Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Seni Budaya

Pengertian Seni
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Seni, memiliki tiga arti antara lain:
a. Seni diartikan halus, kecil dan halus, tipis, lembut dan enak didengar, mungil dan elok.
b. Keahlian membuat karya bermutu (dilihat dari segi keindahan dan kehalusannya)
c.
kesanggupan
akal
untuk
menciptakan
sesuatu
yang
bernilai
tinggi
Menurut Ki Hajar Dewantara, seni merupakan perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya
dan bersifat indah sehinga dapat menggerakkan jiwanya.


udaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. [1]
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia
Seni merupakan suatu karya yang dibuat atau diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa
sehingga merupakan sesuatu yang elok atau indah. Kebutuhan akan seni budaya merupakan
kebutuhan manusia yang lebih tinggi diantara urutan kebutuhan lainnya. Seni budaya berkaitan
langsung dengan kesejahteraan, keindahan, kebijaksanaan, ketentraman, dan pada puncaknya

merupakan proses evolusi manusia untuk makin dekat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu, seni budaya akan berkembang apabila masyarakat makmur dan sejahtera.

Berikut ini adalah Pengertian dan definisi seni budaya menurut para ahli:
# HARRY SULASTIANTO
Sei budaya merupakan suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk
mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, atau karya yang
mampu menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju

# M. THOYIBI
Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam
aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan sejarah
peradaban manusia.

# IDA BAGUS PUTU PERWITA
Seni budaya merupakan penunjang sarana upacara adat

# SARTONO KARTODIRDJO
Seni budaya merupakan sistem yang koheren karena seni budaya dapat menjalankan komunikasi
efektif, antara lain dengan melalui satu bagian saja dapat menunjukkan keseluruhannya


1.2 Tujuan Seni Budaya

TUJUAN SENI
Setiap karya seni baik itu seni rupa, musik, Tari, atau Teater tidak hadir begitu saja dalam
kehidupan manusia tentunya para seniman atau pengrajin mempunyai tujuan – tujuan tertentu
dalam menciptakan karya – karya tersebut. Adapun tujuan adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Ritual
Suatu karya seni yang diciptakan untuk tujuan ritual (upacara agama) bisaanya memiliki aturan –
aturan tertentu harus disepakati berasama oleh para penganutnya. Aturan ini mengakibatkan
dihasilkannya karya seni yang baku (konvensional) dan diwariskan secara turun temurun
(tradisional). Misalnya setiap patung – patung Hindu harus diberi atribut – atribut keDewaan
(laksana), pembuatan kaligrafi harus memancarkan keagungan dan kesucian Al-Qur’an dan
sebagainya.
2. Tujuan Ekspresi
Kegiatan seni untuk tujuan ekspresi, yaitu seni yang hanya semata – mata sebagai media untuk
mengungkapkan berbagai perasaan dan pengalaman batin pencipta. Hasil karyanya memiliki ciri
– ciri yang mandiri mempunyai kepribadian yang original.
3. Tujuan Komersial
Seni untuk tujuan komersial, yaitu karya seni yang dibuat untuk memperoleh suatu keuntungan


ekonomi. Jenis karya seni ini erat kaitannya dengan dunia perdagangan yang dibutuhkan oleh
masyarakat
BAB II
SEKILAS TENTANG SENI BUDAYA
2.1 Pengertian

Arti Seni
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena it u merupakan
sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam int isari ekspresi dari kreat ivit as
manusia. Seni j uga dapat diart ikan dengan sesuat u yang dicipt akan manusia yang
mengandung unsur keindahan.
seni adalah suat u cara dari diri kit a sendiri unt uk mengekspresikan sesuat u, yang
mungkin t idak dapat kit a ungkapkan dengan kat a2 dan bisa dengan musik, bisa dengan
lukisan, bisa dengan t arian sesuai dengan cirikhasnya.
Karena Seni it u sangat luas maka perlu kit a pelaj ari Art i Seni Menurut berbagai
Sumber
Bangsa Indonesia sebagai negara yang beraneka ragam budaya (BHINEKA TUNGGAL
IKA), yang sekaligus merupakan ciri khas dan asset dari bangsa Indonesia, memang
sebagian besar dari generasi muda sudah banyak sekali j enis-j enis kebudayaan di

miliki bangsa t erlupakan dari ingat an generasi bangsa Indonesia, t idak banyak orang
yang perduli dengan keberadaan budaya, apakah akan berkembang at au menciut , dan
pemberian apresiasi kepada pecint a seni dan budaya pun t idak banyak, seolah-olah
keinginan unt uk mengembangkan budaya t idak ada dalam benak sangpenerus bangsa.
Tidak seharusnya j uga kit a melupakan dikarenakan perkembangan zaman dan
pengaruh dari budaya barat yang memang sangat berbeda j auh dengan akar budaya
yang t ert anam sej ak Indonesia Merdeka.
Para pengolah seni bukan t idak mau mewariskan budaya-budaya yang memang t urun
t emurun dari leluhur pewaris budaya, t et api keinginan dari sang penerus yang
memang sudah enggan karena beranggapan bahwa seni nenekmoyangnya yang ada di
Indonesia, sudah t idak level lagi dengan pergaulan yang hampir kebablasan akibat
pengaruh perubahan zaman.
Jika kit a menengok kemasa yang lalu dimana kebudayaan indonesia yang sangat
dibanggakan dan di cint ai, sert a apresiasi mereka (masyarakat dan penggerak seni),
seiring dan berdampingan demi t erlaksanannya pement asan budaya, sangat
membanggakan sekali dan sangat j auh berbeda sekali dengan kebaradaannya sekarang
yang semakin t erpoj ok dan t ert inggal.

Berbeda-beda t api sat u t uj uan “ Bhineka Tunggal Ika” dengan beraneka ragam seni
dan budaya t api t et ap Bangsa Indonesia, apakah memang kebudayaan t urun t emurun

ini akan hilang dit erj ang badai zaman yang t idak menent u, dan kapankah kebangkit an
kebudayaan Indonesia akan kembali di banggakan oleh seluruh rakyat Indonesia, dan
menj adi t ameng Indonesia kepada bangsa lain bahwa bangsa Indonesia memang layak
unt uk diperhit ungkan.

Art i budaya
Budaya at au kebudayaan berasal dari bahsa sangsakert a yait u buddhayah, yang
merupakan bent uk j amak dari buddhi (budi at au akal) diart ikan sebagai hal-hal yang
berkait an dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
cult ure, yang berasal dari kat a lat in Colere, yait u mengolah at au mengerj akan. Bisa
diart ikan j uga sebagai mengolah t anah at au bert ani. Kat a cult ure j uga kadang
dit erj emahkan sebagai “ kult ur” dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat . Melville Jean Herskovit s
(1895 – 1963) dan Bronisław Kasper Malinowski (1884-1942) mengemukakan bahwa
segala sesuat u yang t erdapat dalam masyarakat dit ent ukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat it u sendiri. Ist ilah unt uk pendapat it u adalah Cult uralDet erminism. Herskovit s memandang kebudayaan sebagai sesuat u yang t urun t emurun
dari sat u generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengert ian, nilai,
norma, ilmu penget ahuan sert a keseluruhan st rukt ur-st rukt ur sosial, religius, dan lainlain, t ambahan lagi segala pernyat aan int elekt ual dan art ist ik yang menj adi ciri khas

suat u masyarakat .
Menurut Sir Edward Burnet t Tylor (1832-1917), kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya t erkandung penget ahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat ist iadat , dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggot a masyarakat . Sedangkan menurut Kanj eng Pangeran Haryo
Prof . Dr. Selo Soemardj an dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipt a masyarakat .

Dari berbagai def inisi t ersebut , dapat diperoleh pengert ian mengenai kebudayaan
yait u sist em penget ahuan yang meliput i sist em ide at au gagasan yang t erdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan it u bersif at
abst rak. Sedangkan perwuj udan kebudayaan adalah benda-benda yang dicipt akan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersif at nyat a, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralat an hidup, organisasi sosial ,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya dit uj ukan unt uk membant u manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat .

Sej arah Kebudayaan Indonesia

Kebudayaan Indonesia dapat didef inisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang

t elah ada sebelum bent uknya nasional Indonesia pada t ahun 1945. Seluruh
kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di
Indonesia merupakan bagian int egral daripada kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya t erbent uk dan
dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya sepert i kebudayaan Tionghoa (dari cina),
kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India t erut ama masuk dari
penyebaran agama Hindu dan Budhha di Nusant ara j auh sebelum Indonesia t erbent uk.
Keraj aan-keraj aan yang bernaf askan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi
Nusant ara pada abad ke-5 Masehi dit andai dengan berdirinya keraj aan t ert ua di
Nusant ara, Kut ai, sampai pada penghuj ung abad ke-15 Masehi.
Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena
int eraksi perdagangan yang int ensif ant ara pedagang-pedagang Tionghoa dan
Nusant ara (Sriwij aya). Selain it u, banyak pul a yang masuk bersama perant au-perant au
Tionghoa yang dat ang dari daerah selat an Tiongkok dan menet ap di Nusant ara.
Mereka menet ap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan
Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan sepert i inilah yang kemudian menj adi salah
sat u akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa
dan Bet awi.
Kebudayaan Arab masuk bersama penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang
Arab yang singgah di Nusant ara dalam perj al anan mereka menuj u Tiongkok.


2.2

BAB III
PEM BAHASAN SENI BUDAYA

3.1 Kebudayaan Sunda
Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya Sunda dikenal

dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat
Sunda adalah periang, ramah-tamah (someah ), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat menghormati
orangtua. Itulah cermin budaya masyarakat Sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana
menggunakan bahasa halus untuk berbicara dengan orang yang lebih tua.
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan t ertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda yang ideal
kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran dalam

budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan w atak Sunda itu adalah cageur, bageur,
singer dan pint er , yang dapat diartikan "sembuh" (w aras), baik, sehat (kuat), dan cerdas. Kebudayaan

Sunda juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia

yang dalam perkembangannya perlu di lestarikan. Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah
Sunda Wiw itan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar
masyarakat Sunda beragama Islam, namun ada beberapa yang tidak beragama Islam, w alaupun berbeda
namun pada dasarnya seluruh kehidupan di tujukan untuk kebaikan di alam semesta.
Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari kebudayaan–kebudayaan lain.
Secara umum masyarakat Jaw a Barat atau Tatar Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut,
religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah
dan silih asuh ; saling mengasihi (mengutamakan sifat w elas asih), saling menyempurnakan atau

memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga
keselamatan). Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati
terhadap sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada
kebudayaan Sunda keseimbangan magis di pertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat
sedangkan

keseimbangan

sosial

masyarakat


Sunda

melakukan

gotong-royong

untuk

mempertahankannya.

Budaya Sunda memiliki banyak kesenian, diantaranya adalah kesenian sisingaan, tarian khas
Sunda, wayang golek, permainan anak-anak, dan alat musik serta kesenian musik tradisional
Sunda yang bisanya dimainkan pada pagelaran kesenian.
Sisingaan adalah kesenian khas sunda yang menampilkan 2–4 boneka singa yang diusung oleh
para pemainnya sambil menari. Sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti pada
acara khitanan.
Wayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu
cerita perwayangan. Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter
maupun suara tokoh yang di mainkan.
Jaipongan adalah pengembangan dan akar dari tarian klasik .
Tarian Ketuk Tilu , sesuai dengan namanya Tarian ketuk tilu berasal dari nama sebuah instrumen
atau alat musik tradisional yang disebut ketuk sejumlah 3 buah.
Alat musik khas sunda yaitu, angklung , rampak kendang, suling,kecapi,goong,calung. Angklung
adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu , yang unik , enak didengar angklung juga
sudah menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia.
Rampak kendang adalah beberapa kendang (instrumen musik tradisional sunda) yang di mainkan
bersamma – sama secara serentak.

3.1.1 Rumah Adat

Rumah adat suku sunda atau jaw a barat disebut "kesepuh" atau "imah panggung", berbentuk seperti
panggung,dinding dan lantainya (alasnya) terbuat dari anyaman bambu yang biasa disebut "bilik",
atapnya terbuat dari jerami. Rumah ini dibentuk menyerupai panggung karena untuk sirkulasi angin dan
menghindari binatang buas maupun melata agar tidak mudah masuk rumah.

3.1.2 Seni Rupa/ Tari

Mungkinkah kita dapat mencari dan menemukan konsep keindahan atau katakanlah
estetika dalam budaya rupa (visual culture) Sunda? Berdasarkan tujuh ciri
universal kebudayaan Koentjaraningat yang legendaris itu, yang salah satunya
kesenian, tentu pertanyaan itu bisa dijawab sangat mungkin. Karena kesenian
dalam berbagai bentuknya ada dalam kebudayaan Sunda dan konsep keindahan
atau katakanlah estetika merupakan rohnya kesenian.
Upaya yang dapat dilakukan salah satunya berupa penelusuran ke bentuk atau
artefak budaya rupa hasil karya manusia Sunda zaman bihari, kemarin, dan
sekarang, kemudian dicari latar dan makna atau konsep keindahan yang
membentuk artefak tersebut. Gambaran masyarakat masa lalu termasuk konsep
keindahan dapat ditelusuri pada naskah Sunda Kuno yang telah dialihaksara
dan dialihbahasa oleh ahlinya, mulai dari KF Holle, CM Pleyte, dan J.
Noordyun sampai Drs Atja, Saleh Danasasmita, Ayatrohaedi, Edi S. Ekadjati,
Tien Wartini, dan Undang Ahmad Darsa.
Cara lainnya adalah dengan menelusuri budaya lisan dalam bentuk babasan dan
paribasa.
Naskah Sunda Kuno
Dalam Sewaka Darma dan Sanghyang Siksakandang Karesian (SSKK) (Saleh
Danasasmita, dkk, 1987) dan Kropak 420 (Undang A. Darsa, Edi S. Ekadjati,
2006) ditemukan berbagai kata yang mengacu pada kata indah dan keindahan
dalam berbagai konteks. Misalnya dalam Sewaka Darma (lempir 35) ditemukan
kalimat tempat yang diperindah yaitu taman dengan cara membuat komposisi
dari berbagai jenis tanaman yang masing-masing memiliki ciri khas seperti
warna, bentuk bunga, dan ketinggian yang beragam.
Dalam SSKK (lempir III dan IV) terdapat warna putih, merah, warna terang,
kunin dan hitam yang dipakai sebagai simbol mata angin tempat kediaman dewa.
Juga ditemukan pemahaman terhadap makna garis berkelok lembut atau lengkung
(garis organis) dan garis lurus yang menggambarkan kondisi kehidupan yang

mengalir mulus. Dalam SSKK ini pula terdapat berbagai sebutan pertukangan
serta karyanya. Dalam seni ukir, dikenal model naga-nagaan, barong-barongan,
ukiran burung, ukiran kera, dan ukiran singa. Ahlinya disebut Maranggi.
Dalam seni lukis, dikenal model pupunjengan, hihinggulan, kekembangan,
alas-alasan, urang-urangan, memetahan, sisirangan, taruk hata, kembang
teratai. Juga dalam seni batik, pandai besi yang masing-masing lengkap
beserta berbagai sebutan model, bentuk atau motif. Tinggal dicari arti
setiap istilah ke dalam pengertian sekarang. Dalam seni lukis, misalnya,
dikenal model urang-urangan, bila "urang" dipahami "orang", maka itu artinya
lukisan dengan objek berupa manusia.
Dalam Sewaka Darma (lempir 56-57) ditemukan konsep keindahan dalam konteks
metafisika yaitu tentang kematian sebagai bentuk yang sempurna. Sedang pada
lempir 63 terdapat gambaran rumah yang indah yang digambarkan dengan
serbakencana, bersinar semarak seperti bintang timur, seperti bulan sedang
purnama dan segar seperti hari cerah sehabis hujan. Penggambaran istana
kahyangan (lempir ke 51, 52 dan 53) tampak sangat rinci menceritakan
konstruksi bangunan dan material yang dipakai. Misalnya istana Batara Isora
di Timur, bahannya serbaperak, tiang dari bahan perak berukir, atap perak
cina, bubungan perak berlinggakan permata, lantai perak malaka dan dinding
perak keling. Gambaran yang imajinatif ini tentu untuk mencitrakan
kesempurnaan hunian para dewa dan hyang.
Artefak budaya hunian
Gambaran artefak budaya hunian Sunda bihari terdapat dalam naskah Sunda Kuno
dan inkripsi pada prasasti seperti Batutulis Bogor dan laporan Tome Pires.
Pires, seorang pelaut Portugis yang sekitar tahun 1513 tiba di pelabuhan
Sundakalapa, meskipun singkat tapi cukup memberi gambaran sekaligus
konfirmasi terhadap keterangan dari naskah Sunda Kuno mengenai adanya
bangunan keraton Pakuan Pajajaran. Laporan Pires menunjukkan adanya bangunan
yang indah dengan atap dari ijuk atau rumbia (palm leaf) dan kayu. Kediaman
raja memiliki 330 pilar kayu setebal tong anggur dengan tinggi lima depa
dengan pekerjaan kayu (ukiran) yang indah pada bagian atas pilar. Laporan
Pires yang sampai menjelaskan jumlah pilar, tampaknya berdasarkan model
bangunan antik Barat yang dicirikan dengan bentuk pilar (kolom) dengan model
masing-masing yang khas seperti Dorik, Ionik, Tuskan, dan Korintian.
Sementara itu, budaya hunian Sunda kemarin dapat dilihat pada berbagai rumah
dan kampung adat atau vernakular yang tersebar di seluruh Jawa Barat dan
Banten. Disebut kemarin karena membawa konsep zaman bihari misalnya
kosmologi. Di kampung adat, bangunan tidak boleh menggunakan material yang
berbahan tanah karena tanah adalah dunia bawah atau buana larang, tempat
untuk orang yang telah mati.
Material vernakular seperti ijuk atau nipah untuk atap, anyaman bambu untuk
dinding seperti yang terdapat di rumah kampung adat, dalam kebudayan
kontemporer dipakai sebagai identitas lokal.
Kebudayaan Sunda dan Indonesia secara umum pernah terinterupsi dalam waktu
yang cukup lama yaitu pada masa kolonialisasi Belanda. Menjadi wajar adanya
percampuran budaya Barat dan lokal karena hal itu telah berlangsung jauh
sebelumnya. Paling tidak sejak orang India datang membawa agama Hindu,
Buddha, lalu orang Arab atau India membawa Islam. Selain menyebarkan agama,
mereka juga membawa serta kebudayaan India dan atau Timur Tengah --hal yang
juga dilakukan Belanda pada masa kolonial. Pengaruh kolonialisasi ini lalu
dominan pada perkembangan tata kota, arsitektur, dan kesenian secara umum
dan menjadi landasan model pembangunan budaya rupa ketika Indonesia merdeka.

Uniknya, dalam perjalanan waktu, masih ada di sana-sini berbagai kampung
adat atau kampung budaya lokal yang masih memberikan gambaran budaya rupa
pada masa lalu. Sementara itu, transformasi budaya juga terjadi dengan
bentuknya yang unik termasuk alih fungsi artefak budaya. Aseupan (kukusan)
yang semula perabot untuk menanak nasi dibawa ke kota untuk dijadikan kap
lampu di kafe-kafe

3.2 Kebudayaan Batak
Kerajaan Batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige),
kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama Alang
Pardoksi (Pardosi). M asa kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh raja yang bernama. Sultan M aharaja
Bongsu pada tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan
politiknya.
DESKRIPSI

LOKASI

Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan
Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, M andailing dan Tapanuli Tengah.
Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau
besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari w ilayah administrative, mereka
mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari w ilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo,
Simalungun,

Dairi,

Tapanuli

Utara,

UNSUR

dan

Asahan.
BUDAYA

A.

Bahasa

Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat
Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun
yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan M andailing.
B.

Pengetahuan

Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo
aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut M arsiurupan. Sekelompok
orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota
secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya
berdiri
C.

tergantung

kepada

persetujuan

pesertanya.
Teknologi

M asyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat -alat sederhana yang dipergunakan untuk
bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat
tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. M asyarakat Batak juga memiliki

senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur
(sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang
merupakan

kain

tenunan

yang

mempunyai

D.

banyak

fungsi

dalam

kehidupan

adat

Batak.

Organisasi

Sosial

a.

Perkaw inan

Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga
jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang
menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga
Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkaw inan yang dilakukan di gereja
karena
Untuk

mayoritas
mahar

penduduk

perkaw inan-saudara

Batak

mempelai

w anita

beragama
yang

b.

sudah

Kristen.
menikah.
Kekerabatan

Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta
menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok
kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. M arga tersebut
terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal
yang masih berdiam dalam satu kaw asan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup
tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga
yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat
prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat
keaslian

dan

(d)

E.

status

M ata

kaw in.
Pencaharian

Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di saw ah dan ladang. Lahan didapat dari
pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya.
Selain

tanah

ulayat

adapun

tanah

yang

dimiliki

perseorangan

.

Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku bat ak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi,
kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. M isalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada
kaitanya
F.

dengan

pariwisata.
Religi

Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk
sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali
masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak.
Orang batak mempunyai konsepsi bahw a alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta M ula Jadi
Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan
kedudukanya . Debeta M ula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta;
Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh
dan jiw a orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiw a atau roh; Sahala : jiw a atau roh kekuatan

yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan
kekuatan

sakti

dari

jimat

yang

G.

disebut

Tongkal.
Kesenian

Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat M usik
tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu
ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta
w arisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem
keyakinan yang diw ariskan nenek moyang .
3.2.1 Rumah Adat

Rumah adat tradisional khas Batak disebut Ruma Batak.
Dalam masyarakat suku Batak, bidang seni rupa memang menonjol, dan salah satu hasilnya
adalah arsitektur rumah adat tradisionalnya.
Rumah adat suku Batak merupakan merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir
serta hasil seni kerajinan.
Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.
Hmm.. coba kamu perhatikan, pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat
Batak melambangkan "kerbau berdiri tegak".
Oh, ya, Ruma Batak masih banyak kita temui di wilayah P. Samosir. Kalau kamu berkunjung ke
Samosir, fotoin ruma batak itu buat Nesi, ya!

3.2.2 Seni Rupa / Tari

3.3 Kebudayaan M inangkabau

Budaya Minangkabau adalah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau dan
berkembang di seluruh kawasan berikut daerah perantauan Minangkabau. Budaya ini merupakan
salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh.
Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik, yang menjadi anti-tesis bagi
kebudayaan besar lainnya, yakni budaya Jawa yang bersifat feodal dan sinkretik.[1]
Berbeda dengan kebanyakan budaya yang berkembang di dunia, budaya Minangkabau menganut
sistem matrilineal baik dalam hal pernikahan, persukuan, warisan, dan sebagainya.
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari Luhak Nan Tigo, yang kemudian
menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.[2] Saat
ini wilayah budaya Minangkabau meliputi Sumatera Barat, bagian barat Riau (Kampar, Kuantan
Singingi, Rokan Hulu), pesisir barat Sumatera Utara (Natal, Sorkam, Sibolga, dan Barus), bagian
barat Jambi (Kerinci, Bungo), bagian utara Bengkulu (Mukomuko), bagian barat daya Aceh

(Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tenggara),
hingga Negeri Sembilan di Malaysia.
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha.
Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat
dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang
dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat untuk
mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya
animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam. Budaya menyabung ayam,
mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837.
Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat,
dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang
pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam adagium Adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat
bersendikan kepada Al-Quran). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola
pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam.
Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau
yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa,
diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan
fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.

3.3.1 Rumah Adat M inangkabau

Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang
merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah
Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung.[1].
Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun demikian
tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada
kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan.
Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada
yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.

3.3.2 Seni Rupa / Tari

Ukiran

Masyarakat Minangkabau sejak lama telah mengembangkan seni budaya berupa ukiran, pakaian,
dan perhiasan. Seni ukir dahulunya dimiliki oleh banyak nagari di Minangkabau. Namun saat ini
seni ukir hanya berkembang di nagari-nagari tertentu, seperti Pandai Sikek. Kain merupakan
media ukiran yang sering digunakan oleh masyarakat Minang. Selain itu ukiran juga banyak
digunakan sebagai hiasan Rumah Gadang. Ukiran Rumah Gadang biasanya berbentuk garis
melingkar atau persegi, dengan motif seperti tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga
dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan
dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas
dan ke bawah. Disamping itu motif lain yang dijumpai dalam ukiran Rumah Gadang adalah

motif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang. Jenis-jenis ukiran Rumah Gadang antara lain
kaluak paku, pucuak tabuang, saluak aka, jalo, jarek, itiak pulang patang, saik galamai, dan
sikambang manis.
Tarian
Tari-tarian merupakan salah satu corak budaya Minangkabau yang sering digunakan dalam pesta
adat ataupun perayaan pernikahan. Tari Minangkabau tidak hanya dimainkan oleh kaum
perempuan tapi juga oleh laki-laki. Ciri khas tari Minangkabau adalah cepat, keras, menghentak,
dan dinamis. Adapula tarian yang memasukkan gerakan silat ke dalamnya, yang disebut randai.
Tari-tarian Minangkabau lahir dari kehidupan masyarakat Minangkabau yang egaliter dan saling
menghormati. Dalam pesta adat ataupun perkawinan, masyarakat Minangkabau memberikan
persembahan dan hormat kepada para tamu dengan tari-tarian. Jenis tari Minangkabau antara
lain: Tari Piring, Tari Payung, Tari Pasambahan, dan Tari Indang.

BAB IV
KESIM PULAN

BAB V PENUTUP

Dharsono, Soni Kartika, (2007), Estetika, Rekayasa Sains, Bandung
Hidayat, Rachmat Taufik, Haerudin Dinding, Muhtadin, Teddy AN Darpan, Sastramidjaja, (2005),
Peperenian Urang Sunda, Kiblat Buku Utama, Bandung.
Holt, Claire Holt, 1967, Art in Indonesia, Cornel University Press, New York.
Mintaredja, Roza R. (2008) “Wujud Kearifan Lokal pada Arsitektur Sunda”, makalah, disampaikan dalam
Sawala Estetika Sunda di Pusat Studi Sunda, 15 Februari.
Natawisastra, Mas (1979), Saratus Paribasa Jeung Babasan III, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Prawira, Nanang Ganda (1999), Pamandangan, Reka Hias Baduy: Fungsi, Bentuk, Motif, Simbol dan
Makna, Seni Kriya dan Rekahias Baduy di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak
Jawa Barat, tesis, Program Pascasarjana ITB.
Sumardjo, Jakob (2000), Filsafat Seni, Penerbit ITB Bandung
Suryalaga, HR Hidayat (2008): Etika jeung Estetika anu Dikandung dina Folklor Sunda, Sawala Estetika
Sunda di Pusat Studi Sunda, 15 Februari
Sudjoko, 2001, Pengantar Seni Rupa, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
Snodgrass, Adrian, (1985), The Symbolism of Stupa, Cornell South Asia Program
Fadillah, Moh. Ali (2006): Pengultusan Orang Suci pada Masyarakat Sunda: Sebuah Kontinuitas Unsur
Budaya , prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda, jilid 1, Bandung, Rosidi, Ajip, Ekadjati, Edi
S., Alwasilah, A. Chaedar, Editor, Yayasan Kebudayaan Rancage, 419-432
Wessing, Robert (2006): Telling the Landscape: Place and Meaning in Sunda, prosiding Konferensi
Internasional Budaya Sunda, Bandung, Rosidi, Ajip, Ekadjati, Edi S., Alwasilah, A. Chaedar, Editor,
Yayasan Kebudayaan Rancange, 450-474, jilid 1.
Wiartakusumah, Jamaludin (2008): Mencari Estetika dalam Budaya Rupa Sunda, Pikiran Rakyat, 5 April
Wiartakusumah, Jamaludin, (2009): Estetika Sunda, Kompas Jawa Barat, 28 Februari.
Wiartakusumah, Jamaludin (2010): Waas dan Mudik, Pengalaman Estetik, Kompas Jawa Barat, 8
September
http:/ / w w w .kasundaan.org/ id/ index.php?option=com_content& view =article& id=189:konsep-estetikadalam-budaya-rupa-sunda& catid=1:berita& Itemid=85