Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kejahatan narkotika saat ini tidak lagi secara sembunyisembunyi, tetapi sudah terang-terangan yang dilakukan oleh para pemakai
dan pengedar dalam menjalankan operasi barang berbahaya itu.Masalah
tersebut sudah merupakan masalah nasional, karena masalah tersebut
sudah ada dimana-mana.Sepertinya sudah tidak ada lagi di wilayah
kelurahan atau desa di Negara Republik Indonesia ini yang steril dari
narkotika.
Narkotika disadari atau tidak sudah ada disekitar kita.Barang
haram tersebut sudah ada di lingkungan tempat tinggal kita. Setiap hari
informasi penangkapan atau penggerebekkan bandar narkotika dan
pemakai oleh aparat kepolisian di seluruh wilayah Republik Indonesia ini
dilaporkan oleh media massa dan media elektronik. Begitu pula
penyelundupan narkotika dari luar negeri dapat dibongkar oleh aparat bea
cukai dan kepolisian. Namun sepertinya masalah ini tidak ada habishabisnya, para pemakai atau pengguna tidak pernah berkurang jumlahnya
seperti yang diungkapkan oleh media massa dan media elektronik.
Perkembangan masalah narkotika dari hari ke hari seakan meningkat dan
sepertinya semakin sulit diberantas.
Dari fakta yang disaksikan hampir setiap hari baik melalui media
massa maupun elektronik, ternyata barang haram tersebut telah merebak
Universitas Sumatera Utara
ke mana-mana tanpa pandang bulu, terutama di antara generasi
remaja dan para wanita yang sangat diharapkan menjadi generasi penerus
bangsa dalam membangun Negara di masa mendatang. Masyarakat kini
sudah sangat resah terutama keluarga para korban, mereka kini sudah ada
yang bersedia menceritakan keadaan anggota keluarganya dari penderitaan
dalam kecanduan narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya. 1
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ialah tempat melaksanakan
pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan sebagai salah satu
unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan (UU No 12 Tahun
1995).
2
Lembaga pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan
pembinaan Warga Pembinaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem,
kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari
sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Karena mereka telah
melakukan kejahatan atau pelanggaran.Bagi bangsa Indonesia pemikiranpemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak sekedar pada aspek
penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu rehabilitasi dan reintegrasi
sosial telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum
yang dikenal sebagai sistem pemasyarakatan.
Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang
sudah jauh meninggalakan filosofi Retrebutif (pembalasan), Deterrence
1
Moh. Taufik Makarao, Suhasril. H, Moh. Zaky A.S, Tindak Pidana Narkotika,
(Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 1
2
Josias Simon R- Thomas Suryano, Studi Kebudayaan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia, (Bandung, CV. Lubuk Agung, 2011), hlm.14
Universitas Sumatera Utara
(penjeraan), dan Resosialisasi.Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi
reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi
antar terpidana dengan masyarakat.Sehingga pemidanaan ditujukan untuk
memulihkan
konflik atau
menyatukan
kembali terpidana dengan
masyarakatnya (reintegrasi).
Menurut Muladi tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki
kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Hal
itu terdiri atas seperangkat tujuan pemidanaan yang harus dipenuhi dengan
tujuan yang merupakan titik berat, harus bersifat kasuistis, perangkat
tujuan pemidanaan yang dimaksud terdiri atas : 3
1.
Pencegahan (umum dan khusus)
2.
Perlindungan masyarakat
3.
Memelihara solidaritas masyarakat
4.
Pengimbalan/perimbangan
Pengaruh langsung dan penjatuhan pidana itu jelas terhadap orang
yang dikenai pidana.Tetapi pidana itu belum dirasakan sungguh-sungguh
olehnya kalau sudah dilaksanakan secara efektif.Dengan pemidanaan di
sini dikehendaki agar terpidana tidak melakukan tindak pidana lagi.
Oleh karena itu, penjatuhan pidana menjadi alternatif dalam rangka
mencegah perbuatan melanggar hukum, baik oleh individu maupun
kelompok.Pemenjaraan dalam bentuk pengisolasian diri dalam tembok
penjara ternyata mengalami perubahan
3
seiring dengan
kemajuan
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung, Alumni, 1995), hlm.61
Universitas Sumatera Utara
peradaban suatu bangsa.Penghargaan terhadap citra manusia menjadi dasar
utama memperlakukan si terpidana lebih manusiawi.Sehubungan dengan
itu, pemberian sanksi pidana dengan membina narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia mengalami perubahan yang cukup berarti,
khusunya tentang metode perlakuan terhadap narapidana itu sendiri.
Tujuan narapidana di masukan ke Lembaga Pemasyarakatan,
disamping memberikan perasaan lega terhadap korban juga memberikan
rasa lega di masyarakat.Caranya yaitu dengan memberikan mereka
pembinaan kemandirian maupun kepribadiaan. Selama kehilangan
kemerdekaan bergerak ia harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak
boleh diasingkan. Narapidana diayomi dengan memberikan bekal hidup
sebagai warga yang berguna dalam masyarakat.
Tujuan diberikan pembinaan adalah satu bagian dari rehabilitasi
watak dan perilaku para narapidana selama menjalani hukuman hilang
kemerdekaan,
bimbingan
dan
didikan
harus
berdasarkan
pancasila.Narapidana harus kembali ke masyarakat sebagai warga yang
berguna dan sedapatnya tidak terbelakang, perlu diusahakan agar
Narapidana mempunyai mata pencaharian, yaitu supaya disamping atau
setelah mendapat didikan berangsur-angsur mendapatkan upah untuk
pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Pembinaan diatur secara khusus dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 9
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 4 Jika
dilihat.
Pasal
6
Pemasyarakatan,
ayat
(1)
mengatur
Undang-Undang
tentang
Nomor
pembinaan
12
tentang
Warga
Binaan
Pemasyarakatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di BAPAS,
selanjutnya dipertegas dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undangn Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa
pembinaan
dan
diselenggarakan
pembimbingan
oleh
Menteri
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
dan
dilaksanakan
oleh
petugas
No.
12
1995
tentang
Pemasyarakatan. 5
Dalam
Undang-undang
Tahun
Pemasyarakatan Bab I ketentuan umum Pasal 1, menyebutkan bahwa
pengertian pemasyarakatan ialah “kegiatan untuk melakukan pembinaan
pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan dan cara pembinaan
yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan
pidana”. 6 Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan
batas serta cara pembinaan warga binaan masyarakat agar menyadari
kesalahan, dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat
4
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 5,
sampai Pasal 9
5
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 6 ayat
(1), dan Pasal 7 ayat (1)
6
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Bab 1
Ketentuan Umum, Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
berperan aktif kembali dalam pembangunan dan hidup secara wajar
sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.
Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai, Sumatera Utara
dari 1045 orang, hampir 85 persen penghuninya merupakan narapidana
narkotika, diantaranya merupakan pengguna, pengedar, dan bandar
(pengguna sekaligus pengedar). 7 Berikut data narapidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai 3 tahun terakhir
berdasarkan penggolongannya :
Tabel 1. Data penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai
khusus Narapidana Narkotika :
NO
Penggolongan
Narapidana
Tahanan
1
Pengguna
125orang
74orang
2
Pengedar
819orang
125orang
3
Bandar (pengguna sekaligus pengedar)
74orang
9orang
Sumber :Kasubsi Bimkemaswat Lapas Klas IIA Binjai 8
Perbuatan kejahatan sebenarnya jiwa seseorang yang abnormal oleh
karena itu sipelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan atasperbuatannya dan
tidak dapat dikenakan pidana, karena seorang penjahat merupakan jenis
manusia khusus yang memiliki ketidaknormalan organik dan mental, maka
bukan pidana yang seharusnya dikenakan kepadanya tetapi yang diperlukan
adalah tindakan-tindakan perawatan yang bertujuan memperbaiki.9 Kenyataan
empiris di bidang pemidanaan pelaku pengedar gelap narkotika secara umum
masih menganut memperbaiki terpidana di Lembaga Pemasyarakatan sehingga
7
Hasil wawancara dengan Bapak Muslim Surbakti,Amd.IP.SH selaku Kasubsi
Bimkemaswat di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, pada tanggal 31 Juli 2017
8
Kasubsi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, pada tanggal
31 Juli 2017
Universitas Sumatera Utara
memberikan gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan
akan muncul kembali kedalam lingkungan kehidupan sosial.
Disinilah peran-peran petugas lembaga pemasyarakatan di butuhkan untuk
membimbing para narapidana agar tidak kembali mengulangi perbuatan yang
sama. Maka peran aktif Petugas pemasyarakatan sangatlah di butuhkan bagi
para narapidana narkotika agar tidak menjadi narapidana residivis, mereka
kembali kemasyarakat agar menjadi manusia yang lebih baik dan dapat di
terima kembali di masyarakat.
Dari masalah-masalah diatas maka peneliti bermaksud untuk meneliti
bagaimana “Peran Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Binjai dalam
membina Narapidana Penyalahgunaan Narkotika”.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Narkotika
yang dilakukan Petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Binjai?
2. Bagaimanakah hambatan dan upaya yang dihadapi oleh petugas
ketika melakukan pembinaan kepada narapidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan narapidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai
2. Untuk mengetahui hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan
petugas selama memberikan pembinaan kepada narapidana
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang akan didapat dalam penulisan skripsi ini
adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu ;
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan pengetahuan ilmu
hukum pada umumnya dan pada khusunya ilmu penologi yang
berkaitan dengan peran Lembaga Permasyarakatan dalam memberikan
pembinaan terhadap narapidana yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
dalam
kaitannya
dengan
penanggulangan
kejahatan yang terjadi di masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai
1) Petugas lapas dapat mengetahui usaha-usaha apa yang harus
ditempuh demi berhasilnya pengayoman bagi warga binaan,
untuk mengurangi kejahatan yang terjadi di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2) Bagi petugas lapas dapat memberikan pembinaan yang optimal
kepada
narapidana
penyalahgunaan
narkotika
Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai, agar tidak mengulangi
perbuatannya dan peredaran narkotika di masyarakat semakin
berkurang.
b. Bagi Narapidana
1) Agar dapat memanfaatkan pembinaan yang diberikan petugas
Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai, sehingga
narapidana yang telah menyelesaikan masa tahanannya telah
memiliki bekal dan agar narapidana dapat beradaptasi kembali
dengan lingkungan masyarakat dengan sikap yang baik.
c. Bagi Masyarakat
1) Sebagai bahan
pertimbangan
supaya
masyarakat
dapat
menerima kehadiran narapidana di tengah-tengah masyarakat
dan masyarakat tidak memberikan sikap negative terhadap
narapidana tersebut.
2) Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu sub sistem
peradilan pidana (Integrated Criminal Justice System) yang
diketahui oleh masyarakat berperan dalam penanggulangan
kejahatan penyalahgunaan narkotika.
E. Keaslian Penulisan
Keaslian Penelitian Peran Lembaga Permasyarakatan dalam
Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA
Universitas Sumatera Utara
Kota
Binjai,
sepanjang
pengetahuan
peneliti
belum
ada
yang
membahasnya, begitu juga setelah diteliti di Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara di Medan belum ada yang meneliti judul ini. Dengan
demikian keaslian Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuwan.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan. 9 Oleh Kementerian Kesehatan
Republik
Indonesa,
narkotika
diberi
nama
lain yaitu napza yang
merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Narkotika memiliki tiga sifat yang menyababkan pemakai
narkotika tidak dapat lepas dari cengkramannnya yaitu daya adiksi
(ketagihan) yang sangat berat, daya toleran (penyesuaian) dan daya bitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi.Terdapat 3 golongan yang merupakan jenisjenis narkotika, yaitu: 10
1. Narkotika golongan 1 (satu) adalah narkotika yang paling
berbahaya. Daya adikitifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak
boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk
9
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, Pasal 6
10
Universitas Sumatera Utara
penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya adalah ganja,
heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain. 11
2. Narkotika golongan 2 (dua) adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah petidin, benzetidin, betamatedol,
dan lain-lain.
3. Narkotika golongan 3 (tiga) adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah kodein. 12
2. Pengertian Narapidana
Narapidana secara umum adalah orang yang kurang mendapat
perhatian, baik dari masyarakat maupun dari keluaganya. Sebab itu ia
memerlukan perhatian yang cukup dari petugas Lapas untuk dapat
memulihkan rasa percaya diri. Perhatian dalam pembinaan, akan
membawa banyak perubahan dalam diri narapidana, sehingga akan
sangat berpengaruh dalam merealisasi perubahan diri sendiri.
Narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di lembaga permasyarakatan.
13
Meskipun terpidana
kehilangan kemerdekaannya, ada hak-hak narapidana yang tetap
dilindungi
dalam
sistem
pemasyarakatan
Indonesia. Sedangkan
pengertian terpidana itu sendiri adalah seseorang yang dipidana
11
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 8 ayat (1)
dan ayat (2)
12
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 37
13
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat
(7)
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3. Pengertian Pembinaan
Menurut ketentuan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan,
menyatakan pengertian pembinaan adalah Pembinaan meliputi
tahanan, pelayanan tahanan, pembinaan narapidana dan bimbingan
klien.
a. Pelayanan tahanan adalah segala kegiatan yang dilaksanakan dari
mulai penerimaan sampai dalam tahap pengeluaran tahanan.
b. Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk
memperbiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para
narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan/
Rutan.
c. Bimbingan klien ialah semua usaha yang ditujukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para klien
pemasyarakatan di luar tembok.
14
Ditinjau dari segi bahasa,
Pembinaan diartikan sebagai Proses, cara, perbuatan membina ,
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. 15 Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa Pembinaan adalah bentuk corak, model
14
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor:M.02-PK.04.10,Tahun 1990,Tentang
Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan,http://www.Departemen hukum dan ham. Co. id
Ditjen Pas =Search
15
Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan ketiga,(Jakarta,Balai Pustaka,2001),
hlm 655
Universitas Sumatera Utara
kegiatan atau tindakan yang dilakukan secara berdaya guna dan
berhasil, guna memperoleh hasil yang baik.
Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 , dalam
rangka
pembinaan
terhadap
narapidana
di
LAPAS
dilakukan
penggolongan atas dasar:
1) Umur;
2) Jenis Kelamin;
3) Lama Pidana yang dilakukan;
4) Jenis Kejahatan; dan
5) Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan. 16
Menurut Ketentuan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990, menyatakan bahwa dasar
pemikiran
pembinaan
Narapidana
tertuang
dalam
10
prinsip
pemasyarakatan, yaitu:
(1)
Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan
peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
(2)
Penjatuhan pidana tidak lagi didasarkan oleh latar belakang
pembalasan. Ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap
narapidana pada umumnya, baik yang berupa tindakan, ucapan,
cara penempatan ataupun penempatan. Satusatunya derita yang
16
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 12
Universitas Sumatera Utara
dialami narapidana adalah hanya dibatasi kemerdekannya untuk
leluasa bergerak di dalam masyarakat bebas.
(3)
Berikan bimbingan supaya mereka bertobat. Berikan kepada
mereka pengertian tentang norma-norma hidup dan kegiatan
sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
(4)
Negara tidak berhak membuat mereka menjadi buruk atau lebh
jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana.
(5)
Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para
narapidana tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
(6)
Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh sekedar
pengisi waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk
memenuhi keperluan jabatan atau kepentingan negara kecuali
pada waktu tertentu.
(7)
Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana
adalah berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti bahwa kepada
mereka harus ditanamkan semangat kekeluargaan dan toleransi
disamping meningkatkan pemberian pendidikan rohani kepada
mereka disertai dorongan untuk menunaikan ibadah sesuai dengan
kepercayaan yang dianut.
(8)
Narapidana bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar mereka
sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukan adalah
merusak diri, keluarga dan lingkungan, kemudian dibina/
dibimbing ke jalan yang benar. Selain itu mereka harus
Universitas Sumatera Utara
diperlukan sebagai manusia yang memiliki harga diri akan
tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan kekuatan
dirinya sendiri.
(9)
Narapidana
hanya
dijatuhi
pidana
berupa
membatasi
kemerdekannya dalam waktu tertentu.
(10) Untuk
pembinaan
dan
pembimbingan
narapidana
maka
disediakan sarana yang diperlukan. 17
4. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga pemasyarakatan atau biasa disingkat menjadi Lapas
merupakan istilah yang digunakan untuk tempat kurungan bagi orang
yang telah melakukan kejahatan.
Hal ini berdasarkan pandangan Sahardjo, bahwa “tentang hukum
sebagai pengayoman, dimana diperlukan suatu jalan untuk perlakuan
terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan
pidana penjara”. 18
Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga
berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para
narapidana, dimana melalui program yang dijalankan diharapkan
narapidana yang bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat
menjadi warga yang berguna di masyarakat.Pembinaan adalah
kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang
17
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor:M.02-PK.04.10,Tahun 1990,Tentang
Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, http://www.Departemen hukum dan ham. Co. id
Ditjen Pas =Search
18
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung,
Refika Aditamma, 2006), hlm 97
Universitas Sumatera Utara
Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan
jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu
penyelidikan atau usaha. 19Sedangkan Pemasyarakatan adalah kegiatan
untuk
melakukan
berdasarkan
pembinaan
sistem,
Warga
kelembagaan,
Binaan
dan
Pemasyarakatan
cara pembinaan
yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan
pidana. 20
Dengan
kata
Pemasyarakatan
lain,
adalah
wadah/menampung
yang
suatu
kegiatan
dimaksud
badan
pembinaan
dengan
Lembaga
hukum
yang
menjadi
bagi
narapidana,
baik
pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat
hidup normal kembali di tengah masyarakat.Berdasarkan Undangundang Nomor 12 Tahun 1995, Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya
disebut
Lapas
adalah
tempat
untuk
melaksanakan
pembinaan
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini
penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat normatif dan jenis
penelitian yang bersifat empiris.Jenis penelitian normatif adalah
penyelesaian
masalah
dengan
melihat,
menelaah
dan
19
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka:2008), hlm 904
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat
(1)
Universitas Sumatera Utara
menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundangundangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang
berkaitan.Jenis
penelitian
ini
menekankan
pada
diperolehnya
keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang
diteliti. Sedangkan jenis penelitian empiris yatu cara prosedur yang
dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti
data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. 21
Penggunaan dari jenis penelitian yang bersifat normatif empiris
dalam penelitian skripsi ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan
penemuan data melalui studi kepustakaan, serta informasi melalui
studi lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai terhadap
asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab
permasalahan pada penelitian skripsi ini.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Binjai, dan objek penelitian ini
adalah pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, dengan
pertimbangan
bahwa
lembaga
ini
memenuhi
kriteria
untuk
mendapatkan gambaran tentang pembinaan terhadap narapidana
penyalahgunaan narkotika berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor
12
Tahun
1995
Tentang
Permasyarakatan
dan
Lembaga
21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1985. Penelitian Hukum Normatif
SuatuTinjauan Singkat. Rajawali Pers. Jakarta. Hlm:52
Universitas Sumatera Utara
Permasyarakatan Klas IIA Binjai yang masih berada dalam
Lingkungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Provinsi Sumatera Utara.
3. Sumber Data
Untuk sumber data pada penelitian ini, Penulis menggunakan dua jenis
sumber data, yaitu :
1. Wawancara
Studi lapangan yang dilakukan Penulis dalam penelitian ini
adalah wawancara.Wawancara adalah situasi peran antar pribadi
bertatap muka (face to face), ketika seseorang, yakni pewawancara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada seseorang responden
dimana pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawabanjawaban yang relevan dalam masalah penelitian ini.
Tipe wawancara yang dilakukan Penulis dalam penelitian ini
melalui wawancara berencana (standardized interview) yaitu
wawancara yang disertai dengan suatu daftar pertanyaan yang
disusun sebelumnya. Pedoman wawancara digunakan untuk
mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui
tentang pola pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di
Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Binjai yang dilakukan kepada
para pihak, yakni : Kepala Lembaga Permasyarakatan Klas IIA
Binjai, Pegawai Lembaga Permasyarakatan, serta Petugas Lembaga
Permasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan ini merupakan langkah awal dari setiap
penelitian hukum (baik normatif maupun sosiologi).Hal ini
dikarenakan penelitian hukum selalu bertolak dari premis
normatif. 22
Dalam hal penelitian
kepustakaan
dengan
ini, Penulis menggunakan studi
menelaah
Perundang-Undangan
serta
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Terhadap suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data
yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
diteliti.Penulisan skripsi ini analisi data yang dilakukan adalah
menggunakan
metode
analis
deskriptif
kualitatif,
yaitu
menggambarkan secara lengkap kualitas dari data-data yang telah
dikumpulkan dan telah diolah, selanjutnya dibuat kesimpulan.Data
yang telah diperoleh melalui studi lapangan (wawancara) dan studi
pustaka dikualifikasikan dan diurutkan kedalam pola, kategori, dan
suatu uraian dasar. Keseluruhan data akan diuraikan secara deskriptif
yang kemudian akan dianalisa secara kualitatif.
Berdasarkan hal tersebut dapatlah dikatakan, bahwa apa yang
dimaksudkan dengan metode kualitatif adalah suatu cara penelitian
22
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian
Hukum,(Jakarta,Rajawali Pers,2004), hlm 68
Universitas Sumatera Utara
yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan
oleh responden/informan secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya
yang nyata, dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh. Metode
kualitatif tidak hanya bertujuan mengungkapkan kebenaran, tetapi juga
untuk memahami kebenaran tersebut dan latar belakang terjadinya
suatu peristiwa.Dengan menggambarkan suatu gejala di masyarakat
melalui pengamatan yang dilakukan untuk menentukan permasalahan
isi dan makna aturan hukum yang dijadikan pedoman dalam
menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara keseluruhan dari skripsi ini,
penulis akan menguraikan sistematikanya. Skripsi ini terdiri dari IV
(Empat) Bab, yaitu :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini dimulai dengan mengemukakanmengenai latar
belakang, perumusan masalah,tujuan penulisan, manfaat
penulisan,
keaslianpenulisan,
metode
penelitian,
dan
sistematikapenulisan.
BAB II
Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai menurut
Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Bab ini, menguraikan tentanggambaran umum Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, serta pola pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
pembinaan narapidana narkotika oleh petugas Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Binjai.
BAB III
Faktor-Faktor yang menjadi Hambatanserta Upaya
yang dilakukan oleh Petugas Lapas Kelas IIA Kota
Binjai
Bab ini menguraikan tentang hambatan-hambatan serta
upaya-upaya mengatasi hambatan oleh petugas Lembaga
Pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan narapidana
narkotika.
BAB IV
PENUTUP
Dalam Bab ini Penulis membuat kesimpulan dan saran yang
berkaitan dengan materi penulisan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak kejahatan narkotika saat ini tidak lagi secara sembunyisembunyi, tetapi sudah terang-terangan yang dilakukan oleh para pemakai
dan pengedar dalam menjalankan operasi barang berbahaya itu.Masalah
tersebut sudah merupakan masalah nasional, karena masalah tersebut
sudah ada dimana-mana.Sepertinya sudah tidak ada lagi di wilayah
kelurahan atau desa di Negara Republik Indonesia ini yang steril dari
narkotika.
Narkotika disadari atau tidak sudah ada disekitar kita.Barang
haram tersebut sudah ada di lingkungan tempat tinggal kita. Setiap hari
informasi penangkapan atau penggerebekkan bandar narkotika dan
pemakai oleh aparat kepolisian di seluruh wilayah Republik Indonesia ini
dilaporkan oleh media massa dan media elektronik. Begitu pula
penyelundupan narkotika dari luar negeri dapat dibongkar oleh aparat bea
cukai dan kepolisian. Namun sepertinya masalah ini tidak ada habishabisnya, para pemakai atau pengguna tidak pernah berkurang jumlahnya
seperti yang diungkapkan oleh media massa dan media elektronik.
Perkembangan masalah narkotika dari hari ke hari seakan meningkat dan
sepertinya semakin sulit diberantas.
Dari fakta yang disaksikan hampir setiap hari baik melalui media
massa maupun elektronik, ternyata barang haram tersebut telah merebak
Universitas Sumatera Utara
ke mana-mana tanpa pandang bulu, terutama di antara generasi
remaja dan para wanita yang sangat diharapkan menjadi generasi penerus
bangsa dalam membangun Negara di masa mendatang. Masyarakat kini
sudah sangat resah terutama keluarga para korban, mereka kini sudah ada
yang bersedia menceritakan keadaan anggota keluarganya dari penderitaan
dalam kecanduan narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya. 1
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ialah tempat melaksanakan
pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan sebagai salah satu
unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan (UU No 12 Tahun
1995).
2
Lembaga pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan
pembinaan Warga Pembinaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem,
kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari
sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Karena mereka telah
melakukan kejahatan atau pelanggaran.Bagi bangsa Indonesia pemikiranpemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak sekedar pada aspek
penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu rehabilitasi dan reintegrasi
sosial telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum
yang dikenal sebagai sistem pemasyarakatan.
Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang
sudah jauh meninggalakan filosofi Retrebutif (pembalasan), Deterrence
1
Moh. Taufik Makarao, Suhasril. H, Moh. Zaky A.S, Tindak Pidana Narkotika,
(Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 1
2
Josias Simon R- Thomas Suryano, Studi Kebudayaan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia, (Bandung, CV. Lubuk Agung, 2011), hlm.14
Universitas Sumatera Utara
(penjeraan), dan Resosialisasi.Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi
reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi
antar terpidana dengan masyarakat.Sehingga pemidanaan ditujukan untuk
memulihkan
konflik atau
menyatukan
kembali terpidana dengan
masyarakatnya (reintegrasi).
Menurut Muladi tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki
kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Hal
itu terdiri atas seperangkat tujuan pemidanaan yang harus dipenuhi dengan
tujuan yang merupakan titik berat, harus bersifat kasuistis, perangkat
tujuan pemidanaan yang dimaksud terdiri atas : 3
1.
Pencegahan (umum dan khusus)
2.
Perlindungan masyarakat
3.
Memelihara solidaritas masyarakat
4.
Pengimbalan/perimbangan
Pengaruh langsung dan penjatuhan pidana itu jelas terhadap orang
yang dikenai pidana.Tetapi pidana itu belum dirasakan sungguh-sungguh
olehnya kalau sudah dilaksanakan secara efektif.Dengan pemidanaan di
sini dikehendaki agar terpidana tidak melakukan tindak pidana lagi.
Oleh karena itu, penjatuhan pidana menjadi alternatif dalam rangka
mencegah perbuatan melanggar hukum, baik oleh individu maupun
kelompok.Pemenjaraan dalam bentuk pengisolasian diri dalam tembok
penjara ternyata mengalami perubahan
3
seiring dengan
kemajuan
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung, Alumni, 1995), hlm.61
Universitas Sumatera Utara
peradaban suatu bangsa.Penghargaan terhadap citra manusia menjadi dasar
utama memperlakukan si terpidana lebih manusiawi.Sehubungan dengan
itu, pemberian sanksi pidana dengan membina narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia mengalami perubahan yang cukup berarti,
khusunya tentang metode perlakuan terhadap narapidana itu sendiri.
Tujuan narapidana di masukan ke Lembaga Pemasyarakatan,
disamping memberikan perasaan lega terhadap korban juga memberikan
rasa lega di masyarakat.Caranya yaitu dengan memberikan mereka
pembinaan kemandirian maupun kepribadiaan. Selama kehilangan
kemerdekaan bergerak ia harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak
boleh diasingkan. Narapidana diayomi dengan memberikan bekal hidup
sebagai warga yang berguna dalam masyarakat.
Tujuan diberikan pembinaan adalah satu bagian dari rehabilitasi
watak dan perilaku para narapidana selama menjalani hukuman hilang
kemerdekaan,
bimbingan
dan
didikan
harus
berdasarkan
pancasila.Narapidana harus kembali ke masyarakat sebagai warga yang
berguna dan sedapatnya tidak terbelakang, perlu diusahakan agar
Narapidana mempunyai mata pencaharian, yaitu supaya disamping atau
setelah mendapat didikan berangsur-angsur mendapatkan upah untuk
pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Pembinaan diatur secara khusus dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 9
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 4 Jika
dilihat.
Pasal
6
Pemasyarakatan,
ayat
(1)
mengatur
Undang-Undang
tentang
Nomor
pembinaan
12
tentang
Warga
Binaan
Pemasyarakatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di BAPAS,
selanjutnya dipertegas dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undangn Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa
pembinaan
dan
diselenggarakan
pembimbingan
oleh
Menteri
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
dan
dilaksanakan
oleh
petugas
No.
12
1995
tentang
Pemasyarakatan. 5
Dalam
Undang-undang
Tahun
Pemasyarakatan Bab I ketentuan umum Pasal 1, menyebutkan bahwa
pengertian pemasyarakatan ialah “kegiatan untuk melakukan pembinaan
pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan dan cara pembinaan
yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan
pidana”. 6 Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan
batas serta cara pembinaan warga binaan masyarakat agar menyadari
kesalahan, dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat
4
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 5,
sampai Pasal 9
5
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 6 ayat
(1), dan Pasal 7 ayat (1)
6
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Bab 1
Ketentuan Umum, Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
berperan aktif kembali dalam pembangunan dan hidup secara wajar
sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.
Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai, Sumatera Utara
dari 1045 orang, hampir 85 persen penghuninya merupakan narapidana
narkotika, diantaranya merupakan pengguna, pengedar, dan bandar
(pengguna sekaligus pengedar). 7 Berikut data narapidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai 3 tahun terakhir
berdasarkan penggolongannya :
Tabel 1. Data penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai
khusus Narapidana Narkotika :
NO
Penggolongan
Narapidana
Tahanan
1
Pengguna
125orang
74orang
2
Pengedar
819orang
125orang
3
Bandar (pengguna sekaligus pengedar)
74orang
9orang
Sumber :Kasubsi Bimkemaswat Lapas Klas IIA Binjai 8
Perbuatan kejahatan sebenarnya jiwa seseorang yang abnormal oleh
karena itu sipelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan atasperbuatannya dan
tidak dapat dikenakan pidana, karena seorang penjahat merupakan jenis
manusia khusus yang memiliki ketidaknormalan organik dan mental, maka
bukan pidana yang seharusnya dikenakan kepadanya tetapi yang diperlukan
adalah tindakan-tindakan perawatan yang bertujuan memperbaiki.9 Kenyataan
empiris di bidang pemidanaan pelaku pengedar gelap narkotika secara umum
masih menganut memperbaiki terpidana di Lembaga Pemasyarakatan sehingga
7
Hasil wawancara dengan Bapak Muslim Surbakti,Amd.IP.SH selaku Kasubsi
Bimkemaswat di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, pada tanggal 31 Juli 2017
8
Kasubsi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, pada tanggal
31 Juli 2017
Universitas Sumatera Utara
memberikan gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan
akan muncul kembali kedalam lingkungan kehidupan sosial.
Disinilah peran-peran petugas lembaga pemasyarakatan di butuhkan untuk
membimbing para narapidana agar tidak kembali mengulangi perbuatan yang
sama. Maka peran aktif Petugas pemasyarakatan sangatlah di butuhkan bagi
para narapidana narkotika agar tidak menjadi narapidana residivis, mereka
kembali kemasyarakat agar menjadi manusia yang lebih baik dan dapat di
terima kembali di masyarakat.
Dari masalah-masalah diatas maka peneliti bermaksud untuk meneliti
bagaimana “Peran Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Binjai dalam
membina Narapidana Penyalahgunaan Narkotika”.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Narkotika
yang dilakukan Petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Binjai?
2. Bagaimanakah hambatan dan upaya yang dihadapi oleh petugas
ketika melakukan pembinaan kepada narapidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan narapidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai
2. Untuk mengetahui hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan
petugas selama memberikan pembinaan kepada narapidana
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang akan didapat dalam penulisan skripsi ini
adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu ;
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan pengetahuan ilmu
hukum pada umumnya dan pada khusunya ilmu penologi yang
berkaitan dengan peran Lembaga Permasyarakatan dalam memberikan
pembinaan terhadap narapidana yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
dalam
kaitannya
dengan
penanggulangan
kejahatan yang terjadi di masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai
1) Petugas lapas dapat mengetahui usaha-usaha apa yang harus
ditempuh demi berhasilnya pengayoman bagi warga binaan,
untuk mengurangi kejahatan yang terjadi di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2) Bagi petugas lapas dapat memberikan pembinaan yang optimal
kepada
narapidana
penyalahgunaan
narkotika
Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai, agar tidak mengulangi
perbuatannya dan peredaran narkotika di masyarakat semakin
berkurang.
b. Bagi Narapidana
1) Agar dapat memanfaatkan pembinaan yang diberikan petugas
Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Kota Binjai, sehingga
narapidana yang telah menyelesaikan masa tahanannya telah
memiliki bekal dan agar narapidana dapat beradaptasi kembali
dengan lingkungan masyarakat dengan sikap yang baik.
c. Bagi Masyarakat
1) Sebagai bahan
pertimbangan
supaya
masyarakat
dapat
menerima kehadiran narapidana di tengah-tengah masyarakat
dan masyarakat tidak memberikan sikap negative terhadap
narapidana tersebut.
2) Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu sub sistem
peradilan pidana (Integrated Criminal Justice System) yang
diketahui oleh masyarakat berperan dalam penanggulangan
kejahatan penyalahgunaan narkotika.
E. Keaslian Penulisan
Keaslian Penelitian Peran Lembaga Permasyarakatan dalam
Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA
Universitas Sumatera Utara
Kota
Binjai,
sepanjang
pengetahuan
peneliti
belum
ada
yang
membahasnya, begitu juga setelah diteliti di Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara di Medan belum ada yang meneliti judul ini. Dengan
demikian keaslian Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuwan.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan. 9 Oleh Kementerian Kesehatan
Republik
Indonesa,
narkotika
diberi
nama
lain yaitu napza yang
merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Narkotika memiliki tiga sifat yang menyababkan pemakai
narkotika tidak dapat lepas dari cengkramannnya yaitu daya adiksi
(ketagihan) yang sangat berat, daya toleran (penyesuaian) dan daya bitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi.Terdapat 3 golongan yang merupakan jenisjenis narkotika, yaitu: 10
1. Narkotika golongan 1 (satu) adalah narkotika yang paling
berbahaya. Daya adikitifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak
boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk
9
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, Pasal 6
10
Universitas Sumatera Utara
penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya adalah ganja,
heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain. 11
2. Narkotika golongan 2 (dua) adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah petidin, benzetidin, betamatedol,
dan lain-lain.
3. Narkotika golongan 3 (tiga) adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah kodein. 12
2. Pengertian Narapidana
Narapidana secara umum adalah orang yang kurang mendapat
perhatian, baik dari masyarakat maupun dari keluaganya. Sebab itu ia
memerlukan perhatian yang cukup dari petugas Lapas untuk dapat
memulihkan rasa percaya diri. Perhatian dalam pembinaan, akan
membawa banyak perubahan dalam diri narapidana, sehingga akan
sangat berpengaruh dalam merealisasi perubahan diri sendiri.
Narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di lembaga permasyarakatan.
13
Meskipun terpidana
kehilangan kemerdekaannya, ada hak-hak narapidana yang tetap
dilindungi
dalam
sistem
pemasyarakatan
Indonesia. Sedangkan
pengertian terpidana itu sendiri adalah seseorang yang dipidana
11
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 8 ayat (1)
dan ayat (2)
12
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 37
13
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat
(7)
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3. Pengertian Pembinaan
Menurut ketentuan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/ Tahanan,
menyatakan pengertian pembinaan adalah Pembinaan meliputi
tahanan, pelayanan tahanan, pembinaan narapidana dan bimbingan
klien.
a. Pelayanan tahanan adalah segala kegiatan yang dilaksanakan dari
mulai penerimaan sampai dalam tahap pengeluaran tahanan.
b. Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk
memperbiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para
narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan/
Rutan.
c. Bimbingan klien ialah semua usaha yang ditujukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para klien
pemasyarakatan di luar tembok.
14
Ditinjau dari segi bahasa,
Pembinaan diartikan sebagai Proses, cara, perbuatan membina ,
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. 15 Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa Pembinaan adalah bentuk corak, model
14
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor:M.02-PK.04.10,Tahun 1990,Tentang
Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan,http://www.Departemen hukum dan ham. Co. id
Ditjen Pas =Search
15
Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan ketiga,(Jakarta,Balai Pustaka,2001),
hlm 655
Universitas Sumatera Utara
kegiatan atau tindakan yang dilakukan secara berdaya guna dan
berhasil, guna memperoleh hasil yang baik.
Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 , dalam
rangka
pembinaan
terhadap
narapidana
di
LAPAS
dilakukan
penggolongan atas dasar:
1) Umur;
2) Jenis Kelamin;
3) Lama Pidana yang dilakukan;
4) Jenis Kejahatan; dan
5) Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan. 16
Menurut Ketentuan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02-PK.04.10 Tahun 1990, menyatakan bahwa dasar
pemikiran
pembinaan
Narapidana
tertuang
dalam
10
prinsip
pemasyarakatan, yaitu:
(1)
Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan
peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
(2)
Penjatuhan pidana tidak lagi didasarkan oleh latar belakang
pembalasan. Ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap
narapidana pada umumnya, baik yang berupa tindakan, ucapan,
cara penempatan ataupun penempatan. Satusatunya derita yang
16
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 12
Universitas Sumatera Utara
dialami narapidana adalah hanya dibatasi kemerdekannya untuk
leluasa bergerak di dalam masyarakat bebas.
(3)
Berikan bimbingan supaya mereka bertobat. Berikan kepada
mereka pengertian tentang norma-norma hidup dan kegiatan
sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
(4)
Negara tidak berhak membuat mereka menjadi buruk atau lebh
jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana.
(5)
Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para
narapidana tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
(6)
Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh sekedar
pengisi waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk
memenuhi keperluan jabatan atau kepentingan negara kecuali
pada waktu tertentu.
(7)
Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana
adalah berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti bahwa kepada
mereka harus ditanamkan semangat kekeluargaan dan toleransi
disamping meningkatkan pemberian pendidikan rohani kepada
mereka disertai dorongan untuk menunaikan ibadah sesuai dengan
kepercayaan yang dianut.
(8)
Narapidana bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar mereka
sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukan adalah
merusak diri, keluarga dan lingkungan, kemudian dibina/
dibimbing ke jalan yang benar. Selain itu mereka harus
Universitas Sumatera Utara
diperlukan sebagai manusia yang memiliki harga diri akan
tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan kekuatan
dirinya sendiri.
(9)
Narapidana
hanya
dijatuhi
pidana
berupa
membatasi
kemerdekannya dalam waktu tertentu.
(10) Untuk
pembinaan
dan
pembimbingan
narapidana
maka
disediakan sarana yang diperlukan. 17
4. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga pemasyarakatan atau biasa disingkat menjadi Lapas
merupakan istilah yang digunakan untuk tempat kurungan bagi orang
yang telah melakukan kejahatan.
Hal ini berdasarkan pandangan Sahardjo, bahwa “tentang hukum
sebagai pengayoman, dimana diperlukan suatu jalan untuk perlakuan
terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan
pidana penjara”. 18
Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga
berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para
narapidana, dimana melalui program yang dijalankan diharapkan
narapidana yang bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat
menjadi warga yang berguna di masyarakat.Pembinaan adalah
kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang
17
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor:M.02-PK.04.10,Tahun 1990,Tentang
Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, http://www.Departemen hukum dan ham. Co. id
Ditjen Pas =Search
18
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung,
Refika Aditamma, 2006), hlm 97
Universitas Sumatera Utara
Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan
jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu
penyelidikan atau usaha. 19Sedangkan Pemasyarakatan adalah kegiatan
untuk
melakukan
berdasarkan
pembinaan
sistem,
Warga
kelembagaan,
Binaan
dan
Pemasyarakatan
cara pembinaan
yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan
pidana. 20
Dengan
kata
Pemasyarakatan
lain,
adalah
wadah/menampung
yang
suatu
kegiatan
dimaksud
badan
pembinaan
dengan
Lembaga
hukum
yang
menjadi
bagi
narapidana,
baik
pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat
hidup normal kembali di tengah masyarakat.Berdasarkan Undangundang Nomor 12 Tahun 1995, Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya
disebut
Lapas
adalah
tempat
untuk
melaksanakan
pembinaan
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini
penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat normatif dan jenis
penelitian yang bersifat empiris.Jenis penelitian normatif adalah
penyelesaian
masalah
dengan
melihat,
menelaah
dan
19
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka:2008), hlm 904
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat
(1)
Universitas Sumatera Utara
menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut
asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundangundangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang
berkaitan.Jenis
penelitian
ini
menekankan
pada
diperolehnya
keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang
diteliti. Sedangkan jenis penelitian empiris yatu cara prosedur yang
dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti
data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. 21
Penggunaan dari jenis penelitian yang bersifat normatif empiris
dalam penelitian skripsi ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan
penemuan data melalui studi kepustakaan, serta informasi melalui
studi lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai terhadap
asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab
permasalahan pada penelitian skripsi ini.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Binjai, dan objek penelitian ini
adalah pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, dengan
pertimbangan
bahwa
lembaga
ini
memenuhi
kriteria
untuk
mendapatkan gambaran tentang pembinaan terhadap narapidana
penyalahgunaan narkotika berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor
12
Tahun
1995
Tentang
Permasyarakatan
dan
Lembaga
21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1985. Penelitian Hukum Normatif
SuatuTinjauan Singkat. Rajawali Pers. Jakarta. Hlm:52
Universitas Sumatera Utara
Permasyarakatan Klas IIA Binjai yang masih berada dalam
Lingkungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Provinsi Sumatera Utara.
3. Sumber Data
Untuk sumber data pada penelitian ini, Penulis menggunakan dua jenis
sumber data, yaitu :
1. Wawancara
Studi lapangan yang dilakukan Penulis dalam penelitian ini
adalah wawancara.Wawancara adalah situasi peran antar pribadi
bertatap muka (face to face), ketika seseorang, yakni pewawancara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada seseorang responden
dimana pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawabanjawaban yang relevan dalam masalah penelitian ini.
Tipe wawancara yang dilakukan Penulis dalam penelitian ini
melalui wawancara berencana (standardized interview) yaitu
wawancara yang disertai dengan suatu daftar pertanyaan yang
disusun sebelumnya. Pedoman wawancara digunakan untuk
mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui
tentang pola pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di
Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Binjai yang dilakukan kepada
para pihak, yakni : Kepala Lembaga Permasyarakatan Klas IIA
Binjai, Pegawai Lembaga Permasyarakatan, serta Petugas Lembaga
Permasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan ini merupakan langkah awal dari setiap
penelitian hukum (baik normatif maupun sosiologi).Hal ini
dikarenakan penelitian hukum selalu bertolak dari premis
normatif. 22
Dalam hal penelitian
kepustakaan
dengan
ini, Penulis menggunakan studi
menelaah
Perundang-Undangan
serta
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Terhadap suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data
yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
diteliti.Penulisan skripsi ini analisi data yang dilakukan adalah
menggunakan
metode
analis
deskriptif
kualitatif,
yaitu
menggambarkan secara lengkap kualitas dari data-data yang telah
dikumpulkan dan telah diolah, selanjutnya dibuat kesimpulan.Data
yang telah diperoleh melalui studi lapangan (wawancara) dan studi
pustaka dikualifikasikan dan diurutkan kedalam pola, kategori, dan
suatu uraian dasar. Keseluruhan data akan diuraikan secara deskriptif
yang kemudian akan dianalisa secara kualitatif.
Berdasarkan hal tersebut dapatlah dikatakan, bahwa apa yang
dimaksudkan dengan metode kualitatif adalah suatu cara penelitian
22
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian
Hukum,(Jakarta,Rajawali Pers,2004), hlm 68
Universitas Sumatera Utara
yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan
oleh responden/informan secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya
yang nyata, dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh. Metode
kualitatif tidak hanya bertujuan mengungkapkan kebenaran, tetapi juga
untuk memahami kebenaran tersebut dan latar belakang terjadinya
suatu peristiwa.Dengan menggambarkan suatu gejala di masyarakat
melalui pengamatan yang dilakukan untuk menentukan permasalahan
isi dan makna aturan hukum yang dijadikan pedoman dalam
menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara keseluruhan dari skripsi ini,
penulis akan menguraikan sistematikanya. Skripsi ini terdiri dari IV
(Empat) Bab, yaitu :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini dimulai dengan mengemukakanmengenai latar
belakang, perumusan masalah,tujuan penulisan, manfaat
penulisan,
keaslianpenulisan,
metode
penelitian,
dan
sistematikapenulisan.
BAB II
Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai menurut
Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Bab ini, menguraikan tentanggambaran umum Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Binjai, serta pola pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
pembinaan narapidana narkotika oleh petugas Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Binjai.
BAB III
Faktor-Faktor yang menjadi Hambatanserta Upaya
yang dilakukan oleh Petugas Lapas Kelas IIA Kota
Binjai
Bab ini menguraikan tentang hambatan-hambatan serta
upaya-upaya mengatasi hambatan oleh petugas Lembaga
Pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan narapidana
narkotika.
BAB IV
PENUTUP
Dalam Bab ini Penulis membuat kesimpulan dan saran yang
berkaitan dengan materi penulisan skripsi.
Universitas Sumatera Utara