Hbungan anak dan ortu. docx
analisis berdasar alquran dan sunnah
Jumat, 06 November 2009
HUBUNGAN ORANG TUA DAN ANAK
Kasih sayang dan simpati orang tua bersifat khas. Bahkan, jika seorang anak berpaling dari orang
tua dan menghinanya, mereka dengan sabar terus berdoa agar Allah mengampuni dan
membimbingnya, serta berharap mudah-mudahan sang anak menyadari kesalahannya. Ini
mencerminkan hubungan luar biasa yang tidak dimiliki oleh mahluk lain dan hanya terdapat
dalam lingkungan keluarga.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mengalami berbagai konfrontasi yang
menyebabkan timbulnya perilaku agresif. Dalam sebuah keluarga, khususnya keluarga yang
memiliki latar belakang agama yang baik, sekalipun orang tua menjadi sasaran kemarahan dan
kejahilan perilaku anaknya, mereka tidak akan membuang sikap kasih sayang terhadapnya, tetapi
justru dengan lemah lembut membimbing dan berdoa untuk menggapai keberhasilan dalam
kehidupannya.
Firman Allah Swt:
ف ل حك هحما أ حتههع ق حداهنهنى أ حعن أ هعخحرحج حوحقعد حخل ح ه
عحد اللهه حح قق
حوالهذى حقاحل لهحوالهحدي عهه أ ه ق ف
ت ال عهقهرعوهن همعن حقعبلهى حوههحما ي حعستحهغي عحثاهن اللحه حوي عل ححك آهمعن هإ قحن حو ع
ح
ح
ح
ه
ه
حفي حهقعوهل حما حهحذا هإل ق أحساطي عهر ا عل ق حولي عحن
“Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya : “Cis bagi kamu berdua, apakah kamu
berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu
beberapa umat sebelumku? Lalu, kedua ibu bapaknya itu memohon kepada Allah seraya
mengatakan: Alangkah celaka kamu (kalau begini), berimanlah! Sesungguhnya janji Allah
adalah benar”. Lalu dia berkata: Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka”.
(QS. Al-Ahqaaf, 17)
Perintah dalam ayat ini adalah anjuran yang disertai peringatan dan kelemahlembutan. Perintah
Allah untuk orang tua yang terdapat dalam ayat tadi adalah agar mereka mendidik anaknya untuk
bersikap hormat dan lemah lembut kepada orang tua. Dengan alasan inilah Allah Swt. berfirman:
حوحو ق حصي عحنا عالن عحساحن هبحوالهحدي عهه هإعححساننا
“Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya….”. (QS. AlAhqâf: 15)
Bukan hanya orang-orang muslim saja yang sesungguhnya menjadi obyek dari perintah ini,
melainkan juga semua orang dalam masyarakat wajib berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
Hal ini mengingat perjuangan seorang ibu sewaktu melahirkan dan merawat anaknya, juga
pendidikan seorang ayah sejak ia bayi. Kesadaran akan hal ini bisa menimbulkan rasa kasih
sayang dan sifat pemaaf dalam diri anak.
Sebagaimana halnya anak yang mesti memenuhi beberapa kewajiban yang berkaitan dengan
orang tuanya, orang tuapun harus melaksanakan beberapa kewajiban mereka terhadap anaknya.
Atas dasar ini, orang tua tidak diperbolehkan meninggalkan anaknya. Inilah kewajiban agama
yang harus mereka laksanakan.
Pada hakekatnya hubungan orang tua dengan anak adalah hubungan dunia dan akhirat, yakni
hubungan yang terus berjalan semasa hidup sampai wafatnya. Namun, hubungan tersebut akan
terputus manakala akidah mereka berbeda. Hal ini dapat kita petik dari kisah keluarga Nabi Nuh
As. ketika ia berusaha menolong anaknya yang hampir tenggelam, sebagaimana dijelaskan
dalam al-Quran surat Hûd ayat 45:
حاهكهمي عحن
ب هإ قحن ابعهنى همعن أ حعههلى وهإ قحن حو ع
ت أ حعحك حهم عال ح
ح قهق حوأ حن ع ح
عحدحك ال ع ح
حوحناحدى ن هعوقح حربق حهه حفحقاحل حر ه ق
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku
termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah
Hakim yang seadil-adilnya”.
Lalu, Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya:
جاههلهي عحن
عحمقل ح
حقاحل حيا ن هعوهح هإن ق حهه ل حي عحس همعن أ حعهلهحك هإن ق حهه ح
غعير حصالهفح حفل ح تحعسئحل عهن حما ل حي عحس ل ححك هبهه هعل عمق هإهقنى أ حهعهظحك أ حعن تحك ععوحن همحن ال ع ح
“Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan
akan diselamatkan) sesungguhnya itu perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu
memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak kamu ketahui (hakekatnya). Sesungguhnya Aku
memperingatkanmu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (QS.
Hûd: 46)
Perbedaan keyakinan tersebut dapat memutuskan hubungan anak dan orang tua di akhirat,
namun tidak di dunia. Karena, bagaimanapun buruknya orang tua tetap harus dihormati dan
seburuk-buruk anaknya dia adalah darah dagingnya sendiri, maka dalam kehidupan di dunia
hubungan kekeluargaan dan silahturahmi tidak terputus.
Kegagalan Nabi Nuh As. dalam melindungi dan mendidik keluarganya dikarenakan istrinya yang
berbeda keyakinan (kafir). Dengan demikian, seorang ibu memiliki peran yang sangat vital bagi
pertumbuhan pribadi anak. Hikmah yang tersirat adalah mendidik anak tidak bisa dilakukan oleh
seorang ayah saja, akan tetapi harus didukung penuh oleh sang isteri (ibu). Maka dari itu,
keluarga yang baik akan tercipta apabila keduanya (suami-isteri) memiliki keyakinan yang sama.
Dalam hadits diriwayatkan bahwa jika seseorang telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali
tiga perkara: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak yang saleh (HR. Bukhari dan
Muslim). Keterangan hadits tadi menjelaskan bahwa amal yang tidak terputus dari dunia sampai
akhirat salah satunya adalah do’a anak yang saleh untuk kedua orang tuanya.
Dalil mengenai kewajiban seorang mukmin untuk melindungi keluarganya dari api neraka adalah
QS. At-Tahrîm ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka…”.
Ayat di atas berkaitan dengan hadits Nabi Saw. sebagai berikut:
“Kamu sekalian adalah penggembala dan setiap orang bertanggung jawab terhadap
gembalaannya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan bertanggung jawab terhadap yang
dipimpinnya. Seorang laki-laki seperti penggembala bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab
terhadap gembalaannya. Seorang wanita seperti penggembala terhadap rumah suami dan anakanaknya, dan bertanggung jawab terhadap mereka. Dan, seorang pembantu adalah penjaga harta
tuannya dan bertanggung jawab terhadap yang dijaganya. Jadi, kamu sekalian adalah penjaga
dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).Kewajiban orang tua
terhadap anaknya dalam hadits di atas digambarkan oleh Rasulullah Saw. seperti penggembala
yang harus berhati-hati terhadap gembalaannya. Orang tua harus selalu mengawasi dan
memperhatikan anak-anaknya, sehingga mereka yakin anak-anaknya tidak tersesat dan tumbuh
sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Bârakallâhu lî wa lakum.
Diposting oleh moh.safrudin di 06.37
Jumat, 06 November 2009
HUBUNGAN ORANG TUA DAN ANAK
Kasih sayang dan simpati orang tua bersifat khas. Bahkan, jika seorang anak berpaling dari orang
tua dan menghinanya, mereka dengan sabar terus berdoa agar Allah mengampuni dan
membimbingnya, serta berharap mudah-mudahan sang anak menyadari kesalahannya. Ini
mencerminkan hubungan luar biasa yang tidak dimiliki oleh mahluk lain dan hanya terdapat
dalam lingkungan keluarga.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mengalami berbagai konfrontasi yang
menyebabkan timbulnya perilaku agresif. Dalam sebuah keluarga, khususnya keluarga yang
memiliki latar belakang agama yang baik, sekalipun orang tua menjadi sasaran kemarahan dan
kejahilan perilaku anaknya, mereka tidak akan membuang sikap kasih sayang terhadapnya, tetapi
justru dengan lemah lembut membimbing dan berdoa untuk menggapai keberhasilan dalam
kehidupannya.
Firman Allah Swt:
ف ل حك هحما أ حتههع ق حداهنهنى أ حعن أ هعخحرحج حوحقعد حخل ح ه
عحد اللهه حح قق
حوالهذى حقاحل لهحوالهحدي عهه أ ه ق ف
ت ال عهقهرعوهن همعن حقعبلهى حوههحما ي حعستحهغي عحثاهن اللحه حوي عل ححك آهمعن هإ قحن حو ع
ح
ح
ح
ه
ه
حفي حهقعوهل حما حهحذا هإل ق أحساطي عهر ا عل ق حولي عحن
“Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya : “Cis bagi kamu berdua, apakah kamu
berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu
beberapa umat sebelumku? Lalu, kedua ibu bapaknya itu memohon kepada Allah seraya
mengatakan: Alangkah celaka kamu (kalau begini), berimanlah! Sesungguhnya janji Allah
adalah benar”. Lalu dia berkata: Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka”.
(QS. Al-Ahqaaf, 17)
Perintah dalam ayat ini adalah anjuran yang disertai peringatan dan kelemahlembutan. Perintah
Allah untuk orang tua yang terdapat dalam ayat tadi adalah agar mereka mendidik anaknya untuk
bersikap hormat dan lemah lembut kepada orang tua. Dengan alasan inilah Allah Swt. berfirman:
حوحو ق حصي عحنا عالن عحساحن هبحوالهحدي عهه هإعححساننا
“Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya….”. (QS. AlAhqâf: 15)
Bukan hanya orang-orang muslim saja yang sesungguhnya menjadi obyek dari perintah ini,
melainkan juga semua orang dalam masyarakat wajib berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
Hal ini mengingat perjuangan seorang ibu sewaktu melahirkan dan merawat anaknya, juga
pendidikan seorang ayah sejak ia bayi. Kesadaran akan hal ini bisa menimbulkan rasa kasih
sayang dan sifat pemaaf dalam diri anak.
Sebagaimana halnya anak yang mesti memenuhi beberapa kewajiban yang berkaitan dengan
orang tuanya, orang tuapun harus melaksanakan beberapa kewajiban mereka terhadap anaknya.
Atas dasar ini, orang tua tidak diperbolehkan meninggalkan anaknya. Inilah kewajiban agama
yang harus mereka laksanakan.
Pada hakekatnya hubungan orang tua dengan anak adalah hubungan dunia dan akhirat, yakni
hubungan yang terus berjalan semasa hidup sampai wafatnya. Namun, hubungan tersebut akan
terputus manakala akidah mereka berbeda. Hal ini dapat kita petik dari kisah keluarga Nabi Nuh
As. ketika ia berusaha menolong anaknya yang hampir tenggelam, sebagaimana dijelaskan
dalam al-Quran surat Hûd ayat 45:
حاهكهمي عحن
ب هإ قحن ابعهنى همعن أ حعههلى وهإ قحن حو ع
ت أ حعحك حهم عال ح
ح قهق حوأ حن ع ح
عحدحك ال ع ح
حوحناحدى ن هعوقح حربق حهه حفحقاحل حر ه ق
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku
termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah
Hakim yang seadil-adilnya”.
Lalu, Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya:
جاههلهي عحن
عحمقل ح
حقاحل حيا ن هعوهح هإن ق حهه ل حي عحس همعن أ حعهلهحك هإن ق حهه ح
غعير حصالهفح حفل ح تحعسئحل عهن حما ل حي عحس ل ححك هبهه هعل عمق هإهقنى أ حهعهظحك أ حعن تحك ععوحن همحن ال ع ح
“Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan
akan diselamatkan) sesungguhnya itu perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu
memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak kamu ketahui (hakekatnya). Sesungguhnya Aku
memperingatkanmu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (QS.
Hûd: 46)
Perbedaan keyakinan tersebut dapat memutuskan hubungan anak dan orang tua di akhirat,
namun tidak di dunia. Karena, bagaimanapun buruknya orang tua tetap harus dihormati dan
seburuk-buruk anaknya dia adalah darah dagingnya sendiri, maka dalam kehidupan di dunia
hubungan kekeluargaan dan silahturahmi tidak terputus.
Kegagalan Nabi Nuh As. dalam melindungi dan mendidik keluarganya dikarenakan istrinya yang
berbeda keyakinan (kafir). Dengan demikian, seorang ibu memiliki peran yang sangat vital bagi
pertumbuhan pribadi anak. Hikmah yang tersirat adalah mendidik anak tidak bisa dilakukan oleh
seorang ayah saja, akan tetapi harus didukung penuh oleh sang isteri (ibu). Maka dari itu,
keluarga yang baik akan tercipta apabila keduanya (suami-isteri) memiliki keyakinan yang sama.
Dalam hadits diriwayatkan bahwa jika seseorang telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali
tiga perkara: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak yang saleh (HR. Bukhari dan
Muslim). Keterangan hadits tadi menjelaskan bahwa amal yang tidak terputus dari dunia sampai
akhirat salah satunya adalah do’a anak yang saleh untuk kedua orang tuanya.
Dalil mengenai kewajiban seorang mukmin untuk melindungi keluarganya dari api neraka adalah
QS. At-Tahrîm ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka…”.
Ayat di atas berkaitan dengan hadits Nabi Saw. sebagai berikut:
“Kamu sekalian adalah penggembala dan setiap orang bertanggung jawab terhadap
gembalaannya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan bertanggung jawab terhadap yang
dipimpinnya. Seorang laki-laki seperti penggembala bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab
terhadap gembalaannya. Seorang wanita seperti penggembala terhadap rumah suami dan anakanaknya, dan bertanggung jawab terhadap mereka. Dan, seorang pembantu adalah penjaga harta
tuannya dan bertanggung jawab terhadap yang dijaganya. Jadi, kamu sekalian adalah penjaga
dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).Kewajiban orang tua
terhadap anaknya dalam hadits di atas digambarkan oleh Rasulullah Saw. seperti penggembala
yang harus berhati-hati terhadap gembalaannya. Orang tua harus selalu mengawasi dan
memperhatikan anak-anaknya, sehingga mereka yakin anak-anaknya tidak tersesat dan tumbuh
sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Bârakallâhu lî wa lakum.
Diposting oleh moh.safrudin di 06.37