LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN DAGI
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGOLAHAN DAGING
Tanggal
: 9 Oktokber 2012
Praktikum ke : 4
NAMA DOSEN: M Sriduresta S.Pt, M.sc
NAMA ASISTEN : Hesti Indri P
Angritia Voreza
Sindy Erti JS
Gita Try L
Inovasi sosis
“chesee sausage with mushroom”
Oleh:
Cahya Mukti Dwi Kurnia
D14100058
ILMU PRODUKSI TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia memerlukan makanan untuk melangsungkan kehidupannya.
Makanan tersebut ada yang berasal dari nabati maupun hewani. Makanan yang
berasal dari hewani merupakan makanan yang mengandung nilai gizi yang lebih
tinggi dari pada nilai gizi yang terkandung didalam makanan berasal dari nabati.
Makanan yang berasal dari produk hewani mempunyai berbagai aneka macam
seperti daging, telur, dan susu. Daging sendiri berasal dari berbagai aneka hewan
ternak seperti ternak unggas yaitu ayam, itik dll, ternak ruminansia besar seperti sapi,
kerbau dll, ternak ruminansia kecil seperti kambing, domba dll, dan pseudoruminan
yaitu kelinci. Dari berbagai daging hewan ternak tersebut didapatkan berbagai
produk makanan yang mempunyai cita rasa dan flavor yang unik dan beraneka
ragam. Contohnya seperti bakso,sosis,kornet dll yang merupakan produk olahan dari
daging sapi. Produk-produk seperti itu tentunya telah diterima oleh masyarakat
sebagai konsumsi sehari-hari.
Sosis merupakan produk olahan daging yang berasal dari negeri China dan
populer dan berkembang di daratan Eropa. Olahan daging ini merupakan makanan
yang mendunia hampir disetiap negara pasti mengonsumsi sosis. sosis menjadi
makanan yang digemari oleh masyarakat karena cita rasa sosis yang enak dan
pengolahannya relatif mudah. Sosis menjadi makanan sehari-hari bagi masyarakat
eropa dan masyarakat Amerika dimakan dengan cara menyelipkan diantara dua roti
atau makanan ini biasa disebut dengan hotdog Selain rasanya yang enak sosis juga
mengandunmg nilai gizi yang baik seperti mengandung makro nutrient yaitu protein
berasal dari daging, lemak berasal dari daging dan karbohidrat yang berasal dari
tepung tapioka. Selain itu sosis juga dapat dinikmati oleh kalangan semua umur
mulai dari anak-anak sampai dewasa. Dari latar belakang tersebut maka pada
praktikum ini akan dilaksanakan cara pengolahan daging menjadi sosis.
Tujuan
Untuk mengetahui cara pembuatan sosis yang sesuai dengan standar
pembuatan sosis dan berinovasi dalam pembuatan sosis
TINJAUN PUSTAKA
Daging
daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat
daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu
dipotong. Daging juga didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk
olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Soeparno, 1994).
Daging terdiri dari tiga komponen utama yakni otot, jaringan ikat, jaringan lemak
yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya yaitu lemak bawah kulit
(subkutan), lemak antar otot (intermuskular), lemak dalam otot (intramuskular) dan
lemak dalam sel (intraseluler) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Protein daging
sendiri dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu protein
sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Ockerman, 1983). Secara fisik
daging dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu (1) daging segar yang
dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan dan didinginkan, (3)
daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan, (4) daging masak,
(5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 1994).
Sosis
Kata sosis berasal dari bahasa latin salsus yang berart garam. Sosis
merupakan salah satu produk daging giling atau daging cincang yang diberi bumbu
dan dimasukan kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk silindris. Casing
yang digunakan dapat berupa dari usus hewan atau bahan sintetis. Kedalam adonan
sosis biasanya ditambahkan tepung, susu skim, lemak es atau air dan protein nabati
(Pearson dan Tauber,1984). Forest et al.,(1975) menyebutkan bhawa sosis adalah
daging giling yang diberi bumbu dan juga mengalami proses curing, pemanasan dan
pengasapan. Curing adalah proses pengolahan daging dengan menambhakan garam
NaCl, Natrium nitrit dan atau natrium nitrat serta bumbu-bumbu (soeparno,1998).
Bumbu-bumbu yang biasa dipakai seperti lada, pala, bunga pala, kepulage, cengkeh
ketumbar, bawang putih, paprika dan jahe. Penambahan nitrit pada proses curing
terutama berguna sebagai pembangkit warna khas curing (merah cerah dan stabil)
dan pemberi citarasa yang khas. Fosfat juga sering ditambahkan untuk menurunkan
pH dan memperbaiki warna (schmidt,1988). Komponen daging yang sangat penting
dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan
hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang
kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein
yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak (Kramlich ,1971). Menurut SNI 013020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau
tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan
dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan
atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain.
Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase
diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase
kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi
(Soeparno,1994). Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas
emulsi daging. Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan
menurunnya kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak protein
sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa
diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi.
Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan
kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson et al., 1981).
Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase
terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan,
zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada
makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan
langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel
salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu
molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini
dinamakan pengemulsi
Tahap-tahap pembuatan sosis
Tahap-tahap pembuatan sosis meliputi grinding (penggilingan), mixing,
(pencampuran), choping (penghalusan dan pencampuran semua bahan-bahan),
emulsifying (pengemulsian), stuffing (pengisian), linking dan tying (pengikatan),
smoking dan cooking (pengasapan dan pemasakan) kecuali sosis segar, chilling
(pendinginan ) dan pengepakan (pearson dan tauber,1984).
Bahan baku pembuatan sosis
Bahan baku pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama terdiri dari daging, lemak atau minyak, es dan garam. Bahan
tambahan terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu dan bahan
makanan lain yang diizinkan (Ridwanto, 2003).
Daging
Daging yang umumnya digunakan untuk pembuatan sosis adalah daging yang
nilai ekonomisnya kurang, namun harus daging yang masih segar dan tidak banyak
mengandung mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging rusuk, daging
dada dan daging tetelan (Soeparno, 1994). Daging yang digunakan untuk pembuatan
sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6,2-6,8 karena pH
tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya
mengikat airnya masih bagus (Xiong dan Mikel, 2001).
Lemak atau minyak
Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa
lezat, mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan
(Pearson dan Tauber, 1973). Penggunaan lemak cair akan menghasilkan emulsi yang
kurang stabil bila dibandingkan dengan lemak hewan. Hal ini karena lemak cair
mudah membentuk coalescence yaitu bergabungnya butiran-butiran lemak kecil
menjadi butiran besar atau globula. Bentuk globula akan lebih sulit terselubungi
dalam pembentukan emulsi sehingga emulsi yang terbentuk mudah pecah yang
berakibat pada keluarnya minyak selama proses pemasakan sosis (Smith, 2001).
Es Batu
Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada
pembuatan sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis
adalah 20%-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam
bentuk es (Aberle et al., 2001). Menurut Kramlich (1971), penambahan air dalam
bentuk es bertujuan untuk dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya secara
merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging,
membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah
selama penggilingan dan pembentukan adonan. Menurut Mujiono (1995), tujuan
penambahan air es adalah untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara
merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein otot,
membantu pembentukkan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan akibat
pemanasan mekanis dari mesin.
Garam
Garam merupakan bahan tambahan bukan daging yang paling penting dalam
proses pembuatan sosis, garam mempunyai peranan sebagai pemberi rasa, pengawet
dan melarutkan protein myofibril, garam akan menyelimuti lemak dan mengikat air
sehingga akan terbentuk emulsi yang stabil. Konsentrasi garam yang digunakan
dalam berbagai produk sosis bervariasi tergantung asal pembuatan sosis tersebut,
biasanya untuk sosis segar 1,5 -2% (Rust, 1987). Menurut Savic (1985), jumlah
garam yang ditambahkan tergantung pada jenis sosis terutama kadar lemaknya,
biasanya berkisar antara 1,8-2,2%. ). Menurut Soeparno (1994), garam merupakan
bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan
citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %,
sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa
larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat
airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
Selongsong
Selongsong atau casing sosis terdapat dalam dua macam, yaitu selongsong alami dan
buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti sapi, domba,
dan babi. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme,
sehingga perlu dilakukan penggaraman yang diikuti dengan pembilasan (Hui et
al.,2001). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa
digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1) selongsong yang terbuat dari usus
hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3) selongsong yang terbuat dari
selulosa,4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong yang terbuat dari
logam. Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis.
Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus
selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama
diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan
Tauber,1984)
Filler
Tujuan penambahan dari bahan-bahan ini adalah untuk meningkatkan
stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air produk daging, meningkatkan
citarasa,
mengurangi
pengerutan
produk
selama
pemasakan,
menigkatkan
karakteristik irisan produk dan mengurangi biaya formulasi bahan (Soeparno, 1994).
Manurut Kramlich (1971), bahan pengikat dan bahan pengisi dapat dibedakan
berdasarkan kandungan protein dan karbohidratnya. Bahan pengikat mengandung
protein yang lebih tinggi sehingga dapat membantu meningkatkan emulsifikasi
lemak, sedangkan bahan pengisi umumnya hanya terdiri dari karbohidrat dan hanya
sedikit mempengaruhi emulsifikasi lemak. Pemilihan bahan pengikat dan bahan
pengisi yang akan digunakan harus memiliki daya serap air yang baik, memiliki rasa
yang enak, memberikan warna yang menarik, dan harganya murah. Susu skim dapat
digunakan sebagai bahan menambah nilai gizi sosis (Wilson et al., 1981). Menurut
Ockerman (1983), komposisi susu skim terdiri dari kadar air 3,0%, protein 38,0%,
lemak 1,0%, abu 7,0% dan karbohidrat 51%.
Tepung
tapioka
(kanji)
dibuat
dengan
cara
mengekstrak
ketela
segar,mengeringkan,dan menghaluskannya hingga menjadi tepung pati.(soetanto
edy,2005). Menurut Pandisurya et al. (1983), Penggunaan tepung pati dalam
pembuatan bakso untuk konsumsi rumah tangga biasanya 4-5 persen dari berat
daging. Sedangkan adapembuatan komersial, penambahan tepung berkisar antara 50100 persen dari berat daging
Pala
Pala (Imyrtistica fragans houtt) sebagai bumbu dihasilkan dari biji pala yang
mengandung fixed oil yang terdiri atas trimyristin, gliceril ester dari asam-asam
palmitat, oleat dan linoleat dari fraksi yang tidak tersaponifikasi seperti mysristicin.
Komposisi kimia pala bubuk per 100 g erdiri dari 8,2 g air, protein 6,7 g, lemak 32,4
g, abu 2,2 g, dan karbohidrat 50,5 g (Farell, 1990).
Lada
Lada memproduksi beberapa komponen antara lain terpen, hidrat afelandren, dipenten, dan beta-kariofilin. Lada pada konsentrasi lebih dari 3% dapat
menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes (Ting dan Diebel, 1992).
Komposisi kimia pada lada putih per 100 g terdiri dari 11,4 g air, protein 10,4 g,
lemak 2,1 g, abu 1,6 g, dan karbohidrat 68,6 g ( Farell, 1990).
Bawang putih
Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam bahan
makanan sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera. Bawang
putih dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan
oleh adanya zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bakteri. Minyak atsiri
bawang putih bersifat antibakteri dan antiseptik. Selain itu, dalam bawang putih
terdapat scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan
(Palungkun dan Budhiarti, 1995). Komposisi kimia bawang putih bubuk per 100 g
terdiri dari 6,5 g air, protein 16,8 g, lemak 0,4 g, abu 3,3 g dan karbohidrat 77,6 g
(Farell, 1990).
Bumbu-bumbu
Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan organik yang telah dikeringkan dan
biasanya sudah dalam bentuk serbuk (Rust, 1987). Bumbu merupakan senyawa
nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama
ditujukan untuk menambah atau meningkatkan cita rasa (Soeparno, 1994). Menurut
Aberle et al. (2001), fungsi bumbu yaitu sebagai pemberi cita rasa, penambah
karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan. Savic (1985)
menyatakan jumlah bumbu yang ditambahkan dalam campuran sosis bervariasi dari
0,7-2% atau lebih.
STTP
Fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein
daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah
penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus
mengandung fosfat kurang dari 0.5 % (Soeparno,1994). Menurut Wilson et al.
(1981), penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering ratarata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan
lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Fosfat yang
digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol
pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi
tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air,
emulsifikasi dan memperlambat oksidasi
fungsi
sodium
tripolyphosphate
(STPP)
yang
dapat
mengikat
air,
mempertahankan flavor dan fungsi lainnya.(sitindaon jivento,2007). STPP antara lain
berfungsi untuk meningkatkan keasaman (pH) daging,mengurangi penyusutan
selama pemasakan, meningkatkan keempukan, dan menstabilkan warna. Penggunaan
STPP maksimal adalah 0,5% pada daging yang telah disimpan dalam freezer atau
pendingin lainnya (bukan daging segar) (litbang,2009).
Nilai pH Sosis Sapi
Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan
senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack et al.,1995) dan asam
laktat (Rostini, 2007). Nilai pH adalah nilai logaritma negatif dari konsentrasi ion
hidrogen [H+]. Ion hidrogen [H+] bertanggungjawab untuk kondisi asam sedangkan
ion hidroksil [OH-] bertanggungjawab untuk kondisi basa (Winarno, 1997).
Daya serap air pada sosis
Daya serap air pada sosis dipengaruhi oleh nilai pH sosis. Pada pH lebih
tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging, daya serap air akan
meningkat dan menurun pada titik pH isoelektrik. Pada kisaran pH isoelektrik ini
protein daging tidak bermuatan dan solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih
tinggi dari pH isoelektrik protein daging yaitu 5 - 5,1, sejumlah muatan positif
dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari
miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Demikian juga pada
kondisi pH rendah (Soeparno, 1998).
Kekenyalan sosis
Menurut Srinivasan dan Xiong (1997), protein memiliki fungsi yang sangat
penting pada kandungan myosin, karena memiliki keseimbangan yang baik terhadap
hydrophilik dan hydrophobik, memiliki struktur serat yang panjang, miosin memiliki
kemampuan membentuk gel yang tinggi dan elastis serta bersifat kohesif, dan
mengikat erat membran globula lemak pada produk daging emulsi dan kominusi.
Daging yang digunakan untuk setiap perlakuan dan ulangan adalah daging dengan
sumber dan bagian yang sama, diperkirakan memiliki kandungan protein yang sama,
sehingga akan membentuk gel dengan tingkat kekenyalan yang sama.
Keju
Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mempunyai kandungan
protein
cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia dirasakan masih kurang, hal ini
terlihat dari sebagian besar keju di Indonesia yang ternyata merupakan produk
impor.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk olahan susu ini,
agar produk keju yang dihasilkan dapat diterima konsumen (Kusumawati, Ardhana
dan Radiati, 1995). Bahan pengemulsi yang biasa digunakan dalam pembuatan keju
olahan adalah NaH2PO4, Na2HPO4, Na3PO4, NaPO3, Na4P2O7, Na2H2P2O7,
kalium, kalsium atau natrium sitrat (Na3C6H5O7), natrium tartrat (Na2C4H4O6),
atau natrium kalium tartrat (Caric dan Kalab, 1996).
Organoleptik
Penilaian dengan indra juga disebut Penilaian Organoleptik atau Penilaian
Sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan
indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan,
dihubungkan dengan penilaian secara obyektif, analisa data mejadi lebih sistematis,
demikian pula metoda statistik digunakan dalam analisa serta pengambilan
keputusan. (susiwi,2009). Meilgaard et al. (1999) menyatakan bahwa rangsangan
terhadap suatu bahan pangan bisa berupa penampakan, aroma, tekstur, dan flavor.
Mekanisme pengambilan rangsangan dapat dilakukan dengan cara mencium,
menyentuh, melihat, dan mendengar dengan menggunakan panca indera
MATERI METODE
Materi
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis antara lain daging segar,
tepung tapioca, sodium tripolipospat, Na-nitrat (sendawa), skim, minyak, jahe, pala,
merica, bawang putih dan es batu. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah
keju dann jamur merang. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah food processor,
stuffer, selongsong, serta perlengkapan memasak lainnya.
Metode
Daging segar dipotong dadu sebelum digiling untuk memudahkan
penggilingan menggunakan food processor. Penggilingan pertama daging digiling
bersama dengan premix I yaitu garam, sodium tripolipospat, sendawa, dan 1/3
bagian es batu hingga tercampur merata. Penggilingan kedua dilakukan dengan
memasukkan premix II yaitu skim, minyak, pala, merica, jahe, bawang putih, dan 1/3
bagian es batu. Pada proses penggilingan terakhir, premix III yang terdiri dari tepung
tapioca, 1/3 bagian es batu dan bahan tambahan dimasukkan hingga terbentuk
adonan sosis yang merata. Bahan tambahan sebelumnya dicacah terlebih dahulu
untuk memudahkan adonan dimasukkan ke dalam stuffer. Setelah adonan halus
kemudian dimasukkan ke dalam stuffer yang pada ujungnya telah disiapkan
selonsong sosisnya. Selongsong yang telah terisi adonan diikat dengan benang dan
selanjutnya dikukus selama 15 menit. Sosis ditiriskan dan siap disajikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengujian mutu hedonic pertama dilakukan pada sosis hasil olahan sendiri
dengan parameter penilaian yaituwarna, rasa, tekstur, penampilan, dan kekenyalan.
Berikut data yang diperoleh pada Table 2.
Tabel 2. Uji Mutu Hedonic (Panelis Kelompok 8)
Parameter
1
4
4
5
5
5
2
5
5
5
4
5
Warna
Rasa
Tekstur
Penampilan
Kekenyalan
Keterangan :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat suka
Panelis
3
4
4
4
5
5
5
5
4
5
5
5
5
4
5
5
5
5
6
4
4
5
5
5
Uji mutu hedonic juga dilakukan pada olahan sosis kelompok 8 dengan panelis
yang berasal dari kelompok 7. Berikut hasil yang diperoleh pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Mutu Hedonic (Panelis Kelompok 7)
Parameter
Warna
Rasa
Tekstur
Penampilan
Kekenyalan
Keterangan :
1. Sangat tidak
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat suka
1
3
3
3
4
3
2
3
4
3
3
4
Panelis
3
4
4
4
3
3
5
4
4
3
4
3
5
4
4
4
5
4
suka
Pembahasan
6
3
4
3
4
3
7
4
3
3
4
3
Sosis adalah makanan yang berasal dari china dan berkembang pesat di
daratan eropa. Di indonesia sendiri makanan olahan daging ini sangat populer dan
digemari oleh masyarakat luas karena mempunyai cita rasa yang lezat dan
mempunyai kandungan gizi yang lengkap karena dibuat dari bahan dasar daging
sebagai sumber protein, tepung tapioka sebagai sumber energi dan bumbu-bumbu
lain yang memberikan cita rasa pada sosis. Menurut Pearson dan Tauber (1984). Kata
sosis berasal dari bahasa latin salsus yang berarti garam. Sosis merupakan salah satu
produk daging giling atau daging cincang yang diberi bumbu dan dimasukan
kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk silindris. Casing yang digunakan
dapat berupa dari usus hewan atau bahan sintetis. Kedalam adonan sosis biasanya
ditambahkan tepung, susu skim, lemak es atau air dan protein nabati.
Pembuatan sosis dari bahan dasar daging segar yang dicampur dengan
berbagai bahan-bahan lain seperti filler, Es, sendawa, STTP, garam dapur, minyak
atau lemak dan rempah-rempah yang diperlukan dalam pembuatan sosis untuk
memberi cita rasa. Dalam pembuatan sosis penambahan lemak atau minyak sangat
berpengaruh terhadap cita rasa yang dihasilkan menurut Pearson dan Tauber (1973)
Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa lezat,
mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan. Pada
pembuatan sosis di tambahkannya bahan tambahan makanan yaitu sendawa atau
nitrit. Dalam penngunaan nitrit dalam pembuatan sosis berfungsi untuk
mempertahankan warna daging agar tetap menjadi warna daging yaitu warna merah.
Penggunaan semdawa atau nirit ini dalam makanan perlu dibatasi karena apabila
penggunannya melebihi takaran maka dapat menimbulkan kanker bagi konsumen
yang mengonsumsinya dalam waktu yang lama. Maka perlu adanya pengaturan
takaran penggunaan nitrit dalam makanan agar konsumen tidak menjadi korban.
Bahan-bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan sosis salah satunya
adalah penambahan atau penggunaan es batu saat pembuatan adonan. Maksud dalam
penambahan atau penggunaan es batu dalam pembuatan dan atau pencampuran
Menurut Kramlich (1971), adalah penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk
dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian
massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging, membantu pembentukan
emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan
pembentukan adonan. Menurut Mujiono (1995), tujuan penambahan air es adalah
untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian
massa daging, memudahkan ekstraksi protein otot, membantu pembentukkan emulsi,
dan mempertahankan suhu adonan akibat pemanasan mekanis dari mesin.
Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada
pembuatan sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis
adalah 20%-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam
bentuk es (Aberle et al., 2001). Penambahan es batu pada adonan dengan jumlah 1/3
bagian sebanyak tiga kali dengan maksud adalah agar pencampuran bahn-bahan pada
semua bahan yang dicampurkan merata karena bahan-bahan yang dicampurkan
dilakukan sebanyak tiga tahapan yang meliputi pencampuran premix 1, premix 2 dan
premix 3.
Pembuatan sosis pada praktikum kali ini menggunakan inovasi pencampuran
keju kedalam adonan. Inovasi ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan
flavor yang unik terhadap sosis karena keju sendiri mempunyai rasa dan aroma yang
lezat. Keju yang digunakan sendiri adalah jenis keju cheddar dengan pemberian keju
sebanyak 25 gram. Selain sebagai pemberi flavor yang unik keju juga kaya akan zat
gizi sehingga apabila ditambahkan pada adonan sosis dapat meningkatkan nilai gizi
dari sosis tersebut. Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mempunyai
kandungan protein
cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia dirasakan masih
kurang, hal ini terlihat dari sebagian besar keju di Indonesia yang ternyata
merupakan produk impor.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk
olahan susu ini, agar produk keju yang dihasilkan dapat
diterima
konsumen
(Kusumawati, Ardhana dan Radiati, 1995).
Untuk mengetahui tingkat rasa kesukaan dan bisa diterimanya produk ini di
masyarakat maka perlu dilakukannya uji organoleptik. Uji organoleptk pada produk
ini dengan mengukur parameter warna, rasa, tekstur, penampilan dan kekenyalan dari
sosis tersebut. Pada uji organoleptik ini kelompok 8 dan kelompok 7 bertindak
sebagai panelis dengan pemberian penilaian dari selang nilai 1 (tidak suka) sampai
dengan selang nilai 5 (sangat suka)
Warna sosis sapi. Pada penilaian organoleptik penilaian terhadap warna sosis
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan nilai
rata-rata sebesar 4,167 sedangkan penilaian dari kelompok 7 didapatkan nilai ratarata sebesar 3,57. Dari data ini dapat diartikan bahwa para panelis hanya mempunyai
rasa suka terhadap warna sosis. Hasil ini mungkin disebabkan karena penggaraman
terhadap daging dengan nitrit kurang sempurna sehingga warna yang dihasilkan
menjadi pucat karena proses pengolahan.
Rasa sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap rasa sosis berdasarkan
tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil rata-rata
sebesar 4,66 sedangkan pada penelian dari kelompok 7 didapatkan hasil rata-rata
sebesar 3,42. Dari data ini dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan antara
penilaian dari kelompok 8 dan kelompok 7. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan
karena perbedaan dari kesukaan masing-masing individu.
Tekstur sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap tekstur sosis
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil
rata-rata sebesar 5 yang artinya panelis merasa sangat suka dengan tekstur yang
dihasilkan dari sosis tersebut yang artinya tekstur tersebut sempurna. Sedangkan
pada penilaian dari kelompok 7 didapatkan hasil uji organoleptik dengan nilai ratarata sebesar 3,57. Hasil ini mempunyai perbedaan yang jauh dari hasil penilaian
kelompok 8.
Penampilan sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap penampilan
sosis sapi berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8
didapatkan hasil rata-rata sebesar 4,66. Sedangkan penilaian dari kelompok 7
didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,85. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan penilaian
dari kelompok 8 yang artinya kelompok 7 dan kelompok 8 mempunyai selera yang
sama dalam segi peniliaian penampilan dari sosis tersebut.
Kekenyalan sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap kekenyalan sosis
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil
rata-rata sebesar 5 yang artinya kekenyalan sosis tersebut sangat disukai oleh panelis
sehingga dapat dinyatakan sosis tersebut mempunyai kekenyalan yang sempurna.
Sedangkan dari penilaian kelompok 7 didapatkan hasl rata-rata sebesar 3,42. Hasil
ini berbeda nyata dengan hasil penilaian dari kelompok 8 mungkin disebabkan
perbedaan selera dari masing-masing individu.
Berdasarkan dari penilaian organoleptik yang telah dilaksanakan maka dapat
di katakan bahwa produk sosis dari kelompok 8 dapat bersaing dengan sosis
komersial yang sudah beredar dimasyarakat dari aspek rasa. Karena berdasarkan
hasil organoleptik hasilyang didapatkan tidak ada penilaian yang mengatakan jelek
semua penilaian diatas rata-rata. Sedangkan berdasarkan dari harga sosis dari
kelompok 8 sosis kelompok 8 dapat bersaing dengan produk sosis kmersial karena
harganya yang termasuk terjangkau dengan harga satuan Rp 1.650.
KESIMPULAN
Sosis merupakan salah satu produk daging giling atau daging cincang yang
diberi bumbu dan dimasukan kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk
silindris. Penambahan lemak atau minyak sangat berpengaruh terhadap cita rasa yang
dihasilkan. Nitrit dalam pembuatan sosis berfungsi untuk mempertahankan warna
daging agar tetap menjadi warna daging yaitu warna merah. adalah penambahan air
dalam bentuk es bertujuan untuk dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya
secara merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging,
membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah
selama penggilingan dan pembentukan adonan. produk sosis dari kelompok 8 dapat
bersaing dengan sosis komersial yang sudah beredar dimasyarakat dari aspek rasa
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge
dan R. A. Markel. 2001. Pronciples of Meat Science. 4thEdition. Kendall/Hutt
Publishing Co, Iowa,
Anonim.2009.bakso
sehat.balai
besar
penelitian
dan
pengembangan
pascapanen.warta penelitian dan pengembangan vol.31 no 6 .Bogor
Charley, H.1982. Food Science. 2 nd edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada.
Caric, M. and M. Kalab. 1996. Processed cheese products. In Fox, P. F. Cheese:
Chemistry, Physics amd Microbiology. 2 Edn. Vol. 2. Chapman & Hall.
London.
Farell,K. T. 1990. Spices, Condiments dan Seasonings. 2nd Edit. Van Vostrdan
Reinhold, New York
Forrest, J. C., Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principle
of Meat Science. W. H. Freeman dan Co., San Fransisco,
Hui, Y. H.,W. k. Nip, R. W. Rogers, dan O. A. Young. 2001. Meat Science and
Applications. Marcel Dekker Inc., USA,
Jack, R. W., J. R. Tagg dan B. Ray. 1995. Bacteriocins of Gram-positive bacteria.
Microbiol. Rev., 59:171-200,
Kramlich, D. M., A. W. Kotula dan B. C. Breidnstein. 1994. Muscle Food.
Champman dan Hall Inc., New York
Kusumawati, D. Ardhana, M.M dan Radiati, L.E. 1995. Pengaruh penggunaan starter
yakult komersial dan enzim renin Mucor meihei terhadap mutu keju Cottage.
J Ilmu-ilmu Peternakan. No. (10): 24-28.
Mujiono, R. 1995. Kandungan Gizi dan Palatabilitas Bakso Sapi dan Domba Bagian
Paha dan Lemusir. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fapet, IPB, Bogor.
Muchtadi, T.R dan Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Dekdikbud. Dirjen Dikti. PAU. Pngan dan Gizi, IPB,
Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue 10 th edit. Departemen of Animal
Science the Ohio State University dan The Agricultural Research and
Development Center,
Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung terhadap Mutu
Bakso. Skripsi, Fateta, IPB, Bogor
Pearson, A.M dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats. 2nd Edit. AVI Publishing
Company. Inc.,Connecticut
Pearson, A.M dan F.W. Tauber. 1984. Processed Meats. 2nd Edit. AVI Publishing
Company. Inc.,Connecticut
Rostini, I. 2007. Peranan bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap
masa simpan filet nila merah pada suhu rendah. Tesis. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Univeristas Padjadjaran, Jatinangor,
Rust, R.E. 1987. Sausage product. Dalam:J.F. Price dan B.S Schweigert (Editor).
The Science of Meat and Meat Product. 3rd Edit. Food and Nitritional Press,
Westport, Connecticut,
Savic, I.V. 1985. Smal-Scale Sausage Production. Food and Agriculture Organization
of United Nations, Roma
Smith, D.M. 2001. Fuctional properties of muscle proteins in processed poultry
products. Dalam:A.R. Sams (Editor). Poultry Meat Processing. CRC Press.
Washington,
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta,
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta,
Soetanto,edy.2005.teknologi
tepat
guna
tepung
kasava
dan
olahannya.kanisius.yogyakarta
Sitindaon,jivento.2007. sifat fisik dan organoleptik sosis frankfurtersdaging kerbau
(bubalus bubalis) dengan penambahan khitosan sebagai pengganti sodium
tripolyphosphate (stpp).skripsi. fakultas peternakan. Institut pertanian bogor
Srinivasan, S dan Y.L. Xiong. 1997. Sulfhydryls in antioxidant-washed beef heart
surimi. Journal of Muscle Foods 8:251,
Susiwi,2009.penilaian organoleptik.handout matakuliah organoleptik.pendidikan
kimia.FMIPA,universitas pendidikan Indonesia
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
Wilson, N. R. P., E. J. Dyett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat
Products, San Fransisco
Xiong, YL., D.C. Nole, dan W.G. Moody. 1999. Effect of pH and salt level on
textural and sensory characteristics of low-fat beef sausages with added water
dan polysaccharides. Journal of Food Science (In press),
LAMPIRAN
“Cheese Sausage With Mushroom”
Bahan
1. Daging segar
2. Premix I
garam
STTP
Sendawa
3. Premix II
Skim
minyak
merica
Pala
Bawang putih
jahe
4. Premix III
tapioka
5. Es batu
6. Inovasi
keju
jamur
7. casing
TOTAL
Harga satuan
Takaran
300 gram
Harga
Rp. 24.000
6 gram
1,5 gram
0,75 gram
Rp. 15
Rp. 75
Rp. 35
30 gram
45 gram
1,5 gram
1,5 gram
4,5 gram
1,5 gram
Rp. 900
Rp. 495
Rp. 30
Rp. 25
Rp. 90
Rp. 3
45 gram
120 gram
Rp. 158
Rp. 250
35 gram
20 gram
Untuk 21 bungkus
Rp.4000
Rp. 2000
Rp.2000
Rp. 34.076
Rp. 1.622,67
TEKNIK PENGOLAHAN DAGING
Tanggal
: 9 Oktokber 2012
Praktikum ke : 4
NAMA DOSEN: M Sriduresta S.Pt, M.sc
NAMA ASISTEN : Hesti Indri P
Angritia Voreza
Sindy Erti JS
Gita Try L
Inovasi sosis
“chesee sausage with mushroom”
Oleh:
Cahya Mukti Dwi Kurnia
D14100058
ILMU PRODUKSI TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia memerlukan makanan untuk melangsungkan kehidupannya.
Makanan tersebut ada yang berasal dari nabati maupun hewani. Makanan yang
berasal dari hewani merupakan makanan yang mengandung nilai gizi yang lebih
tinggi dari pada nilai gizi yang terkandung didalam makanan berasal dari nabati.
Makanan yang berasal dari produk hewani mempunyai berbagai aneka macam
seperti daging, telur, dan susu. Daging sendiri berasal dari berbagai aneka hewan
ternak seperti ternak unggas yaitu ayam, itik dll, ternak ruminansia besar seperti sapi,
kerbau dll, ternak ruminansia kecil seperti kambing, domba dll, dan pseudoruminan
yaitu kelinci. Dari berbagai daging hewan ternak tersebut didapatkan berbagai
produk makanan yang mempunyai cita rasa dan flavor yang unik dan beraneka
ragam. Contohnya seperti bakso,sosis,kornet dll yang merupakan produk olahan dari
daging sapi. Produk-produk seperti itu tentunya telah diterima oleh masyarakat
sebagai konsumsi sehari-hari.
Sosis merupakan produk olahan daging yang berasal dari negeri China dan
populer dan berkembang di daratan Eropa. Olahan daging ini merupakan makanan
yang mendunia hampir disetiap negara pasti mengonsumsi sosis. sosis menjadi
makanan yang digemari oleh masyarakat karena cita rasa sosis yang enak dan
pengolahannya relatif mudah. Sosis menjadi makanan sehari-hari bagi masyarakat
eropa dan masyarakat Amerika dimakan dengan cara menyelipkan diantara dua roti
atau makanan ini biasa disebut dengan hotdog Selain rasanya yang enak sosis juga
mengandunmg nilai gizi yang baik seperti mengandung makro nutrient yaitu protein
berasal dari daging, lemak berasal dari daging dan karbohidrat yang berasal dari
tepung tapioka. Selain itu sosis juga dapat dinikmati oleh kalangan semua umur
mulai dari anak-anak sampai dewasa. Dari latar belakang tersebut maka pada
praktikum ini akan dilaksanakan cara pengolahan daging menjadi sosis.
Tujuan
Untuk mengetahui cara pembuatan sosis yang sesuai dengan standar
pembuatan sosis dan berinovasi dalam pembuatan sosis
TINJAUN PUSTAKA
Daging
daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat
daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu
dipotong. Daging juga didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk
olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Soeparno, 1994).
Daging terdiri dari tiga komponen utama yakni otot, jaringan ikat, jaringan lemak
yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya yaitu lemak bawah kulit
(subkutan), lemak antar otot (intermuskular), lemak dalam otot (intramuskular) dan
lemak dalam sel (intraseluler) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Protein daging
sendiri dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu protein
sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Ockerman, 1983). Secara fisik
daging dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu (1) daging segar yang
dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan dan didinginkan, (3)
daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan, (4) daging masak,
(5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 1994).
Sosis
Kata sosis berasal dari bahasa latin salsus yang berart garam. Sosis
merupakan salah satu produk daging giling atau daging cincang yang diberi bumbu
dan dimasukan kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk silindris. Casing
yang digunakan dapat berupa dari usus hewan atau bahan sintetis. Kedalam adonan
sosis biasanya ditambahkan tepung, susu skim, lemak es atau air dan protein nabati
(Pearson dan Tauber,1984). Forest et al.,(1975) menyebutkan bhawa sosis adalah
daging giling yang diberi bumbu dan juga mengalami proses curing, pemanasan dan
pengasapan. Curing adalah proses pengolahan daging dengan menambhakan garam
NaCl, Natrium nitrit dan atau natrium nitrat serta bumbu-bumbu (soeparno,1998).
Bumbu-bumbu yang biasa dipakai seperti lada, pala, bunga pala, kepulage, cengkeh
ketumbar, bawang putih, paprika dan jahe. Penambahan nitrit pada proses curing
terutama berguna sebagai pembangkit warna khas curing (merah cerah dan stabil)
dan pemberi citarasa yang khas. Fosfat juga sering ditambahkan untuk menurunkan
pH dan memperbaiki warna (schmidt,1988). Komponen daging yang sangat penting
dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan
hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang
kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein
yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak (Kramlich ,1971). Menurut SNI 013020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau
tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan
dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan
atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain.
Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase
diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase
kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi
(Soeparno,1994). Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas
emulsi daging. Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan
menurunnya kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak protein
sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa
diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi.
Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan
kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson et al., 1981).
Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase
terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan,
zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada
makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan
langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel
salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu
molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini
dinamakan pengemulsi
Tahap-tahap pembuatan sosis
Tahap-tahap pembuatan sosis meliputi grinding (penggilingan), mixing,
(pencampuran), choping (penghalusan dan pencampuran semua bahan-bahan),
emulsifying (pengemulsian), stuffing (pengisian), linking dan tying (pengikatan),
smoking dan cooking (pengasapan dan pemasakan) kecuali sosis segar, chilling
(pendinginan ) dan pengepakan (pearson dan tauber,1984).
Bahan baku pembuatan sosis
Bahan baku pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama terdiri dari daging, lemak atau minyak, es dan garam. Bahan
tambahan terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu dan bahan
makanan lain yang diizinkan (Ridwanto, 2003).
Daging
Daging yang umumnya digunakan untuk pembuatan sosis adalah daging yang
nilai ekonomisnya kurang, namun harus daging yang masih segar dan tidak banyak
mengandung mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging rusuk, daging
dada dan daging tetelan (Soeparno, 1994). Daging yang digunakan untuk pembuatan
sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6,2-6,8 karena pH
tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya
mengikat airnya masih bagus (Xiong dan Mikel, 2001).
Lemak atau minyak
Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa
lezat, mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan
(Pearson dan Tauber, 1973). Penggunaan lemak cair akan menghasilkan emulsi yang
kurang stabil bila dibandingkan dengan lemak hewan. Hal ini karena lemak cair
mudah membentuk coalescence yaitu bergabungnya butiran-butiran lemak kecil
menjadi butiran besar atau globula. Bentuk globula akan lebih sulit terselubungi
dalam pembentukan emulsi sehingga emulsi yang terbentuk mudah pecah yang
berakibat pada keluarnya minyak selama proses pemasakan sosis (Smith, 2001).
Es Batu
Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada
pembuatan sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis
adalah 20%-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam
bentuk es (Aberle et al., 2001). Menurut Kramlich (1971), penambahan air dalam
bentuk es bertujuan untuk dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya secara
merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging,
membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah
selama penggilingan dan pembentukan adonan. Menurut Mujiono (1995), tujuan
penambahan air es adalah untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara
merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein otot,
membantu pembentukkan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan akibat
pemanasan mekanis dari mesin.
Garam
Garam merupakan bahan tambahan bukan daging yang paling penting dalam
proses pembuatan sosis, garam mempunyai peranan sebagai pemberi rasa, pengawet
dan melarutkan protein myofibril, garam akan menyelimuti lemak dan mengikat air
sehingga akan terbentuk emulsi yang stabil. Konsentrasi garam yang digunakan
dalam berbagai produk sosis bervariasi tergantung asal pembuatan sosis tersebut,
biasanya untuk sosis segar 1,5 -2% (Rust, 1987). Menurut Savic (1985), jumlah
garam yang ditambahkan tergantung pada jenis sosis terutama kadar lemaknya,
biasanya berkisar antara 1,8-2,2%. ). Menurut Soeparno (1994), garam merupakan
bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan
citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %,
sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa
larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat
airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
Selongsong
Selongsong atau casing sosis terdapat dalam dua macam, yaitu selongsong alami dan
buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti sapi, domba,
dan babi. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme,
sehingga perlu dilakukan penggaraman yang diikuti dengan pembilasan (Hui et
al.,2001). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa
digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1) selongsong yang terbuat dari usus
hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3) selongsong yang terbuat dari
selulosa,4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong yang terbuat dari
logam. Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis.
Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus
selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama
diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan
Tauber,1984)
Filler
Tujuan penambahan dari bahan-bahan ini adalah untuk meningkatkan
stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air produk daging, meningkatkan
citarasa,
mengurangi
pengerutan
produk
selama
pemasakan,
menigkatkan
karakteristik irisan produk dan mengurangi biaya formulasi bahan (Soeparno, 1994).
Manurut Kramlich (1971), bahan pengikat dan bahan pengisi dapat dibedakan
berdasarkan kandungan protein dan karbohidratnya. Bahan pengikat mengandung
protein yang lebih tinggi sehingga dapat membantu meningkatkan emulsifikasi
lemak, sedangkan bahan pengisi umumnya hanya terdiri dari karbohidrat dan hanya
sedikit mempengaruhi emulsifikasi lemak. Pemilihan bahan pengikat dan bahan
pengisi yang akan digunakan harus memiliki daya serap air yang baik, memiliki rasa
yang enak, memberikan warna yang menarik, dan harganya murah. Susu skim dapat
digunakan sebagai bahan menambah nilai gizi sosis (Wilson et al., 1981). Menurut
Ockerman (1983), komposisi susu skim terdiri dari kadar air 3,0%, protein 38,0%,
lemak 1,0%, abu 7,0% dan karbohidrat 51%.
Tepung
tapioka
(kanji)
dibuat
dengan
cara
mengekstrak
ketela
segar,mengeringkan,dan menghaluskannya hingga menjadi tepung pati.(soetanto
edy,2005). Menurut Pandisurya et al. (1983), Penggunaan tepung pati dalam
pembuatan bakso untuk konsumsi rumah tangga biasanya 4-5 persen dari berat
daging. Sedangkan adapembuatan komersial, penambahan tepung berkisar antara 50100 persen dari berat daging
Pala
Pala (Imyrtistica fragans houtt) sebagai bumbu dihasilkan dari biji pala yang
mengandung fixed oil yang terdiri atas trimyristin, gliceril ester dari asam-asam
palmitat, oleat dan linoleat dari fraksi yang tidak tersaponifikasi seperti mysristicin.
Komposisi kimia pala bubuk per 100 g erdiri dari 8,2 g air, protein 6,7 g, lemak 32,4
g, abu 2,2 g, dan karbohidrat 50,5 g (Farell, 1990).
Lada
Lada memproduksi beberapa komponen antara lain terpen, hidrat afelandren, dipenten, dan beta-kariofilin. Lada pada konsentrasi lebih dari 3% dapat
menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes (Ting dan Diebel, 1992).
Komposisi kimia pada lada putih per 100 g terdiri dari 11,4 g air, protein 10,4 g,
lemak 2,1 g, abu 1,6 g, dan karbohidrat 68,6 g ( Farell, 1990).
Bawang putih
Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam bahan
makanan sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera. Bawang
putih dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan
oleh adanya zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bakteri. Minyak atsiri
bawang putih bersifat antibakteri dan antiseptik. Selain itu, dalam bawang putih
terdapat scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan
(Palungkun dan Budhiarti, 1995). Komposisi kimia bawang putih bubuk per 100 g
terdiri dari 6,5 g air, protein 16,8 g, lemak 0,4 g, abu 3,3 g dan karbohidrat 77,6 g
(Farell, 1990).
Bumbu-bumbu
Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan organik yang telah dikeringkan dan
biasanya sudah dalam bentuk serbuk (Rust, 1987). Bumbu merupakan senyawa
nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama
ditujukan untuk menambah atau meningkatkan cita rasa (Soeparno, 1994). Menurut
Aberle et al. (2001), fungsi bumbu yaitu sebagai pemberi cita rasa, penambah
karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan. Savic (1985)
menyatakan jumlah bumbu yang ditambahkan dalam campuran sosis bervariasi dari
0,7-2% atau lebih.
STTP
Fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein
daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah
penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus
mengandung fosfat kurang dari 0.5 % (Soeparno,1994). Menurut Wilson et al.
(1981), penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering ratarata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan
lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Fosfat yang
digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol
pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi
tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air,
emulsifikasi dan memperlambat oksidasi
fungsi
sodium
tripolyphosphate
(STPP)
yang
dapat
mengikat
air,
mempertahankan flavor dan fungsi lainnya.(sitindaon jivento,2007). STPP antara lain
berfungsi untuk meningkatkan keasaman (pH) daging,mengurangi penyusutan
selama pemasakan, meningkatkan keempukan, dan menstabilkan warna. Penggunaan
STPP maksimal adalah 0,5% pada daging yang telah disimpan dalam freezer atau
pendingin lainnya (bukan daging segar) (litbang,2009).
Nilai pH Sosis Sapi
Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan
senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack et al.,1995) dan asam
laktat (Rostini, 2007). Nilai pH adalah nilai logaritma negatif dari konsentrasi ion
hidrogen [H+]. Ion hidrogen [H+] bertanggungjawab untuk kondisi asam sedangkan
ion hidroksil [OH-] bertanggungjawab untuk kondisi basa (Winarno, 1997).
Daya serap air pada sosis
Daya serap air pada sosis dipengaruhi oleh nilai pH sosis. Pada pH lebih
tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging, daya serap air akan
meningkat dan menurun pada titik pH isoelektrik. Pada kisaran pH isoelektrik ini
protein daging tidak bermuatan dan solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih
tinggi dari pH isoelektrik protein daging yaitu 5 - 5,1, sejumlah muatan positif
dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari
miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Demikian juga pada
kondisi pH rendah (Soeparno, 1998).
Kekenyalan sosis
Menurut Srinivasan dan Xiong (1997), protein memiliki fungsi yang sangat
penting pada kandungan myosin, karena memiliki keseimbangan yang baik terhadap
hydrophilik dan hydrophobik, memiliki struktur serat yang panjang, miosin memiliki
kemampuan membentuk gel yang tinggi dan elastis serta bersifat kohesif, dan
mengikat erat membran globula lemak pada produk daging emulsi dan kominusi.
Daging yang digunakan untuk setiap perlakuan dan ulangan adalah daging dengan
sumber dan bagian yang sama, diperkirakan memiliki kandungan protein yang sama,
sehingga akan membentuk gel dengan tingkat kekenyalan yang sama.
Keju
Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mempunyai kandungan
protein
cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia dirasakan masih kurang, hal ini
terlihat dari sebagian besar keju di Indonesia yang ternyata merupakan produk
impor.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk olahan susu ini,
agar produk keju yang dihasilkan dapat diterima konsumen (Kusumawati, Ardhana
dan Radiati, 1995). Bahan pengemulsi yang biasa digunakan dalam pembuatan keju
olahan adalah NaH2PO4, Na2HPO4, Na3PO4, NaPO3, Na4P2O7, Na2H2P2O7,
kalium, kalsium atau natrium sitrat (Na3C6H5O7), natrium tartrat (Na2C4H4O6),
atau natrium kalium tartrat (Caric dan Kalab, 1996).
Organoleptik
Penilaian dengan indra juga disebut Penilaian Organoleptik atau Penilaian
Sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan
indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan,
dihubungkan dengan penilaian secara obyektif, analisa data mejadi lebih sistematis,
demikian pula metoda statistik digunakan dalam analisa serta pengambilan
keputusan. (susiwi,2009). Meilgaard et al. (1999) menyatakan bahwa rangsangan
terhadap suatu bahan pangan bisa berupa penampakan, aroma, tekstur, dan flavor.
Mekanisme pengambilan rangsangan dapat dilakukan dengan cara mencium,
menyentuh, melihat, dan mendengar dengan menggunakan panca indera
MATERI METODE
Materi
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis antara lain daging segar,
tepung tapioca, sodium tripolipospat, Na-nitrat (sendawa), skim, minyak, jahe, pala,
merica, bawang putih dan es batu. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah
keju dann jamur merang. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah food processor,
stuffer, selongsong, serta perlengkapan memasak lainnya.
Metode
Daging segar dipotong dadu sebelum digiling untuk memudahkan
penggilingan menggunakan food processor. Penggilingan pertama daging digiling
bersama dengan premix I yaitu garam, sodium tripolipospat, sendawa, dan 1/3
bagian es batu hingga tercampur merata. Penggilingan kedua dilakukan dengan
memasukkan premix II yaitu skim, minyak, pala, merica, jahe, bawang putih, dan 1/3
bagian es batu. Pada proses penggilingan terakhir, premix III yang terdiri dari tepung
tapioca, 1/3 bagian es batu dan bahan tambahan dimasukkan hingga terbentuk
adonan sosis yang merata. Bahan tambahan sebelumnya dicacah terlebih dahulu
untuk memudahkan adonan dimasukkan ke dalam stuffer. Setelah adonan halus
kemudian dimasukkan ke dalam stuffer yang pada ujungnya telah disiapkan
selonsong sosisnya. Selongsong yang telah terisi adonan diikat dengan benang dan
selanjutnya dikukus selama 15 menit. Sosis ditiriskan dan siap disajikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengujian mutu hedonic pertama dilakukan pada sosis hasil olahan sendiri
dengan parameter penilaian yaituwarna, rasa, tekstur, penampilan, dan kekenyalan.
Berikut data yang diperoleh pada Table 2.
Tabel 2. Uji Mutu Hedonic (Panelis Kelompok 8)
Parameter
1
4
4
5
5
5
2
5
5
5
4
5
Warna
Rasa
Tekstur
Penampilan
Kekenyalan
Keterangan :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat suka
Panelis
3
4
4
4
5
5
5
5
4
5
5
5
5
4
5
5
5
5
6
4
4
5
5
5
Uji mutu hedonic juga dilakukan pada olahan sosis kelompok 8 dengan panelis
yang berasal dari kelompok 7. Berikut hasil yang diperoleh pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Mutu Hedonic (Panelis Kelompok 7)
Parameter
Warna
Rasa
Tekstur
Penampilan
Kekenyalan
Keterangan :
1. Sangat tidak
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat suka
1
3
3
3
4
3
2
3
4
3
3
4
Panelis
3
4
4
4
3
3
5
4
4
3
4
3
5
4
4
4
5
4
suka
Pembahasan
6
3
4
3
4
3
7
4
3
3
4
3
Sosis adalah makanan yang berasal dari china dan berkembang pesat di
daratan eropa. Di indonesia sendiri makanan olahan daging ini sangat populer dan
digemari oleh masyarakat luas karena mempunyai cita rasa yang lezat dan
mempunyai kandungan gizi yang lengkap karena dibuat dari bahan dasar daging
sebagai sumber protein, tepung tapioka sebagai sumber energi dan bumbu-bumbu
lain yang memberikan cita rasa pada sosis. Menurut Pearson dan Tauber (1984). Kata
sosis berasal dari bahasa latin salsus yang berarti garam. Sosis merupakan salah satu
produk daging giling atau daging cincang yang diberi bumbu dan dimasukan
kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk silindris. Casing yang digunakan
dapat berupa dari usus hewan atau bahan sintetis. Kedalam adonan sosis biasanya
ditambahkan tepung, susu skim, lemak es atau air dan protein nabati.
Pembuatan sosis dari bahan dasar daging segar yang dicampur dengan
berbagai bahan-bahan lain seperti filler, Es, sendawa, STTP, garam dapur, minyak
atau lemak dan rempah-rempah yang diperlukan dalam pembuatan sosis untuk
memberi cita rasa. Dalam pembuatan sosis penambahan lemak atau minyak sangat
berpengaruh terhadap cita rasa yang dihasilkan menurut Pearson dan Tauber (1973)
Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa lezat,
mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan. Pada
pembuatan sosis di tambahkannya bahan tambahan makanan yaitu sendawa atau
nitrit. Dalam penngunaan nitrit dalam pembuatan sosis berfungsi untuk
mempertahankan warna daging agar tetap menjadi warna daging yaitu warna merah.
Penggunaan semdawa atau nirit ini dalam makanan perlu dibatasi karena apabila
penggunannya melebihi takaran maka dapat menimbulkan kanker bagi konsumen
yang mengonsumsinya dalam waktu yang lama. Maka perlu adanya pengaturan
takaran penggunaan nitrit dalam makanan agar konsumen tidak menjadi korban.
Bahan-bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan sosis salah satunya
adalah penambahan atau penggunaan es batu saat pembuatan adonan. Maksud dalam
penambahan atau penggunaan es batu dalam pembuatan dan atau pencampuran
Menurut Kramlich (1971), adalah penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk
dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian
massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging, membantu pembentukan
emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan
pembentukan adonan. Menurut Mujiono (1995), tujuan penambahan air es adalah
untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian
massa daging, memudahkan ekstraksi protein otot, membantu pembentukkan emulsi,
dan mempertahankan suhu adonan akibat pemanasan mekanis dari mesin.
Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada
pembuatan sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis
adalah 20%-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam
bentuk es (Aberle et al., 2001). Penambahan es batu pada adonan dengan jumlah 1/3
bagian sebanyak tiga kali dengan maksud adalah agar pencampuran bahn-bahan pada
semua bahan yang dicampurkan merata karena bahan-bahan yang dicampurkan
dilakukan sebanyak tiga tahapan yang meliputi pencampuran premix 1, premix 2 dan
premix 3.
Pembuatan sosis pada praktikum kali ini menggunakan inovasi pencampuran
keju kedalam adonan. Inovasi ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan
flavor yang unik terhadap sosis karena keju sendiri mempunyai rasa dan aroma yang
lezat. Keju yang digunakan sendiri adalah jenis keju cheddar dengan pemberian keju
sebanyak 25 gram. Selain sebagai pemberi flavor yang unik keju juga kaya akan zat
gizi sehingga apabila ditambahkan pada adonan sosis dapat meningkatkan nilai gizi
dari sosis tersebut. Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mempunyai
kandungan protein
cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia dirasakan masih
kurang, hal ini terlihat dari sebagian besar keju di Indonesia yang ternyata
merupakan produk impor.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan produk
olahan susu ini, agar produk keju yang dihasilkan dapat
diterima
konsumen
(Kusumawati, Ardhana dan Radiati, 1995).
Untuk mengetahui tingkat rasa kesukaan dan bisa diterimanya produk ini di
masyarakat maka perlu dilakukannya uji organoleptik. Uji organoleptk pada produk
ini dengan mengukur parameter warna, rasa, tekstur, penampilan dan kekenyalan dari
sosis tersebut. Pada uji organoleptik ini kelompok 8 dan kelompok 7 bertindak
sebagai panelis dengan pemberian penilaian dari selang nilai 1 (tidak suka) sampai
dengan selang nilai 5 (sangat suka)
Warna sosis sapi. Pada penilaian organoleptik penilaian terhadap warna sosis
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan nilai
rata-rata sebesar 4,167 sedangkan penilaian dari kelompok 7 didapatkan nilai ratarata sebesar 3,57. Dari data ini dapat diartikan bahwa para panelis hanya mempunyai
rasa suka terhadap warna sosis. Hasil ini mungkin disebabkan karena penggaraman
terhadap daging dengan nitrit kurang sempurna sehingga warna yang dihasilkan
menjadi pucat karena proses pengolahan.
Rasa sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap rasa sosis berdasarkan
tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil rata-rata
sebesar 4,66 sedangkan pada penelian dari kelompok 7 didapatkan hasil rata-rata
sebesar 3,42. Dari data ini dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan antara
penilaian dari kelompok 8 dan kelompok 7. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan
karena perbedaan dari kesukaan masing-masing individu.
Tekstur sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap tekstur sosis
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil
rata-rata sebesar 5 yang artinya panelis merasa sangat suka dengan tekstur yang
dihasilkan dari sosis tersebut yang artinya tekstur tersebut sempurna. Sedangkan
pada penilaian dari kelompok 7 didapatkan hasil uji organoleptik dengan nilai ratarata sebesar 3,57. Hasil ini mempunyai perbedaan yang jauh dari hasil penilaian
kelompok 8.
Penampilan sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap penampilan
sosis sapi berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8
didapatkan hasil rata-rata sebesar 4,66. Sedangkan penilaian dari kelompok 7
didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,85. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan penilaian
dari kelompok 8 yang artinya kelompok 7 dan kelompok 8 mempunyai selera yang
sama dalam segi peniliaian penampilan dari sosis tersebut.
Kekenyalan sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap kekenyalan sosis
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil
rata-rata sebesar 5 yang artinya kekenyalan sosis tersebut sangat disukai oleh panelis
sehingga dapat dinyatakan sosis tersebut mempunyai kekenyalan yang sempurna.
Sedangkan dari penilaian kelompok 7 didapatkan hasl rata-rata sebesar 3,42. Hasil
ini berbeda nyata dengan hasil penilaian dari kelompok 8 mungkin disebabkan
perbedaan selera dari masing-masing individu.
Berdasarkan dari penilaian organoleptik yang telah dilaksanakan maka dapat
di katakan bahwa produk sosis dari kelompok 8 dapat bersaing dengan sosis
komersial yang sudah beredar dimasyarakat dari aspek rasa. Karena berdasarkan
hasil organoleptik hasilyang didapatkan tidak ada penilaian yang mengatakan jelek
semua penilaian diatas rata-rata. Sedangkan berdasarkan dari harga sosis dari
kelompok 8 sosis kelompok 8 dapat bersaing dengan produk sosis kmersial karena
harganya yang termasuk terjangkau dengan harga satuan Rp 1.650.
KESIMPULAN
Sosis merupakan salah satu produk daging giling atau daging cincang yang
diberi bumbu dan dimasukan kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk
silindris. Penambahan lemak atau minyak sangat berpengaruh terhadap cita rasa yang
dihasilkan. Nitrit dalam pembuatan sosis berfungsi untuk mempertahankan warna
daging agar tetap menjadi warna daging yaitu warna merah. adalah penambahan air
dalam bentuk es bertujuan untuk dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya
secara merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging,
membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah
selama penggilingan dan pembentukan adonan. produk sosis dari kelompok 8 dapat
bersaing dengan sosis komersial yang sudah beredar dimasyarakat dari aspek rasa
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge
dan R. A. Markel. 2001. Pronciples of Meat Science. 4thEdition. Kendall/Hutt
Publishing Co, Iowa,
Anonim.2009.bakso
sehat.balai
besar
penelitian
dan
pengembangan
pascapanen.warta penelitian dan pengembangan vol.31 no 6 .Bogor
Charley, H.1982. Food Science. 2 nd edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada.
Caric, M. and M. Kalab. 1996. Processed cheese products. In Fox, P. F. Cheese:
Chemistry, Physics amd Microbiology. 2 Edn. Vol. 2. Chapman & Hall.
London.
Farell,K. T. 1990. Spices, Condiments dan Seasonings. 2nd Edit. Van Vostrdan
Reinhold, New York
Forrest, J. C., Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principle
of Meat Science. W. H. Freeman dan Co., San Fransisco,
Hui, Y. H.,W. k. Nip, R. W. Rogers, dan O. A. Young. 2001. Meat Science and
Applications. Marcel Dekker Inc., USA,
Jack, R. W., J. R. Tagg dan B. Ray. 1995. Bacteriocins of Gram-positive bacteria.
Microbiol. Rev., 59:171-200,
Kramlich, D. M., A. W. Kotula dan B. C. Breidnstein. 1994. Muscle Food.
Champman dan Hall Inc., New York
Kusumawati, D. Ardhana, M.M dan Radiati, L.E. 1995. Pengaruh penggunaan starter
yakult komersial dan enzim renin Mucor meihei terhadap mutu keju Cottage.
J Ilmu-ilmu Peternakan. No. (10): 24-28.
Mujiono, R. 1995. Kandungan Gizi dan Palatabilitas Bakso Sapi dan Domba Bagian
Paha dan Lemusir. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fapet, IPB, Bogor.
Muchtadi, T.R dan Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Dekdikbud. Dirjen Dikti. PAU. Pngan dan Gizi, IPB,
Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue 10 th edit. Departemen of Animal
Science the Ohio State University dan The Agricultural Research and
Development Center,
Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung terhadap Mutu
Bakso. Skripsi, Fateta, IPB, Bogor
Pearson, A.M dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats. 2nd Edit. AVI Publishing
Company. Inc.,Connecticut
Pearson, A.M dan F.W. Tauber. 1984. Processed Meats. 2nd Edit. AVI Publishing
Company. Inc.,Connecticut
Rostini, I. 2007. Peranan bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap
masa simpan filet nila merah pada suhu rendah. Tesis. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Univeristas Padjadjaran, Jatinangor,
Rust, R.E. 1987. Sausage product. Dalam:J.F. Price dan B.S Schweigert (Editor).
The Science of Meat and Meat Product. 3rd Edit. Food and Nitritional Press,
Westport, Connecticut,
Savic, I.V. 1985. Smal-Scale Sausage Production. Food and Agriculture Organization
of United Nations, Roma
Smith, D.M. 2001. Fuctional properties of muscle proteins in processed poultry
products. Dalam:A.R. Sams (Editor). Poultry Meat Processing. CRC Press.
Washington,
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta,
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta,
Soetanto,edy.2005.teknologi
tepat
guna
tepung
kasava
dan
olahannya.kanisius.yogyakarta
Sitindaon,jivento.2007. sifat fisik dan organoleptik sosis frankfurtersdaging kerbau
(bubalus bubalis) dengan penambahan khitosan sebagai pengganti sodium
tripolyphosphate (stpp).skripsi. fakultas peternakan. Institut pertanian bogor
Srinivasan, S dan Y.L. Xiong. 1997. Sulfhydryls in antioxidant-washed beef heart
surimi. Journal of Muscle Foods 8:251,
Susiwi,2009.penilaian organoleptik.handout matakuliah organoleptik.pendidikan
kimia.FMIPA,universitas pendidikan Indonesia
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
Wilson, N. R. P., E. J. Dyett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat
Products, San Fransisco
Xiong, YL., D.C. Nole, dan W.G. Moody. 1999. Effect of pH and salt level on
textural and sensory characteristics of low-fat beef sausages with added water
dan polysaccharides. Journal of Food Science (In press),
LAMPIRAN
“Cheese Sausage With Mushroom”
Bahan
1. Daging segar
2. Premix I
garam
STTP
Sendawa
3. Premix II
Skim
minyak
merica
Pala
Bawang putih
jahe
4. Premix III
tapioka
5. Es batu
6. Inovasi
keju
jamur
7. casing
TOTAL
Harga satuan
Takaran
300 gram
Harga
Rp. 24.000
6 gram
1,5 gram
0,75 gram
Rp. 15
Rp. 75
Rp. 35
30 gram
45 gram
1,5 gram
1,5 gram
4,5 gram
1,5 gram
Rp. 900
Rp. 495
Rp. 30
Rp. 25
Rp. 90
Rp. 3
45 gram
120 gram
Rp. 158
Rp. 250
35 gram
20 gram
Untuk 21 bungkus
Rp.4000
Rp. 2000
Rp.2000
Rp. 34.076
Rp. 1.622,67