Enzim Pengaruh Pemanasan dan Inhibtor te

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KIMIA BIOKIMIA

JUDUL PERCOBAAN VIII :
ENZIM: PENGARUH PEMANASAN DAN INHIBITOR
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM
KELOMPOK III
Disusun oleh :
1.

Rena Mayusa

(24030115130076)

2.

Divani Efilia P.S

(24030115130077)

3.


Intan Dian L

(24030115140078)

4.

Ingrid Ferene

(24030115130080)

5.

Khrisna Pangeran

(24030115140081)

Asisten :
Saras Choirul Azizah


24030114120048

LABORATORIUM BIOKIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Enzim : Pengaruh Pemanasan
dan Inhibitor terhadap Aktivitas Enzim”. Tujuan dari percobaan ini yakni untuk
mengetahui pengaruh pemanasan dan inhibitor terhadap aktivitas enzim.
Prinsipnya adalah aktivitas enzimatis terhadap pengaruh eksternal dengan metode
pemanasan dan penambahan inhibitor. Hasil yang didapatkan adalah temperatur
yang tinggi (pemanasan) ataupun penambahan inhibitor akan mengakibatkan
terhambatnya aktivitas suatu enzim.
Hasil percobaan dari uji aktivitas enzim amilase didapat bahwa pada
tabung yang direaksikan dengan iodine pada tabung I sampai III warna yang
terbentuk adalah ungu. Hal ini menunjukkan hasil positif. Sedangkan pada tabung

IV dan V warna yang terbentuk biru kehitaman. Hal ini juga menunjukkan hasil
positif mengandung amilum. Untuk tabung yang direaksikan dengan larutan
benedict kelima tabung menunjukkan hasil hasil negatif karena tidak
menunjukkan warna merah bata pada tabung.
Sedangkan untuk uji aktivitas enzim lipase pankreatik hasil yang didapat
yaitu pada tabung I warna yang didapat sebelum diinkubasi berwarna kuning
pekat dan setelah diinkubasi berwarna kuning memudar. Hal ini menunjukkan
positif. Sedangkan pada tabung II sebelum dan sesudah diinkubasi warna tetap
sama yaitu kuing pekat. Hal ini menunjukkan hasil negatif. Pada tabung III
sesudah diinkubasi warna lebih sedikit kemerahan. Hal ini menunjukkan hasil
positif. Pada tabung IV sebelum dan sesudah diinkubasi warna tetap sama yaitu

kuning kemerahan dan terbentuk 2 fasa. Hal ini menunjukkan hasil negatif. Pada
tabung V setelah diinkubasi warna larutan berubah menjadi kuning lebih pekat
dan terbentuk 2 fasa. Hal ini menunjukkan hasil yang negatif.
Kata Kunci : Pemanasan, Inhibitor, Enzim Amilase dan Lipase Pankreatik

PERCOBAAN II
ENZIM : PENGARUH PEMANASAN DAN INHIBITOR
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM


I. TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui pengaruh pemanasan dan inhibitor terhadap aktivitas enzim

II. DASAR TEORI
2.1. Enzim
Kata enzim berarti “dalam ragi”. Manusia telah menggunakan
enzim sejak zaman prasejarah dalam memproduksi anggur, cuka dan keju.
Suatu enzim adalah suatu katalis biologis. Hewan tingkat tinggi
mengandung ribuan enzim. Enzim merupakan katalis yang lebih efisien
dari pada kebanyakan katalis laboratorium atau industri. Enzim juga
memungkinkan suatu selektivitas pereaksi dan suatu pengendalian laju
reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas katalis lain. Semua enzim
adalah protein. Untuk aktivitas biologis, beberapa enzim memerlukan
gugus-gugus prostetik atau kofaktor (Fessenden, 1986).
Enzim merupakan polimer biologis yang mengkatalisis lebih dari
satu proses dinamik yang memungkinkan kehidupan. Sebagai determinan
yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik,
enzim memainkan peran sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit.
Pemecahan makanan untuk memasok energy serta unsur-unsur kimia

pembangun tubuh (building blocks); perakitan building block tersebut

menjadi protein, membrane sel. Serta DNA yang mengkodekan informasi
genetic; dan akhirnya peeenggunaan energy untuk menghasilkan gerakan
sel, semua ini dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang
terkoordinasi secara cermat (Murray, 2001).
2.2. Klasifikasi Enzim
International Union of Biochemistry (IUB) membagi enzim menjadi 6
kelas, yaitu:
a. Oksidoreduktase : mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, dan biasanya
menggunakan koenzim NAD+ dan NADP+.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Dehidrogenase,
Oksidase, dan Hidroksilase
b. Transferase : mengkatalisis pemindahan gugus tertentu, seperti gugus
1-karbon, gugus aldehid dan keton, gugus asil, gugus glikosil, gugus
fosfat dan gugus mengandung S.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Amino transferase, asil
karnitin transferase, transkarboksilase dan glukinase.
c. Hidrolase : meningkatkan pemecahan ikatan antara karbon dengan
atom lainnya dengan penambahan air.

Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : esterase, amidase,
peptidase,fosfatase dan glikosidase.
d. Liase : mengkatalisis pemecahan karbon-karbon, karbon-sulfur dan
karbon-nitrogen.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : dekarboksilase,
aldolase, sintase dan deaminase.
e. Isomerase : mengkatalisis raseminasi optic atau isomer geometric dan
reaksi oksidasi reduksi intramolekular tertentu.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : epimerase, mutase dan
isomerase.

f. Liase : mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan
karbon, karbon dengan sulfur, karbon dengan nitrogen dan karbon
dengan oksigen. Untuk pembentukan ikatan tersebut diperlukan energi
yang berasal dari ATP.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Sintetase dan
Karboksilase (Shahib, 1992).
2.3. Komponen Enzim
Enzim terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Protein

2. Gugus Prostetik (Koenzim)
Bagian apoenzim menyebabkan kekhasan pada enzim. Bagian gugus
prostetik dapat berupa kofaktor. Kofaktor yaitu senyawa anorganik yang
diperlukan oleh enzim untuk aktivitas biologisnya. Kofaktor dapat berupa
ion logam seperti unsur besi, mangan, magnesium dan natrium. Koenzim
yaitu senyawa organik, misalnya vitamin B1, B2 dan B6 (Fessenden, 1986).
Komponen Enzim meliputi :
a. Apoenzim
Adalah bagian enzim yang terdiri dari protein.
Sifat: - tidak tahan panas
- tidak mampu melewati membran dialysis.
b. Koenzim
Adalah bagian enzim yang bukan protein.
Sifat: - tahan terhadap panas
- mampu melewati membran dialis.

Holoenzim adalah gabungan antara apoenzim dan koenzim yang terikat
satu sama lain. Koenzim, kofaktor, gugus prostetik merupakan kokatalis.
Gugus prostetik terikat erat pada apoenzim sedangkan kofaktor tidak
begitu erat. Gugus prostetik adalah bagian dari enzim yang berbentuk

molekul organic. Koenzim adalah suatu bagian yang bertindak sebagai
penerima hydrogen atau akseptor hidrogen seperti NAD/ATP (Winarno,
1986).
Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, disamping itu
terdapat pula bagian yang bukan protein yang penting untuk aktivitas
katalitik. Bagian yang bukan protein ini disebut kofaktor. Koenzim adalah
bentuk tertentu dari kofaktor.
Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu : gugus prostetik,
koenzim dan ion metal. Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi
dengan apoenzim dan bersifat sewaktu (tidak permanen), biasanya pada
saat berlangsung katalisis. Selanjutnya koenzim yang sama dapat menjadi
kofaktor pada enzimyang berbeda. Pada umumnya koenzim tidak hanya
membantu enzim memecah substrat, tetapi juga bertindak sebagai aseptor
sementara untuk produk yang terjadi. Kebanyakan komponen kimia
koenzim adalah vitamin (Shahib, 1992).
a. Inhibitor Enzim
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja
enzim, misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa. Inhibitor
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu inhibitor kompetitif, inhibitor
non-kompetitif dan inhibitor umpan balik (Poedjiadi, 1994).


Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat
(katalitik). Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya
menyerupai struktur kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut
dapat berikatan secara reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya
membentuk kompleks EnzS, justru membentuk kompleks enzim inhibitor
(Enzl).
Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat persaingan antara S dan I.
struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip dengan struktur S
dan dapat dianggap berkaitan dengan domain yang berbeda pada enzim.
Inhibitor nonkompetitif reversible menurunkan kecepatan reaksi maksimal
yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah),
tetapi biasanya tidak mempengaruhi nilai Km (Murray,2001).
b. Sifat-Sifat Enzim
Secara umum, sifat-sifat enzim sebagai berikut:
 Sebagai biokatalisator yaitu dapat menggiatkan atau kadang-kadang



dapat menyebabkan memuainya proses dalam sel.

Enzim bekarja spesifik artinya untuk merubah atau mereaksikan suatu



zat tertentu memerlukan enzim tertentu pula.
Enzim dapat bekerja bolak-balik artinya suatu reaksi memerlukan
enzim yang sama juga mempengaruhinya adalah jumlah substrat dan




jumlah produksi.
Enzim bekerja sangat cepat.
Enzim tidak ikut bereaksi artinya enzim tidak berubah dan dapat

dipakai kembali setelah reaksi enzimatis berlangsung.
 Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu.
 Enzim sensitif terhadap pH (Murray, 2001).
2.4. Kekhasan Enzim
Nama enzim disesuaikan dengan substratnya dengan penambahan

“ase” di belakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan
enzim. Contoh: enzim menguraikan substrat (urea) disebut urease.

Kelompok enzim yang mempunyai fungsi sejenis diberi nama
menurut fungsinya. Misalnya, hidrolase adalah kelompok enzim yang
mempunyai fungsi sebagai katalis dalam proses hidrolisis. Disamping nama
trival (biasa) maka oleh “Commision On Enzimes of The International Union
of Biochemistry” telah ditetapkan nama yang sistematis dan disesuaikan
dengan pembagian dan penggolongan enzim berdasar fungsi.
Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Asam
amino tertentu sebagai substrat dapat mengalami berbagai reaksi dengan
enzim (Poedjiadi, 1994).
2.5. Dasar Kerja Enzim
Pada umumnya terdapat dua mekanisme kerja enzim yang mempengaruhi
reaksi katalis. Mekanismenya adalah :
a) Enzim meningkatkan kemungkinan molekul – molekul yang bereaksi
saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi
karena enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan
mempunyai kemampuan mengikatnya walaupun bersifat sementara.
Penyatuan antara substrat dengan enzim tidak seenaknya, melainkan
substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa sehingga setiap substrat
terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
b) Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan non kovalen) antara
substrat dengan enzim menimbulkan penyebaran ini menyebabkan suatu
regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat sehingga
ikatan kovalen tersebut menjadi mudah pecah. Dapat disimpulkan bahwa

enzim mempercepat laju reaksi agar keseimbangan reaksi tercapai, tetapi
tidak mempengaruhi konstanta keseimbangan.
(Petrucci, 1997)
2.6. Fungsi dan Cara Kerja Enzim
2.6.1 Fungsi Enzim
Adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi
didalam maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 10 6
– 1011 kali lebih cepat dari pada bila reaksi tersebut berlangsung tanpa
katalis (Poedjiadi, 1994).
2.6.2 Cara Kerja Enzim
Enzim diduga menyesuaikan diri di sekitar substrat ( molekul yang
akan dikerjakan ) untuk membentuk kompleks enzim substrat. Ikatan
menjadi tegang oleh gaya terik antara substrat dan enzim. Ikatan tegang
mempunyai energi dam mudah terpatahkan sehingga reaksi berlangsung
lebih mudah dan menghasilkan kompleks enzim substrat.
E+S

Keterangan :

ES

E+P

E+S

= enzim + substrat

ES

= kompleks enzim substrat

E+P

= enzim + produk

Bentuk yang diubah dari produk menyebabkan kompleks itu berdisosiasi
dan permukaan enzim siap menerima substrat lain. Teori aktivitas enzim ini
disebut “ Teori Kesesuaian Terimbas (Induced-Fit Theory)“ ( Fessenden, 1983 ).
2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktorfaktor tersebut dapat bersifat fisik atau bersifat kimia yaitu :
2.7.1. Suhu atau Temperatur
Laju reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan
adanya penurunan suhu. Pada suhu transisi aktivitas enzim menurun
tajam. Kenaikan kecepatan dibawah temperatur optimal disebabkan
oleh kenaikan energi kinetika molekul yang bereaksi. Bila suhunya
dinaikkan terus, energi kinetika menjadi besar sehingga melampaui
penghitung

energi

untuk

memecahkan

ikatan

sekunder

yang

mempertahankan enzim dalam bentuk aslinya. Akibatnya struktur
sekunder dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologis (Mayes,
1992).

Aktivitas
Enzim

37o C Temperatur
( suhu optimum )
Gambar Grafik
Hubungan temperatur dengan aktivitas enzim
(Underwood, 1994)

2.7.2 Konsentrasi Substrat
Bila konsentrasi substrat (s) naik sedangkan semua keadaan
lainya dipertahankan tetap, kecepatan tetap, keceepatan awal yang
diukur v naik sampai nilai maksimum v berhenti. Efek konsentrasi
substrat pada kecepatan reaksi yang dikatalis enzim.

Kecepatan akan naik bila konsentrasi substrat dinaikkan sampai
konsentrasi enzim dikatakan telah jenuh dengan substrat. Jumlah
substrat masih melebihi jumlah enzim dengan persamaan molar yang
besar. Apabila titik A dan B, Kenaikkan atau penurunan jumlah enzim
tergabung dengan substrat dan v akan tergantung pada (s). Pada C,
semua enzim tergabung dengan substrat sehingga kenaikkan selanjutya
dari S. Walau ini menaikkan konsentrasi benturan anatar enzim dan
substrat tidak dapat menaikkan kecepatan reaksi karena tidak ada enzim
yang terdapat unsur bereaksi (Poedjiadi, 1994).
2.7.3 Pengaruh pH
Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH
yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 – 8,0. suatu
enzim tertentu mempunyai pH optimum sangat ekstrim , misalnya
pepsin pada pH 1,8 dan organisme pada pH 10,0.
Kisaran pH yang ekstrim, baik asam maupun basa terjadi
aktivasi, yang irreversible. Pada kisaran pH selebihnya masih dapat
terjadi inaktivasi, tetapi bersifat reversible. Perlu diketahui pada enzim
yang sama, sering pH umumnya berbeda, tergantung asal enzim
tersebut. Misalnya metal esterase yang diperoleh dari kapan mempunyai
pH optimum sekitar 5,0 sedang enzim yang sama yang diperoleh dari
kacang merah mempunyai pH sekitar 8,5.

Aktivitas
Enzim

7pH
( suhu optimum )
Gambar Grafik
Hubungan pH dengan aktivitas enzim
(Poedjiadi, 1994)

2.7.4 Pengaruh Ion Logam
Lebih dari 25% dari keseluruhan enzim mengandung ion logam yang
terikat erat atau membutuhkan ion logam bagi aktivitasnya. Metal enzim
mengandung ion logam fungsional dalam jumlah pasti yang dipertahankan
selama

proses

pemurnian.

Enzim

yang

diaktifkan

oleh

logam

memperlihatkan ikatan dengan logam yang kurang erat, namun memerlukan
logam tambahan. Dengan demikian perbedaan metaloenzim dan enzim yag
diaktifkan oleh logam terletak pada afinitas enzim terhadap ion logam.
Mekanisme yang diinginkan ion logam untuk melaksanakan fungsinya
tampak serupa dengan metaloenzim dan enzim yang diaktifkan oleh logam
(Murray, 1997).
2.8. Katalis

Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa
adanya perubahan permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk
meningkatkan kecepatan reaksi.
Katalis dibedakan menjadi:
a) Katalis Homogen
Katalis homogen adalah jenis katalis yang berfase sama dengan pereaksi.
b) Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah jenis katalis yang tidak berfase sama dengan
pereaksi (Keenan, 1984).
2.9. Katalis Enzimatis
Banyak reaksi dalam kimia sistem organik dilakukan dengan enzim
sebagai katalis. Enzim merupakan protein yang terdiri dari berbagai asam
amino sama seperti molekul lain. Katalis enzimatik melibatkan ikatan-ikatan
kimia yang digunakan dengan ikatan-ikatan pada reaksi kimia organik biasa.
Dalam pelaksanaannya, katalis enzimatik menggunakan struktur yang
dibentuk oleh berbagai gugus asam amino dan prostestik. Sejumlah protein
bertindak cepat sebagai katalis yang sangat reaktif, lebih reaktif dari senyawa
lsin yang dapat mempercepat sejumlah reaksi karena protein mampu dirakit
menjadi beberapa bentuk.
Dasar fungsi enzim adalah keefektifan katalis asam amino, gugus
karboksil dan gugus pengikat lain dinaikkan beberapa puluh kaki lipat dengan
menempatkannya dalam ruang tertentu sehingga dapat mengunci senyawa
yang dipengaruhi.

Suatu senyawanya dapat mengkatalis reaksi dari beberapa substrat
yang berbeda. Falam reaksi enzimatik gugus pengikat dan gugus-gugus
katalistik dan enzim bergabung dengan substrat membentuk kompleks enzim
substrat/ kemampuan enzim prostate ( Poedjiadi, 1994 ).
2.10. Kinetika Katalis Enzim
Salah satu reaksi kimia yang paling sederhana adalah pengubahan
suatu molekul zat S, menjadi suatu molekul hasilnya P, dengan laju reaksi k.
Reaksi ini dapat dituliskan sebagai berikut :
S

P

Dalam reaksi yang dikatalis enzim semacam S, disebut substrat atau
senyawa yang transformasinya dikatalis oleh enzim. Pada reaksi ini panah
baliknya dihapuskan karena kesetimbangan reaksinya jauh cenderung
menuju ke hasilnya atau sebab beranjak dari konsentrasi hasil nol (hanya
meninjau tahap awal reaksi sebelum hasil yang memadai terkumpul). Hal ini
berarti bahwa jumlah dari bentuk hasilnya tidak penting. Jadi dengan model
ini dapat pula dicakup peningkatan banyaknya reaksi enzim. Dan dengan
hasil ini dapat di tuliskan :
S+A

P

Jika terdapat sejumlah besar A dibandingkan dengan S sehingga
konsentrasinya dapat dianggap tetap sebelum reaksi. Dalm hal ini konstanta
K sama dengan K’ kali konsentrasi A yang tak berubah. Misalnya semua
reaksi hidrolisis, termasuk jenis ini dengan A ialah air.

Apabila tidak ada enzim pada kebanyakan reaksi hidrolase, laju
pembentukan hasilnya diabaikan (atau penekanan substrat). Biasanya laju
reaksi semacam itu disebut kecepatan (V) reaksi.
V = -d [S] / dt
= K [S]
Akan tetapi dengan enzim dan konsentrasi substrat pada persamaan ini
tidak berlaku, K tidak lagi konstan tetapi sebanding dengan konsentrasi
enzim.
d [S] / dt = -K [S]

(Poedjiadi, 1994)

2.11. Sisi Aktif Enzim
Yaitu daerah terspesialisasi dari protein dimana enzim berikatan
dengan substrat. Sisi aktif dari suatu enzim merupakan suatu celah yang
terspesialisasi

untuk

mengenal

substrat

khusus

dan

mengkatalisis

transformasi kimia (Poedjiadi, 1994).
2.12. Aktivitas Enzim
Aktivitas juga disebut kinetika enzim. Kinetika enzim adalah
kemampuan enzim dalam membantu reaksi kimia. Kemampuan enzim ini
dapat dihitung dengan mengukur jumlah produk yang terbentuk atau dengan
menghitung kurangnya substrat dalam satuan waktu tertentu. Selain itu
dapat juga dihitung dengan peningkatan atau penurunan koenzim.
Menghitung jumlah substrat, produk atau koenzim di dalam laboratorium
tidak mudah karena jumlahnya yang sangat sedikit. Oleh karena itu,
menghitung aktivitas enzim dilakukan dengan mengukur perubahan

absorbansi dalam satuan waktu, pH dan suhu tertentu sewaktu reaksi
berjalan (Poedjiadi, 1994).
2.13. Substrat Enzim
Yaitu senyawa organik atau anorganik yang dipengaruhi atau
dikatalisis oleh enzim. Struktur kimia substrat dapat berupa sederhana tetapi
dapat juga kompleks. Setiap enzim mempunyai substratnya yang tertentu
( Poedjiadi, 1994).
2.14. Enzim Lipase
Enzim ini mengkatalisis pemecahan lemak menjadi asam lemak dan
gliserol. Enzim lipase mempunyai sifat khusus dapat memecah ikatan ester
pada lemak dan gliserol. Lipase mempunyai kemampuan mengkatalisis
reaksi organik baik didalam media air maupun non air. Enzim lipase sangat
berperan dalam pemisahan asam lemak dan pelarutan noda minyak pada alat
industri agar minyak dapat dilarutkan dalam air. Reaksi yang dikatalisis
enzim lipase adalah reaksi hidrolisis, alkoholis, esterifikasi, dan
interesterifikasi.
Aktivitas optimum lipase pada pH 8. Pada pH 8 gugus pemberi dan
penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim perada pada keadaan
yang diinginkan sehingga aktivitas katalitiknya tinggi (Winarno, 1983).
2.15. Suhu Optimum Enzim Lipase
Suhu optimum enzim lipase umumnya berkisar antara 30-40 0C.
Meskipun telah ditemukan adanya lipase yang aktif pada suhu -29 0C
terutama pada ikan dan udang yang dibekukan (Winarno, 1983).

2.16. Enzim Amilase
Enzim amilase terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Amilase
yang terdapat dalam saliva adalam α-Amilase yang mampu menghidrolisis
polisakarida dan glikogen menjadi maltosa dan oligosakarida dengan
menyerang ikatan α-1,4 glikosida. Amilase akan segera terinaktivase pada
pH 4,0 atau kurang sehingga pencernaan makanan dalam mulut akan
terhenti bila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan
(Winarno, 1983).
2.17. Suhu Optimum Enzim Amilase
Suhu optimum enzim amilase yang terdapat dalam saliva (enzim αamilase) adalah 37 0C, sama dengan suhu normal tubuh. Secara umum
enzim amilase bekerja optimal pada pH 6,6 (Winarno, 1983).
2.18. Inkubasi
Inkubasi merupakan alat yang digunakan sebagai tempat pertumbuhan
bakteri yang akan dibiakkan, yang dapat diatur termperaturnya sehingga
sesuai dengan temparatur yang diperlukan bakteri agar dapat tumbuh dan
berkembangbiak dengan secara optimal. Pengaturan temperatur pada
temperatur optimum tersebut dimaksudkan agar bakteri mudah berkembang
biak dan tumbuh secara optimal. Penginkubasian dilakukan untuk
menumbuhkan bakteri yang akan dibiakkan sesuai dengan suhu yang
diperlukan bakteri untuk tumbuh. Misalnya temperatur optimum untuk
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus berkisar antara 25-75o C
sedangkan temperatur minimum antara (-5) –(-45)oC
(Guchanan, 1992).

2.19 Review Jurnal Internasional
2.19.1 Studi penghambatan enzim oleh persamaan Mimaniman-Menten yang
terintegrasi mempertimbangkan kehadiran simultan dari dua inhibitor ketika salah
satunya adalah produk reaksi.
Untuk menentukan kecepatan awal reaksi katalis yang dikatalisis tanpa
kesalahan teoritis, perlu mempertimbangkan penggunaan persamaan MichaelisMenten terpadu. Bila produk reaksi merupakan inhibitor, pendekatan ini sangat
penting. Meskipun demikian, studi kinetik biasanya melibatkan evaluasi inhibitor
lain di luar produk reaksi. Terjadinya situasi ini menekankan pentingnya
memperluas persamaan Michaelis-Menten terpadu, dengan asumsi kehadiran
simultan lebih dari satu inhibitor karena produk reaksi selalu ada. Metodologi ini
diilustrasikan dengan reaksi yang dikatalisis oleh alkali fosfatase yang dihambat
oleh fosfat (produk reaksi, inhibitor 1) dan urea (inhibitor 2).
Pendekatan ini dijelaskan secara selangkah demi selangkah dengan
menggunakan lembar penyebaran Excel (tersedia sebagai template dalam
Lampiran). Kurva yang sesuai dengan regresi nonlinier dilakukan dengan add-in
Solver (Microsoft Office Excel). Diskriminasi model kinetik dilakukan
berdasarkan kriteria informasi Akaike. Karya ini menyajikan sebuah metodologi
yang

dapat

digunakan

untuk

mengembangkan

proses

otomatis,

untuk

membedakan secara real time jenis inhibisi dan konstanta kinetik sebagai data
(produk vs waktu) dicapai oleh spektrofotometer.
(Bezerra, Pinto, Fraga, & Dias, 2016)

2.19.2 Evaluasi potensi antioksidan, aktivitas penghambatan enzim dan profil
fenolik Lathyrus cicera dan Lathyrus digitatus: Potensi sumber senyawa bioaktif
untuk industri makanan
Genus Lathyrus sangat penting dalam hal makanan dan pertanian. Dalam
penelitian ini, aktivitas antioksidan in vitro (phosphomolybdenum, DPPH, ABTS,
FRAP, CUPRAC dan metal chelating) dan evaluasi aktivitas penghambatan enzim
(asetil cholinesterase, butyryl cholinesterase, α-amylase dan α-glucosidase) dari L.
cicera dan L. digitatus diselidiki, begitu pula profil fitokimia mereka.
Penyaringan dari senyawa fitokimia utama di bagian udara L. cicera dan L.
digitatus dibawa keluar dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan massa
ionisasi electrospray deteksi spektrometrik (HPLC-ESI-MSn ), mengamati bahwa
flavonoid mewakili persentase tertinggi dari senyawa yang teridentifikasi, dengan
kelimpahan tri dan tetraglikosilasi flavonoid, termasuk yang terasilasi, terutama
pada L. cicera. Umumnya, L. digitatus menunjukkan aktivitas antioksidan dan
enzim penghambat yang lebih kuat dalam korelasi dengan tingkat fenolatnya yang
lebih tinggi. Tingginya jumlah senyawa fenolik dan Hasil uji antioksidan dan
enzim menunjukkan bahwa tanaman ini mungkin lebih jauh digunakan sebagai
sumber senyawa bioaktif, dan untuk pembuatan nutraceuticals baru.
(Llorent-Martínez et al., 2017)
2.20 Analisa Bahan
2.20.1 Amilum
Sifat Fisik : Merupakan polisakarida yang terbentuk dari cara sintesa
banyak terdapat pada tanaman.

Sifat Kimia : Campuran 10 -20% amilosa dan 80-90% amilopeptin. Jika
bereaksi dengan iodine membentuk warna hijau (Basri,
1996).
2.20.2 Iodin
Sifat Fisik : Berat atom 126,90 gram/mol, nomor atom 53, berwarna
hitam kebiruan dengan uap ungu,digunakan sebagai bahan
antiseptic, katalis dan lain-lain.
Sifat Kimia : Larut dalam alkohol, kloform, eter, gliserol, dan karbon
disulfida, tidak larut dalam air (Basri, 1996).
2.20.3 Aquades
Sifat Fisik

: titik didih 100˚C, titik beku 0˚C, memiliki Kb = 0,51
gram/mol.

Sifat Kimia : Memiliki rumus molekul H2O, merupakan senyawa
berfasa cair, tidak berwarna (Mulyono, 2005).
2.20.4 Saliva
Sifat Fisika : Cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari
sekitar 1 – 1,2 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri
dari 99,24% air.
Sifat Kimia : 0,58% terdiri atas ion Ca2+, Na+, K+, PO4-, Clˉ, HCO3ˉ,
SO4 2- dan zat – zat organic, seperti enzim amilase dan ptyalin
(Milller,1993).

2.20.5 Enzim Amilase
Sifat Fisik : Macam – macam enzim amilase, α amilase, β amilase,
terdapat dalam saliva dari pankreas
Sifat Kimia : Termasuk kelompok enzim hidrolase, yaitu enzim yang
mengkatalis hidrolisa substrat dengan molekul air. Enzim amilase,
dapat memecah ikatan peptide dalam amilum sehingga terbentuk
maltose.
(Poedjiadi, 1994).
2.20.6 Pereaksi Benedict
Sifat Fisika : Larutan bewarna bening. Terdiri atas larutan CuSO 4,
Na2CO3 dan Na2SO4,
Sifat Kimia : Mengoksidasi aldehid menjadi asam karboksilat, benedict
akan tereduksi menjadi endapan Cu2O
(Suminar, 1994).
2.20.7 Minyak kelapa
Sifat Fisika : Kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah,
berwarna bening, berbau harum.

Sifat Kimia : Terdiri dari rantai samping hidrokarbon dari 3 asam
lemak gliserol atau trigliserida.
(Basri, 1996).

2.20.8 Alkohol
Sifat Fisika

: Larutan bewarna bening, berbau menyengat dan

memabukkan. Larut dalam air.
Sifat Kimia

: Istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun

yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon,
yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.
Bersifat polar.
(Basri, 1996).
2.20.9 Detergen
Sifat Fisika

: Dapat berbentuk larutan, carian kental, dan serbuk.

Berbusa setelah dicampur dalam air, tidak larut sempurna dalam air.

Sifat Kimia : Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta
tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Berfungsi sebagai zat
pengemulsi antara senyawa polar dan senyawa non polar
(Basri, 1996).
2.20.10 Na2CO3

Sifat Fisika : Berbentuk kristal ammapun serbuk padatan warna putih
ke abu abu an, larut dalam air tidak larut dalam etanol.
Sifat Kimia : Bersifat polar, stabil dalam kondisi standar, apabila
direaksikan dengan Fluorin akan terurai menjadi gas CO2
(Basri, 1996).
III. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
- Gelas Beker

- Kertas Saring

- Tabung Reaksi

- Penangas air

- Pipet Tetes

- Penjepit

- Corong

- Rak tabung reaksi

- Gelas ukur
3.1.2. Bahan


Larutan

Amilum

1%


Larutan I dalam

KI


Lipase Pankreatik

(enzyplex tablet)


Deterjen Cair



Minyak kelapa



Aquadest



Larutan benedict



Alkohol



Saliva



Na2CO3



Indikator

merah

fenol

3.2. Gambar Alat

Gelas beker

Penangas Air

Pipet Tetes

Tabung Reaksi

Corong

Rak tabung reaksi

Kertas Saring

Gelas ukur

Penjepit

3.3. Skema Kerja
3.3.1 Uji Aktivitas Enzim Amilase
2 mL larutan saliva + 5 mL larutan amilum 1%
Tabung Reaksi 1
 Diinkubasi pada suhu ruang
370C selama 30 menit
 Pembagian menjadi

2

:

bagian 1 diuji dengan larutan
iodine dan bagian 2 diuji
dengan

larutan

benedict

(perlu pemanasaan)
 Pengamatan
Hasil
2 mL larutan saliva (sudah dididihkan) + 5 mL larutan amilum 1%
Tabung Reaksi 2
 Diinkubasi pada suhu ruang
370C selama 30 menit
 Pembagian menjadi

2

:

bagian 1 diuji dengan larutan
iodine dan bagian 2 diuji
dengan

larutan

benedict

(perlu pemanasaan)
 Pengamatan
Hasil
2ml larutan saliva + 1ml larutan inhibitor + 5ml larutan amilum 1%
Tabung Reaksi 3

 Diinkubasi pada suhu ruang
370C selama 30 menit
 Pembagian menjadi

2

:

bagian 1 diuji dengan larutan
iodine dan bagian 2 diuji
dengan

larutan

benedict

(perlu pemanasaan)
 Pengamatan
Hasil
1ml larutan inhibitor + 5ml larutan amilum 1%

Tabung Reaksi 4
 Diinkubasi pada suhu ruang
370C selama 30 menit
 Pembagian menjadi

2

:

bagian 1 diuji dengan larutan
iodine dan bagian 2 diuji
dengan

larutan

(perlu pemanasaan)
 Pengamatan
Hasil
2ml akuades + 5ml larutan amilum 1%
Tabung Reaksi 5

benedict

 Diinkubasi pada suhu ruang
370C selama 30 menit
 Pembagian menjadi 2 : bagian
1 diuji dengan larutan iodine
dan bagian 2 diuji dengan
larutan

benedict

pemanasaan)
 Pengamatan
Hasil

3.3.2 Uji Aktivitas Enzim Lipase Pankreatik
3.3.2.1 Preparasi Emulsi Lemak
2 mL minyak kelapa + 10 ml alkohol

(perlu

Tabung reaksi



Penambahan 12 mL aquades, kocok dengan
cepat



Penambahan 1 mL indikator fenol merah



Penambahan 1 tetes Na2CO3 0,1 M hingga
campuran emulsi lemak berwarna merah
muda



Pengamatan

Hasil

3.2.2.2 Preparasi Larutan Pankreatik
3 Kapsul Enzyplex + 15 ml Aquadest
Cawan porselen besar


Enzyplex

dihaluskan

dilarutkan dalam aquadest
Hasil

3.2.2.3 Reaksi Enzim Lipase dengan Emulsi Lemak

3 mL Larutan Pankreatik + 3 ml Emulsi Lemak
Tabung reaksi I

kemudian



Penginkubasian selama 30 menit pada suhu
370C



Pengamatan

Hasil

3 mL Larutan Pankreatik ( telah didihkan 1 menit) + 3 ml Emulsi Lemak
Tabung reaksi II



Penginkubasian selama 30 menit pada suhu
370C



Pengamatan

Hasil

3 mL Larutan Pankreatik + 3 ml Emulsi Lemak + Larutan Inhibitor
Tabung reaksi III



Penginkubasian selama 30 menit pada suhu
370C



Pengamatan

Hasil

3 mL Emulsi Lemak + 3 Larutan Inhibitor
Tabung reaksi IV



Penginkubasian selama 30 menit pada suhu
370C



Pengamatan

Hasil

3 mL Larutan Pankreatik + 3 ml Aquades
Tabung reaksi V



Penginkubasian selama 30 menit pada suhu
370C


Hasil

Pengamatan

IV.

DATA PENGAMATAN

N

PERLAKUAN

HASIL

O
1.

 Uji

Aktivitas

Enzim  Pada masing – masing tabung

Amilase
berwarna putih bening.
 Tabung I : 2ml larutan  Sebelum diinkubasi larutan lebih
saliva + larutan amilum

keruh.
 Setelah diinkubasi larutan agak

1%
 Tabung II : 2ml larutan

encer
 Dibagi menjadi 2 bagian:
saliva (sudah dididihkan)
Bagian 1 (diuji dengan larutan

+ 5ml larutan amilum 1%
 Tabung III : 2ml larutan
saliva

+

1ml

larutan

inhibitor + 5ml larutan
amilum 1 %
 Tabung IV : 1ml larutan
inhibitor + 5ml larutan
amilum 1%
 Tabung V : 2ml akuades
+ 5ml larutan amilum 1%
 Kemudian
masing

masing tabung diinkubasi
pada suhu ruang 370C
selama 30menit
 Uji Benedict
 Pembagian menjadi 2 :
bagian 1 diuji dengan

iodine)
 Tabung I : Bening
 Tabung II : Ungu
 Tabung III : Ungu muda
 Tabung IV : Ungu muda
 Tabung V : Biru Kehitaman
Bagian 2 ( diuji dengan larutan
benedict)






Tabung I : Kunig pudar
Tabung II : Bening
Tabung III : Bening
Tabung IV : Bening
Tabung V : Bening

KET

larutan iodine dan bagian
2 diuji dengan larutan
benedict

(perlu

pemanasan)

2.

Uji Aktivitas Enzim Lipase
Pankreatik
 Preparasi Emulsi Lemak
 2ml minyak kelapa +
10ml alcohol
 Penambahan

kelapa

larut

dalam

alcohol.

12ml  Setelah

akuades, kocok dengan
cepat
 Penambahan

 Minyak

ditambahkan

Na2CO3

larutan berwarna merh muda.

1ml

indicator fenol merah
 Penambahan 2 tetes
Na2CO3

0,1M

hingga  Reaksi Enzim Lipase dengan

campuran emulsi lemak
berwarna merah muda
 Reaksi
Enzim
Lipase
dengan Emulsi Lemak
 Tabung I : 2ml larutan
pankreatik + 3ml emulsi
lemak
 Tabung II : 2ml larutan
pankreatik

(telah

Emulsi Lemak
Sebelum inkubasi :
 Tabung I : kuning pekat
 Tabung II : kuning pekat
 Tabung III : kuning sedikit
kemerahan
 Tabung
IV

:

kuning

kemerahan
 Tabung V : hijau muda
Setelah inkubasi :
 Tabung I : kuning memudar
 Tabung II : kuning sangat

dididihkan 5 menit ) +
3ml emulsi lemak
 Tabung III : 2ml larutan

pekat
 Tabung III : tetap kuning
sedikit kemerahan
 Tabung IV : tetap kuning

pankreatik + 3ml emulsi
lemak + larutan inhibitor
 Tabung IV : 2ml larutan

kemerahan
 Tabung V : kuning pekat

+
-

pankreatik + 3ml larutan
inhibitor
 Tabung V : 2ml larutan
pankreatik
akuades
 Kemudian

+

3

ml

masing



+

-

masing tabung diinkubasi
pada suhu ruang 370C
selama 30menit

-

V.

HIPOTESIS
Judul dari percobaan ini adalah “Enzim : Pengaruh Pemanasan dan
Inhibitor terhadap Aktivitas Enzim”. Tujuan dari percobaan ini yakni untuk
mengetahui pengaruh pemanasan dan inhibitor terhadap aktivitas enzim.
Prinsipnya adalah aktivitas enzimatis terhadap pengaruh eksternal dengan
metode pemanasan dan penambahan inhibitor. Hasil yang didapatkan adalah
temperatur yang tinggi (pemanasan) ataupun penambahan inhibitor akan
mengakibatkan terhambatnya aktivitas suatu enzim.

VI.

PEMBAHASAN
Pada percobaan yang berjudul “Enzim : Pengaruh Pemanasan dan

Inhibitor Terhadap Aktivitas Enzim” bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemanasan dan inhibitor terhadap aktivitas enzim. Metode dari percobaaan ini
adalah penambahan inhibitor dan penginkubasian. Inhibitor adalah suatu zat yang
befungsi menghambat kerja enzim dengan mengubah atau menempati sisi aktif
enzim sehingga substrat tak dapat bereaksi sempurna dengan enzim (Bahagiawati,
2005). Prinsip dari percobaan ini adalah pengaruh faktor eksternal pada aktivitas
enzim. Untuk mengetahui pengaruh pemanasan dan inhibitor terhadap aktivitas
enzim, dilakukan dua uji yaitu uji aktivitas enzim amilase dan enzim lipase
pankreatik.
6.1 Uji Aktivitas Enzim Amilase Pankreatik
Pada uji aktivitas enzim amilase bertujuan untuk mengetahui aktivitas
amilase pada larutan saliva dengan di pengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu
pemanasan dan penambahan inhibitor.
Pada percobaan ini enzim amilase yang digunakan adalah larutan saliva.
Larutan saliva digunakan karena dalam larutan saliva mengandung enzim amilase.
Percobaan ini dilakukan dengan 5 variasi tabung dengan perlakuan yang berbeda.
Hal ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas enzim amilase. Tabung I
direaksikan antara larutan saliva dengan amilum 1%, Tabung II direaksikan
larutan saliva yang sudah dididihkan dengan amilum 1%. Tujuan dari pemanasan
(pendidihan) larutan saliva adalah untuk mengetahui perbandingan aktivitas enzim

amilase terhadap pengaruh eksternal yaitu pemanasan. Tabung III direaksikan
larutan saliva ditambah dengan larutan inhibitor dan ditambah dengan amilum
1%. Tabung IV direaksikan larutan inhibitor dengan larutan amilum 1%. Tabung
V direaksikan akuades dengan larutan amilum 1%. Penambahan amilum pada
kelima tabung betujuan untuk memberikan agen substrat untuk dipecah oleh
enzim karena enzim amilase hanya dapat bekerja dengan substrat amilum dengan
cara memecahnya menjadi glukosa-glukosa.
Kemudian kelima tabung yang berisi larutan yang berbeda diinkubasi pada
suhu 370C selama 30 menit. Penginkubasian pada suhu 370C bertujuan untuk
mengoptimalkan kerja enzim amilase karena enzim amilase akan bekerja secara
optimal dalam suhu tubuh yaitu sekitar 370C (Poedjiadi, 1994). Setelah dilakukan
penginkubasian, membagi larutan menjadi dua bagian. Satu bagian dilakukan
penambahan larutan iodine yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
enzim amilase dalam larutan tersebut. Uji positif dari uji ini adalah larutan saliva
menunjukkan bahwa terdapat enzim amilase didalam larutan yang mampu
mengubah amilum menjadi sakarida sederhana (Mayes, 1985). Jika negatif,
ditandai perubahan warna pada larutan menjadi ungu.
Sementara itu, satu bagian yang lainnya dilakukan penambahan larutan
benedict yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya gula pereduksi atau
monosakarida dalam sampel. Pada perlakuan ini selain diberikan penambahan
reagen benedict, juga diberikan perlakuan pemanasan yang bertujuan untuk
menaikkan kecepatan reaksi, karena bila beberapa molekul dalam populasi
mempunyai cukup energi untuk bereaksi maka kenaikkan temperature akan

meningkatkan tenaga kinetika yang akan menaikkan kecepatan reaksi
(Mayes,1985). Uji positif dari uji ini adalah terbentuknya endapan merah bata
pada dasar tabung.
Pada saat pemanasan dilakukan pada penangas air yang berisikan air,
bukan dilakukan langsung pada api hal ini bertujuan agar kenaikkan temperature
tidak terlalu tinggi karena apabila terlalu tinggi (>40 0C) kemungkinan enzim akan
mengalami denaturasi, sehingga enzim tidak dapat bekerja secara optimum. Suhu
optimum enzim bekerja dengan baik adalah 370C (Mayes,1985).
Reaksi hidrolisis amilum dengan iodine

(Abu,2009)
Reaksi glukosa dengan benedict

O

H

O

C
H

C
OH

HO

OH

H

H

Cu++

H2O

to C

OH

HO

H

H

OH

H

OH

H

OH

H

OH

CH 2OH

Cu2O

2 H+

CH2OH

glukosa

(Sumardjo, 2009)
6.1.1 Tabung I (sampel : larutan pankreatik + amilum)
Berdasarkan hasil percobaan, tabung I yang berisi larutan pankreatik dan
larutan amilum 1% memberikan hasil negatif berupa warna bening pada uji iodin
Warna bening pada uji iodin menunjukkan bahwa seluruh amilum telah
dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim amilase sehingga tidak terdapat amilum
pada larutan. Pada hasil uji benedict dihasilkan larutan yang beerwarna kuning
pudar setelah pemanasan. Hal tersebut menunjukkan hasil positif bahwa amilum
telah teridrolisis menjadi glukosa dan bereaksi dengan pereaksi benedict.
6.1.2 Tabung II (sampel : larutan saliva (sudah dididihkan) + amilum)
Tabung II yang berisi larutan pankreatik yang sudah dididihkan dan
larutan amilum 1% memberikan hasil positif berupa warna ungu pada uji iodin.
Warna ungu yang dihasilkan pada uji iodin menunjukkan adanya amilum pada
larutan. Amilum masih terdapat dalam larutan tersebut dikarenakan enzim amilase

yang telah dipanaskan mengalami perubahan struktur, sehingga tidak bekerja
optimal untuk memecah amilum menjadi glukosa.
Hasil negatif berupa larutan bening pada uji benedict. Hal tersebut
menunjukkan tidak adanya glukosa dalam larutan dikarenakan kerusakan struktur
enzim amilase akibat pemanasan, sehingga tidak terhidrolisis menjadi glukosa.
6.1.3 Tabung III (sampel : larutan saliva + larutan detergen + amilum)
Tabung III yang berisi larutan pankreatik, larutan amilum 1% dan inhibitor
memberikan hasil positif berupa warna ungu pada uji iodin. Hal ini yang
menunjukkan adanya amilum karena penambahan inhibitor yang menempati sisi
aktif enzim sehingga enzim tidak dapat bereaksi untuk memecah amilum menjadi
glukosa.
Berdasarkan hasil uji benedict dihasilkan larutan bening. Hal tersebut
menunjukkan tidak adanya glukosa dalam larutan dikarenakan penambahan
inhibitor yang dapat menempati sisi aktif enzim, sehingga enzim tidak dapat
memecah amilum menjadi glukosa.
6.1.4 Tabung IV (sampel : larutan inhibitor + amilum)
Pada larutan yang ditambahkan larutan iod, setelah penambahan reagen
iod, larutan menjadi bewarna Ungu muda. Uji positif ini yang menunjukkan
adanya amilum karena penambahan inhibitor tanpa adanya enzim tidak akan
berpengaruh terhadap pemecahan amilum, sehingga glukosa tetap terdeteksi.
Masih terdapatnya amilum dalam larutan yang akan membentuk
kompleks dengan iodin karena amilum merupakan indicator yang menunjukkan

perubahan warna pada reagen iod, yakni iodine dengan amilum akan membentuk
kompleks biru.
Larutan yang diberi reagen benedict larutan berubah menjadi bewarna
bening. Penambahan larutan benedict bertujuan untuk mengoksidasi glukosa.
Dilakukan pemanasan yang bertujuan untuk mempercepat reaksi karena dengan
adanya pemanasan maka energi kinetik molekul akan meningkat sehingga gerakan
partikel semakin besar dan tumbukan yang terjadi antar molekul semakin banyak
sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
larutan bewarna bening tanpa adanya endapan merah bata pada dasar tabung. Hal
ini menunjukkan bahwa glukosa tidak terbentuk. Hal ini dikarenakan tidak adanya
enzim amilase dalam larutan tabung IV sehingga amilum tidak dapat terurai
menjadi glukosa dan glukosa tidak terbentuk. Hasil ini menunjukkan uji negatif.
6.1.5 Tabung V (sampel : akuades + amilum)
Sebelum penginkubasian, larutan berwarna putih bening, setelah
penginkubasian larutan menjadi sedikit keruh, karena tidak ada enzim yang
membantu proses pemecahan amilum menjadi sakarida sederhana. Kemudian
larutan dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang satu di tambahkan reagen iod dan
yang satu ditambahkan reagen benedict.
Pada larutan yang ditambahkan larutan iod, setelah penambahan reagen
iod, larutan berwarna ungu kehitaman. Adanya warna ini menunjukkan bahwa
terbentuk senyawa kompleks antara amilum dengan iodin sehingga hasil ini
menunjukkan uji positif. Kompleks amilum-iodin yang menunjukkan masih

adanya amilum dalam larutan tabung V dikarenakan tidak adanya enzim amilase
dalam larutan tabung V sehingga amilum tidak dapat terurai menjadi glukosa dan
masih terdapat amilum dalam larutan yang akan membentuk kompleks dengan
iodin karena amilum merupakan indicator yang menunjukkan perubahan warna
pada reagen iod, yakni iodine dengan amilum akan membentuk kompleks biru.

Larutan yang diberi reagen benedict larutan berubah menjadi berwarna
bening. Penambahan larutan benedict bertujuan untuk mengoksidasi glukosa.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa larutan berwarna bening tanpa adanya
endapan merah bata pada dasar tabung. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa tidak
terbentuk. Hal ini dikarenakan tidak adanya enzim amilase dalam larutan tabung
V sehingga amilum tidak dapat terurai menjadi glukosa dan glukosa tidak
terbentuk. Hasil ini menunjukkan uji negatif.

6.2 Uji Aktivitas Enzim Lipase Pankreatik
Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui aktivitas enzim
lipase pankreatik dalam memecah lipid menjadi asam lemak dan gliserol dengan
berbagai variasi kondisi larutan sampel (minyak kelapa). Prinsip dari percobaan
ini yaitu pemecahan lipid oleh enzim lipase pankreatik dengan metode yang
digunakan yaitu pemanasan, penambahan indikator eksternal (inhibitor) dan
penginkubasian.
Perlakuan awal pada percobaan ini yaitu penyiapan emulsi lemak yang
dibuat dari pencampuran minyak kelapa dan alkohol ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan aquades, kocok dengan cepat. Minyak kelapa dan
aquades tidak dapat saling melarutkan karena perbedaan kepolaran diantara
keduanya, dimana minyak kelapa bersifat non polar sedangkan aquades bersifat
polar, oleh karena itu sebelumnya ditambahkan alkohol yang memiliki sifat semi
polar yang dapat mengikat minyak maupun air. Di sini dilakukan pengocokan
dengan cepat agar gaya tumbukan yang dihasilkan lebih besar sehingga larutan
dapat tercampur homogen. Selanjutnya ditambahkan indikator fenol merah yang
berfungsi sebagai indikator, lalu ditambahkan Na2CO3 hingga campuran emulsi
lemak berwarna merah muda.
Setelah penyiapan emulsi lemak, kemudian dilakukan preparasi larutan
pankreas. Larutan saliva yang digunakan sebaiknya adalah larutan saliva yang
tidak mengandung makanan apapun sehingga proses pengujian lebih akurat.
Tahap awal perlakuan yaitu pemanasan saliva sebanyak 2 ml untuk tabung 2
sampai terbentuk embun atau uap di dinding gelas.

Selanjutnya dilakukan penyiapan 5 tabung reaksi untuk menguji aktivitas
enzim lipase pada kondisi yang berbeda-beda pada masing- masing tabung reaksi,
dimana tabung I berisi larutan pankreatik dan emulsi lemak; tabung II berisi
larutan pankreatik (yang sudah didihkan selama 1menit) dan emulsi lemak; tabung
III berisi larutan pankreatik, larutan inhibitor, dan emulsi lemak; tabung IV berisi
larutan inhibitor dan emulsi lemak; terakhir tabung V berisi aquades dan larutan
pankreatik. Pada perlakuan tersebut masing-masing dilakukan penambahan emulsi
lemak yang berfungsi sebagai substrat lipid yang nantinya akan dipecah menjadi
asam lemak dan gliserol dengan bantuan enzim lipase. Kemudian seluruh tabung
reaksi tersebut di inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 oC. Tujuan
penginkubasian yaitu untuk mengetahui aktivitas enzim pada suhu optimumnya
yaitu 37oC
(Mayers, 1985).
Reaksi pemecahan lipid oleh enzim lipase:
O
H 2C

O

C
O

HC

O

C

H 2C

O

C

O

Trigliserida

R1
R2
R3

H 2C

OH

HC

OH

H 2C

OH

Gliserol
(Poedjiadi, 1994)

Hasil yang didapat dari kelima tabung sebelum maupun setelah inkubasi :
6.2.1 Tabung I berisi larutan pankreatik dan emulsi lemak
Larutan

campuran

awal

berwarna

kuning

pekat,

hal

tersebut

menunjukkan bahwa enzim lipase membantu pemecahan lipid menjadi asam
lemak dan gliserol. Setelah penginkubasian warna larutan berubah menjadi sedikit
lebih muda dari warna kuning pekat sebelumnya yang merupakan hasil positif.
Perubahan warna ini menunjukkan bahwa penginkubasian pada suhu 37 oC
menyebabkan aktivitas enzim lipase menjadi optimal sehingga mempercepat
reaksi pemecahannya membentuk asam lemak dan gliserol.
6.2.2 Tabung II berisi larutan pankreatik (sudah didihkan) dan emulsi lemak
Larutan awal berupa larutan yang terpisah menjadi 2 lapisan, lapisan atas
berwarna kuning kemerahan dan bagian bawah berwarna kuning pekat, sama
halnya dengan enzim lipase pada tabung I yakni enzim disini membantu memecah
lipid menjadi asam lemak dan gliserol, namun aktivitas enzim lipase disini tidak
seoptimal seperti enzm lipase pada tabung I, karena disini enzim mengalami
pemanasan sehingga konformasi enzim berubah (dari yang sebelumnya melipat
menjadi terbuka).
Selanjutnya dilakukan pengocokan agar 2 lapisan tersebut menjadi
homogen berwarna kuning pekat sebelum dilakukan penginkubasian. Setelah
penginkubasian larutan tidak mengalami perubahan warna yakni tetap kuning
pekat. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim terhambat atau berkurang

dalam memecah lipid menjadi asam lemak dan gliserol karena pengaruh
pemanasan sebelumnya.
6.2.3 Tabung III berisi larutan pankreatik, larutan inhibitor, dan emulsi lemak
Larutan awal berwarna kuning sedikit kemerahan namun pada saat telah
dilakukan penginkubasian larutan tidak menunjukkan perubahan dan warnanya
tetap kuning sedikit kemerahan serta tidak terbentuk 2 fasa yang menunjukkan
hasil positif. Disini seharusnya enzim lipase sukar memecah lipid menjadi asam
lemak dan gliserol dikarenakan adanya inhibitor (detergen) yang ditambahkan
guna menghambat aktivitas dari enzim lipase untuk memecah lipid. Namun pada
saat setelah penginkubasian hasil yang diperoleh yaitu tidak terbentuknya 2 fasa
yang berarti asam lemak dan gliserol pada lipid telah dipecahkan oleh enzim
lipase. Hal ini mungkin dikarenakan enzim telah bekerja terlebih dahulu sebelum
ditambahkannya inhibitor (detergen) sehingga dapat memecah lipid menjadi asam
lemak dan gliserol.
6.2.4 Tabung IV berisi larutan inhibitor dan emulsi lemak
Larutan awal berwarna kuning kemerahan dan setelah penginkubasian
warna larutannya menjadi lebih merah dari sebelumnya serta terbentuk 2 fasa
yang menunjukkan hasil negatif, dimana larutan atasnya merupakan gliserol dan
yang bawah merupakan asam lemak yang memiliki berat molekul lebih besar. Hal
tersebut dikarenakan pada larutan tidak terdapat enzim lipase pankreatik yang
dapat memecah lipid menjadi asam lemak dan gliserol.

6.2.5 Tabung V berisi aquades dan emulsi lemak
Larutan awal berwarna kuning pekat setelah penginkubasian warnanya
menjadi sedikit lebih pekat dan terbentuk 2 fasa yang menunjukkan hasil negatif,
hal ini dikarenakan tidak adanya substrat (emulsi lemak) pada larutan tersebut
yang dapat dipecah oleh enzim lipase.

VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Pemanasan dapat menurunkan aktivitas enzim karena mengakibatkan
kerusakan atau perubahan struktur enzim
7.1.2 Penambahan inhibitor dapat menghambat aktivitas enzim karena
inhibitor dapat menempati sisi aktif enzim sehingga enzim tidak
dapat berinteraksi dengan substrat
7.1.3 Berdasarkan hasil uji aktivitas enzim amilase, pada uji iodin tabung
II, III, IV dan V menunjukkan hasil positif yang ditandain dengan
tidak berubahnya warna larutan menjadi bening, sedangkan tabung I
menunjukkan hasil negatif dintandai dengan warna larutan menjadi
bening. Pada uji benedict, tabung I menunjukkan hasil positif
ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata, sedangkan
tabung II, III, IV dan V menunjukkan hasil negatif di tandai dengan
tidak terbentuknya endapan.
7.1.4 Berdasarkan hasil uji aktivitas enzim lipase, tabung I dan III
menunjukkan hasil positif ditandai dengan warna larutan kuning
yang semakin memudar, sedangkan tabung II, IV dan V
menunjukkan hasil negative yang ditandai dengan warna larutan
tetap kuning.
7.2 Saran
7.2.1 Kesterilan alat perlu dijaga agar tidak menggangu hasil percobaan
7.2.1 Pemansan pada dapat dilakukan lebih lama agar didapat hasil yang
akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Sarjoni, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta
Bezerra, R. M. F., Pinto, P. A., Fraga, I., & Dias, A. A. (2016). Enzyme inhibition
studies by integrated Michaelis-Menten equation considering simultaneous
presence of two inhibitors when one of them is a reaction product. Computer
Methods and Programs in Biomedicine, 125(2015), 2–7.
Daintith, J. 1994, Kamus Lengkap Kimia, Oxford, edisi baru, Erlangga, Jakarta
Keenan, 1994, Ilmu Kimia untuk Universitas, Erlangga, Jakarta
Lehninger, 1999, Biokimia Dasar, Erlangga, Jakarta
Llorent-Martínez, E. J., Ortega-Barrales, P., Zengin, G., Mocan, A., Simirgiotis,
M. J., Ceylan, R., … Aktumsek, A. (2017). Evaluation of antioxidant
potential, enzyme inhibition activity and phenolic profile of Lathyrus cicera
and Lathyrus digitatus: Potential sources of bioactive compounds for the
food industry. Food and Chemical Toxicology, 107, 609–619.
Murray, R. K., 2001, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Petrucci, R., 1997, Kimia Dasar, Erlangga, Jakarta
Poedjiadi, 1994, Dasar-d