Mikrostruktur Dentin Tertier Gigi Molar Pertama Bawah Permanen Penyirih di Pancur Batu Medan dengan Scanning Electron Microscope

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menyirih merupakan praktek kuno yang umum pada negara Asia dan
masyarakat migrasi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara, yang menjadi kebiasaan
pada masyarakat dan juga populer di kalangan perempuan.1 Kebiasaan mengunyah
sirih telah dikenal dan dilaporkan di berbagai negara seperti Pakistan, Sri Lanka,
Bangladesh, Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Papua Nugini, beberapa
daerah di Pulau Pasifik, Afrika Selatan dan Timur, Inggris, Amerika Utara, dan
Australia.2 Menyirih juga merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di
Indonesia. Adat kebiasaan ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat atau pada
acara yang sifatnya ritual keagamaan.2 Pada suku Karo di Pancur Batu Medan
dijumpai kebiasaan menyirih, khususnya pada perempuan. Kebiasaan ini terus

berlangsung sampai saat ini, baik yang dilakukan sehari-hari maupun pada saat
upacara adat.2,3
Menyirih dapat menyebabkan efek positif ataupun efek negatif terhadap
kesehatan umum. Efek positif menurut penyirih di Kamboja adalah menyirih dapat
menguatkan gigi, menyenangkan dan menyegarkan badan, serta membantu proses
pencernaan.3 Di India, menyirih dapat menghilangkan sakit gigi, membantu

pencernaan, meningkatkan nafsu makan, mewarnai mukosa, dan mengatasi
kebosanan hidup.3 Adapun efek negatif kebiasaan menyirih terhadap kesehatan
umum diantaranya dapat menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskular,
karsinoma hepatoselular, sirosis hepatitits, hiperlipidemia, hiperkalsemia, penyakit
ginjal kronis, hipertensi, obesitas, diabetes mellitus, sindroma metabolik, induksi
hormon ekstrapiramidal, milk-alkali syndrome, induksi displasia serviks uterus,
kanker kerongkongan dan hepar, berat lahir bayi rendah pada ibu penyirih, dan
predisposisi kolonisasi Helicobacter pylori dalam saluran pencernaan.4
Pada rongga mulut, efek negatif kebiasaan menyirih terbagi dua, yaitu
terhadap mukosa mulut dan terhadap gigi. Efek menyirih terhadap mukosa mulut
yaitu dapat menyebabkan lesi oral berupa leukoplakia, fibrosis submukosa,
karsinoma sel skuamosa, lesi lichenoid, perubahan warna pada mukosa mulut,
penyakit periodontal, dan kanker mulut.4,5 Sedangkan efek menyirih terhadap gigi
yaitu menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, hipersensitivitas dentin, nekrosis pulpa,
dan terbentuknya stein dan kalkulus pada gigi.6
Komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Dalam
campuran sirih, terdapat bahan yang bersifat kasar yaitu kapur. Kapur memiliki sifat
kasar karena pada umumnya terbuat dari kulit kerang atau batu kapur yang
dihaluskan. Kekasaran kapur menyebabkan semakin mudahnya terjadi pengikisan
pada permukaan gigi dalam proses menyirih. Berdasarkan hal tersebut, tekanan

pengunyahan akan meningkat karena frekuensi pengunyahan meningkat. Tekanan
dan frekuensi pengunyahan yang berlebihan akan menyebabkan meningkatnya
jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis
yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan

gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi.4 Atrisi gigi terjadi akibat
kebiasaan menyirih terutama dipengaruhi oleh komposisi menyirih yang bersifat
kasar dan keras. Semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi, maka
semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah.6
Sebagai respon dari stimulus eksternal (misalnya atrisi), maka dibentuk dentin
tertier. Ketika injuri terjadi adalah injuri yang cukup parah menyebabkan kematian
sel odontoblas, maka sel yang menyerupai sel odontoblas (odontoblast-like-cell) akan
membentuk kristal kalsium fosfat dalam tubulus dentin untuk melindungi jaringan
pulpa.7 Dentin tertier terbentuk pada daerah permukaan pulpa dentin primer atau
sekunder dan terlokalisasi pada daerah iritasi. Tubulus dalam dentin tertier tidak
beraturan, sehingga membuat dentin tertier tidak permeabel terhadap stimulus
eksternal. Sel-sel yang membentuk dentin tertier dianggap bukan odontonblas primer
tetapi berasal dari sel yang lebih dalam di pulpa seperti sel fibroblas dalam zona yang
kaya sel, sel endotelial atau pericyte vaskulatur darah yang menstimulasi TGF-β
(Transforming Growth Factor) seperti proliferasi sel, diferensiasi, dan sintesa

matriks. TGF-β juga menginduksi odontoblast-like-cell pada proses perbaikan dentin
(dentin repair).8 Dentin tertier, terutama di daerah perbatasan antara dentin primer
dengan sekunder mempunyai permeabilitas rendah dan dapat menghalangi iritan
masuk ke pulpa.8 Berdasarkan penelitian Parmer (2008), penyirih memiliki prevalensi
atrisi dan sensitivitas gigi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak
mengunyah sirih. Hal ini disebabkan karena beban dan frekuensi pengunyahan yang
berlebihan serta gigi terpapar dengan berbagai komponen dari campuran sirih.9 Keith
(1988) menyatakan bahwa trauma kronis yang berulang terjadi dikarenakan kebiasaan
mengatup-katupkan dan mengasah gigi dapat merangsang perubahan bentuk sendi
atau dapat memulai proses degeneratif. Mengunyah pinang yang dilakukan
bersamaan dengan kegiatan menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, pewarnaan dan
pembentukan faset pada gigi, dan prevalensi periodontitis yang lebih tinggi.10
Kebiasaan menyirih masih banyak dijumpai pada perempuan suku Karo di
Sumatera Utara. Pengaruh menyirih akan mempengaruhi kesehatan gigi berupa atrisi
dan sebagai bentuk proteksi dari gigi akan menyebabkan pembentukan dentin tertier.

Dengan adanya pembentukan dentin tertier, rasa sakit dan nyilu terhambat sehingga
penyirih bisa menyirih terus-menerus tanpa adanya rasa sakit. Berdasarkan hal ini,
penulis merasa tertarik untuk melihat mikrostruktur dentin tertier yang dibentuk
sebagai respons untuk melindungi jaringan pulpa pada gigi perempuan menyirih suku

Karo dengan metode Scanning Electron Microscope (SEM).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat perubahan mikrostruktur dentin tertier pada gigi molar pertama
bawah permanen penyirih di Pancur Batu Medan dalam hal :
1. Tebal dentin tertier.
2. Diameter tubulus dentin.
3. Pembentukan kristal di tubulus dentin.
4. Bentuk margin tubulus dentin.
5. Tipe tubulus dentin.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui perubahan mikrostruktur dentin tertier pada mesio bukal tanduk
pulpa dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) :
1. Tebal dentin tertier.
2. Diameter tubulus dentin.
3. Pembentukan kristal di tubulus dentin.
4. Bentuk margin tubulus dentin.
5. Tipe tubulus dentin.
1.4 Manfaat Penelitian

1.

Sebagai data dan informasi mengenai mikrostruktur dentin tertier pada

gigi penyirih.
2.

Sebagai bahan masukan dalam perkembangan ilmu kedokteran gigi

khususnya mengenai dentin tertier.