Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah Chapter III VI

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Propinsi Sumatera Utara dan di Laboratorium Kimia
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai Oktober 2016.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning
System) untuk menentukan koordinat geografis plot di lapangan, hagameter untuk
mengukur tinggi pohon, phiband untuk mengukur diameter, parang atau gunting
rumput untuk memotong bagian-bagian tumbuhan bawah, meteran, patok, dan tali
plastik untuk pembuatan plot, timbangan untuk menimbang sampel, oven untuk
mengeringkan sampel, kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan
lapangan, alat tulis untuk mencatat data di lapangan, dan kalkulator untuk
menghitung data. Bahan yang digunakan adalah tally sheet untuk mencatat data
lapangan, kantong plastik untuk menyimpan sampel tumbuhan bawah, kertas label
untuk membuat label pada setiap sampel yang diambil pada setiap plot, dan
tumbuhan bawah di lahan agroforestri karet dan monokultur karet.
Metode Penelitian
Desain Plot Penelitian

Penelitian dilakukan pada lahan agroforestri dan monokultur berbasis
tanaman karet. Luas plot contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,72
ha. Lahan agroforestri karet dan monokultur karet masing-masing memiliki luas
sekitar 1,5 ha sehingga intensitas sampling yang diperoleh sebesar 48 %. Pada

Universitas Sumatera Utara

kedua lahan tersebut dibuat 6 plot penelitian, yaitu 3 plot pada lahan agroforestri
dan 3 plot pada monokultur. Plot yang digunakan berukuran 40 m × 60 m dengan
jarak antar plot 1 m. Pada setiap plot dibuat 3 petak contoh dengan ukuran 20×20
m2 untuk inventarisasi pohon (diameter≥ 20 cm), 10×10 m

2

untuk inventarisasi

tiang (diameter 10 sampai < 20 cm), 5×5 m2 untuk inventarisasi pancang
(diameter < 10 cm dan tinggi ≥ 1,5 m, 2×2 m 2 untuk inventarisasi semai (tinggi≤
1,5 m), dan 1×1 m2 untuk inventarisasi tumbuhan bawah (rumput, herba, dan
semak belukar). Petak contoh pengamatan diletakkan secara systematic sampling

with random start. Desain plot dapat dilihat pada Gambar 1.
60 m

e

e
d

d
c

c
b

b
a

a
a


b
c
d

Keterangan :
a. Petak 1 × 1 m2
b. Petak 2 × 2 m2
c. Petak 5 × 5 m2
d. Petak 10 × 10 m2
e. Petak 20 × 20 m2

e

40 m

Gambar 1. Desain plot penelitian

Prosedur Penelitian
A. Struktur dan Komposisi Tegakan dan Tumbuhan Bawah
Analisis Vegetasi

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai
Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan

Universitas Sumatera Utara

Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah dan tegakan. Rumus yang
digunakan mengacu kepada buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).
a. Kerapatan
Jumlah individu suatu jenis

Kerapatan =

Luas plot contoh

Kerapatan Relatif (KR) =

Kerapatan suatu jenis
Kerapatan total seluruh jenis

× 100 %


b. Frekuensi
Frekuensi =

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis
Jumlah seluruh plot pengamatan

Frekuensi Relatif (FR) =

Frekuensi suatu jenis
Frekuensi total seluruh jenis

× 100 %

c. Dominansi
Dominansi =

Luas bidang dasar suatu jenis
Luas petak contoh


Dominansi Relatif (DR) =

Dominansi suatu jenis
Dominansi total

× 100 %

d. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR (untuk tumbuhan bawah, semai, dan pancang)
INP = KR + FR + DR (untuk tiang dan pohon)
e. Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener
H′ = - ∑��=1 [(��⁄�) ln(��⁄�)]

Keterangan :

H′ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
S = jumlah jenis
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = total seluruh individu


Universitas Sumatera Utara

f. Indeks Keseragaman
E=

H′
H maks

; H maks = ln S

Keterangan :
E

= Indeks Keseragaman

H′

= Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

H maks = Indeks keanekaragaman maksimum

S

= jumlah jenis

B. Pengukuran Biomassa
Pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan metode
destruktif (mengambil bagian tanaman sebagai contoh). Tumbuhan bawah yang
diambil sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup yang berdiameter < 5 cm,
herba, dan rumput-rumputan (Hairiah et al., 2011).
1. Pengumpulan data di lapangan
Pengumpulan data tumbuhan bawah di lapangan dilakukan dengan
pemanenan seluruh tumbuhan bawah pada petak contoh berukuran 1 m × 1 m.
Semua sampel tumbuhan bawah tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui
berat basah setiap plotnya. Berat basah tumbuhan bawah adalah hasil penjumlahan
semua berat basah semua plot tumbuhan bawah (Hairiah et al., 2011).
Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Penempatan petak contoh berukuran 1 m × 1 m pada agroforestri karet dan
monokultur karet.
2. Pemanenan semua tumbuhan bawah yang terdapat dalam petak contoh dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai kode titik

contohnya.

Universitas Sumatera Utara

3. Penimbangan berat basah daun dan batang dan dicatat beratnya dalam tally
sheet.
4. Penyimpanan semua sampel tumbuhan bawah ke dalam kantong plastik untuk
mempermudah pengangkutan ke laboratorium.
2. Analisis di Laboratorium
Kadar air
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat
konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat
keringnya.
2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat
kering tanur ialah kadar air contoh uji.
Pengukuran kadar karbon
Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Kadar zat terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for

Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sampel dari tumbuhan bawah dicincang.
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill).
d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran
40-60 mesh.

Universitas Sumatera Utara

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 g,
dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan
penutupnya, dan ditimbang dengan timbang Sartorius.
f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 2 menit.
Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap
berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. Pengukuran persen zat
terbang terhadap sampel dari tumbuhan bawah dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan.
2. Kadar Abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing

Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur
listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam.
b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk
mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur
contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian tumbuhan bawah
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
3. Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tumbuhan bawah menggunakan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji
merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

Universitas Sumatera Utara

C. Pengolahan Data
Analisis data yang dilakukan untuk memperoleh data Kadar Air (KA),
Biomassa, dan juga Kadar Karbon yang terdapat pada tumbuhan bawah. Rumus
yang digunakan mengacu kepada buku pendugaan cadangan karbon tersimpan
(Hairiah dan Rahayu, 2007).
1. Perhitungan Kadar Air
Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus:
% KA =

BB −BKT
BKT

× 100 %

Keterangan :
% KA = Persentase Kadar Air (%)
BB

= Berat Basah contoh sampel (g)

BKT

= Berat Kering Tanur (g)

2. Perhitungan Biomassa
Biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan rumus:
B=

BB tot × BKc
BBc ×A

Keterangan :
B

= Biomassa

BB tot = Berat basah total (kg)
A

= Area Contoh (m2)

BKc

= Berat kering contoh uji (g)

BBc

= Berat basah contoh uji (g)

Universitas Sumatera Utara

3. Perhitungan Karbon
Kadar zat terbang
Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan
rumus sebagai berikut :
Kadar zat terbang =

A−B
A

× 100 %

Dimana :
A = Berat kering tanur pada suhu 105oC
B = Berat contoh uji dikurangi berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan
sisa contoh uji pada suhu 950oC
Kadar Abu
Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Abu =

Berat abu
Berat contoh uji kering oven

× 100 %

Kadar Karbon
Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan
rumus berikut ini :
Kadar karbon terikat arang = 100% - kadar zat terbang arang - kadar abu
4. Analisis Data
Untuk menguji signifikansi beda rata-rata cadangan karbon tumbuhan
bawah pada lahan agroforestri dan monokultur karet, maka perlu dilakukan uji t
menggunakan software SPSS. Uji t yang digunakan adalah uji independent
sample t test. Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:
Jika nilai Sig.(2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima (tidak berbeda secara signifikan)
Jika nilai Sig.(2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak (berbeda secara signifikan)

Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1. Topografi
Topografi Kabupaten Tapanuli Tengah sebagian besar berbukit-bukit
dengan ketinggian 0 – 1.266 meter di atas permukaan laut. Dari seluruh wilayah
Tapanuli Tengah, 43,90% berbukit dan bergelombang.
Andam Dewi merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten
Tapanuli Tengah, Propinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Andam Dewi
berada di Pantai Barat Sumatera yang terletak antara 23o20’ – 34o55’ Lintang
Utara dan 65o58’ – 76o36’ Bujur Timur serta terletak antara 0-3 m di atas
permukaan laut. Kecamatan Andam Dewi terbagi atas tiga belas desa dan satu
kelurahan, dengan luas wilayah 122,42 km2 (BPS Tapteng, 2012). Peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi

Universitas Sumatera Utara

Desa Sijungkang merupakan desa terluas di Kecamatan Andam Dewi,
yaitu 23, 71 km2. Batas-batas Desa Sijungkang adalah sebagai berikut :
− Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sogar
− Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Barus Utara
− Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pakkat
− Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pangaribuan
2. Iklim
Kondisi Iklim di Kabupaten Tapanuli Tengah tidak jauh berbeda dengan
iklim di wilayah Sumatera Utara lainnya. Terbagi atas dua kondisi, yaitu musim
kemarau (Januari – Agustus) dan musim hujan (September – Desember). Jumlah
curah hujan tercatat pertahun berkisar antara 2000 – 3000 mm, sedangkan
temperatur udara antara 22 – 33 oC.
Kelembaban udara rata-rata di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2015
adalah 82,50 %. Rata-rata penyinaran matahari di Kabupaten Tapanuli Tengah
tahun 2015 adalah 46,50 %. Kecepatan angin rata-rata di Kabupaten Tapanuli
Tengah tahun 2015 adalah 6,36 knot. Penguapan rata-rata sebesar 4,95 mm.
3. Sosial
Berdasarkan data dari Koordinator Statistik Kecamatan yang dimuat dalam
BPS Tapteng (2016), jumlah penduduk di Desa Sijungkang pada tahun 2015
adalah 2062 jiwa.
4. Potensi Sumber Daya Alam (SDA)
Berdasarkan data dari Pimpinan Pertanian Kecamatan (PPK) yang dimuat
dalam BPS Tapteng (2016), Desa Sijungkang memiliki luas lahan karet dan
produksi karet terbesar di Kecamatan Andam Dewi pada tahun 2015. Luas lahan

Universitas Sumatera Utara

karet di Desa Sijungkang 265 ha dengan produksi 128 ton. Hasil pertanian lain
yang terdapat di Desa Sijungkang adalah kelapa, coklat, dan kopi. Desa
Sijungkang juga menghasilkan tanaman palawija, seperti ubi kayu, jagung, ubi
jalar, kacang kacang tanah, dan kacang hijau. Selain itu, Kecamatan Andam Dewi
juga menghasilkan buah-buahan dan sayuran.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan yang dilakukan di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam
Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara pada agroforestri
karet dan monokultur karet masing-masing sebanyak tiga plot. Titik koordinat
plot agroforestri karet, yaitu Plot I (N 02°03'57,8" : E 098°25'31,7"), Plot II
(N 02°03'57,4" : E 098°25'33,7"), dan Plot III (N 02°03'58,4" : E 98°25'35,5").
Titik koordinat plot monokultur karet yaitu Plot I (N 02°04'08,5" : E
098°25'15,9"), Plot II (N 02°04'06,8" : E 098°25'16,5"), dan Plot III (N
02°04'04,3" : E 098°25'17,5").
Struktur dan Komposisi Tegakan pada Agroforestri Karet
Desa Sijungkang merupakan salah satu desa yang terdapat Kecamatan
Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah. Desa ini memiliki lahan karet terluas
di kecamatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan iklim dan tanah
sesuai untuk pertumbuhan tanaman karet. Menurut Anwar (2001), daerah yang
cocok untuk tanaman karet adalah zona antara 15oLS dan 15oLU. Tanaman karet
tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 dari permukaan laut.
Suhu optimal yang diperlukan berkisar antara 25oC sampai 35 oC dan curah hujan
optimal antara 2500 mm sampai 4000 mm/tahun. Berbagai jenis tanah dapat
sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis merah dan tua,
bahkan pada tanah gambut < 2 m.
Sistem agroforestri dalam objek penelitian ini termasuk sistem agroforestri
sederhana, yaitu sistem penggunaan lahan yang memadukan pepohonan dengan
satu atau lebih jenis tanaman semusim. Kondisi agroforestri karet dapat dilihat
pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

(a)
(b)
Gambar 3. Kondisi agroforestri karet di Desa Sijungkang (a) Perpaduan tanaman karet,
kuweni, pisang, dan nanas ; (b) Perpaduan tanaman karet, petai, dan aren

Agroforestri ini didominasi oleh tanaman karet yang berumur 10-12 tahun
dan merupakan tanaman karet alam. Luas lahan agroforestri karet ini adalah 1,5
ha dengan jarak tanam 3 m × 3 m.

Komposisi jenis tanaman penyusun

agroforestri dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi jenis-jenis tanaman penyusun agroforestri
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Nama Lokal
Karet
Jengkol
Kuweni
Durian
Nangka
Petai
Rambutan
Jeruk nipis
Aren
Singkong
Pisang
Nanas
Lengkuas

Nama Latin
Hevea brasiliensis
Archidendron pauciflorum
Mangifera odorata
Durio zibethinus
Artocarpus heterophyllus
Parkia speciosa
Nephelium lappaceum
Citrus aurantifolia
Arenga pinnata
Manihot utilissima
Musa paradisiacal
Ananas comosus
Alpinia galangal

Komponen penyusun agroforestri tersebut terdiri dari tanaman kehutanan,
tanaman penghasil buah, tumbuhan palmae, rempah-rempah, dan sayuran. Karet
merupakan tanaman kehutanan. Jengkol, kuweni, durian, nangka, petai, rambutan,
jeruk nipis, pisang, dan nanas merupakan tanaman buah-buahan. Aren merupakan
tanaman palmae, lengkuas merupakan rempah-rempah, dan singkong merupakan

Universitas Sumatera Utara

tanaman sayur-sayuran. Struktur dan komposisi tegakan pada masing-masing
tingkat pertumbuhan di lahan agroforestri adalah sebagai berikut.
A. Tingkat Pohon
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh data bahwa pohon yang
mendominasi pada lahan agroforestri adalah pohon karet dengan nilai INP 188,44
% dan terendah pada durian, yaitu 10,57 %. INP suatu jenis merupakan nilai yang
menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Makin besar
INP suatu jenis makin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas (Kainde
dkk., 2011). Nilai INP tertinggi pada tanaman karet menunjukkan bahwa peranan
jenis tersebut sangat besar dalam suatu komunitas. Indeks nilai penting tingkat
pohon pada agroforestri karet dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Indeks nilai penting pohon pada agroforestri karet
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Lokal
Karet
Jengkol
Nangka
Petai
Kuweni
Durian
Total

Nama Latin

K

Hevea brasiliensis
Archidendron pauciflorum
Artocarpus heterophyllus
Parkia speciosa
Mangifera odorata
Durio zibethinus

52,78
13,89
5,56
5,56
2,78
2,78
83,35

KR
(%)
63,33
16,67
6,67
6,67
3,33
3,33
100

F
0,78
0,33
0,22
0,22
0,11
0,11
1,77

FR
(%)
43,75
18,75
12,5
12,5
6,25
6,25
100

D
36,71
4,87
0,72
0,58
1,79
0,45
45,12

DR
(%)
81,36
10,80
1,60
1,29
3,96
0,99
100

INP
188,44
46,22
20,77
20,46
13,54
10,57
300

Besarnya nilai INP pada pohon karet disebabkan karena tanaman karet
ditanam sebagai tanaman utama pada sistem agroforestri ini. Produksi getah
pohon karet dimanfaatkan oleh pemilik lahan agroforestri sebagai sumber mata
pencaharian. Tanaman lain seperti jengkol, nangka, petai, kuweni, dan durian
ditanam lebih awal di lahan agroforestri sebagai tanaman yang hasilnya untuk
dikonsumsi.
Richards (1996) dalam Idris dkk (2013) menyatakan suatu jenis tumbuhan
dapat berperan jika INP untuk tingkat tiang dan pohon lebih dari 15 %. Dari hasil

Universitas Sumatera Utara

analisis vegetasi tingkat pohon, jenis yang berperan adalah karet, jengkol, nangka,
dan petai.
B. Tingkat Tiang
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh data bahwa kerapatan karet
pada tingkat tiang sebesar 644,44 individu/ha dan dominansi sebesar 529,41. Data
hasil analisis vegetasi pada tingkat tiang di lahan agroforestri karet dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks nilai penting tiang pada agroforestri karet
No.

Nama Lokal

Nama Latin

K

1.

Karet

Hevea brasiliensis

644,44

KR
(%)
100

F
1

FR
(%)
100

D
529,41

DR
(%)
100

INP
300

Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa hanya tanaman karet yang
ditemukan pada tingkat tiang. Hal ini disebabkan karena jenis tanaman lain seperti
jengkol, nangka, petai, kuweni, dan durian ditanam dalam jumlah yang lebih
sedikit serta telah berumur sekitar 15-25 tahun sehingga tingkat tiang untuk
tanaman ini tidak ditemukan.
C. Tingkat Pancang
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh data bahwa hanya tanaman
karet yang ditemukan pada tingkat pancang. Hal ini disebabkan oleh jenis vegetasi
dominan yang menyusun agroforestri ini adalah tanaman karet. Data hasil analisis
vegetasi pada tingkat pancang di lahan agroforestri karet dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Indeks nilai penting pancang pada agroforestri karet
No.

Nama Lokal

Nama Latin

K

1.

Karet

Hevea brasiliensis

666,67

KR
(%)
100

F
0,89

FR
(%)
100

INP
200

Kerapatan tanaman karet pada tingkat pancang sebesar 666,67 individu/ha.
Nilai kerapatan karet pada tingkat pancang lebih tinggi daripada tingkat tiang

Universitas Sumatera Utara

yang kerapatannya sebesar 644,44 individu/ha. Frekuensi karet pada tingkat
pancang sebesar 0,89. Bila dibandingkan dengan frekuensi tanaman karet pada
tingkat tiang yang bernilai 1, maka nilai frekuensi tanaman karet pada tingkat
pancang ini lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran tanaman karet
pada tingkat tiang lebih merata daripada tingkat pancang.
D. Tingkat Semai
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh data bahwa semai yang
mendominasi pada lahan agroforestri adalah semai karet dengan INP 121,43 %
dan terendah adalah durian sebesar 11,9 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
jenis yang memiliki INP tinggi pada tingkat pohon memiliki nilai INP tinggi juga
pada tingkat semai atau permudaan. Penelitian Dendang dan Handayani (2015)
menyebutkan bahwa jenis yang mendominasi pada tingkat pohon (A. excelsa) dan
tiang tidak ditemukan pada tingkat semai maupun pancang. Hal tersebut
menunjukkan adanya perubahan komposisi jenis yang menduduki tiap strata
pertumbuhan, dan telah terjadi gangguan terhadap proses regenerasi jenis
dominan pada tingkat pohon khususnya A. excelsa. Indeks nilai penting tingkat
semai pada agroforestri karet dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks nilai penting semai pada agroforestri karet
No.
1.
2.
3.
4.

Nama Lokal
Karet
Jengkol
Aren
Durian
Total

Nama Latin

K

Hevea brasiliensis
Archidendron pauciflorum
Arenga pinnata
Durio zibethinus

5555,56
1111,11
833,33
277,78
7777,78

KR
(%)
71,43
14,29
10,71
3,57
100

F
0,67
0,33
0,22
0,11
1,33

FR
(%)
50
25
16,67
8,33
100

INP
121,43
39,29
27,38
11,9
200

Richards (1996) dalam Idris dkk (2013) menyatakan suatu jenis tumbuhan
dapat berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10 %. Dari

Universitas Sumatera Utara

hasil analisis vegetasi tingkat semai, jenis yang berperan adalah semua jenis semai
yang ditemukan dalam plot penelitian.
Struktur dan Komposisi Tegakan pada Monokultur Karet
A. Tingkat Pohon
Jenis tanaman karet pada lahan monokultur ini adalah karet klon PB 260
yang berumur 8-12 tahun. Budi dkk (2008) mengatakan bahwa klon PB 260
termasuk dalam klon penghasil lateks yang telah direkomendasikan oleh Balai
Penelitian Sembawa-Pusat Penelitian Karet untuk periode 2006-2010. Klon PB
260 merupakan salah satu klon karet terpilih untuk daerah Sumatera dan
Kalimantan. Beberapa jenis klon yang telah dipilih untuk sistem wanatani
berbasis karet termasuk PB 260 memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batang
yang cepat, dan dapat beradaptasi dengan kondisi kebun rakyat yang kondisi
pengelolaannya tidak sebaik perkebunan besar (Joshi dkk., 2001). Bentuk tajuk
dan kondisi monokultur karet dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Monokultur karet

Luas lahan monokultur yang ditanami tanaman karet ini sekitar 1,5 ha
dengan jarak tanam karet 3 m × 5 m dan 3 m × 6 m. Hasil analisis vegetasi tingkat
pohon dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Indeks nilai penting pohon pada monokultur karet
No.

Nama Lokal

Nama Latin

K

1.

Karet

Hevea brasiliensis

41,67

KR
(%)
100

FR
(%)
100

F
0,56

D
28,24

DR
(%)
100

INP
300

Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pohon diperoleh data bahwa
nilai kerapatan tanaman karet adalah 41,67 individu/ha. Nilai kerapatan ini lebih
kecil bila dibandingkan dengan kerapatan pohon pada agroforestri. Hal ini
disebabkan oleh jarak tanam pada agroforestri lebih rapat daripada monokultur.
Nilai frekuensi pohon karet pada lahan monokultur sebesar 0,56. Nilai frekuensi
ini menunjukkan bahwa penyebaran tanaman karet pada tingkat pohon tidak
tersebar merata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan waktu tanam
karet sehingga karet yang penanamannya lebih awal hanya ditemukan pada
beberapa plot saja.
Nilai dominansi pohon karet pada lahan monokultur juga lebih kecil
daripada dominansi pohon di lahan agroforestri. Hal ini disebabkan karena jumlah
penguasaan pohon karet di lahan monokultur lebih rendah.
B. Tingkat Tiang
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh data bahwa kerapatan karet
pada tingkat tiang sebesar 322,22 individu/ha. Nilai kerapatan tanaman karet pada
tingkat tiang di lahan monokultur lebih rendah daripada di lahan agroforestri
disebabkan oleh jarak tanam yang lebih renggang pada monokultur. Hasil analisis
vegetasi tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Indeks nilai penting tiang pada monokultur karet
No.

Nama Lokal

Nama Latin

K

1.

Karet

Hevea brasiliensis

322,22

KR
(%)
100

F
1

FR
(%)
100

D
122,46

DR
(%)
100

INP
300

Nilai frekuensi karet pada tingkat tiang adalah 1. Hal ini menunjukkan
bahwa penyebaran karet pada tingkat tiang tersebar secara merata. Nilai

Universitas Sumatera Utara

dominansi karet pada tingkat tiang sebesar 122,46. Nilai dominansi tingkat tiang
ini lebih tinggi daripada tingkat pohon. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
monokultur ini didominasi oleh tanaman karet pada tingkat tiang. Walaupun
pertumbuhan batang karet klon PB 260 tergolong cepat, namun dominansi karet
pada lahan agroforestri dengan jenis karet alam dan lahan monokultur dengan
jenis karet klon PB 260 sama-sama didominasi oleh tingkat tiang. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh sifat karet jenis klon jagur yang pertumbuhan
awalnya lebih cepat pada masa belum produksi. Menurut Aidi-Daslin (2005)
dalam Sayurandi dkk (2014), klon karet yang tergolong jagur memiliki
pertumbuhan awal cepat selama masa TBM (Tanaman Belum Menghasilkan)
dengan rata-rata pertambahan lilit batang ≥ 11 cm/tahun.
C. Tingkat Pancang
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh data bahwa kerapatan karet
pada tingkat pancang sebesar 533,33 individu/ha. Rendahnya kerapatan karet pada
tingkat pancang pada sistem monokultur dibandingkan dengan sistem agroforestri
disebabkan oleh jarak tanam. Jarak tanam karet yang lebih renggang pada sistem
monokultur ini dapat meningkatkan pertumbuhan karena persaingan antar
tanaman dalam memperoleh unsur hara maupun cahaya lebih kecil. Selain faktor
jarak tanam, rendahnya nilai kerapatan pancang disebabkan oleh sifat
pertumbuhan awal klon jagur yang cepat pada masa tanaman belum
menghasilkan. Tanaman karet klon belum menghasilkan pada tingkat pancang
sehingga pertumbuhan batangnya lebih cepat. Sifat pertumbuhan inilah yang
kemungkinan menyebabkan kerapatan pancang lebih rendah pada sistem
monokultur. Hasil analisis vegetasi tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 8. Indeks nilai penting pancang pada monokultur karet
No.

Nama Lokal

Nama Latin

K

1.

Karet

Hevea brasiliensis

533,33

KR
(%)
100

F
0,89

FR
(%)
100

INP
200

Frekuensi pancang pada sistem monokultur sebesar 0,89. Nilai frekuensi
ini juga sama dengan frekuensi pancang pada agroforestri.
D. Tingkat Semai
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh data bahwa kerapatan karet
pada tingkat semai sebesar 5277,78 individu/ha sedangkan frekuensi sebesar 0,56.
Hasil analisis vegetasi tingkat semai dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Indeks nilai penting semai pada monokultur karet
No.

Nama Lokal

Nama Latin

K

1.

Karet

Hevea brasiliensis

5277,78

KR
(%)
100

F
0,56

FR
(%)
100

INP
200

Struktur dan Komposisi Tumbuhan Bawah pada Agroforestri dan
Monokultur Karet
Berdasarkan hasil inventarisasi tumbuhan bawah di Desa Sijungkang,
Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Propinsi Sumatera Utara,
diperoleh 23 jenis tumbuhan bawah pada agroforestri karet dan 15 jenis tumbuhan
bawah pada monokultur karet. Total seluruh jenis tumbuhan bawah yang
ditemukan pada kedua lokasi tersebut sebanyak 28 jenis. Jenis tumbuhan bawah
pada agroforestri dan monokultur karet dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 10. Jenis tumbuhan bawah pada agroforestri karet
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Nama Lokal
Situdu langit
Bawang- bawangan
Rumput sabut
Salhot babi
Paku pita
Rumput tali
Lalang
Ria-ria
Rumput setaria
Sanduduk
Simarbau-bau
Rumput jenggot
Belimbing tanah
Sanggul lote
Rumput keriting
Kacang asu
Ramuk-ramuk
Nasi-nasi
Pahu harupat
Andorpalas
Rumput teki
Simarriman-riman
Sanduduk bulu
Total

Nama Latin
Stachytarpheta jamaicensis
Eleutherine Americana
Ottochloa nodosa
Paspalum conjugatum
Vittaria elongata
Desmodium triflorum
Imperata cylindrical
Scleria sumatrensis
Setaria sphacelata
Melastoma malabathricum
Cromolaena odorata
Sporobolus indicus
Oxalis barrelieri
Porophyllum ruderale
Diodia sarmentosa
Calopogonium mucunoides
Borreria latifolia
Sauropus androgynus
Nephrolepis bisserata
Tetracera indica
Cyperus rotundus
Lygodium microphyllum
Clidemia hirta

Jumlah
42
21
15
15
14
13
13
8
6
6
5
5
4
3
2
2
2
2
1
1
1
1
1
183

Tabel 11. Jenis tumbuhan bawah pada monokultur karet
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Nama Lokal
Ara sungsang
Ramuk-ramuk
Rumput rotan
Sanggul lote
Rumput teki
Akar wangi
Rumput setaria
Salhot babi
Sentro
Belimbing tanah
Simarbau-bau
Sitanggis
Rumput keriting
Kacang asu
Simarriman-riman
Total

Nama Latin
Asystasia gangetica
Borreria latifolia
Echinochloa colona
Porophyllum ruderale
Cyperus rotundus
Polygala paniculata
Setaria sphacelata
Paspalum conjugatum
Centrosema pubescens
Oxalis barrelieri
Cromolaena odorata
Belamcanda chinensis
Diodia sarmentosa
Calopogonium mucunoides
Lygodium microphyllum

Jumlah
32
26
22
20
14
13
9
8
6
4
4
3
3
1
1
166

Jumlah dan jenis tumbuhan bawah pada agroforestri karet lebih banyak
dibandingkan dengan monokultur karet. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan
lahan berupa penyemprotan gulma di monokultur lebih intensif dibandingkan
dengan agroforestri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Langi (2007) yang
menyatakan bahwa keberadaan tumbuhan bawah di lahan milik sangat dinamis.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini disebabkan pengelolaan yang dilakukan oleh petani pada beberapa jenis
lahan cukup intensif sehingga keberadaan tumbuhan bawah sangat dinamis.
Pengelolaan yang lebih intensif di lahan monokultur karet ini menyebabkan
pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan bawah masih lebih sedikit.
Berdasarkan hasil inventarisasi terdapat sepuluh jenis tumbuhan bawah
yang selalu ditemukan pada kedua lokasi tersebut, diantaranya Ramuk-Ramuk
(Borreria latifolia), Sanggul Lote (Porophyllum ruderale), Rumput Teki
(Cyperus rotundus), Rumput Setaria (Setaria sphacelata), Salhot Babi
(Paspalum conjugatum), Belimbing Tanah (Oxalis barrelieri), Simarbau-bau
(Cromolaena odorata), Rumput Keriting (Diodia sarmentosa), Kacang Asu
(Calopogonium mucunoides), dan Simarriman-riman (Lygodium microphyllum).
Adanya persamaan jenis tumbuhan bawah yang dijumpai pada kedua lokasi
disebabkan jenis tersebut mempunyai batas toleransi yang luas terhadap intensitas
cahaya dan persaingan nutrisi yang dianggap sebagai faktor yang sangat penting
dalam pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan. Jumlah jenis tumbuhan bawah
yang hanya dijumpai pada agroforestri maupun monokultur karet berjumlah 18
jenis. Jenis-jenis yang hanya dijumpai pada suatu lokasi menunjukkan jenis
tersebut mempunyai batas toleransi yang sempit terhadap intensitas cahaya
sehingga adanya perbedaan tutupan tajuk pada agroforestri dan monokultur
menyebabkan jenis-jenis tersebut hanya dijumpai pada salah satu lokasi
(Fitter dan Hay, 1991). Indeks nilai penting tumbuhan bawah pada agroforestri
karet dan monokultur karet dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 12. Indeks nilai penting tumbuhan bawah pada agroforestri karet
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Nama Lokal
Situdu langit
Bawang-bawangan
Rumput sabut
Rumput tali
Lalang
Salhot babi
Ria-ria
Paku pita
Sanduduk
Rumput setaria
Simarbau-bau
Sanggul lote
Rumput keriting
Ramuk-ramuk
Rumput jenggot
Belimbing tanah
Kacang asu
Nasi-nasi
Pahu harupat
Andorpalas
Rumput teki
Simarriman-riman
Sanduduk bulu
Total

Nama Latin
Stachytarpheta jamaicensis
Eleutherine americana
Ottochloa nodosa
Desmodium triflorum
Imperata cylindrical
Paspalum conjugatum
Scleria sumatrensis
Vittaria elongata
Melastoma malabathricum
Setaria sphacelata
Cromolaena odorata
Porophyllum ruderale
Diodia sarmentosa
Borreria latifolia
Sporobolus indicus
Oxalis barrelieri
Calopogonium mucunoides
Sauropus androgynus
Nephrolepis bisserata
Tetracera indica
Cyperus rotundus
Lygodium microphyllum
Clidemia hirta

K
46666,67
23333,33
16666,67
14444,44
14444,44
16666,67
8888,89
15555,56
6666,67
6666,67
5555,56
3333,33
2222,22
2222,22
5555,56
4444,44
2222,22
2222,22
1111,11
1111,11
1111,11
1111,11
1111,11
203333,3

KR (%)
22,95
11,48
8,20
7,10
7,10
8,20
4,37
7,65
3,28
3,28
2,73
1,64
1,09
1,09
2,73
2,19
1,09
1,09
0,55
0,55
0,55
0,55
0,55
100

F
0,44
0,44
0,56
0,44
0,44
0,33
0,44
0,22
0,33
0,22
0,22
0,22
0,22
0,22
0,11
0,11
0,11
0,11
0,11
0,11
0,11
0,11
0,11
5,78

FR (%)
7,69
7,69
9,62
7,69
7,69
5,77
7,69
3,85
5,77
3,85
3,85
3,85
3,85
3,85
1,92
1,92
1,92
1,92
1,92
1,92
1,92
1,92
1,92
100

INP
30,64
19,17
17,82
14,79
14,79
13,97
12,06
11,50
9,05
7,13
6,58
5,49
4,94
4,94
4,65
4,11
3,01
3,01
2,47
2,47
2,47
2,47
2,47
200

FR (%)
13,73
11,76
7,84
7,84
9.80
9,80
5,88
7,84
5,88
5,88
3,92
3,92
1,96
1,96
1,96
100

INP
33,01
27,42
21,09
19,89
18,23
14,62
13,71
13,26
8,29
7,69
7,53
6,33
3,77
2,56
2,56
200

Tabel 13. Indeks nilai penting tumbuhan bawah pada monokultur karet
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Nama Lokal
Ara sungsang
Ramuk-ramuk
Rumput rotan
Sanggul lote
Rumput teki
Salhot babi
Akar wangi
Rumput setaria
Belimbing tanah
Rumput keriting
Sentro
Simarbau-bau
Sitanggis
Kacang asu
Simarriman-riman
Total

Nama Latin
Asystasia gangetica
Borreria latifolia
Echinochloa colona
Porophyllum ruderale
Cyperus rotundus
Paspalum conjugatum
Polygala paniculata
Setaria sphacelata
Oxalis barrelieri
Diodia sarmentosa
Centrosema pubescens
Cromolaena odorata
Belamcanda chinensis
Calopogonium mucunoides
Lygodium microphyllum

K
35555,56
28888,89
24444,44
22222,22
15555,56
8888,89
14444,44
10000,00
4444,44
3333,33
6666,67
4444,44
3333,33
1111,11
1111,11
184444,4

KR (%)
19,28
15,66
13,25
12.05
8,43
4,82
7,83
5,42
2,41
1,81
3,61
2,41
1,81
0,60
0,60
100

F
0,78
0,67
0,44
0,44
0,56
0,56
0,33
0,44
0,33
0,33
0,22
0,22
0,11
0,11
0,11
5,67

Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13, jenis tumbuhan bawah yang
mendominasi

pada

agroforestri

karet

adalah

Situdu

Langit

(Stachytarpheta jamaicensis) dengan INP sebesar 30,64 % dan pada monokultur
karet adalah Ara Sungsang (Asystasia gangetica) sebesar 33,01 %. Indriyanto
(2006) menyatakan bahwa spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam
suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi,
sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting

Universitas Sumatera Utara

yang paling besar. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada masing-masing
lokasi dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Situdu Langit

Gambar 6. Ara Sungsang

(Stachytarpheta jamaicensis)

(Asystasia gangetica)

Jenis tumbuhan bawah yang mempunyai INP terendah pada agroforestri
karet

adalah

Paku

Harupat

(Nephrolepis

bisserata),

Andorpalas

(Tetracera indica), Rumput Teki (Cyperus rotundus), Simarriman-riman
(Lygodium microphyllum), dan Sanduduk Bulu (Clidemia hirta) dengan INP
sebesar 2,47 % sedangkan pada monokultur karet adalah Kacang Asu
(Calopogonium mucunoides) dan Simarriman-riman (Lygodium microphyllum)
dengan INP sebesar 2,56. Nilai KR dan FR pada jenis tersebut juga paling rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa jenis tumbuhan bawah ini paling sedikit ditemukan
pada petak contoh dan tingkat penyebarannya paling rendah.
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’)
tumbuhan bawah pada agroforestri karet sebesar 2,62 dan pada monokultur karet
sebesar 2,35. Indeks keanekaragaman tumbuhan bawah pada agroforestri karet
lebih tinggi daripada monokultur disebabkan oleh jumlah jenis tumbuhan bawah
lebih banyak ditemukan pada agroforestri karet. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Indriyanto (2006) yang menyatakan bahwa keanekaragaman jenis suatu

Universitas Sumatera Utara

komunitas tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis. Sebaliknya suatu
komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas
itu disusun oleh sedikit jenis dan hanya sedikit jenis yang dominan.
Nilai indeks keanekaragaman tumbuhan bawah yang diperoleh pada kedua
lokasi ini termasuk dalam kategori sedang. Mason (1980) menyatakan bahwa jika
nilai indeks keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis
rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar
dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Indeks keanekaragaman tumbuhan
bawah yang tergolong sedang pada kedua lokasi ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan mempengaruhi keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat tumbuh
pada kondisi lingkungan seperti Desa Sijungkang. Menurut Barbour et al (1987)
dalam Sofiah dkk (2013), komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan dalam
suatu kawasan tergantung pada beberapa faktor lingkungan, seperti kelembapan,
hara dan mineral, cahaya matahari, topografi, batuan induk, karakteristik tanah,
struktur kanopi dan sejarah tata guna lahan.
Indeks keseragaman (E) tumbuhan bawah pada agroforestri karet sebesar
0,83 dan pada monokultur karet sebesar 0,87. Nilai ini menunjukkan bahwa
keseragaman tumbuhan bawah pada kedua lokasi tergolong tinggi. Hal ini berarti
jenis-jenis tumbuhan bawah yang berlainan pada kedua lokasi tergolong sedikit.
Krebs (1985) menyatakan bahwa Indeks Keseragaman rendah apabila 0

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Agroforestri Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun

0 1 8

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Agroforestri Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun

0 0 2

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Agroforestri Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun

0 0 3

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Agroforestri Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun Chapter III V

0 1 22

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 11

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 2

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 3

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 7

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 4

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet di Desa Sijungkang, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 9