hidup dapat ditemukan dalam keadaan apapun jika
dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.

2.1.3 Karakteristik Makna Hidup
Bastaman (2007) menyatakan bahwa makna hidup memiliki beberapa sifat

khusus, yaitu :
a. Unik, Pribadi dan Temporer
Suatu hal yang diangap penting oleh seseorang, belum tentu penting bagi
orang lain. Makna hidup seseorang bersifat khusus dan berbeda satu sama
lain. Selain itu, makna hidup dapat berubah dari waktu ke waktu.

Universitas Sumatera Utara

15

b. Spesifik dan Nyata
Makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata
sehari-hari. Makna hidup tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan
idealistis, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atau hasil-hasil renungan
filosofis yang kreatif.
c. Memberi Pedoman dan Arah
Makna hidup harus dicari dan ditemukan sendiri sehingga individu akan
menyadari tanggungjawab untuk memenuhi tujuan hidupnya. Makna
hidup memberikan “tantangan” bagi individu untuk memenuhinya
sehingga akan membuat kegiatan dalam hidup menjadi lebih terarah.


2.1.4 Filosofi Makna Hidup
Frankl (Bastaman, 1996) menyebutkan tiga filosofi dari kebermaknaan
hidup yang saling terkait satu sama lainnya, yaitu:
a. Kebebasan berkehendak (freedom of will)
Kebebasan yang dimaksud tidak bersifat mutlak dan tidak terbatas.
Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan untuk menentukan sikap
terhadap kondisi biologis, psikologis, sosiokultural dan kesejarahannya,
namun harus diimbangi dengan tanggung jawab agar tidak berkembang
menjadi kesewenangan. Kualitas diatas menunjukkan bahwa manusia
adalah individu yang dapat mengambil jarak dari kondisi dari luar dirinya
(sosiokultural dan kesejarahannya) dan kondisi yang datang dari dalam
dirinya (biologis dan psikologis).

Universitas Sumatera Utara

16

b. Kehendak hidup bermakna (the will to meaning)
Kehendak untuk hidup bermakna merupakan keinginan manusia untuk

menjadi orang yang berguna dan berharga bagi dirinya, keluarga, dan
lingkungan sekitarnya yang mampu memotivasi manusia untuk bekerja,
berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya agar hidupnya
berharga

dan

dihayati

secara

bermakna,

hingga

akhirnya

akan

menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan dalam menjalani kehidupan.

c. Makna hidup (meaning of life
Makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting, benar dan
didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup
tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari dan ditemukan
sendiri. Dalam makna hidup terkandung pula tujuan hidup, yaitu hal-hal
yang ingin dicapai dan dipenuhi dalam hidup.

2.1.5 Tahapan Pencapaian Makna Hidup
Proses keberhasilan seseorang dalam mencapai makna hidup adalah urutan
pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan
hidup tak bermakna menjadi bermakna. Bastaman (1996) menguraikan tahapan
tersebut, yaitu:
a. Tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna)
Individu merasakan emosi negatif dan menghayati hidup tidak bermakna
karena mengalami peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak
menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara

17


b.

Tahap penerimaan diri (pemahaman diri, pengubahan sikap)
Muncul kesadaran dalam diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih
baik lagi. Munculnya kesadaran diri ini disebabkan banyak hal, misalnya
perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari
seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain atau
peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya
selama ini.

c. Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan
hidup)
Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting
dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal
yang dianggap penting dan berharga itu mungkin saja berupa nilai-nilai
kreatif, seperti berkarya, nilai-nilai penghayatan seperti penghayatan
keindahan,

keimanan,


keyakinan

dan

nilai-nilai

bersikap

„yakni

menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak
menyenangkan tersebut.
d. Tahap realisasi makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan
makna hidup)
Semangat hidup dan gairah kerja meningkat, kemudian secara sadar
membuat komitmen diri untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang
lebih terarah. Kegiatan ini biasanya berupa pengembangan bakat,
kemampuan dan keterampilan.


Universitas Sumatera Utara

18

e. Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan)
Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan
mengembangkan

penghayatan

hidup

bermakna

sehingga

individu

merasakan kebahagiaan dalam hidupnya


2.1.6 Komponen yang Mempengaruhi Keberhasilan Meraih Kehidupan
Bermakna
Menurut Bastaman (1996), terdapat beberapa komponen yang menentukan
berhasilnya pencapaian hidup bermakna, yaitu :
a. Pemahaman Diri (Self Insight)
Pemahaman pribadi pada dasarnya membantu memperluas dan mendalami
beberapa aspek kepribadian dan corak kehidupan seseorang. Misalnya
seperti mengenali keunggulan dan kelemahan pribadi serta kondisi
lingkungannya, menyadari keinginan masa kecil, masa muda dan sekarang
serta memahami kebutuhan yang mendasari keinginan-keinginan tersebut,
merumuskan dengan jelas dan nyata hal-hal yang diinginkan untuk masa
yang akan datang serta menyusun rencana yang realistis untuk
mencapainya.
b. Bertindak Positif
Tindakan positif menekankan pada tindakan nyata yang mencerminkan
pikiran dan sikap yang baik dan positif. Untuk menerapkan metode
bertindak positif, perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu memilih
tindakan nyata yang benar-benar dapat dilakukan secara wajar tanpa

Universitas Sumatera Utara

19

terlalu memaksakan diri, waktu yang digunakan fleksibel dari yang
berlangsung selama beberapa detik hingga jangka panjang yang
berkesinambungan, citra diri yang akan dicapai benar-benar diinginkan
dan realistis, memperhatikan reaksi-reaksi spontan dari lingkungan
terhadap usaha untuk bertindak positif, dan ada kemungkinan untuk
bertindak positif pada awalnya dirasakan sebagai tindakan berpura-pura
namun jika dilakukan secara konsisten, serius dan dihayati akan menjadi
kebiasaan.
c. Pengakraban hubungan
Pengakraban

hubungan

menganjurkan

agar

seseorang

membina

hubungan yang akrab dengan orang tertentu seperti anggota keluarga,
teman ataupun rekan kerja. Hal ini penting sebab dalam hubungan pribadi
yang akrab seseorang merasa benar-benar dibutuhkan dan membutuhkan
orang lain, dicintai dan mencintai orang lain tanpa mementingkan diri
sendiri. Seseorang akan merasa dirinya berharga dan bermakna, baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
d. Pendalaman Tri-nilai
Pendalaman Tri-nilai berarti nilai-nilai yang menjadi sumber makna hidup
(creative value, experiential value, dan attitudinal value) yang dimiliki,
dipahami dan dimengerti agar dapat menemukan makna hidup dan
menetapkan tujuan hidup yang ingin diraih serta melakukan kegiatan yang
mengarah kepada pemenuhan tujuan hidup.

Universitas Sumatera Utara

20

e. Ibadah
Beribadah berarti menjalankan ibadah secara khidmat agar menimbulkan
perasaan tenteram, mantap dan tabah, serta menimbulkan perasaan seakanakan mendapat bimbingan dalam melakukan tindakan-tindakan penting.

2.2 Ateis
2.2.1 Definisi Ateis
Le Poidevin (dalam Cliteur, 2009) mengatakan bahwa Ateis adalah orang
yang menolak keberadaan pencipta semesta, bukan semata-mata hanya hidup
tanpa mengacu pada pencipta tetapi juga memilik kesadaran dan posisi yang
tegas. Mereka mengangap bahwa kepercayaan pada Tuhan adalah irasional
sehingga harus ditolak. Sesorang yang memiliki ketiadaan belief teistik yang
disebabkan oleh adanya kesadaran untuk menolak hal tersebut yang dilakukan
dengan sengaja diistilahkan sebagai Ateis eksplisit oleh Smith (2003). Gora
(1979) menyatakan bahwa Ateis menganut paham Ateisme yang mengutamakan
kebebasan individu, meamahami realita dengan membedakan iman dan
kenyataan. Ateis menggunakan imajinasi dengan bebas untuk mendapatkan
pengetahuan tidak langsung, membentuk opini, memformulasi teori, tetapi tetap
membuka pikiran seluas-luasnya. Berdasarkan pengertian tersebut, seorang Ateis
mengenal adanya kepercayaan terhadap Tuhan, namun mereka memilih untuk
tidak percaya, tidak hidup berdasarkan Tuhan karena memilih menggunakan akal
mereka.

Universitas Sumatera Utara

21

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan sebelumnya,
Ateis adalah individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap Tuhan dalam
bentuk apapun sehingga memahami realita berdasarkan akal mereka, melalui
kenyataan yang terjadi,bukan berdasarkan iman pada Tuhan dalam bentuk apapun.

2.2.2

Faktor yang Dapat Menyebabkan Individu Menjadi Ateis
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang beralih dari Teis

menjadi Ateis. Thompson (2004) dalam bukunya yang berjudul The Many Faces,
Causes of Unbelief mengungkapkan beberapa penyebab tersebut, diantaranya:
a. Orangtua dan Cara Asuh
Sedari dini, individu tentu banyak berinteraksi secara sosial dengan orang
lain, namun yang paling mempengaruhinya adalah melalui orangtua. Di
masa kanak-kanak, pikiran dan otak anak merupakan spons yang dapat
menyerap apa saja yang diberikan oleh orangtuanya. Bila sedari dini anak
diberikan disiplin, contoh panutan yang baik serta instruksi dalam hal
keagamaan yang dapat menumbuhkan iman anak, tentu hal tersebut akan
melekat pada diri anak dan ia akan melakukan dan mengimani agamanya
dengan baik, sesuai ajaran orangtuanya. Namun, bila yang didapatkan
anak adalah kurang diterapkannya kedisiplinan, kurangnya instruksi dan
lemahnya contoh panutan dalam beragama, hingga rasa kecewa terhadap
orangtua, hal tersebut dapat melemahkan iman anak sehingga anak
menjadi tidak percaya, skeptis maupun menolak Tuhan.

Universitas Sumatera Utara

22

b. Perkembangan Sains
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini manusia hidup di era perkembangan
sains dan ilmu pengetahuan yang semakin maju, mulai dari perkembangan
alat komunikasi hingga transportasi. Penelitian-penelitian dalam bidang
kesehatan, pendidikan juga meningkat dengan pesat. Namun sayangnya,
karena kemajuan yang begitu hebat, sains sangat dipuja dan dianggap
sakral bagi sebagian orang sehingga menganggap bahwa hal baik yang
mereka nikmati, seperti obat penyakit, transportasi merupakan hasil
pemikiran manusia, bukan dari Tuhan. Hal tersebut dikarenakan mereka
mendapatkan sensasi kekuasaan, merasa bangga pada diri sendiri karena
telah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang semakin canggih yang
berasal dari pikiran dan kerja keras mereka sehingga menolak pengajaran
agama yang menekankan bahwa kebenaran mutlak adalah milik Tuhan.
c. Intimidasi secara Intelektual
Pada masa sekarang ini, sangat banyak individu yang dulunya mengetahui
apa yang mereka percaya dan memahami alasan mereka mempercayai hal
tersebut, mulai bingung dan melemah imannya karena terintimidasi secara
intelektual. Hal tersebut dikarenakan mereka mengalami disonansi kognitif
ketika dihadapkan pada informasi baru yang berlawanan dengan
keyakinan yang mereka anggap benar, misalnya karena bertemu dengan
orang yang tidak percaya pada Tuhan disertai dengan berbagai alasan,
seperti argumen bahwa kebenaran tidak ditentukan oleh mayoritas, yang
berarti meskipun lebih banyak orang yang percaya pada agama daripada

Universitas Sumatera Utara

23

yang tidak, bukan berarti, mayoritas tersebutlah yang benar, serta alasanalasan lainnya. Hal ini dapat membuat seseorang yang yakin pada
agamanya, menganggap bahwa informasi baru tersebut lebih masuk akal
sehingga mempengaruhi kegoyahan iman bahkan keputusan untuk tidak
percaya lagi.
d. Kejahatan, Rasa Sakit dan Penderitaan
Seseorang dapat meninggalkan imannya ketika mengalami kejahatan, rasa
sakit dan penderitaan dalam hidupnya sendiri maupun orang-orang
terdekatnya. Hal ini dikarenakan mereka menganggap jika Tuhan adalah
pencipta segala hal, berarti hal-hal buruk yang mereka alami dalam hidup
juga berasal dari Tuhan serta jika semua rencana indah telah dirancang
oleh Tuhan kepada umatnya, berarti yang merancang penderitaan hebat
dalam hidup juga adalah Tuhan. Mereka meragukan kekuasaan Tuhan
yang selalu dikatakan baik dan berkuasa, namun tidak menunjukkan
kebaikan-Nya ketika umatnya mendapat penderitaan. Meskipun mereka
pada awalnya, mencoba mempertahankan iman, namun rasa sakit hati dan
kecewa dapat membuat seseorang kehilangan imannya.
e. Kemunafikan, Ketidakadilan dan Tindakan Buruk oleh Orang Beragama.
Walaupun sulit dipercaya, namun, kesalahan tindakan yang dilakukan oleh
umat beragama dapat mendorong orang lain untuk beralih menjadi tidak
percaya akan agama. Banyak hal-hal buruk seperti korupsi, pemerkosaan,
pembunuhan yang dilakukan oleh orangberagama bahkan orang yang
duduk di sebuah instansi agama. Banyak juga orang yang demi melakukan

Universitas Sumatera Utara

24

hal

yang

menurutnya

dapat

menyenangkan

hati

Tuhan,

malah

menimbulkan ketidakdilan, misalnya saja perang antar agama serta bom
bunuh diri. Padahal seharusnya, orang-orang beragama hidup dalam
kebaikan sesuai Golden Rule

yang terdapat pada setiap agama. Hal

tersebut dapat membuat seseorang menjadi ragu akan sistem sebuah
agama bahkan Tuhan yang berada di balik sistem tersebut serta
menganggap

bahwa

umat

beragama

adalah

munafik

sehingga

ketidakpercayaan akan agama dan Tuhan pun muncul

2.2.3 Tahapan Individu Menjadi Ateis
Menurut Julie Krueger (2014), terdapat lima tahapan proses yang
membuat seseorang menjadi Ateis, yaitu :
a. Detachment
Terdapat dua hal yang dapat terjadi pada proses ini, yaitu individu tidak
menanam atau melemahnya identitas agama secara emosi dalam dirinya
karena menganggap bahwa ajaran agama tidak masuk akal meskipun
mereka telah diajari hal keagamaan sedari kecil oleh lingkungannya. Yang
kedua ialah tidak ada atau melemahnya ikatan sosial dengan komunitas
agama, seperti keluarga, teman kelompok agamanya yang membuat a
sehingga hanya dapat memisahkan diri dari agama secara emosional saja.
Kurang tertanamnya agama secara emosional dan tidak adanya ikatan
sosial dengan komunitas agama menyebabkan individu mempertanyakan
kebenaran praktik dan belief terhadap agama.

Universitas Sumatera Utara

25

b. Doubt
Pada tahap ini, individu sudah mengetahui apa yang membuat mereka
tidak nyaman, tidak puas terhadap identitas agama yang dimiliki. Mereka
sudah mengetahui mengapa mereka skeptis, menitikberatkan pada
kejadian atau informasi tertentu yang mereka dapatkan untuk memvalidasi
dan membenarkan skeptisme tersebut. Hal ini dikarenakan individu telah
melakukan riset independen atau berinteraksi dengan orang-orang yang
memiliki pemikiran yang sama. Sumber keraguan biasanya adalah
kurangnya bukti ilmiah, pandangan institusi agama yang konservatif serta
kitab suci yang dianggap sudah kuno dan tidak sempurna, mereka
menganggap bahwa umat beragama menjadikan agama sebagai alat
pembenaran untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya juga dilarang oleh
agama, misalnya melakukan kekerasan kepada umat agama lain atas nama
membela agama mereka sendiri. Tahap ini berakar pada logika dan alasan,
menganggap bahwa isi kitab suci bertentangan dengan kenyataan yang ada
dan tidak memiliki bukti. Ketidakpuasan pada tahap detachment berganti
dengan kepercayaan diri bahwa mereka bukan lagi bagian dari identitas
agamanya terdahulu.
c. Dissociation
Pada tahap ini, individu mulai menjauhkan diri dari identitas agama
terdahulu, baik melalui belief maupun praktek agama yang familiar dengan
mereka dengan tidak lagi melakukan aktifitas-aktifitas keagamaan.
Individu tidak lagi memikirkan diri mereka berdasarkan identitas agama

Universitas Sumatera Utara

26

sebelumnya. Namun, tidak semua orang langsung dapat mengadopsi
identitas Ateis tersebut. Sebelum mereka dapat mempertimbangkan untuk
mengadopsi identitas Ateis-nya, mereka harus melewati tahap Transition
terlebih dahulu.
d. Transition
Pada tahap ini, individu mencoba alternatif identitas yang menjembatani
pemisah antara identitas Teistik dan Ateis. Seringnya, individu ragu untuk
mengakui identitas Ateis-nya, untuk meninggalkan imannya karena masih
ingin terhindar dari label negatif ketika mereka mengadopsi identitas Ateis
tersebut. Individu mencoba mencari keyakinan atau filosofi baru yang
tidak memiliki kesalahan-kesalahan yang menurut mereka dimiliki oleh
agama. Tahap ini akan berakhir ketika individu sadar bahwa mereka lebih
cocok untuk mengadopsi identitas yang lain.
e. Declaration
Individu pada tahap ini sudah tidak lagi menganut agama dan menyangkal
imannya karena telah mengakui sudut pandang berbeda, misalnya
sekularisme yang dimilikinya. Mereka sadar, mereka tidak lagi percaya
pada kuasa yang lebih tinggi dalam bentuk apapun. Mereka menemukan
identitas yang cocok dengan belief mereka. Pada tahap ini, individu akan
terbuka mengenai identitas mereka, meskipun nantinya timbul beragam
konsekuensi, baik reaksi positif maupun negatif dari lingkungan. Tahap ini
memerlukan waktu tercapai karena seseorang tidak memutuskan begitu

Universitas Sumatera Utara

27

saja bahwa Tuhan itu tidak ada, butuh waktu untuk mendapat kesimpulan
demikian.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Paradigma Berpikir

Kehidupan Sebagai Umat Beragama

Tahap Derita
Emosi dan pikiran negatif: kecewa, gelisah, takut, rasa bersalah,
ragu
Freedom of Will

Internal

Searching for meaning

Eksternal

Beralih Menjadi Ateis

Tahap Penerimaan Diri
Pemahaman diri dan pengubahan sikap dari (-) menjadi (+): muncul kesadaran untuk
mengubah kondisi diri menjadi lebih baik

Tahap Penemuan Makna
Menyadari adanya hal-hal berharga atau penting yang ditetapkan sebagai tujuan
hidup, seperti Creative value, Experiential value, and Attitudinal value

Will to Meaning
Tahap Realisasi Makna
Kegiatan yang terarah, komitmen dan pemenuhan makna

Parallel system: memiliki beberapa
nilai yang sejalan

Pyramidal system: menetapkan satu
nilai tertinggi yang ingin diwujudkan.

Tidak Terpenuhi

Terpenuhi

Hidup Tidak Bermakna
Tahap Kehidupan Bermakna
(Meaning of Life)

Keterangan Simbol :

atau

Hidup Bermakna

= menuju ke atau meraih
= dipengaruhi oleh.

= adanya peranan

= dinamika yang tidak linear dan mungkin saja kembali ke tahap sebelumnya

28

Universitas Sumatera Utara