Eksistensi Tuhan dan Aliran Dalam Konsep
Eksistensi Tuhan dan Aliran Dalam Konsep Ketuhanan
A.
Pendahuluan
Permasalahan tentang theologi sudah menjadi pertanyaan yang sampai saat
ini belum menemukan titik temunya. Semakin berkembangnya zaman semkin
berkembang pula pengertian dan pemikiran baru tentang Tuhan. Para filsuf tak
henti-hentinya meneliti eksistensi Tuhan. Sedangkan Filsafat Ketuhanan sendiri
sebenarnya hanyalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi,
yaitu memakai apa yang disebut sebagai pendekatan filosofis. Bagi orang yang
menganut agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan
menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang
Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan
secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinankemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan. Lantas
apakah yang dimaksud dengan Tuhan dalam paham pemikiran Islam? Dan apakah
macam aliran ketuhanan? Serta apakah pandangan setiap aliran tersebut akan
wujud Tuhan?
B.
Pengertian Filsafat
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang Tuhan, terlebih dahulu harus
diketahui apa yang dimaksud dengan filsafat, karena sesungguhnya pembahasan
tentang Tuhan berkisar pada pembahasan tentang filsafat ketuhanan. Yaitu cara
pemikiran terhadap Tuhan eksistansi dan substansinya. Bukan pemikiran tentang
syariat-syariat Ketuhanan. Seperti pada pembahasan filsafat lainnya. Berikut ini
akan saya jabarkan pengertian-pengertian filsafan.
Poedjawijatna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang
berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani.
Kata Yunaninya ialah philosophia. Dalam bahasa Yunani kata Philosphia
merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia. Philo artinya cinta
dalam arti yang luas, yaitu ingin dan karena itu lalu mencapai yang diinginkan itu
sedangkan sophia berarti kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang
mendalam. Jadi, menurut namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai
pandai, cinta pada kebijakan. Sehingga dapat disimpulkan pengertian filsafat
secara epistimologi ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan
atau keinginan mendalam untuk menjadi bijak.1
Secara terminologi, filsafat mempunyai beberapa definisi sesuai dengan
konotasi filsafat yang didapat dari setiap pengarang tersebut. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1 Bambang Q-Anees, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003, hal 9
1 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
1. Poedjawitjana mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala seusatu
berdasarkan pikiran belaka.
2. Hasbullah Bakry mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu yang mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.
3. Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran asli
4. Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika,
ekonomi, politik, dan estetika
5. Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang alam
wujud bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
6. Phytagoras memberikan definisi filsafat sebagai the love for wisdom.
7. Bertrand Russel mendefinisikan filsafat sebagai the attempt to answer
ultimate question critically
8. William James mendefinisikan filsafat sebagai a collective name for
question which have not been answered to the satisfaction of all that
have asked them.
Definisi filsafat berbeda antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya
karena perbedaan konotasi antar tokoh.2
C.
Pengertian Agama
Jelas sekali terlihat hubungan yang erat antara Tuhan dengan agama, karena
dapat dipastikan bahwa sebagian besar manusia yang percaya kepada Tuhan pasti
beragama. Maka setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat kita
harus memahami terlebih dahulu tentang maksud yang dikandung dalam agama.
Karena pembahasan kali ini erat hubungannya dengan agama. Disini saya akan
menjelaskan pengertian-pengertian agama menurut para disiplin ilmu dan filsuf.
Berdasarkan berbagai bahan bacaan kita mengetahui bahwa definisi agama
banyak sekali. Dari sekian banyak defini tersebut pengertian agama dapt dibagi
menjadi dua kelompok:
1. Definisi agama yang menekankan segi rasa iman atau kepercayaan
2. Definisi agama yang menekankan segi peraturan tentang cara hidup
Namun, kombinasi keduanya mungkin merupakan definisi yang lebih
memadai tentang agama. Agama ialah sistem kepercayaan dan praktek yang
2 Bambang Q-Anees, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003, hal 10
2 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
sesuai dengan kepercayaan tersebut. Pengertian lain adalah peraturan tentang cara
hidup, lahir-batin.3
D.
Yang-Ada (Being)
Istilah ‘yang ada’ memiliki bermacam makna. Sebagian orang
menjumbuhkannya dengan dua istilah yang lain esensi dan eksistensi. Kita
mengatakan sesuatu apapun bersifat ‘yang ada’. Atau singkatnya sesuatu itu ‘ada’.
Istilah ini diterpkan kepada segala sesuatu, hakikat atau jenisnya.
Sesuatu yang bereksistensi, misalnya bangku harus memiliki sifat ada
sebelum bereksistensi. Demikian pula segenap hal lain, misalnya pikiran dan
perasaan yang tidak dapat dikatakan bereksistensi, dikatakan ‘ada’ atau bersifat
‘yang ada’. Predikat ‘yang ada’ memberikan batasan kepada suatu himpunan
sedemikian rupa sehingga segala sesuatu, baik nyata maupun dalam angan-angan,
termasuk didalam himpunan tersebut. ‘yang ada’ merupakan predikat yang paling
umum serta paling sederhana diantara semua predikat. ‘Yang ada’ merupakan
predikat yang universal yang artinya predikat dari setiap satuan yang mungkin
ada.
‘Ekstensi’ (lingkup) istilah ‘yang ada’ bersifat universal. ‘Eksistensi’
menunjukan hal-hal khusus yang dapat diterapi istilah tertentu. ‘Yang ada’
merupakan istilah yang menunjukkan sesuatu yang dimiliki bersama oleh segala
sesuatu.
‘Yang tiada’ (non-being) merupakan istilah yang tidak mengandung makna,
dan tidak menunjuk kepada apapun. Memikirkan istilah ‘yang tiada’ berarti
memberikan sifat ‘yang ada’ kepada istilahnya, tetapi tidak memberikan sifat
‘yang ada’ kepada sesuatu yang dianggap ditunjuk oleh istilah tersebut.4
E.
Eksistensi
Eksistensi keadaan tertentu yang lebih khusus dari sesuatu. Apapun yang
bereksistensi tentu nyata ada, tetapi tidak sebaliknya. Sesuatu hal dikatakan
bereksistensi jika hal itu adalah sesuatu yang menurut W.T Stace bersifat public.
Bersifat public artinya objek itu sendiri harus dialami atau dapat dialami oleh
banyak orang yang melakukan pengamatan.
Yang dimaksud dengan pengalaman adalah pengalaman inderawi. Gajah
merah jambu dan wanita berambut pirang di dalam impian mempunyai sifat ‘yang
ada’ tetapi tidak nyata ada dan tidak bereksistensi, meskipun perasaan itu nyata
ada dan terjadi dalam diri. Apa yang bersifat public kiranya selalu menempati
ruang dan terjadi dalam waktu. Oleh karenanya, eksistensi sering dikatakan
3 Bambang Q-Anees, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003, hal 9
4 Louis O.Kattsoff, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2004, hal 49
3 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
berkenaan dengan objek-objek yang merupakan kenyataan dalam ruang dan
waktu.
Hal-hal yang bereksistensi merupakan himpunan bawahan hal-hal yang ada,
tetapi tidak sebaliknya. ‘Yang ada’ merupakan kategori yang lebih luas daripada
‘yang bereksistensi’
F.
Esensi
Esensi adalah hakikat barang sesuatu. Saat ini kita membicarakan sejumlah
istilah yang berhubungan dengan sesuatu yang khusus. Perhatikanlah suatu
segitiga. Suatu segitiga tidak bereksistensi, karena apa yang kita jumpai dalam
eksistensi hanyalah hal-hal yang mendekati segitiga. Tapi segitiga bersifat nyata.
Segitiga merupakan suatu satuan yang konseptual atau akali. Segitiga ada,
agaknya sudah jelas. Macam kenyataannya yang mungkin tidak begitu jelas.
Tetapi kita perlu mengadakan pembedaan antara apakah segitiga itu dengan
kenyataan bahwa segitiga itu ada.
Esensi segitiga ialah sesuatu yang menjadikan segitiga merupakan suatu
segitiga. Dewasa ini salah satu diantara masalah-masalah yang mengganggu kita
terletak pada kebingungan kita mengenai esensi manusia. Orang senantiasa
bertanya “apakah manusia itu?” ‘Esensi’ dan ‘sifat terdalam’ sering digunakan
dalam arti yang sama. Maka esensi sesuatu ialah hakikatnya. Apakah sesuatu itu
bereksistensi atau tidak, dalam arti tertentu, tidak ada sangkut-pautnya dengan
pernyataan ‘apakah esensinya’.
Jika X bereksistensi, maka tentu juga beresensi, tetapi kebalikannya tidak
harus benar. Yang terakhir ini jelas terlihat jika kita memperhatikan segitiga tadi.
Pembedaan ini sering kali terlihat dalam suatu penalaran. Perhatikan misalnya,
pertanyaan “apakah Tuhan bereksistensi?” atau “dapatkah kita membuktikan
eksistensi Tuhan?”. Jika yang dimaksudkan dengan istilah ‘eksistensi’ adalah
terdapat dalam ruang dan waktu, maka jelaslah dengan pembatasan itu Tuhan
tidak bereksistensi. Tetapi bukan itu yang dimaksudkan pernyataan tadi, karena
hanya sedikit orang dewasa yang akan mengatakan bahwa Tuhan berdiam di suatu
tempay tertentu. Pernyataan yang mengandung makna akan berbunyi, “apakah
Tuhan itu nyata ada?” Perhatikan bahwa untuk membuktikan hal tersebut, kita
membutuhkan bahan-bahan bukti yang berlainan macamnya daripada yang kita
butuhkan untuk membuktikan eksistensi.5
G.
Apakah Tuhan Itu?
Ketika Perang Dunia II ada suatu ungkapan yang popular bahwa di dalam
lubang-lubang perlindungan tidak ada penganut ateisme. Makna yang dikandung
5 Louis O.Kattsoff, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2004, hal 51
4 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
ungkapan itu kiranya menyebutkan bila seseorang terjebak dalam situasi yang
membahayakan jiwanya, tentu ia mengakui adanya Tuhan. Dalam keadaan
semacam itu orang merasakan betapa perlunya Tuhan, dan sebagai
konsekuensinya harus mengakui adanya Tuhan. Memang sangat sederhana
kedengarannya, namun sesungguhnya ini dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa
dewasa ini masalah-masalah keagamaan kian lama kian menarik perhatian.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tuhan ‘ada’ ketika manusia membutuhkan
sebuah keajaiban atau sesuatu diluar nalar manusia.
Islam mempunyai pemikiran tersendiri mengenai Tuhan, bahwasanya Tuhan
adalah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikin
rupa sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehNya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup didalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberi kemaslahataan atau
kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian. Menurut Ibnu Taimiyah Al-Ilah adalah yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri dihadapannya, takut dan
mengharapkannya, kepadanya umat tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa dan bertawakal kepada-Nya dan menimbulkan ketenangan disaat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.6
Satu hal yang patut disadari oleh para filsuf bahwasanya pembahasan
tentang Ketuhanan haruslah dibatasi, karena akal manusia tidak akan sampai
kepada ‘Yang Mutlak’, Dzat yang manusia sendiri tidak akan pernah temukan
hakikatnya. Sejumlah pertanyaan yang saya yakin tidak akan ada seorangpun yang
bisa menjawab, misalnya adalah “Bagaimana hakikatnya wujud Tuhan? Jika
Tuhan benar adanya lantas mengapa tak seorangpun mengetahui keberadaannya?”
Disini filsafat mencoba untuk menguraikan pemikiran-pemikiran tentang Tuhan
melalui substansi Tuhan, dan eksistensi Tuhan dalam artian yang lain bahwasanya
Tuhan dapat dilihat bukan dengan mata secara inderawi tetapi Tuhan dapat terlihat
dengan menggunakan mata batin. Maka seseorang yang percaya akan Tuhan dapat
melihat kehadiran Tuhan dengan menggunakan mata batinnya. Maka Tuhan ada
sebagai substansi yang tidak membutuhkan atau mensyaratkan apa-apa, agar ‘Dia’
ada sendiri.
H.
Sejarah Pemikiran Barat tentang Tuhan
Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yg
menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan
meningkat menjadi sempurna. Teori tsb mula-mula dikemukakan oleh Max
Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan
6 Konsep Ketuhanan Dalam Islam, diakses dari https://currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com, 2
November 2017, 21.35 WIB
5 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Jevens. Proses perkembangan pemikiran tenteng Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah :
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dlm kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditunjukkan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada
manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengruh negatif.
b.
Animisme
Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai
adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik
mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai suatu yg aktif
sekalipun bendanya telah mati.
c.
Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan dinamisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang
lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan
kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya.
d.
Henoteisme
Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan. Namun
manusia masih mengakui Tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk
satu bangsa disebut dengan Henoteime (Tuhan tingkat Nasional).
e.
Monoteisme
Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan, satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam 3 paham yaitu : deisme, panteisme dan teisme.
Evolusioner dlm kepercayaan thd Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max
Muller dan EB.Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang
menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan
bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan
orang-orang Kristen
I.
Sejarah Pemikiran Islam tentang Tuhan
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Ilmu
Ushuluddin dikalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad
SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula
yang bersifat di antara keduanya. Aliran tersebut adalah:
a.
Mu’tazilah
Aliran ini merupakan kaum rasionalis dikalangan muslim, serta menekankan
pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam
Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia
berada dalam posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain). Mu’tazilah
6 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
lahir sebegai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan
dari Khawarij.
b.
Qadariah
Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat.
c. Jabariah
Aliran ini merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku
manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.7
J.
Alam Sebagai Bukti Eksistensi Tuhan
Jika kita perhatikan secara mendalam tentang wujud alam yang sudah ‘ada’
sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Tentulah kita bertanya-tanya tentang asal mula
adanya alam ini. Darimanakah bumi ini berasal? Tentu dibalik penciptaan bumi
dan alam semesta terdapat kekuatan yang Maha Agung yang mampu menciptakan
alam dan seisinya beserta keteraturannya. Matahari yang selalu terbit dari ufuk
timur, planet yang selalu beredar tepat pada orbitnya. Keteraturan alam inilah
yang selalu membuat kita berfikir akan Dzat ‘yang ada’ namun tidak terdapat
dalam ruang dan waktu.
Para filsuf mempunyai pemikiran tersendiri tentang darimana asalnya alam.
Bagi Thales alam tidak mungkin dijadikan dari ketiadaan mutlak. Semua
persoalan pada hakikatnya tidak lain dari perubahan. Karena itu diperkirakan
adanya benda (materi) pertama yang asli dan menjadi sebab timbulnya semua
yang ada adalah air. Karena ia berpendapat bahwasanya benda yang dapat
berubah-ubah dan akan selalu berubaha adalah air.8
Pendapat lain dilontarkan oleh Anaximenes, baginya udara yang menjadi
asal dari alam semesta ini. Manusia akan mati bila tidak bernafas. Menurutnya,
karena pemadatan udara maka timbullah secara berurut-urut angina, air, tanah,
batu. Dan sebaliknya, ketika udara menjadi encer atau cair maka timbullah api.
Demikianlah udara menjadi anasir-anasir yang membentuk alam semesta.9
Sedangkan Xenophanes memiliki pandangan lain tentang asal mula adanya
alam semesta. Ia membuang mitos-mitos Yunani yang berisikan pemikiran
antropomorphisme. Ia mencemoohkan dewa-dewa mereka yang makan, beranak,
dan mati. Ia mengatakan “Manusia sendiri yang mengadakan Tuhan (dewa-dewa)
seperti bentuk mereka juga, yakni sapi atau singa”. Ia berkeyakinan bahwa tiada
7 Tuhan Yang Maha Esa Dan Ketuhanan, MMKPA Islam - academia.edu, 3 November 2017,
14.15 WIB
8 Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Gramedia Pustaka, Jakarta, 1992, hal.52
9 Harun Nasution, Al-Ghazali Tidak Mengharamkan Filsafat, Wawancara dalam Pesantren, No.3,
Vol.VIII, 1991, hal.59
7 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Tuhan selain Tuhan yang satu, yaitu wujud tertinggi, yang tidak tersusun seperti
bentuk manusia.
Seperti yang dikemukan Fazlur Rahman, bahwa filsafat Islam
mengemukakan doktrin kekekalan alam. Tetapi untuk memberikan keadilan
kepada kesadaran beragama, ia menyatakan bahwa alam adalah efek abadi dari
Tuhan, yang dengannya alam mempunyai hubungan unilateral dalam
ketergantungan absolut. Dalam menyusun problem ini, filsafat mencari bantuan
dari doktrin Neo-platonisme monistik tentang emanasi dan menolak teori
Aristoteles tentang dualism antara Tuhan dan materi. Akhirnya, filsafat ini
membuat pembedaan yang fundamental antara Tuhan dan alam, demi melunakkan
konsep emanasi, dengan menguatkan kategori “pasti” dan “tergantung”. Tuhan
adalah wujud yang pasti, sedang alam adalah wujud yang tergantung. Teologi
menerima pembedaan ini dan membangun doktrin-doktrin lain diatasnya, yang
sifatnya menolak doktrin kekekalan alam.10
Setelah menerima gagasan wujud yang mesti dan wujud yang tergantung,
mereka menolak pembedaan obyektif terhadap eksistensi dan esensi. Ibnu Sina
telah mengajarkan bahwa Tuhan memberikan eksistensi kepada esensi-esensi
yang tidak bereksistensi karena Tuhan adalah eksistensi murni semata yang tidak
memiliki sifat lain daripada Wajib al wujud.
Munculnya deisme pada abad modern sedikit banyak menyebabkan orang
harus menelaah kembali relasi Tuhan dengan alam. Begitu juga dengan
munculnya naturalisme yang beranggapan bahwa hokum alam diciptakan oleh
alam sendiri. Sedangkan menurut paham deisme, Tuhan mungkin saja
menciptakan alam ini, tapi setelah alam ini tercipta, Tuhan tidak mempunyai
hubungan apa-apa lagi dengan alam, alam bisa beropersai secara otonom tanpa
ulur tangan dan campur tangan Tuhan, begitu pula dengan munculnya paham
materialis yang percaya bahwa yang prinsip atau yang fundamentalis adalah
materi, sedangkan yang lain tercipta darinya. Tuhan tidak lagi dipandang sebagai
pencipta, tetapi justru diciptakan oleh pikiran manusia.11
Sesuai dengan teologi Asy’ariah yang mendasarkan pemikiran teologi
mereka kepada kehendak mutlak Tuhan, bagi Al-Ghazali, tercipta dan
terselenggaranya alam ini adalah secara atomistic. Sistem ini disebut juga dengan
teori atomisme. “Bahwa alam fisik dan alam mental, apa saja yang selain Tuhan
terdiri dari jumlah tidak terbatas atom-atom. Atom-atom itu adalah wujud terakhir
dan terurai dari alam, tidak menempati ruang, tidak berlangsung dalam waktu.
Atom- atom itu sudah mempunyai sifat-sifat sendiri dan tidak dapat berkembang,
tidak dapat saling mempengaruhi untuk berkembang menjadi satu substansi.
Antara atom yang satu dengan atom yang lain terdapat vakum tanpa kontiniutas.
10 K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, Gramedia, Jakarta, 1987, hal. 180-181
11 Musa Asy’arie, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, LESFI, Yogyakarta, 1999
8 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Begitu diciptakan lalu dimusnahkan kembali.” Kemudian dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada saat penciptaan Tuhan mencurahkan aksiden ada kepada
atom. Kemudian saat atom tidak ada ada sebagian orang yang mengatakan bahwa
Tuhan menciptakan aksiden peniadaan sehingga atom itu musnah.
Mari kita gunakan api sebagi permisalan, api tidak mempunyai kekuatan
untuk membakar kapas. Namun, ketika api dipertemukan dengan kapas saat itulah
Tuhan menyertakan kekuatan sementara dalam diri bapi untuk membakarnya. Api,
dalam proposisi ini, tidak mempunyai kekuatan untuk membakar baik sebelum
ataupun sesudahnya.
Menurut teologi Asy’ariah, Tuhan tidak tunduk kepada siapapun,Tuhan
bersifat absolut dalam kehendak dan kekuasaan-Nya. Tuhan tidak terikat kepada
janji-janji, norma-norma keadilan, dan lain-lain. Tetapi konsep ini berbeda dengan
konsep Mu’tazilah yang menganut teologi hokum alam. Bagi Mu’tazilah,
kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh norma-norma keadilan yang kalau
dilanggar membuat Tuhan bersifat tidak adil dan dibatasi pula oleh nature atau
hukum alam (sunnah Allah) yang tidak mengalami perubahan.
Doktrin atomisme memang berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa
Tuhan ada dan aktif dalam segala kejadian dan alam dunia ini akan menjadi suatu
kekacauan (chaos) jika tidak desertai kehadiran Tuhan. Dilihat dari sudut pandang
ini, atomisme merupakan pengingat akan kehadiran Tuhan. Orang harus merasa
bahwa logika iman berbeda dengan logika biasa karena memandang segala
sesuatu bukan dengan mata biasa tetapi dengan mata iman. Imannya itu bukan
suatu pemikiran yang alamiah melainkan suatu persetujuan “supra natural” yaitu
apa yang secara alamiah benar, tampak aneh di mata orang yang tidak
berimanyang hanya mengikuti pemikiran duniawi. Menurut perspektif ini, orang
yang tidak beriman berpikir dalam pemikiran horizontal sedangkan orang yang
beriman berpikir dalam pemikiran vertical menuju jalan lurus. Transfaransi
ilahiyah hal-hal duniawi disebabkan karena Tuhan ada dimana-mana dan benarbenar hadir memberikan kepada keimanan semacam misteri maupun mu’jizat
yang menjadikan orang-orang beriman sebagai makhluk yang ditandai dengan
hal-hal yang bersifat supra natural. Dari sudut pandang metafisika, ini tidak begitu
diperlukan, sebab akal mempunyai sumber-sumber lain, tetapi dari sudut pandang
teologis pendapat ini merupakan tanda kemenangan. 12
Bagi Al-Ghazali, api membakar bukan karena mempunyai sifat membakar
tetapi kehendak mutlak Tuhan agar bisa membakar. Jika Tuhan tidak
menghendaki api untuk membakar, maka api tidak akan membakar, jadi api tidak
selamanya membakar.Semua akibat yang ditimbulkan oleh sebab, semata-mata
karena kehendak mutlak Tuhan, bukan suatu kemestian kausalitas.
12 Karel A. Steenbrink, “Dari Kairo hingga Kanada” dalam Refleksi, hal 163
9 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Ibn Rusyd mengkritik argument Al-Ghazali dalam bukunya Tahafut alTahafut. Sebagai komentator Aristoteles yang membagun epistemologinya dengan
logika Aristoteles, Ibn Rusyd melihat dampak negative dalam serangan AlGhazali terhadap kausalitas. Hubungan antara sebab dan akibat, menurutnya
merupakan hubungan yang niscaya (suatu kemestian) bukan hubungan mungkin.
Hal ini berarti jika ada sebab pasti ada akibatnya. Misalnya api membakar jika
menyentuh kapas, minum akan menghilangkan haus. Karena setiap benda
mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan benda-benda lain.
Jika teori kausalitas filosofis diterima, maka dikhawatirkan akan timbul
pemahaman bahwa Tuhan tidak lagi ikut campur secara aktif mengatur alam.
Tuhan akan pension (deus otisius) karena tidak mempunyai pekerjaan lagi begitu
selesai menciptakan alam raya. Mekanisme yang diperlukan agar alam dan
seisinya bergerak secara teratur dan menuruti hukum sebab akibat, ini yang
dicemaskan.13Jika sekiranya teori kausalitas ditolak, kenyataannya realitas hokum
kausalitas memang ada, bahkan dalam ilmu pengetahuan yang berkembang pesat
ini menjadi perekat bangun sebuah ilmu. Ketegangan ini di dunia Timur Sunni AlGhazali, sementara di dunia Barat konsepsi kausalitas dengan tegas
dikembangkan oleh Averroisme.
K.
Aliran Dalam Konsep Ketuhanan
Seperti yang telah kita singgung sebelumnya, sekiranya, para filsuf
mempunyai cara pandang dan hasil pemikiran yang berbeda tentang kosmologi,
namun adanya alam semesta beserta keteraturannya menunjukkan adanya Dzat
Yang Maha Agung dalam pembentukan serta pengaturan alam dan seisinya.
Karena terdapat hubungan yang erat antara penciptaan alam dan Tuhan.
Aliran-aliran dalam konsep ketuhanan berbicara atau mengungkap
bagaimana posisi Tuhan, apakah Ia imanen atau transenden. Ada berbagai
pandangan manusia tentang Tuhan, yakni: teisme, deisme, panteisme, dan
penenteisme. Para penganut aliran ini sepakat tentang Tuhan sebagai Zat Pencipta.
Namun, mereka berbeda tentang cara berada, aktivitas, dan hubungan Tuhan
dengan alam. Dalam aliran ini pun, terdapat beberapa pandangan yang dipelopori
oleh tokoh yang berbeda latar belakangnya.
I.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Deisme
Aliran deisme yaitu suatu paham atau aliran yang meyakini bahwa Tuhan
jauh berada diluar alam. Tuhan menciptakan alam dan memperhatikan alam
tersebut. Alam telah dilengkapi dengan peraturan-peraturan berupa hukum-hukum
alam yang tetap dan tidak berubah, sehingga secara mekanis akan berjalan dengan
sendirinya. Tuhan ibarat pembuat jam (the clookmaker) yang tidak campur tangan
lagi dalam proses bergeraknya setelah jam itu selesai dibuat. Seorang Deis tidak
13 Hadimulyo, “Harun Nasution dan Realitas Sosial” dalam Panji Masyarakat, 624, 1989, hal.76
10 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
memandang suatu buku sebagai wahyu tuhan dan tidak ikut serta dalam
sembahyang kelompok/individual karna ia tidak mau menyembah kepada Tuhan
yang tidak hadir. Disebutkan bahwa karena alam berjalan sesuai dengan
mekanisme tertentu yang tidak berubah-ubah, maka dalam deisme tidak terdapat
konsep mukjizat-kejadian yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga
wahyu dan doa dalam deisme tidak diperlukan lagi. Tuhan telah memberikan akal
kepada manusia, sehingga dia mampu mengetahui apa yang baik dan apa yang
buruk. Jadi menurut deisme manusia dan akalnya mampu mengurus kehidupan
dunia. Para penganut teisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam. Serta
Maha Sempurna. Mereka juga sependapat bahwa tidak melakukan interfensi pada
alam lewat kekuatan supernatural. Bagaimanapun, tidak semua peganut deis
setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam dan kehidupan sesudah mati. Menurut
Amsal Bakhtiar, atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat digolongkan atas
empat tipologi, seperti:
a. Tuhan tidak terlibat dengan peraturan alam. Dia menciptakan alam dan
memprogramkan perjalanannya tetapi dia tidak menghiraukan apa yang
telah terjadi atau apa yang akan terjadi setelah penciptaan.
b. Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam
tetapi bukan mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki
kebebasan untuk berbuat baik atau buruk dan lain sebagainya. Semuanya itu
bukan urusan Tuhan.
c. Tuhan mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral
manusia. Sesungguhnya Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia harus
tunduk pada hukum moral yang telah Tuhan tetapkan dijagad raya.
Bagaimanapun, manusia tidak akan hidup sesudah mati. Ketika seorang
mati, maka kehidupannya berakhir.
d. Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia mematuhui hukum moral
yang berasal dari alam. Pandangan ini berpendapat bahwa kehidupan setelah
mati. Seseorang berbuat baik akan dapat pahala dan berbuat jahat akan dapat
hukuman. Sumbangan pemikiran yang konstruktif terhadap pemikiran
keagamaan seperti antara lain: dalam kosepssi deisme adalah peranan akal
dikedepankan dalam memahami problem-problem agama secara lebih kritis
misalnya tentang kedudukan akal dalam membedakan mana mu’jizat yang
sebenarnya dan mana mu’jizat yang sebenarnya. Dengan akal, seseorang
mampu membedakan antara keterangan yang benar dengan yang tidak
benar. Dalam konsep deisme alam berjalan secara sinerji. Keteraturan alam
menurut keyakinan kepada pengatur yang terampil. Dari konsep ini disme
mengakui adanya pengatur yang Maha Sempurna, yaitu Tuhan.
Walaupun deisme memberi masukan yang konstruktif terhadap pemikiran
keagamaan, deisme tidak luput dari kelemahan-kelemahan seperti antaran lain:
a. Paham atau aliran deisme menolak mukjizat padahal deisme mengakui
bahwa Tuhan yang menciptakan alam dari tiada. Maksudnya Tuhan mampu
menciptakan air dari tidak ada kenapa deisme menolak kemampuan Tuhan
menjalankan seseorang diatas air. Pikiran ini dianggap tidak masuk akal
karena masalah yang lebih besar dan berat, Tuhan mampu melakukannya
apalagi hal yang lebih kecil, kata pengkritik deisme.
b. Selanjutnya jika Tuhan menciptakan alam, tentu bertujuan untuk kebaikan
makhluk-Nya. Untuk mencapai tujuan tersebut Tuhan tidak membiarkan
11 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
saja hasil ciptaan-Nya terbengkalai. Dengan demikian, Tuhan selalu dekat
dengan makhluk-Nya agar selalu berjalan sesuai dengan petunjuk-Nya. 14
II.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Teisme
Paham teisme yang menjadi rujukan bagi semesta pandangan penganut
alirankepercayaan dan kebatinan merupakan pandangan yang menyatakan
bahwaeksistensi Tuhan dalam posisi transeden maupun imanen sekaligus terhadap
alamciptaan-Nya. Selain itu Tuhan juga dipandang sebagai wujud pribadi (God
aspersonal Being) yang menciptakan, pemelihara dan mengatur alam semesta
ini.Dalam kaitan ini, Charles Hogde, menyatakan bahwa “theism is the doctrine
of anextra-mundane, personal God, creator, preserver and Gavernor of the
world”.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa posisi Tuhan dalam kaitannya
dengan ciptaan-Nya bersifat Transenden sekaligus Imanen. Pengertian transenden
secara garis besarnya sering dipahami sebagai sesuatu (Tuhan) yang berada jauh
di luar alam (beyond the world), artinya, Tuhan tidak bersifat imanen (in the
world). Namun, dalam memahami kedua terminologi ini perlu juga diperhatikan
secara serius, mengingat kedua istilah tersebut sering dipahami secara berbeda
antara sudut pandang kefilsafatan dengan teologi. Dalam pandangan kefilsafatan,
istilah transenden dipahami sebagai sesuatu yang berada jauh di luar alam
(beyond the world absolutely), sedangkan dalam perspektif teologi, istilah
transenden dalam kaitannya dengan posisi Tuhan (Transcendence of God),
meskipun Tuhan berada jauh tetapi senantiasa memiliki hubungan dengan dekat
dengan makhluk ciptaan-Nya. Dengan perbedaan sudut pandang ini seolah-olah
terhadap Dua karakteristikTuhan, yakni Tuhan para filosof dan Tuhan para teolog.
Dalam teism diyakini bahwa Tuhan adalah Personal God. Kenyakinan ini
memang agak sulit dipertahankan dalam rumusan logika yang jelas. Apakah
personalitas Tuhan itu benar-benar sama atau berbeda. Kalau sama maka kita
terjebak dalam semangat tashbih (antropomofisme ketuhanan), tetapi sebaliknya
jika personalitas Tuhan itu berbeda sama sekali dengan makhluk-Nya, maka
karakteristik dan atribusi personalitas tersebut tidak dapat dipahami oleh manusia
karena tidak memiliki padanannya (reference meaning). Dalam kaitan ini maka
Thomas Aquinas membuat rumusan teologi dengan dasar analogi. Dikatakan
bahwa atribusi Tuhan dapat dipahami dengan cara univok maupun equivok.
Univok mengandaikan pemahaman bahwa antara atribut Tuhan dan manusia
sama, sedangkan equivok adalah pemahaman yang menyatakan bahwa antara
atribut Tuhan dan manusia berbeda sama sekali. Maka, jalan yang bisa
dipergunakan untuk memahami atribut personalitas Tuhan hanya dengan cara
analogi. Yakni, sifat atau atribut Tuhan satu sisi dapat disamakan dengan atribut
14 M.Baharudin, Konsep Ketuhanan Sepanjang Sejarah Manusia, hal.47
12 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
dan sifat personalitas manusia, tetapi di sisi yang lain atribut atau sifat personalitas
Tuhan tersebut berbeda dengan atribut atau sifat personalitas manusia. Dengan
demikian personalitas Tuhan ini dapat dipahami dalam kaitannya dengan pola
hubungan antara Tuhan sebagai sesembahan dengan hamba sebagai penyembah.
Hubungan personal tidak akan terjadi apabila kepada Tuhan diberi sifat tashbih
dan tanzih secara berlebihan. Yang dimaksud tashbih adalah menyerupakan Tuhan
dengan makhluk-Nya, sedangkan tanzih adalah kebalikan tashbih berarti
menjauhkan Tuhan dari sifat-sifat yang sama dengan makhluknya. Demikianlah
persoalan personalitas Tuhan yang merupakan salah satu sifat yang dilekatkan
pada Tuhan oleh paham teism. Adapun sifat-sifat yang lain seperti pencipta,
pemelihara, dan penguasa alam.15
III.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Panteisme
Panteisme terdiri atas tiga kata yaitu pan berarti seluruh, theo yang berarti
Tuhan, dan isme berarti paham. Jadi, pantheism atau panteisme adalah paham
bahwa seluruhnya Tuhan. Panteisme berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah
Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Benda-benda yang dapat ditanggap oleh
panca indra adalah bagian dari Tuhan. Manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
benda mati adalah bagian dari Tuhan. Tuhan dalam panteisme ini sangat dekat
dengan alam. Tuhan dalan panteisme adalah imanen dan ini sangat bertolak
belakang dengan Tuhan dalam deisme. Karena seluruh kosmos ini satu, maka
Tuhan dalam panteisme juga satu. Hanya saja, Tuhan dalam panteisme
mempunyai penampakanpenampakan atau cara berada Tuhan di alam. Tuhan
dalam panteisme disamping Esa juga Maha Besar, dan tidak berubah. Alam
indrawi yang kelihatan berubah adalah ilusi atau khayal belaka karena selalu
berubah. Adapun wujud yang hakiki hanya satu, yakni Tuhan. Dalam Islam paham
ini dikenal dengan nama wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang dikemukakan
oleh Ibn al-‘Arabi. Namun antara paham wahdat al-wujud dan panteisme
disamping memiliki persamaan keduanya juga memiliki perbedaan. Dalam
panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam, sedangkan dalam wahdat
al-wujud alam bukan Tuhan, tetapi bagian dari Tuhan. Karena itu dalam aliran
wahdat al-wujud alam dan Tuhan tidak identik, sedangkan dalam panteisme
identik. 16
Sewajarnya sebuah konsep, panteisme juga memiliki kelebihan dan tidak
sarat akan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain:
1. Panteisme diakui menyumbangkan suatu pemikiran yang menyeluruh
(holistik) tentang sesuatu, tidak hanya bagian tertentu saja.
15 Eksistensi Tuhan Dalam Pandangan Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan,
http://digilib.uinsby.ac.id, 5 November 2017, 13.50 WIB
16 Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5 November
14.20 WIB
13 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
2. Panteisme menekannkan imanensi Tuhan, sehingga seseorang selalu
sadar bahwa Tuhan selalu dekat dengan dirinya. Dengan demikian, dia
mampu mengontrol diri dan berusaha berbuat sesuai dengan ketentuan
Tuhan.
3. Panteisme menegaskan bahwa seseorang tidak mampu memberi batasan
terhadap Tuhan dengan bahasa manusia yang terbatas.
Kelemahan dari konsep panteisme ini antara lain:
1. Menurut panteisme yang radikal, manusia adalah Tuhan, sedangkan
Tuhan dalam pandangan ini tidak berubah dan abadi. Kenyataannya,
manusia berubah dan tidak abadi. Karena itu, bagaimana manusia
menjadi Tuhan?. Manusia berubah, sedangkan Tuhan tidak berubah.
2. Panteisme mengatakan bahwa alam ini adalah maya bukan hakiki.
3. Jika Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, mak tidak ada konsep
kejahatan atau tidak ada kemutlakan akan kejahatan dan kebaikan.
Kritik terhadap panteisme berasal dari para tokoh agama dan kritikan tersebut
dikarenakan panteisme tidak memperhatikan moral dan mukjizat. Yang mana
mukjizat bagi panteisme mustahil terjadi karena semua adalah Tuhan dan Tuhan
adalah semua. Kalau mukjizat diartikan sebagai peristiwa yang menyalahi hukum
alam, maka hal itu tidak berlaku bagi panteisme sebab Tuhan identik dengan alam.
IV.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Panenteisme
Istilah panenteisme pertamakali diperkenalkan oleh filsuf idealis Jerman
yakni Karl Friedrich Christian Krause (1781-1832).Panenteisme kelihatannya
mirip dengan panteisme, tetapi berbeda dalam pandangan tentang Tuhan.
Panteisme menegaskan semua adalah Tuhan, tetapi panenteisme berpandangan
bahwa semua di dalam Tuhan, maksudnya adalah:
1. Tuhan ada dan meresap kedalam alam.
2. Tuhan tidak dipandang sebagai pencipta melainkan sebagai penggerak
alam semesta
3. Alam semesta adalah bagiannya dari Tuhan.
4. Alam semesta ada di dalam Tuhan.
5. Tuhan bekerja sama dengan alam.
6. Tuhan tergantung kepada alam.
7. Terdiri atas dua kutub ( aktual dan potensial)
8. Tidak terbatas pada kutub potensial dan terbatas pada kutub aktual.
Lebih jelasnya, dalam panenteisme lebih menekankan Tuhan pada aspek
terbatas, berubah, mengatur alam, dan bekerja sama dengan alam untuk mencapai
kesempurnaan ketimbang memandang tuhan sebagai zat yang tidak terbatas,
menguasai alam, dan tidak berubah. Namun pada dasarnya, panenteisme setuju
14 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
bahwa Tuhan terdiri atas dua kutub. Yakni kutub potensi yaitu Tuhan yang abadi,
tidak berubah, dan transenden. Beserta kutub aktual yaitu Tuhan yang berubah,
tidak abadi, dan imanen.
Menurut Whitehead salah seorang pelopor
mengklasifikasikan Tuhan dalam tiga konsep, yaitu:
panenteisme,
ia
1. Konsep Asia Timur tentang tatanan yang impersonal yang sejalan dengan
alam. Tatanan ini mengatur sendiri dalam alam: alam tidak tunduk pada
suatu aturan. Konsep tersebut menegaskan imanasi.
2. Konsep Semit tentang suatu zat yang personal yang eksistensinya adalah
realitas metafisik yang tertinggi, absolut, dan mengatur alam. Konsep ini
menegaskan trandensi Tuhan.
3. Konsep panteistik yang sudah tergambar dalam konsep Semit. Namun,
panteisme berbeda dalam memandang alam. Alam bagian yang terpisah
dari Tuhan dan bersifat maya. Realitas hanya Tuhan dan dalam beberapa
hal, alam menampakkan diri Tuhan. Doktrin ini adalah puncak dari
monisme.
Persis dengan panteisme yang berupa konsep, panenteisme juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tersebut antara lain:
1. Para penganut panenteisme dianggap berjasa dalam memahami realitas
secara utuh. Mereka menganggap bahwa pendekatan parsial tentang
realitas tidaklah cukup. Sebaliknya, mereka telah mengembangkan suatu
pandangan rasional dan koheren tentang semua yang ada. Singkatnya,
mereka telah membangun suatu pandangan dunia yang utuh.
2. Panenteisme berhasil menjelaskan hubungan Tuhan dan alam secara
mendalam tanpa menghancurkan salah satunya.
3. Panenteisme mengakui teori-teori baru dalam ilmu teknologi karena hal
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip dasar mereka.
Kekurangan dari panenteisme terungkapkan melalui kritikan yang cukup tajap
dari penganut teisme, antara lain:
1. Ide tentang satu Tuhan yang sekaligus terbatas dan tidak terbatas, mungkin
dan tidak mungkin, absolut dan relatif adalah suatu kerancuan berfikir.
Contohnya, gelas itu berisi air dan tidak berisi air dalam waktu yang sama
adalah sesuatu yang bertentangan.
2. Ide tentang Tuhan sebagai wujud yang disebabkan oleh diri sendiri
menimbulkan problem. Sulit untuk mengakui suatu wujud mampu
menyebabkan dirinya sendiri. Hal ini sama dengan meyaki bahwa baja
dengan sendirinya bisa menjadi pesawat terbang.
3. Sulit dimengerti bagaimana segala sesuatu yang relatif dan selalu berubah,
bisa diketahui kebenarannya. Mampukah seseorang mengetahui bahwa
15 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
sesuatu itu berubah, tanpa adanya standard yang digunakan untuk
mengukur perubahan?.
4. Para pendukung panenteisme dihadapkan pada suatu dilema. Mereka
meyakini Tuhan meliputi semua jagat raya dalam waktu yang sama.
Namun, mereka jug meyakini Tuhan terbatas dalam ruang dan waktu. 17
L.
Penutup
Masalah Ketuhanan merupakan masalah yang masih banyak ditelusuri
hakikatnya. Namun, taka ada seorangpun yang mampu mengetahui tentang
hakikat Tuhan yang sebenarnya, karena kuasa Tuhan diluar kuasa manusia, dan
mustahil bagi manusia dapat sampai kepada Dzat Yang Maha Agung.
Namun, para filsuf tetap berusaha menelusuri tentang Tuhan, bukat Dzatnya
dan syariatnya tetapi dengan melakukan pendekatan terhadap Tuhan melalui
ciptaan-ciptaannya serta pengaruh kebatinan yang dihasilkan dari sebuah
keyakinan yang disebut ‘iman’. Yang diantara bukti eksistensi Tuhan adalah bumi
dan seisinya serta alam semesta dengan segala keteraturannya.
Dari berbagai pendekatan yang dilakukan para filsuf, terdapat berbagai
pemikiran yang dihasilkan dari pandangan filsafatis setiap filsuf yang
menghasilkan aliran-aliran dalam konsep ketuhanan.
Pada hakikatnya ‘God does Exist’ adalah suatu pernyataan yang benar, tanpa
harus dipertanyakan tentang wujudNya karena indera mata manusia tidak bisa
melihat Tuhan dalam ruang dan waktu, tetapi dapat dilihat dan dirasakan melalui
mata kebatinan. Karena hakikatnya, wujud Tuhan adalah wajib al-wujud, yang
artinya Tuhan pasti ada dan tidak bergantung, dan ciptaannyalah (termasuk di
dalamnya manusia, alam dan ciptaan lainnya) yang bergantung kepada Dzat yang
pasti.
Daftar Pustaka
Q-Anees Bambang, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003
O.Kattsoff Louis, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2004
Konsep Ketuhanan Dalam Islam, diakses dari https://currikicdn.s3-us-west2.amazonaws.com, 2 November 2017, 21.35 WIB
17 Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5 November
14.50 WIB
16 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Tuhan Yang Maha Esa Dan Ketuhanan, MMKPA Islam - academia.edu, 3
November 2017, 14.15 WIB
Hamersma Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Gramedia Pustaka, Jakarta,
1992
Nasution Harun, Al-Ghazali Tidak Mengharamkan Filsafat, Wawancara dalam
Pesantren, No.3, Vol.VIII, 1991
Bertens K., Panorama Filsafat Modern, Gramedia, Jakarta, 1987
Asy’arie Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, LESFI, Yogyakarta,
1999
Steenbrink Karel, “Dari Kairo hingga Kanada” dalam Refleksi
Hadimulyo, “Harun Nasution dan Realitas Sosial” dalam Panji Masyarakat, 624,
1989
Baharudin M., Konsep Ketuhanan Sepanjang Sejarah Manusia
Eksistensi Tuhan Dalam Pandangan Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan,
http://digilib.uinsby.ac.id, 5 November 2017, 13.50 WIB
Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5
November 14.20 WIB
Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5
November 14.50 WIB
17 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
A.
Pendahuluan
Permasalahan tentang theologi sudah menjadi pertanyaan yang sampai saat
ini belum menemukan titik temunya. Semakin berkembangnya zaman semkin
berkembang pula pengertian dan pemikiran baru tentang Tuhan. Para filsuf tak
henti-hentinya meneliti eksistensi Tuhan. Sedangkan Filsafat Ketuhanan sendiri
sebenarnya hanyalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi,
yaitu memakai apa yang disebut sebagai pendekatan filosofis. Bagi orang yang
menganut agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan
menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang
Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan
secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinankemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan. Lantas
apakah yang dimaksud dengan Tuhan dalam paham pemikiran Islam? Dan apakah
macam aliran ketuhanan? Serta apakah pandangan setiap aliran tersebut akan
wujud Tuhan?
B.
Pengertian Filsafat
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang Tuhan, terlebih dahulu harus
diketahui apa yang dimaksud dengan filsafat, karena sesungguhnya pembahasan
tentang Tuhan berkisar pada pembahasan tentang filsafat ketuhanan. Yaitu cara
pemikiran terhadap Tuhan eksistansi dan substansinya. Bukan pemikiran tentang
syariat-syariat Ketuhanan. Seperti pada pembahasan filsafat lainnya. Berikut ini
akan saya jabarkan pengertian-pengertian filsafan.
Poedjawijatna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang
berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani.
Kata Yunaninya ialah philosophia. Dalam bahasa Yunani kata Philosphia
merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia. Philo artinya cinta
dalam arti yang luas, yaitu ingin dan karena itu lalu mencapai yang diinginkan itu
sedangkan sophia berarti kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang
mendalam. Jadi, menurut namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai
pandai, cinta pada kebijakan. Sehingga dapat disimpulkan pengertian filsafat
secara epistimologi ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan
atau keinginan mendalam untuk menjadi bijak.1
Secara terminologi, filsafat mempunyai beberapa definisi sesuai dengan
konotasi filsafat yang didapat dari setiap pengarang tersebut. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1 Bambang Q-Anees, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003, hal 9
1 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
1. Poedjawitjana mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala seusatu
berdasarkan pikiran belaka.
2. Hasbullah Bakry mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu yang mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.
3. Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran asli
4. Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika,
ekonomi, politik, dan estetika
5. Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang alam
wujud bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
6. Phytagoras memberikan definisi filsafat sebagai the love for wisdom.
7. Bertrand Russel mendefinisikan filsafat sebagai the attempt to answer
ultimate question critically
8. William James mendefinisikan filsafat sebagai a collective name for
question which have not been answered to the satisfaction of all that
have asked them.
Definisi filsafat berbeda antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya
karena perbedaan konotasi antar tokoh.2
C.
Pengertian Agama
Jelas sekali terlihat hubungan yang erat antara Tuhan dengan agama, karena
dapat dipastikan bahwa sebagian besar manusia yang percaya kepada Tuhan pasti
beragama. Maka setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat kita
harus memahami terlebih dahulu tentang maksud yang dikandung dalam agama.
Karena pembahasan kali ini erat hubungannya dengan agama. Disini saya akan
menjelaskan pengertian-pengertian agama menurut para disiplin ilmu dan filsuf.
Berdasarkan berbagai bahan bacaan kita mengetahui bahwa definisi agama
banyak sekali. Dari sekian banyak defini tersebut pengertian agama dapt dibagi
menjadi dua kelompok:
1. Definisi agama yang menekankan segi rasa iman atau kepercayaan
2. Definisi agama yang menekankan segi peraturan tentang cara hidup
Namun, kombinasi keduanya mungkin merupakan definisi yang lebih
memadai tentang agama. Agama ialah sistem kepercayaan dan praktek yang
2 Bambang Q-Anees, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003, hal 10
2 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
sesuai dengan kepercayaan tersebut. Pengertian lain adalah peraturan tentang cara
hidup, lahir-batin.3
D.
Yang-Ada (Being)
Istilah ‘yang ada’ memiliki bermacam makna. Sebagian orang
menjumbuhkannya dengan dua istilah yang lain esensi dan eksistensi. Kita
mengatakan sesuatu apapun bersifat ‘yang ada’. Atau singkatnya sesuatu itu ‘ada’.
Istilah ini diterpkan kepada segala sesuatu, hakikat atau jenisnya.
Sesuatu yang bereksistensi, misalnya bangku harus memiliki sifat ada
sebelum bereksistensi. Demikian pula segenap hal lain, misalnya pikiran dan
perasaan yang tidak dapat dikatakan bereksistensi, dikatakan ‘ada’ atau bersifat
‘yang ada’. Predikat ‘yang ada’ memberikan batasan kepada suatu himpunan
sedemikian rupa sehingga segala sesuatu, baik nyata maupun dalam angan-angan,
termasuk didalam himpunan tersebut. ‘yang ada’ merupakan predikat yang paling
umum serta paling sederhana diantara semua predikat. ‘Yang ada’ merupakan
predikat yang universal yang artinya predikat dari setiap satuan yang mungkin
ada.
‘Ekstensi’ (lingkup) istilah ‘yang ada’ bersifat universal. ‘Eksistensi’
menunjukan hal-hal khusus yang dapat diterapi istilah tertentu. ‘Yang ada’
merupakan istilah yang menunjukkan sesuatu yang dimiliki bersama oleh segala
sesuatu.
‘Yang tiada’ (non-being) merupakan istilah yang tidak mengandung makna,
dan tidak menunjuk kepada apapun. Memikirkan istilah ‘yang tiada’ berarti
memberikan sifat ‘yang ada’ kepada istilahnya, tetapi tidak memberikan sifat
‘yang ada’ kepada sesuatu yang dianggap ditunjuk oleh istilah tersebut.4
E.
Eksistensi
Eksistensi keadaan tertentu yang lebih khusus dari sesuatu. Apapun yang
bereksistensi tentu nyata ada, tetapi tidak sebaliknya. Sesuatu hal dikatakan
bereksistensi jika hal itu adalah sesuatu yang menurut W.T Stace bersifat public.
Bersifat public artinya objek itu sendiri harus dialami atau dapat dialami oleh
banyak orang yang melakukan pengamatan.
Yang dimaksud dengan pengalaman adalah pengalaman inderawi. Gajah
merah jambu dan wanita berambut pirang di dalam impian mempunyai sifat ‘yang
ada’ tetapi tidak nyata ada dan tidak bereksistensi, meskipun perasaan itu nyata
ada dan terjadi dalam diri. Apa yang bersifat public kiranya selalu menempati
ruang dan terjadi dalam waktu. Oleh karenanya, eksistensi sering dikatakan
3 Bambang Q-Anees, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003, hal 9
4 Louis O.Kattsoff, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2004, hal 49
3 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
berkenaan dengan objek-objek yang merupakan kenyataan dalam ruang dan
waktu.
Hal-hal yang bereksistensi merupakan himpunan bawahan hal-hal yang ada,
tetapi tidak sebaliknya. ‘Yang ada’ merupakan kategori yang lebih luas daripada
‘yang bereksistensi’
F.
Esensi
Esensi adalah hakikat barang sesuatu. Saat ini kita membicarakan sejumlah
istilah yang berhubungan dengan sesuatu yang khusus. Perhatikanlah suatu
segitiga. Suatu segitiga tidak bereksistensi, karena apa yang kita jumpai dalam
eksistensi hanyalah hal-hal yang mendekati segitiga. Tapi segitiga bersifat nyata.
Segitiga merupakan suatu satuan yang konseptual atau akali. Segitiga ada,
agaknya sudah jelas. Macam kenyataannya yang mungkin tidak begitu jelas.
Tetapi kita perlu mengadakan pembedaan antara apakah segitiga itu dengan
kenyataan bahwa segitiga itu ada.
Esensi segitiga ialah sesuatu yang menjadikan segitiga merupakan suatu
segitiga. Dewasa ini salah satu diantara masalah-masalah yang mengganggu kita
terletak pada kebingungan kita mengenai esensi manusia. Orang senantiasa
bertanya “apakah manusia itu?” ‘Esensi’ dan ‘sifat terdalam’ sering digunakan
dalam arti yang sama. Maka esensi sesuatu ialah hakikatnya. Apakah sesuatu itu
bereksistensi atau tidak, dalam arti tertentu, tidak ada sangkut-pautnya dengan
pernyataan ‘apakah esensinya’.
Jika X bereksistensi, maka tentu juga beresensi, tetapi kebalikannya tidak
harus benar. Yang terakhir ini jelas terlihat jika kita memperhatikan segitiga tadi.
Pembedaan ini sering kali terlihat dalam suatu penalaran. Perhatikan misalnya,
pertanyaan “apakah Tuhan bereksistensi?” atau “dapatkah kita membuktikan
eksistensi Tuhan?”. Jika yang dimaksudkan dengan istilah ‘eksistensi’ adalah
terdapat dalam ruang dan waktu, maka jelaslah dengan pembatasan itu Tuhan
tidak bereksistensi. Tetapi bukan itu yang dimaksudkan pernyataan tadi, karena
hanya sedikit orang dewasa yang akan mengatakan bahwa Tuhan berdiam di suatu
tempay tertentu. Pernyataan yang mengandung makna akan berbunyi, “apakah
Tuhan itu nyata ada?” Perhatikan bahwa untuk membuktikan hal tersebut, kita
membutuhkan bahan-bahan bukti yang berlainan macamnya daripada yang kita
butuhkan untuk membuktikan eksistensi.5
G.
Apakah Tuhan Itu?
Ketika Perang Dunia II ada suatu ungkapan yang popular bahwa di dalam
lubang-lubang perlindungan tidak ada penganut ateisme. Makna yang dikandung
5 Louis O.Kattsoff, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2004, hal 51
4 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
ungkapan itu kiranya menyebutkan bila seseorang terjebak dalam situasi yang
membahayakan jiwanya, tentu ia mengakui adanya Tuhan. Dalam keadaan
semacam itu orang merasakan betapa perlunya Tuhan, dan sebagai
konsekuensinya harus mengakui adanya Tuhan. Memang sangat sederhana
kedengarannya, namun sesungguhnya ini dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa
dewasa ini masalah-masalah keagamaan kian lama kian menarik perhatian.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tuhan ‘ada’ ketika manusia membutuhkan
sebuah keajaiban atau sesuatu diluar nalar manusia.
Islam mempunyai pemikiran tersendiri mengenai Tuhan, bahwasanya Tuhan
adalah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikin
rupa sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehNya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup didalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberi kemaslahataan atau
kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian. Menurut Ibnu Taimiyah Al-Ilah adalah yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri dihadapannya, takut dan
mengharapkannya, kepadanya umat tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa dan bertawakal kepada-Nya dan menimbulkan ketenangan disaat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.6
Satu hal yang patut disadari oleh para filsuf bahwasanya pembahasan
tentang Ketuhanan haruslah dibatasi, karena akal manusia tidak akan sampai
kepada ‘Yang Mutlak’, Dzat yang manusia sendiri tidak akan pernah temukan
hakikatnya. Sejumlah pertanyaan yang saya yakin tidak akan ada seorangpun yang
bisa menjawab, misalnya adalah “Bagaimana hakikatnya wujud Tuhan? Jika
Tuhan benar adanya lantas mengapa tak seorangpun mengetahui keberadaannya?”
Disini filsafat mencoba untuk menguraikan pemikiran-pemikiran tentang Tuhan
melalui substansi Tuhan, dan eksistensi Tuhan dalam artian yang lain bahwasanya
Tuhan dapat dilihat bukan dengan mata secara inderawi tetapi Tuhan dapat terlihat
dengan menggunakan mata batin. Maka seseorang yang percaya akan Tuhan dapat
melihat kehadiran Tuhan dengan menggunakan mata batinnya. Maka Tuhan ada
sebagai substansi yang tidak membutuhkan atau mensyaratkan apa-apa, agar ‘Dia’
ada sendiri.
H.
Sejarah Pemikiran Barat tentang Tuhan
Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yg
menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan
meningkat menjadi sempurna. Teori tsb mula-mula dikemukakan oleh Max
Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan
6 Konsep Ketuhanan Dalam Islam, diakses dari https://currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com, 2
November 2017, 21.35 WIB
5 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Jevens. Proses perkembangan pemikiran tenteng Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah :
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dlm kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditunjukkan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada
manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengruh negatif.
b.
Animisme
Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai
adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik
mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai suatu yg aktif
sekalipun bendanya telah mati.
c.
Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan dinamisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang
lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan
kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya.
d.
Henoteisme
Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan. Namun
manusia masih mengakui Tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk
satu bangsa disebut dengan Henoteime (Tuhan tingkat Nasional).
e.
Monoteisme
Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan, satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam 3 paham yaitu : deisme, panteisme dan teisme.
Evolusioner dlm kepercayaan thd Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max
Muller dan EB.Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang
menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan
bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan
orang-orang Kristen
I.
Sejarah Pemikiran Islam tentang Tuhan
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Ilmu
Ushuluddin dikalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad
SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula
yang bersifat di antara keduanya. Aliran tersebut adalah:
a.
Mu’tazilah
Aliran ini merupakan kaum rasionalis dikalangan muslim, serta menekankan
pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam
Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia
berada dalam posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain). Mu’tazilah
6 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
lahir sebegai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan
dari Khawarij.
b.
Qadariah
Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat.
c. Jabariah
Aliran ini merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku
manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.7
J.
Alam Sebagai Bukti Eksistensi Tuhan
Jika kita perhatikan secara mendalam tentang wujud alam yang sudah ‘ada’
sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Tentulah kita bertanya-tanya tentang asal mula
adanya alam ini. Darimanakah bumi ini berasal? Tentu dibalik penciptaan bumi
dan alam semesta terdapat kekuatan yang Maha Agung yang mampu menciptakan
alam dan seisinya beserta keteraturannya. Matahari yang selalu terbit dari ufuk
timur, planet yang selalu beredar tepat pada orbitnya. Keteraturan alam inilah
yang selalu membuat kita berfikir akan Dzat ‘yang ada’ namun tidak terdapat
dalam ruang dan waktu.
Para filsuf mempunyai pemikiran tersendiri tentang darimana asalnya alam.
Bagi Thales alam tidak mungkin dijadikan dari ketiadaan mutlak. Semua
persoalan pada hakikatnya tidak lain dari perubahan. Karena itu diperkirakan
adanya benda (materi) pertama yang asli dan menjadi sebab timbulnya semua
yang ada adalah air. Karena ia berpendapat bahwasanya benda yang dapat
berubah-ubah dan akan selalu berubaha adalah air.8
Pendapat lain dilontarkan oleh Anaximenes, baginya udara yang menjadi
asal dari alam semesta ini. Manusia akan mati bila tidak bernafas. Menurutnya,
karena pemadatan udara maka timbullah secara berurut-urut angina, air, tanah,
batu. Dan sebaliknya, ketika udara menjadi encer atau cair maka timbullah api.
Demikianlah udara menjadi anasir-anasir yang membentuk alam semesta.9
Sedangkan Xenophanes memiliki pandangan lain tentang asal mula adanya
alam semesta. Ia membuang mitos-mitos Yunani yang berisikan pemikiran
antropomorphisme. Ia mencemoohkan dewa-dewa mereka yang makan, beranak,
dan mati. Ia mengatakan “Manusia sendiri yang mengadakan Tuhan (dewa-dewa)
seperti bentuk mereka juga, yakni sapi atau singa”. Ia berkeyakinan bahwa tiada
7 Tuhan Yang Maha Esa Dan Ketuhanan, MMKPA Islam - academia.edu, 3 November 2017,
14.15 WIB
8 Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Gramedia Pustaka, Jakarta, 1992, hal.52
9 Harun Nasution, Al-Ghazali Tidak Mengharamkan Filsafat, Wawancara dalam Pesantren, No.3,
Vol.VIII, 1991, hal.59
7 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Tuhan selain Tuhan yang satu, yaitu wujud tertinggi, yang tidak tersusun seperti
bentuk manusia.
Seperti yang dikemukan Fazlur Rahman, bahwa filsafat Islam
mengemukakan doktrin kekekalan alam. Tetapi untuk memberikan keadilan
kepada kesadaran beragama, ia menyatakan bahwa alam adalah efek abadi dari
Tuhan, yang dengannya alam mempunyai hubungan unilateral dalam
ketergantungan absolut. Dalam menyusun problem ini, filsafat mencari bantuan
dari doktrin Neo-platonisme monistik tentang emanasi dan menolak teori
Aristoteles tentang dualism antara Tuhan dan materi. Akhirnya, filsafat ini
membuat pembedaan yang fundamental antara Tuhan dan alam, demi melunakkan
konsep emanasi, dengan menguatkan kategori “pasti” dan “tergantung”. Tuhan
adalah wujud yang pasti, sedang alam adalah wujud yang tergantung. Teologi
menerima pembedaan ini dan membangun doktrin-doktrin lain diatasnya, yang
sifatnya menolak doktrin kekekalan alam.10
Setelah menerima gagasan wujud yang mesti dan wujud yang tergantung,
mereka menolak pembedaan obyektif terhadap eksistensi dan esensi. Ibnu Sina
telah mengajarkan bahwa Tuhan memberikan eksistensi kepada esensi-esensi
yang tidak bereksistensi karena Tuhan adalah eksistensi murni semata yang tidak
memiliki sifat lain daripada Wajib al wujud.
Munculnya deisme pada abad modern sedikit banyak menyebabkan orang
harus menelaah kembali relasi Tuhan dengan alam. Begitu juga dengan
munculnya naturalisme yang beranggapan bahwa hokum alam diciptakan oleh
alam sendiri. Sedangkan menurut paham deisme, Tuhan mungkin saja
menciptakan alam ini, tapi setelah alam ini tercipta, Tuhan tidak mempunyai
hubungan apa-apa lagi dengan alam, alam bisa beropersai secara otonom tanpa
ulur tangan dan campur tangan Tuhan, begitu pula dengan munculnya paham
materialis yang percaya bahwa yang prinsip atau yang fundamentalis adalah
materi, sedangkan yang lain tercipta darinya. Tuhan tidak lagi dipandang sebagai
pencipta, tetapi justru diciptakan oleh pikiran manusia.11
Sesuai dengan teologi Asy’ariah yang mendasarkan pemikiran teologi
mereka kepada kehendak mutlak Tuhan, bagi Al-Ghazali, tercipta dan
terselenggaranya alam ini adalah secara atomistic. Sistem ini disebut juga dengan
teori atomisme. “Bahwa alam fisik dan alam mental, apa saja yang selain Tuhan
terdiri dari jumlah tidak terbatas atom-atom. Atom-atom itu adalah wujud terakhir
dan terurai dari alam, tidak menempati ruang, tidak berlangsung dalam waktu.
Atom- atom itu sudah mempunyai sifat-sifat sendiri dan tidak dapat berkembang,
tidak dapat saling mempengaruhi untuk berkembang menjadi satu substansi.
Antara atom yang satu dengan atom yang lain terdapat vakum tanpa kontiniutas.
10 K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, Gramedia, Jakarta, 1987, hal. 180-181
11 Musa Asy’arie, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, LESFI, Yogyakarta, 1999
8 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Begitu diciptakan lalu dimusnahkan kembali.” Kemudian dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada saat penciptaan Tuhan mencurahkan aksiden ada kepada
atom. Kemudian saat atom tidak ada ada sebagian orang yang mengatakan bahwa
Tuhan menciptakan aksiden peniadaan sehingga atom itu musnah.
Mari kita gunakan api sebagi permisalan, api tidak mempunyai kekuatan
untuk membakar kapas. Namun, ketika api dipertemukan dengan kapas saat itulah
Tuhan menyertakan kekuatan sementara dalam diri bapi untuk membakarnya. Api,
dalam proposisi ini, tidak mempunyai kekuatan untuk membakar baik sebelum
ataupun sesudahnya.
Menurut teologi Asy’ariah, Tuhan tidak tunduk kepada siapapun,Tuhan
bersifat absolut dalam kehendak dan kekuasaan-Nya. Tuhan tidak terikat kepada
janji-janji, norma-norma keadilan, dan lain-lain. Tetapi konsep ini berbeda dengan
konsep Mu’tazilah yang menganut teologi hokum alam. Bagi Mu’tazilah,
kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh norma-norma keadilan yang kalau
dilanggar membuat Tuhan bersifat tidak adil dan dibatasi pula oleh nature atau
hukum alam (sunnah Allah) yang tidak mengalami perubahan.
Doktrin atomisme memang berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa
Tuhan ada dan aktif dalam segala kejadian dan alam dunia ini akan menjadi suatu
kekacauan (chaos) jika tidak desertai kehadiran Tuhan. Dilihat dari sudut pandang
ini, atomisme merupakan pengingat akan kehadiran Tuhan. Orang harus merasa
bahwa logika iman berbeda dengan logika biasa karena memandang segala
sesuatu bukan dengan mata biasa tetapi dengan mata iman. Imannya itu bukan
suatu pemikiran yang alamiah melainkan suatu persetujuan “supra natural” yaitu
apa yang secara alamiah benar, tampak aneh di mata orang yang tidak
berimanyang hanya mengikuti pemikiran duniawi. Menurut perspektif ini, orang
yang tidak beriman berpikir dalam pemikiran horizontal sedangkan orang yang
beriman berpikir dalam pemikiran vertical menuju jalan lurus. Transfaransi
ilahiyah hal-hal duniawi disebabkan karena Tuhan ada dimana-mana dan benarbenar hadir memberikan kepada keimanan semacam misteri maupun mu’jizat
yang menjadikan orang-orang beriman sebagai makhluk yang ditandai dengan
hal-hal yang bersifat supra natural. Dari sudut pandang metafisika, ini tidak begitu
diperlukan, sebab akal mempunyai sumber-sumber lain, tetapi dari sudut pandang
teologis pendapat ini merupakan tanda kemenangan. 12
Bagi Al-Ghazali, api membakar bukan karena mempunyai sifat membakar
tetapi kehendak mutlak Tuhan agar bisa membakar. Jika Tuhan tidak
menghendaki api untuk membakar, maka api tidak akan membakar, jadi api tidak
selamanya membakar.Semua akibat yang ditimbulkan oleh sebab, semata-mata
karena kehendak mutlak Tuhan, bukan suatu kemestian kausalitas.
12 Karel A. Steenbrink, “Dari Kairo hingga Kanada” dalam Refleksi, hal 163
9 | E k s i s t e n s i Tu h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Ibn Rusyd mengkritik argument Al-Ghazali dalam bukunya Tahafut alTahafut. Sebagai komentator Aristoteles yang membagun epistemologinya dengan
logika Aristoteles, Ibn Rusyd melihat dampak negative dalam serangan AlGhazali terhadap kausalitas. Hubungan antara sebab dan akibat, menurutnya
merupakan hubungan yang niscaya (suatu kemestian) bukan hubungan mungkin.
Hal ini berarti jika ada sebab pasti ada akibatnya. Misalnya api membakar jika
menyentuh kapas, minum akan menghilangkan haus. Karena setiap benda
mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan benda-benda lain.
Jika teori kausalitas filosofis diterima, maka dikhawatirkan akan timbul
pemahaman bahwa Tuhan tidak lagi ikut campur secara aktif mengatur alam.
Tuhan akan pension (deus otisius) karena tidak mempunyai pekerjaan lagi begitu
selesai menciptakan alam raya. Mekanisme yang diperlukan agar alam dan
seisinya bergerak secara teratur dan menuruti hukum sebab akibat, ini yang
dicemaskan.13Jika sekiranya teori kausalitas ditolak, kenyataannya realitas hokum
kausalitas memang ada, bahkan dalam ilmu pengetahuan yang berkembang pesat
ini menjadi perekat bangun sebuah ilmu. Ketegangan ini di dunia Timur Sunni AlGhazali, sementara di dunia Barat konsepsi kausalitas dengan tegas
dikembangkan oleh Averroisme.
K.
Aliran Dalam Konsep Ketuhanan
Seperti yang telah kita singgung sebelumnya, sekiranya, para filsuf
mempunyai cara pandang dan hasil pemikiran yang berbeda tentang kosmologi,
namun adanya alam semesta beserta keteraturannya menunjukkan adanya Dzat
Yang Maha Agung dalam pembentukan serta pengaturan alam dan seisinya.
Karena terdapat hubungan yang erat antara penciptaan alam dan Tuhan.
Aliran-aliran dalam konsep ketuhanan berbicara atau mengungkap
bagaimana posisi Tuhan, apakah Ia imanen atau transenden. Ada berbagai
pandangan manusia tentang Tuhan, yakni: teisme, deisme, panteisme, dan
penenteisme. Para penganut aliran ini sepakat tentang Tuhan sebagai Zat Pencipta.
Namun, mereka berbeda tentang cara berada, aktivitas, dan hubungan Tuhan
dengan alam. Dalam aliran ini pun, terdapat beberapa pandangan yang dipelopori
oleh tokoh yang berbeda latar belakangnya.
I.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Deisme
Aliran deisme yaitu suatu paham atau aliran yang meyakini bahwa Tuhan
jauh berada diluar alam. Tuhan menciptakan alam dan memperhatikan alam
tersebut. Alam telah dilengkapi dengan peraturan-peraturan berupa hukum-hukum
alam yang tetap dan tidak berubah, sehingga secara mekanis akan berjalan dengan
sendirinya. Tuhan ibarat pembuat jam (the clookmaker) yang tidak campur tangan
lagi dalam proses bergeraknya setelah jam itu selesai dibuat. Seorang Deis tidak
13 Hadimulyo, “Harun Nasution dan Realitas Sosial” dalam Panji Masyarakat, 624, 1989, hal.76
10 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
memandang suatu buku sebagai wahyu tuhan dan tidak ikut serta dalam
sembahyang kelompok/individual karna ia tidak mau menyembah kepada Tuhan
yang tidak hadir. Disebutkan bahwa karena alam berjalan sesuai dengan
mekanisme tertentu yang tidak berubah-ubah, maka dalam deisme tidak terdapat
konsep mukjizat-kejadian yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga
wahyu dan doa dalam deisme tidak diperlukan lagi. Tuhan telah memberikan akal
kepada manusia, sehingga dia mampu mengetahui apa yang baik dan apa yang
buruk. Jadi menurut deisme manusia dan akalnya mampu mengurus kehidupan
dunia. Para penganut teisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam. Serta
Maha Sempurna. Mereka juga sependapat bahwa tidak melakukan interfensi pada
alam lewat kekuatan supernatural. Bagaimanapun, tidak semua peganut deis
setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam dan kehidupan sesudah mati. Menurut
Amsal Bakhtiar, atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat digolongkan atas
empat tipologi, seperti:
a. Tuhan tidak terlibat dengan peraturan alam. Dia menciptakan alam dan
memprogramkan perjalanannya tetapi dia tidak menghiraukan apa yang
telah terjadi atau apa yang akan terjadi setelah penciptaan.
b. Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam
tetapi bukan mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki
kebebasan untuk berbuat baik atau buruk dan lain sebagainya. Semuanya itu
bukan urusan Tuhan.
c. Tuhan mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral
manusia. Sesungguhnya Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia harus
tunduk pada hukum moral yang telah Tuhan tetapkan dijagad raya.
Bagaimanapun, manusia tidak akan hidup sesudah mati. Ketika seorang
mati, maka kehidupannya berakhir.
d. Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia mematuhui hukum moral
yang berasal dari alam. Pandangan ini berpendapat bahwa kehidupan setelah
mati. Seseorang berbuat baik akan dapat pahala dan berbuat jahat akan dapat
hukuman. Sumbangan pemikiran yang konstruktif terhadap pemikiran
keagamaan seperti antara lain: dalam kosepssi deisme adalah peranan akal
dikedepankan dalam memahami problem-problem agama secara lebih kritis
misalnya tentang kedudukan akal dalam membedakan mana mu’jizat yang
sebenarnya dan mana mu’jizat yang sebenarnya. Dengan akal, seseorang
mampu membedakan antara keterangan yang benar dengan yang tidak
benar. Dalam konsep deisme alam berjalan secara sinerji. Keteraturan alam
menurut keyakinan kepada pengatur yang terampil. Dari konsep ini disme
mengakui adanya pengatur yang Maha Sempurna, yaitu Tuhan.
Walaupun deisme memberi masukan yang konstruktif terhadap pemikiran
keagamaan, deisme tidak luput dari kelemahan-kelemahan seperti antaran lain:
a. Paham atau aliran deisme menolak mukjizat padahal deisme mengakui
bahwa Tuhan yang menciptakan alam dari tiada. Maksudnya Tuhan mampu
menciptakan air dari tidak ada kenapa deisme menolak kemampuan Tuhan
menjalankan seseorang diatas air. Pikiran ini dianggap tidak masuk akal
karena masalah yang lebih besar dan berat, Tuhan mampu melakukannya
apalagi hal yang lebih kecil, kata pengkritik deisme.
b. Selanjutnya jika Tuhan menciptakan alam, tentu bertujuan untuk kebaikan
makhluk-Nya. Untuk mencapai tujuan tersebut Tuhan tidak membiarkan
11 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
saja hasil ciptaan-Nya terbengkalai. Dengan demikian, Tuhan selalu dekat
dengan makhluk-Nya agar selalu berjalan sesuai dengan petunjuk-Nya. 14
II.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Teisme
Paham teisme yang menjadi rujukan bagi semesta pandangan penganut
alirankepercayaan dan kebatinan merupakan pandangan yang menyatakan
bahwaeksistensi Tuhan dalam posisi transeden maupun imanen sekaligus terhadap
alamciptaan-Nya. Selain itu Tuhan juga dipandang sebagai wujud pribadi (God
aspersonal Being) yang menciptakan, pemelihara dan mengatur alam semesta
ini.Dalam kaitan ini, Charles Hogde, menyatakan bahwa “theism is the doctrine
of anextra-mundane, personal God, creator, preserver and Gavernor of the
world”.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa posisi Tuhan dalam kaitannya
dengan ciptaan-Nya bersifat Transenden sekaligus Imanen. Pengertian transenden
secara garis besarnya sering dipahami sebagai sesuatu (Tuhan) yang berada jauh
di luar alam (beyond the world), artinya, Tuhan tidak bersifat imanen (in the
world). Namun, dalam memahami kedua terminologi ini perlu juga diperhatikan
secara serius, mengingat kedua istilah tersebut sering dipahami secara berbeda
antara sudut pandang kefilsafatan dengan teologi. Dalam pandangan kefilsafatan,
istilah transenden dipahami sebagai sesuatu yang berada jauh di luar alam
(beyond the world absolutely), sedangkan dalam perspektif teologi, istilah
transenden dalam kaitannya dengan posisi Tuhan (Transcendence of God),
meskipun Tuhan berada jauh tetapi senantiasa memiliki hubungan dengan dekat
dengan makhluk ciptaan-Nya. Dengan perbedaan sudut pandang ini seolah-olah
terhadap Dua karakteristikTuhan, yakni Tuhan para filosof dan Tuhan para teolog.
Dalam teism diyakini bahwa Tuhan adalah Personal God. Kenyakinan ini
memang agak sulit dipertahankan dalam rumusan logika yang jelas. Apakah
personalitas Tuhan itu benar-benar sama atau berbeda. Kalau sama maka kita
terjebak dalam semangat tashbih (antropomofisme ketuhanan), tetapi sebaliknya
jika personalitas Tuhan itu berbeda sama sekali dengan makhluk-Nya, maka
karakteristik dan atribusi personalitas tersebut tidak dapat dipahami oleh manusia
karena tidak memiliki padanannya (reference meaning). Dalam kaitan ini maka
Thomas Aquinas membuat rumusan teologi dengan dasar analogi. Dikatakan
bahwa atribusi Tuhan dapat dipahami dengan cara univok maupun equivok.
Univok mengandaikan pemahaman bahwa antara atribut Tuhan dan manusia
sama, sedangkan equivok adalah pemahaman yang menyatakan bahwa antara
atribut Tuhan dan manusia berbeda sama sekali. Maka, jalan yang bisa
dipergunakan untuk memahami atribut personalitas Tuhan hanya dengan cara
analogi. Yakni, sifat atau atribut Tuhan satu sisi dapat disamakan dengan atribut
14 M.Baharudin, Konsep Ketuhanan Sepanjang Sejarah Manusia, hal.47
12 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
dan sifat personalitas manusia, tetapi di sisi yang lain atribut atau sifat personalitas
Tuhan tersebut berbeda dengan atribut atau sifat personalitas manusia. Dengan
demikian personalitas Tuhan ini dapat dipahami dalam kaitannya dengan pola
hubungan antara Tuhan sebagai sesembahan dengan hamba sebagai penyembah.
Hubungan personal tidak akan terjadi apabila kepada Tuhan diberi sifat tashbih
dan tanzih secara berlebihan. Yang dimaksud tashbih adalah menyerupakan Tuhan
dengan makhluk-Nya, sedangkan tanzih adalah kebalikan tashbih berarti
menjauhkan Tuhan dari sifat-sifat yang sama dengan makhluknya. Demikianlah
persoalan personalitas Tuhan yang merupakan salah satu sifat yang dilekatkan
pada Tuhan oleh paham teism. Adapun sifat-sifat yang lain seperti pencipta,
pemelihara, dan penguasa alam.15
III.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Panteisme
Panteisme terdiri atas tiga kata yaitu pan berarti seluruh, theo yang berarti
Tuhan, dan isme berarti paham. Jadi, pantheism atau panteisme adalah paham
bahwa seluruhnya Tuhan. Panteisme berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah
Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Benda-benda yang dapat ditanggap oleh
panca indra adalah bagian dari Tuhan. Manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
benda mati adalah bagian dari Tuhan. Tuhan dalam panteisme ini sangat dekat
dengan alam. Tuhan dalan panteisme adalah imanen dan ini sangat bertolak
belakang dengan Tuhan dalam deisme. Karena seluruh kosmos ini satu, maka
Tuhan dalam panteisme juga satu. Hanya saja, Tuhan dalam panteisme
mempunyai penampakanpenampakan atau cara berada Tuhan di alam. Tuhan
dalam panteisme disamping Esa juga Maha Besar, dan tidak berubah. Alam
indrawi yang kelihatan berubah adalah ilusi atau khayal belaka karena selalu
berubah. Adapun wujud yang hakiki hanya satu, yakni Tuhan. Dalam Islam paham
ini dikenal dengan nama wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang dikemukakan
oleh Ibn al-‘Arabi. Namun antara paham wahdat al-wujud dan panteisme
disamping memiliki persamaan keduanya juga memiliki perbedaan. Dalam
panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam, sedangkan dalam wahdat
al-wujud alam bukan Tuhan, tetapi bagian dari Tuhan. Karena itu dalam aliran
wahdat al-wujud alam dan Tuhan tidak identik, sedangkan dalam panteisme
identik. 16
Sewajarnya sebuah konsep, panteisme juga memiliki kelebihan dan tidak
sarat akan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain:
1. Panteisme diakui menyumbangkan suatu pemikiran yang menyeluruh
(holistik) tentang sesuatu, tidak hanya bagian tertentu saja.
15 Eksistensi Tuhan Dalam Pandangan Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan,
http://digilib.uinsby.ac.id, 5 November 2017, 13.50 WIB
16 Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5 November
14.20 WIB
13 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
2. Panteisme menekannkan imanensi Tuhan, sehingga seseorang selalu
sadar bahwa Tuhan selalu dekat dengan dirinya. Dengan demikian, dia
mampu mengontrol diri dan berusaha berbuat sesuai dengan ketentuan
Tuhan.
3. Panteisme menegaskan bahwa seseorang tidak mampu memberi batasan
terhadap Tuhan dengan bahasa manusia yang terbatas.
Kelemahan dari konsep panteisme ini antara lain:
1. Menurut panteisme yang radikal, manusia adalah Tuhan, sedangkan
Tuhan dalam pandangan ini tidak berubah dan abadi. Kenyataannya,
manusia berubah dan tidak abadi. Karena itu, bagaimana manusia
menjadi Tuhan?. Manusia berubah, sedangkan Tuhan tidak berubah.
2. Panteisme mengatakan bahwa alam ini adalah maya bukan hakiki.
3. Jika Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, mak tidak ada konsep
kejahatan atau tidak ada kemutlakan akan kejahatan dan kebaikan.
Kritik terhadap panteisme berasal dari para tokoh agama dan kritikan tersebut
dikarenakan panteisme tidak memperhatikan moral dan mukjizat. Yang mana
mukjizat bagi panteisme mustahil terjadi karena semua adalah Tuhan dan Tuhan
adalah semua. Kalau mukjizat diartikan sebagai peristiwa yang menyalahi hukum
alam, maka hal itu tidak berlaku bagi panteisme sebab Tuhan identik dengan alam.
IV.
Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Panenteisme
Istilah panenteisme pertamakali diperkenalkan oleh filsuf idealis Jerman
yakni Karl Friedrich Christian Krause (1781-1832).Panenteisme kelihatannya
mirip dengan panteisme, tetapi berbeda dalam pandangan tentang Tuhan.
Panteisme menegaskan semua adalah Tuhan, tetapi panenteisme berpandangan
bahwa semua di dalam Tuhan, maksudnya adalah:
1. Tuhan ada dan meresap kedalam alam.
2. Tuhan tidak dipandang sebagai pencipta melainkan sebagai penggerak
alam semesta
3. Alam semesta adalah bagiannya dari Tuhan.
4. Alam semesta ada di dalam Tuhan.
5. Tuhan bekerja sama dengan alam.
6. Tuhan tergantung kepada alam.
7. Terdiri atas dua kutub ( aktual dan potensial)
8. Tidak terbatas pada kutub potensial dan terbatas pada kutub aktual.
Lebih jelasnya, dalam panenteisme lebih menekankan Tuhan pada aspek
terbatas, berubah, mengatur alam, dan bekerja sama dengan alam untuk mencapai
kesempurnaan ketimbang memandang tuhan sebagai zat yang tidak terbatas,
menguasai alam, dan tidak berubah. Namun pada dasarnya, panenteisme setuju
14 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
bahwa Tuhan terdiri atas dua kutub. Yakni kutub potensi yaitu Tuhan yang abadi,
tidak berubah, dan transenden. Beserta kutub aktual yaitu Tuhan yang berubah,
tidak abadi, dan imanen.
Menurut Whitehead salah seorang pelopor
mengklasifikasikan Tuhan dalam tiga konsep, yaitu:
panenteisme,
ia
1. Konsep Asia Timur tentang tatanan yang impersonal yang sejalan dengan
alam. Tatanan ini mengatur sendiri dalam alam: alam tidak tunduk pada
suatu aturan. Konsep tersebut menegaskan imanasi.
2. Konsep Semit tentang suatu zat yang personal yang eksistensinya adalah
realitas metafisik yang tertinggi, absolut, dan mengatur alam. Konsep ini
menegaskan trandensi Tuhan.
3. Konsep panteistik yang sudah tergambar dalam konsep Semit. Namun,
panteisme berbeda dalam memandang alam. Alam bagian yang terpisah
dari Tuhan dan bersifat maya. Realitas hanya Tuhan dan dalam beberapa
hal, alam menampakkan diri Tuhan. Doktrin ini adalah puncak dari
monisme.
Persis dengan panteisme yang berupa konsep, panenteisme juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tersebut antara lain:
1. Para penganut panenteisme dianggap berjasa dalam memahami realitas
secara utuh. Mereka menganggap bahwa pendekatan parsial tentang
realitas tidaklah cukup. Sebaliknya, mereka telah mengembangkan suatu
pandangan rasional dan koheren tentang semua yang ada. Singkatnya,
mereka telah membangun suatu pandangan dunia yang utuh.
2. Panenteisme berhasil menjelaskan hubungan Tuhan dan alam secara
mendalam tanpa menghancurkan salah satunya.
3. Panenteisme mengakui teori-teori baru dalam ilmu teknologi karena hal
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip dasar mereka.
Kekurangan dari panenteisme terungkapkan melalui kritikan yang cukup tajap
dari penganut teisme, antara lain:
1. Ide tentang satu Tuhan yang sekaligus terbatas dan tidak terbatas, mungkin
dan tidak mungkin, absolut dan relatif adalah suatu kerancuan berfikir.
Contohnya, gelas itu berisi air dan tidak berisi air dalam waktu yang sama
adalah sesuatu yang bertentangan.
2. Ide tentang Tuhan sebagai wujud yang disebabkan oleh diri sendiri
menimbulkan problem. Sulit untuk mengakui suatu wujud mampu
menyebabkan dirinya sendiri. Hal ini sama dengan meyaki bahwa baja
dengan sendirinya bisa menjadi pesawat terbang.
3. Sulit dimengerti bagaimana segala sesuatu yang relatif dan selalu berubah,
bisa diketahui kebenarannya. Mampukah seseorang mengetahui bahwa
15 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
sesuatu itu berubah, tanpa adanya standard yang digunakan untuk
mengukur perubahan?.
4. Para pendukung panenteisme dihadapkan pada suatu dilema. Mereka
meyakini Tuhan meliputi semua jagat raya dalam waktu yang sama.
Namun, mereka jug meyakini Tuhan terbatas dalam ruang dan waktu. 17
L.
Penutup
Masalah Ketuhanan merupakan masalah yang masih banyak ditelusuri
hakikatnya. Namun, taka ada seorangpun yang mampu mengetahui tentang
hakikat Tuhan yang sebenarnya, karena kuasa Tuhan diluar kuasa manusia, dan
mustahil bagi manusia dapat sampai kepada Dzat Yang Maha Agung.
Namun, para filsuf tetap berusaha menelusuri tentang Tuhan, bukat Dzatnya
dan syariatnya tetapi dengan melakukan pendekatan terhadap Tuhan melalui
ciptaan-ciptaannya serta pengaruh kebatinan yang dihasilkan dari sebuah
keyakinan yang disebut ‘iman’. Yang diantara bukti eksistensi Tuhan adalah bumi
dan seisinya serta alam semesta dengan segala keteraturannya.
Dari berbagai pendekatan yang dilakukan para filsuf, terdapat berbagai
pemikiran yang dihasilkan dari pandangan filsafatis setiap filsuf yang
menghasilkan aliran-aliran dalam konsep ketuhanan.
Pada hakikatnya ‘God does Exist’ adalah suatu pernyataan yang benar, tanpa
harus dipertanyakan tentang wujudNya karena indera mata manusia tidak bisa
melihat Tuhan dalam ruang dan waktu, tetapi dapat dilihat dan dirasakan melalui
mata kebatinan. Karena hakikatnya, wujud Tuhan adalah wajib al-wujud, yang
artinya Tuhan pasti ada dan tidak bergantung, dan ciptaannyalah (termasuk di
dalamnya manusia, alam dan ciptaan lainnya) yang bergantung kepada Dzat yang
pasti.
Daftar Pustaka
Q-Anees Bambang, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, 2003
O.Kattsoff Louis, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2004
Konsep Ketuhanan Dalam Islam, diakses dari https://currikicdn.s3-us-west2.amazonaws.com, 2 November 2017, 21.35 WIB
17 Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5 November
14.50 WIB
16 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan
Tuhan Yang Maha Esa Dan Ketuhanan, MMKPA Islam - academia.edu, 3
November 2017, 14.15 WIB
Hamersma Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Gramedia Pustaka, Jakarta,
1992
Nasution Harun, Al-Ghazali Tidak Mengharamkan Filsafat, Wawancara dalam
Pesantren, No.3, Vol.VIII, 1991
Bertens K., Panorama Filsafat Modern, Gramedia, Jakarta, 1987
Asy’arie Musa, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, LESFI, Yogyakarta,
1999
Steenbrink Karel, “Dari Kairo hingga Kanada” dalam Refleksi
Hadimulyo, “Harun Nasution dan Realitas Sosial” dalam Panji Masyarakat, 624,
1989
Baharudin M., Konsep Ketuhanan Sepanjang Sejarah Manusia
Eksistensi Tuhan Dalam Pandangan Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan,
http://digilib.uinsby.ac.id, 5 November 2017, 13.50 WIB
Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5
November 14.20 WIB
Panteisme-Panenteisme, https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents, 5
November 14.50 WIB
17 | E k s i s t e n s i T u h a n d a n A l i r a n D a l a m K o n s e p
Ketuhanan