GAMBARAN UMUM EKONOMI SULAWESI TENGGARA

GAMBARAN UMUM EKONOMI SULAWESI TENGGARA

Disusun Oleh
Nama

: Muhamad Arzan

NIM

: 166602053

Program Studi

: Akuntansi

Yasasan Pembina Pendidikan Bumi Enam Enam Kendari
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Enam Enam
Kendari
2018

i


KATA PENGANTAR

Puji sukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya karya tulis ini dapat terselesaikan.
Disamping itu, penyelesaian karya tulis ini tak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi
dalam penyelesaian karya tulis ini.
Penyusun menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun selalu penyusun harapkan demi
perbaikan selanjutnya. Akhirnya penyusun berharap karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Mawasangka, 10 Januari 2018
Penyusun

ttd

Muhamad Arzan


ii

DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I

SEKILAS SULAWESI TENGGARA ........................................... 1

BAB II

GAMBARAN UMUM EKONOMI ............................................. 5

BAB III

KESIMPULAN .......................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21


iii

BAB I
SEKILAS MENGENAI SULAWESI TENGGARA
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi.
Secara astronomis terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa, memanjang dari
Utara ke Selatan di antara 02°45'-06°15' Lintang Selatan dan membentang dari
Barat ke Timur di antara 120°45'-24°45' Bujur Timur.
Provinsi Sulawesi Tenggara mencakup daratan Pulau Sulawesi dan
kepulauan. Wilayah daratan, mencakup jazirah tenggara Pulau Sulawesi dan
beberapa pulau kecil, seluas 38.067,7 km². Sedangkan wilayah perairan (laut)
Sulawesi Tenggara diperkirakan seluas 110.000 km² (74 persen). Daratan
Sulawesi Tenggara umumnya memiliki permukaan tanah yang bergunung,
bergelombang berbukit-bukit. Di antara gunung dan bukit-bukit, terbentang
dataran-dataran yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor
pertanian. Dengan kondisi ini, sebagian besar masyarakat Sulawesi Tenggara
bermata pencaharian dari sektor pertanian.

Secara administrasi, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 terbagi

dalam lima belas wilayah Kabupaten (yaitu Kabupaten Buton, Muna, Konawe,
Kolaka, Konawe Selatan, Wakatobi, Bombana, Kolaka Utara, Buton Utara,
Konawe Utara, Kolaka Timur, Konawe Kepulauan, Buton Tengah, Buton Selatan,
Muna Barat) dan dua wilayah kota (yaitu Kota Kendari dan Kota Baubau).

-1-

Kabupaten Konawe Selatan menjadi kabupaten/kota terluas di Sulawesi Tenggara,
sedangkan Kota Baubau saat ini memiliki luasan terkecil.
Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom Tingkat I
berdasarkan Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No.13 Tahun 1964, dengan
ibukota Kendari tanggal 27 April 1964. Tahun 2016 Sulawesi Tenggara
memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52. Saat ini, Sulawesi Tenggara terdiri
dari 15 kabupaten, 2 kota, 220 kecamatan, 1953 desa/UPT, dan 376 kelurahan.
Kabupaten Buton Tengah, Buton Selatan dan Muna Barat merupakan tiga
kabupaten termuda di Sulawesi Tenggara. Sampai saat ini, Kabupaten Buton
menjadi kabupaten yang paling sering memekarkan daerah otonomi baru,
berjumlah 4 kabupaten dan 1 kota. Selama tiga tahun terakhir, jumlah kecamatan
dan jumlah desa/kelurahan tercatat berulangkali mengalami peningkatan akibat
pemekaran wilayah. Sampai saat ini, Kabupaten Konawe tercatat memiliki

kecamatan terbanyak yaitu 28 kecamatan.
Sulawesi Tenggara awalnya merupakan nama salah satu kabupaten di
Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara Sulselra dengan Baubau sebagai ibukota
kabupaten. Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasarkan
Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No.13 Tahun 1964. Selanjutnya dengan
Undang-Undang No. 29 Tahun 1959, Kabupaten Sulawesi Tenggara yang
dimekarkan. Sejak awal terbentuknya, Provinsi Sulawesi Tenggara telah
mengalami beberapa kali pemekaran. Awalnya hanya terdapat 4 kabupaten, yaitu
Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna.
Saat ini, sudah menjadi 15 kabupaten dan 2 kota di Sulawesi Tenggara.
Kabupaten Buton Tengah, Buton Selatan, dan Kabupaten Muna Barat merupakan
tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) termuda di Sulawesi Tenggara saat ini. Untuk
membiayai pembangunan, pemerintah rovinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2015
menghabiskan anggaran belanja sekitar 2.349 triliun rupiah, seperti yang tercatat
dalam realisasi APBD. Jumlah ini lebih kecil dari total pendapatan pada 2015
yang besarnya sekitar 2.471 triliun rupiah. Pada tahun 2015, PAD hanya
menyumbang sebesar 667 miliar rupiah (26,99 persen), DAU menyumbang
sekitar 1.176 triliun rupiah (47,60 persen) dan DAK sekitar 86 miliar rupiah (3,50
persen). Selama periode 2014-2015 telah terjadi kenaikan PAD, DAU, dan DAK
masing-masing sebesar 11,17 persen, 11,58 persen, dan 45,76 persen.

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah teritorial
Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili

-2-

kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Jumlah penduduk Sulawesi
Tenggara sendiri terus bertambah setiap tahunnya, sampai tahun 2016 mencapai
sekitar 2,55 juta jiwa. Selama setahun terakhir, penduduk Sulawesi Tenggara
diproyeksikan bertambah sekitar 51 ribu jiwa, baik dari kelahiran atau dari
migrasi. Dengan jumlah penduduk yang meningkat tersebut, laju pertumbuhan
penduduk juga tercatat meningkat dari 2,14 persen pada tahun 2014 menjadi 2,16
persen pada tahun 2016. Jika dirinci menurut kabupaten/kota, laju pertumbuhan
penduduk tercepat tercatat di Kota Kendari (3,42 persen) dan paling lambat di
Kabupaten Wakatobi (0,24 persen). Dengan luas wilayah sekitar 38.067,7 km2
pada tahun 2016, secara rata-rata setiap km2 wilayah Sulawesi Tenggara
ditinggali oleh 67 orang penduduk, dengan rata-rata 4 sampai 5 orang per
rumahtangga. Kota Kendari dengan persebaran penduduk sebesar 14,09 persen
memiliki tingkat kepadatan yang paling tinggi, mencapai 1.194 jiwa/ km2, diikuti
Kota Baubau dengan persebaran penduduk sebesar 6,20 persen dengan kepadatan
716 jiwa/km2. Untuk wilayah kabupaten di Sulawesi Tenggara seperti Wakatobi,

Buton Selatan, dan Muna tergolong relatif padat, masing-masing 170 jiwa/km2,
153 jiwa/km2, dan 112 jiwa/km2. Secara umum, jumlah penduduk laki-laki relatif
lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini dapat ditunjukan oleh
besaran sex ratio sebesar 101,08. Artinya pada tahun 2016, untuk setiap 100
penduduk perempuan di Sulawesi Tenggara terdapat sekitar 101 laki-laki.
Berdasarkan lapangan pekerjaan utama, sekitar sepertiga penduduk
Sulawesi Tenggara tercatat bekerja di sektor pertanian. Persentase yang bekerja di
sektor ini menunjukkan tren meningkat lalu menurun jika dihitung sejak tahun
2014 hingga 2016. Pada tahun 2014 yang bekerja di sektor pertanian mencapai
42,62 persen. Selanjutnya di tahun 2015 meningkat menjadi 45,52 persen, lalu
menurun pada 2016 sebesar 38,92 persen. Sektor lain yang menyerap tenaga kerja
relatif signifikan di tahun 2016 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran
sebesar 19,96 persen dan sektor jasajasa sebesar 18,49 persen. Sektor
Pertambangan dan Penggalian; listrik,gas, dan air bersih; serta keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan masih menunjukkan tren penyerapan tenaga kerja
yang menurun. Berdasarkan status pekerjaan utama, catatan menunjukkan bahwa
status sebagai buruh/ karyawan/pegawai adalah status pekerjaan yang tercatat
paling dominan pada tahun 2016 di Sulawesi Tenggara, yaitu sebesar 27,20
persen. Sementara berusaha dibantu buruh tetap/dibayarmemiliki persentase
terendah yaitu 4,27 persen.


-3-

Penduduk Sulawesi Tenggara baik laki-laki maupun perempuan yang
bekerja pada tahun 2016, paling banyak berada pada jenjang usia 35-44 tahun,
masing-masing 13,45 persen dan 10,94 persen. Secara umum, laki-laki merupakan
penduduk yang paling banyak bekerja untuk semua kelompok umur. Adapun
jenjang usia 55 tahun ke atas, baik laki-laki dan perempuan, merupakan penduduk
yang paling sedikit bekerja, tepatnya kelompok usia 60-64 tahun, yakni 1,78
persen untuk la Selain menjadi salah satu kebutuhan primer, rumah juga menjadi
salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat. Rumah layak huni, sumber air
minum yang bersih, serta penerangan listrik adalah indikator utamanya. Pada
tahun 2016, tercatat lebih dari dua per tiga rumahtangga di Sulawesi Tenggara
telah menempati bangunan rumah dengan status
sebagai milik sendiri. Sebagian besar dari padanya (97,02 persen) berlantaikan
bukan tanah, menggunakan penerangan listrik 94,11 persen dan dengan luas
hunian per kapita kurang dari 7,2 m2 , 11,18 persen.

-4-


BAB II
GAMBARAN UMUM EKONOMI SULAWESI TENGGARA
Secara umum untuk mengetahui gambaran umum ekonomi suatu daerah
perlu dilihat dari beberapa aspek penujang, diantaranya aspek pertumbuhan
ekonomi, aspek inflasi, tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat dan prospek
ekonomi kedepannya.
Gambaran umum ekonomi Sulawesi Tenggara yang akan kami bahas pada
karya tulis ini mencakup akan mengurai mengenai diatas. Data yang diambil pada
karya tulis ini berasal dari data Bank Indonesia dan badan pusat statistik.

A.

ASPEK PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Secara umum ekonomi Sulawesi Tenggara saat ini cukup baik jika

dibanding dengan daerah daerah lainnya. Berdasarkan catatan dari Bank Indonesia
pada bulan november 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara masih
berada diatas pertumbuhan rata rata eknomi nasional. Pada triwulan III tahun
2017 pertumbuhan ekonomi daerah ini tercatat positif yakni dikisaaran 6,05%
(yoy), lebih tinggi dibandikan rata rata pertumbuhan ekonomi nasional yang

tercatat pada nilai 5,1% (yoy). Namun pertumbuhan ekonomi ini melambat jika
dibanding dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan
sebelumnya yang mencatatkanpertumbuhan positif di nilai 7,0% (yoy).
Perlambatan ini diakibatkan beberapa hal yang dapat dilihat pada aspek
Permintaan (Demand) dan Penawaran (Supply). Dari sisi permintaan perlambatan
ekonomi ini diakibatkan oleh konsumsi rumah tangga yang melambat disertai
dengan akselerasi yang terjadi pada impor produk barang dan jasa dari luar negeri.
Dari sisi penawaran perlambatan terjadi pada lapangan usaha utama seperti
lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha konstruksi,
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta lapangan usaha industri
pengolahan. Perlambatan dari sisi penawaran ini memiliki peran yang cukup
signifikan karena terjadi pada bidang usaha pertanian, yang sebagaimana kita
ketahui bahwa hampir sepertiga penduduk Sulawesi Tenggara bekerja sebagai
petani.
Perlambatan ekonomi ini tidak perlu menjadi hal yang patut dicemaskan
bagi masyarak Sulawesi Tenggara, sebab berdasarkan catatan bank indonesia dan
badan pusat statsitik menjunjukan ekonomi sultra akan terus melanjutkan tren
positif pertumbuhannya. Pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan dapat

-5-


tumbuh sampai pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy)., meningkat jika dibandingkan
tahun 2017 yang berada pada kisaraan 6,9% - 7,3% (yoy). Perkembangan
perekonomian di Sultra tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia
dan dunia yang juga diperkirakan mengalami peningkatan. Kinerja lapangan
usaha pertanian, pertambangan dan industri pengolahan yang masih mendominasi
perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Selain itu perkiraan pertumbuhan ekonomi ini juga ditunjang oleh meningkatnya
indeks NTP (Nilai Tukar Petani Sultra) pada desember 2017, yang berdasarkan
publikasi BPS Provinsi Sulawesi Tenggara berada pada nilai 95,47. Beberapa
asumsi yang menjadi pendorong perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2018
adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama, (2) peningkatan konsumsi
rumah tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4) meningkatnya ekspor
komoditas utama.
Berdasarkan spasial kawasan Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara yang tercatat tumbuh sebesar 6,5% (yoy) di triwulan III 2017
merupakan pertumbuhan tertinggi ketiga di kawasan. Perekonomian Provinsi
Sulawesi Tenggara juga merupakan penyumbang terbesar ketiga dengan
sumbangan sebesar 13,6% terhadap perekonomian Kawasan Sulawesi setelah
Sulawesi Selatan (48,6%) dan Sulawesi Tengah (15,8%). Namun perlambatan
pertumbuhan yang terjadi menyebabkan andil perekonomian di Sulawesi
Tenggara menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat
sebesar 13,7%.
Pertumbuhan ekonomi dikawasan sulawesi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Kawasan

Triwulan IV

Triwulan I

Triwulan II

Triwulan III

2016

2017

2017

2017

Sulawesi Utara

6,5

6,4

5,8

6,5

Sulawesi Tengah

3,8

3,9

6,6

8,7

Sulawesi Selatan

7,6

7,5

6,6

6,3

Sulawesi Tenggara

7,6

8,1

7,0

6,5

Gorontalo

7,0

7,3

6,6

5,3

Sulawesi Barat

7,5

7,4

4,8

6,9

Sulawesi

6,8

6,8

6,5

6,7

-6-

Berikut adalah grafik pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara tahun
2015 2016 dan 2017.

Dari grafik diatas kita dapat melihat bahwa dalam kurun waktu tiga tahun
terakhir semenjak tahun 2015 ekonomi Sulawesi Tenggara mengalami
pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan laju pertumbuhan diatas rata rata
pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, ekonomi
sultra tumbuh sebesar 6,5% lebih besar dibandikan rata rata ekonomi nasional
yang tercatat pada angka 5,1%.
Dari grafik juga kita dapat melihat bahwa pada triwulan I tahun 2016
pertumbuhan ekonomi sultra mengalami perlambatan. Hal ini diakibatkan oleh
perlambatan konsumsi pemerintah dan peningkatan transaksi impor barang luar
negeri. Konsumsi pemerintah pada tahun 2016 mengalami perlambatan akibat
adanya penghematan anggaran pemerintah dan penundaan transfer DAU dari
pemerintah pusat. Sementara untuk Peningkatan impor sultra ini didorong adanya
impor mesin dan peralatan tambang dalam rangka pembangunan smelter di
beberapa lokasi di Sulawesi Tenggara. Namun demikian pada tahun 2017
pertumbuhan ekonomi sultra mengalami peningkatan yang cukup pesat.
Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 dari sisi
permintaan terjadi pada semua komponen, mulai dari konsumsi rumah tangga,
konsumsi pemerintah, investasi hingga ekspor luar negeri. Meskipun demikian,
meningkatnya impor luar negeri yang menjadi pengurang dari PDRB
menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi masih terbatas.
Pada tahun 2018, diperkirakan akan terjadi percepatan pertumbuhan
ekonomi yang masih didorong oleh perbaikan pada seluruh lapangan usaha.

-7-

Peningkatan tersebut didorong oleh masih berlakunya relaksasi ekspor bijih nikel
kadar rendah. Selain itu, mulai berakhirnya pembangunan smelter baik dari sisi
bangunan ataupun infrastruktur diperkirakan akan mendorong terjadinya
perbaikan dari sisi impor. Masuknya beberapa investasi baru juga diprediksikan
mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada periode
mendatang. Konsumsi baik dari rumah tangga maupun pemerintah diperkirakan
akan mengalami perbaikan.

B.

ASPEK INFLASI DAERAH
Berdasarkan publikasi BPS Sultra pada bulan november 2017, inflasi

daerah sultra tercatat mengalami penurunan pada nilai 3,18% (yoy) jika
dibandikan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat pada nilai 5,21% (yoy).
Catatn ini pula lebi rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencatatkan

nilai

3,27%

(yoy).
Dengan kondisi yang
telah

dipaparkan

inflasi

Sulawesi

diatas,
Tenggara

mencatatkan capaian yang
lebih

rendah

dibandikan

dengan inflasi nasional yang
berada

pada

nilai

3,72%

(yoy) dan inflasi sulawesi
yang tercatat pada nilai 3,62% (yoy). Secara spasial infalsi Sulawesi Tenggara
merupakan inflasi terendak ketujuh secara nasional dan terendah pertama pada
daerah sulawesi.
Sumber utama penurunan inflasi tersebut berasal dari kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan, serta kelompok bahan makanan seiring dengan
telah kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan hari besar
keagamaan yang berada pada triwulan sebelumnya.
Pada kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan, penurunan
terutama berasal dari kembali normalnya tarif angkutan udara. Hal tersebut terjadi
seiring dengan menurunnya permintaan pasca Ramadhan dan Idul Fitri sehingga
mendorong pelaku usaha angkutan udara melakukan penurunan tarif tiket
penerbangan.

-8-

Sementara itu, penurunan inflasi kelompok bahan makanan berasal dari
komoditas bawang merah dan beras. Selain faktor normalisasi harga pasca
Lebaran, kedua komoditas tersebut juga mencatatkan kecukupan pasokan seiring
dengan masuknya periode panen yang terjadi di beberapa sentra penghasil.
Komoditas bawang putih turut mengalami penurunan harga di tengah kebijakan
impor bawang putih oleh pemerintah pusat. Meskipun demikian, beberapa
komoditas ikan segar, meliputi ikan kembung, ikan cakalang, dan ikan bandeng,
menahan penurunan inflasi bahan makanan lebih dalam. Hal ini terjadi karena
kondisi cuaca di awal triwulan yang masih mengalami curah hujan tinggi
mencapai 300 mm per hari sementara kondisi perairan Sulawesi Tenggara yang
masih mengalami angin timur juga memiliki kondisi gelombang yang tinggi.
Kelompok lainnya yang juga mencatatkan penurunan tekanan inflasi
adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar. Penurunan inflasi
terutama berasal dari komoditas bahan bakar rumah tangga dan komoditas bahan
baku bangunan seperti semen dan batu bata. Selain itu, kelompok makanan jadi,
minuman, rokok & tembakau juga mengalami penurunan. Kondisi ini terutama
didorong penurunan harga komoditas gula pasir, seiring dengan implementasi
kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula pasir yang telah ditetapkan
semenjak April 2017 serta normalisasi permintaan masyarakat pasca Ramadhan
dan Idul Fitri.
Ditinjau dari kota perhitungan inflasi di Sulawesi Tenggara, penurunan
inflasi tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh menurunnya harga yang
terjadi di dua kota perhitungan inflasi di Sulawesi Tenggara, baik di Kota Kendari
maupun Kota Baubau. Inflasi di Kota Kendari pada triwulan III 2017 menurun
menjadi 3,49% (yoy) dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang mencapai
6,17% (yoy). Inflasi di Kota Baubau juga mengalami penurunan dari 2,67% (yoy)
menjadi 2,37% (yoy) pada triwulan III 2017.
Penurunan inflasi tahunan di Kota Kendari disebabkan oleh penurunan
harga pada kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau. Inflasi
pada kelompok bahan makanan turun menjadi 7,73% (yoy) dari sebelumnya
11,96% (yoy) pada triwulan II 2017, dengan komoditas bawang merah, ayam
hidup, dan bawang putih menyumbangkan penurunan harga. Sementara itu,
penurunan harga elpiji dan semen menyebabkan terjadinya penurunan inflasi pada
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Adapun rendahnya inflasi

-9-

kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau disumbangkan oleh
penurunan harga komoditas gula pasir dan berbagai minuman ringan.
Penurunan inflasi juga terpantau di Kota Baubau. Menurunnya inflasi di
kota ini disebabkan oleh penurunan harga pada kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan, seiring dengan normalisasi tarif angkutan udara.
Inflasi kelompok ini mencatatkan deflasi lebih dalam, dari sebelumnya deflasi
1,17% (yoy) pada triwulan II 2017, menjadi deflasi 8,62% (yoy) pada triwulan
laporan. Penurunan inflasi juga terjadi untuk kelompok bahan makanan, dari
sebelumnya inflasi 1,63% (yoy) menjadi 6,62% (yoy), yang disebabkan oleh
penurunan harga beras, bawang merah, buah-buahan terutama pisang dan apel.
Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau yang disebabkan oleh menurunnya harga gula pasir dan makanan ringan
di tengah kembali normalnya permintaan masyarakat.
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
bersama Bank Indonesia melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi
Sulawesi Tenggara

selama triwulan III 2017 difokuskan pada upaya

meningkatkan produksi dan pasokan pangan strategis. Upaya yang dilakukan
antara lain yaitu mengimplementasikan Urban Farming untuk komoditas sayursayuran, rapat koordinasi membahas permasalahan pasokan ikan tangkap,
sosialisasi kebijakan HET untuk komoditas beras dan gula pasir, serta upaya
penguatan TPID tingkat kabupaten. Langkah-langkah pengendalian inflasi yang
ditempuh adalah Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi antar TPID dan
Menambah Ketersediaan Pasokan Sayur-Sayuran Melalui Urban Farming

C.

ASPEK PERBANKAN
Dalam Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, ketahanan individu saja

tidak cukup, perlu juga dilihat interkoneksi yang terjadi antara komponen untuk
memitigasi terjadinya risiko sistemik. Di Sulawesi Tenggara, rumah tangga
merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian dan sistem
keuangan baik dari sisi kontribusi maupun keterkaitannya dengan perbankan,
pemerintah, lembaga keuangan lainnya dan korporasi.
Pada triwulan III 2017, keperluan konsumsi masih mendominasi
pengeluaran rumah tangga yang secara porsi mencapai 56,6% dari total
pengeluaran. Namun bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, pengeluaran
untuk konsumsi tersebut mengalami sedikit penurunan. Penurunan porsi tersebut

- 10 -

oleh rumah tangga digunakan untuk meningkatkan porsi tabungan dan
pembayaran cicilan yang masing-masing mencapai 28,3% dan 15,1%.
Secara umum, rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang menjadi
responden Survei Konsumen relatif telah memiliki produk-produk perbankan.
Sebanyak 90,3% responden telah memiliki tabungan di bank dan sebanyak 75,3%
telah memiliki kartu debit yang merupakan fasilitas standar tabungan perbankan
pendamping tabungan. Sementara dari sisi kredit, instrumen yang paling banyak
dimanfaatkan oleh rumah tangga adalah kredit kendaraan yang pangsanya
mencapai 22,3% dan kartu kredit yang dimiliki oleh 10,7% responden. Selain itu,
dari sisi kepemilikan uang elektronik, hanya sebanyak 1,7% dari responden rumah
tangga di Sulawesi Tenggara yang memilikinya. Rendahnya angka tersebut
mendorong

perlu

adanya

upaya

terkoordinasi

lebih

intensif

untuk

memasyarakatkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
Dalam menentukan pilihan simpanan bank, beberapa faktor mempengaruhi
preferensi rumah tangga. Secara agregat, rumah tangga memilih simpanan bank
berdasarkan faktor keamanan (26%) seperti adanya jaminan pemerintah atau
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Faktor kedua adalah kualitas pelayanan
berupa keramahan dan kemudahan dalam melakukan transaksi. Faktor ketiga
utama adalah lokasi bank yaitu dari sisi jarak tempuh dan aksesibilitas
Peran sektor rumah tangga dalam sistem keuangan Sulawesi Tenggara
terlihat dari dominasi dana pihak ketiga (DPK) rumah tangga di sektor perbankan.
Pangsa DPK perseorangan mencapai 68,1% dari total DPK di Sulawesi Tenggara.
Secara nominal, DPK perseorangan mencapai Rp11,6 triliun. Selain pangsa yang
besar, DPK perseorangan juga kembali mencatatkan pertumbuhan yang tinggi
sebesar 12,5% (yoy) walau angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,20% (yoy).
Dari produk simpanan yang ditawarkan oleh perbankan, rumah tangga
masih menjadikan fasilitas tabungan dan deposito sebagai pilihan utama
penempatan dana. Secara proporsi terhadap total DPK perseorangan di Sulawesi
Tenggara, tabungan perseorangan mencapai 67,7%, bahkan lebih tinggi dari
periode sebelumnya yang mencatatkan proporsi 66,7%. Peningkatan juga terjadi
pada deposito yang pada periode pelaporan mencatatkan proporsi 28,9% dari total
DPK perseorangan dari sebelumnya 27,9%. Peningkatan di kedua produk tersebut
mengakibatkan penurunan.

- 11 -

pada produk giro yang pada saat periode pelaporan hanya sebesar 3,4% dari total
DPK perseorangan.
Berdasarkan nominalnya, deposito tercatat tumbuh sebesar 5,3%, (yoy),
naik dari periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 3,5% (yoy).
Sementara itu tabungan kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar
39,7% (yoy), naik dari 34,6% (yoy) pada periode sebelumnya. Kondisi tersebut
sejalan dengan meningkatnya proporsi rumah tangga yang memiliki dana
cadangan dengan jumlah lebih besar dari 1 bulan pendapatan. Sebaliknya, giro
perseorangan terkontraksi sebesar 12,6% (yoy) dari sebelumnya tumbuh sebesar
72,1% (yoy). Selain kontraksi pertumbuhan, volatilitas pada giro perseorangan
perlu menjadi perhatian karena dapat menjadi sumber kerentanan keuangan rumah
tangga walaupun secara pangsa masih relatif kecil.
Selain DPK, keterkaitan rumah tangga dengan perbankan juga dapat
terlihat dari penyaluran kredit perbankan. Di Sulawesi Tenggara kredit ke rumah
tangga mendominasi realisasi penyaluran kredit pada triwulan III 2017. Hal ini
terlihat dari pangsa kredit untuk perseorangan yang mencapai 80,1% dari total
kredit yang direalisasikan. Dari sisi penggunaannya, sebagian besar kredit
perseorangan tersebut masih digunakan untuk konsumsi dengan pangsa sebesar
68,6%. Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan periode sebelumnya
terdapat peningkatan kredit untuk kegiatan yang produktif. Pangsa kredit
produktif modal kerja dan investasi masing-masing mencapai 23,6% dan 7,7%
dari total kredit pada triwulan III 2017.
Dari sisi pertumbuhannya, pada triwulan III 2017 kredit konsumsi rumah tangga
tumbuh sebesar 11,7% (yoy), sedikit lebih tinggi dari periode sebelumnya dari
sebelumnya sebesar 11,4% (yoy). Kenaikan pertumbuhan tersebut selaras dengan
kenaikan pertumbuhan kredit multiguna dan kredit kepemilikan rumah (KPR)
yang masing-masing tumbuh sebesar 13,6% dan 10,4% (yoy). Sementara itu,
kredit kendaraan bermotor (KKB) mengalami penurunan pertumbuhan menjadi
2% (yoy).
Dilihat dari sisi suku bunganya, seiring dengan turunnya suku bunga
acuan, suku bunga kredit konsumsi rumah tangga di Sulawesi Tenggara juga
mengalami penurunan melanjutkan tren penurunan sebelumnya. Pada triwulan III
2017, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara mencapai
12,70% per tahun dimana pada periode sebelumnya tercatat sebesar 12,86%
Penurunan pada suku bunga tersebut belum memberikan dampak terhadap risiko

- 12 -

kredit yang ditunjukkan dengan persistensi NPL kredit konsumsi rumah tangga.
NPL kredit konsumsi rumah tangga pada periode pelaporan tercatat sebesar 1,5%
sama dengan posisi triwulan II 2017.

Aset Bank Umum
Secara keseluruhan, aset bank umum yang berada di Sulawesi Tenggara
pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,07 triliun, tumbuh sebesar 6,4% (yoy).
Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 10,1% (yoy). Penurunan laju
pertumbuhan tersebut disebabkan penurunan aset seluruh kelompok bank
terutama kelompok bank pemerintah.
Berdasarkan pangsanya, pada periode laporan bank pemerintah masih
mendominasi industri perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi aset
mencapai 83,9% dari total aset bank umum, sedangkan pangsa total aset bank
swasta nasional hanya sebesar 16,1% dari total aset bank umum di Sulawesi
Tenggara.
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank umum yang
berkantor di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2017 kembali mencatatkan
pertumbuhan positif dan menembus level double digit menjadi 10,6% (yoy).
Pertumbuhan DPK tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,7% (yoy). Dengan demikian, total DPK di
Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017 mencapai Rp17,07 triliun.
Sebagian besar DPK yang dihimpun oleh bank umum di Sulawesi
Tenggara ditempatkan pada fasilitas tabungan dengan pangsa 47,8%. Sedangkan
untuk giro dan deposito terjadi perubahan besaran pangsa, dimana pada triwulan
III 2017, deposito menempati tempat kedua dengan pangsa pasar sebesar 28,7%
dan giro sebesar 23,5%.
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan per komponen, pada triwulan III 2017,
peningkatan DPK didorong oleh pertumbuhan deposito yang tumbuh sebesar
24,5% (yoy), dua kali lipat lebih dari dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang
tercatat sebesar 10,6%.
Sedangkan fasilitas giro dan tabungan mengalami penurunan pertumbuhan
masing-masing menjadi 6,0% dan 5,7%(yoy) dari sebelumnya 12,4% dan 5,8%
(yoy).

- 13 -

Secara spasial, DPK Sulawesi Tenggara masih terpusat di Kota Kendari
baik secara nominal maupun jumlah rekeningnya. Pangsa secara nominal untuk
kota tersebut mencapai 49,1% sementara dari jumlah rekening mencapai 36%.
Selanjutnya diikuti oleh Kota Bau-Bau dan Kab. Kolaka dengan pangsa masingmasing sebesar 14,6% dan 12,0%. Ketiga daerah tersebut menjadi pusat
konsentrasi DPK karena merupakan pusat aktivitas bisnis dan keuangan di
Sulawesi Tenggara. Dari sisi pertumbuhan spasial, Kab. Buton mencatatkan
tingkat pertumbuhan tertinggi dengan tumbuh 25,2% (yoy), disusul oleh Kab.
Kolaka dan Kota Kendari yang masing-masing tumbuh 21,4% dan 14,4% (yoy).
Daerah lainnya mencatatkan pertumbuhan positif kecuali Kab. Bombana. Secara
umum, hal ini mengindikasikan perbankan juga sudah aktif menjangkau daerah
kabupaten dan kesadaran masyarakat untuk menabung juga semakin meningkat.

Tabungan

Pada triwulan III 2017, penghimpunan dana tabungan masyarakat di
Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 5,7% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,8% (yoy). Secara nominal,
total tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai dengan periode laporan
mencapai Rp8,16 triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang rekening tabungan
adalah nasabah perseorangan sebesar 96,44%, diikuti oleh korporasi sebesar
3,30% dan sisanya adalah nasabah pemerintah. Preferensi penempatan oleh
pemilik dana dari pemerintah pusat dan daerah lebih besar menempatkan dananya
di bank pemda
Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar penabung di Sulawesi
Tenggara memiliki tabungan sampai dengan Rp100 juta yaitu mencapai 99,26%
dari total rekening tabungan. Sementara itu penabung dengan nilai di atas Rp1
miliar masih sedikit dengan pangsa hanya sebesar 0,02%.

Deposito

Penghimpunan dana dalam bentuk deposito di Sulawesi Tenggara pada
triwulan III 2017 tumbuh sebesar 24,5% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,6% (yoy). Jumlah
penghimpunan deposito sampai periode laporan mencapai Rp4,9 triliun. Kenaikan
pada deposito tersebut didorong oleh deposan besar yang tumbuh sebesar 10,6%
(yoy). Jumlah penghimpunan deposito sampai periode laporan mencapai Rp4,9

- 14 -

triliun. Kenaikan pada deposito tersebut didorong oleh deposan besar (nilai
deposito di atas Rp1 miliar) yang sampai dengan triwulan III 2017 memiliki
pangsa 59,8% total deposito Sulawesi Tenggara walau secara rekening hanya
mencatatkan 2,78% total rekening deposito. Konsentrasi pangsa nominal deposito
pada sejumlah rekening tersebut membutuhkan perhatian khusus agar ketahanan
dari sisi DPK berupa deposito tetap terjaga.
Dari sisi pemilik rekening, seperti halnya tabungan, perseorangan masih
mendominasi pangsa deposito Sulawesi Tenggara untuk dana yang ditempatkan di
bank persero, bank swasta maupun bank pemda. Korporasi memiliki pangsa
terbesar kedua diikuti oleh deposito milik pemda. Sementara itu berdasarkan
jangka waktu penempatan deposito, secara umum penempatan 1 bulan masih di
mendominasi pangsa deposito Sulawesi Tenggara diikuti oleh deposito 1 tahun
atau lebih dan 3 bulan. Jangka penempatan deposito yang tidak terkonsentrasi
pada salah satu tenor tertentu merupakan salah satu hal yang berguna untuk
menjaga ketahanan perbankan, namun diperlukan perhatian khusus agar
perbankan terhindar dari mismatch karena lebih dari 50% dana biaya tinggi
perbankan (deposito) memiliki tenor yang relatif pendek.

Giro

Pada triwulan III 2017, penempatan dana di giro tumbuh sebesar 6%
(yoy). Pertumbuhan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,4% (yoy). Penurunan pertumbuhan giro ini
disebabkan oleh penurunan laju pertumbuhan pada giro yang dimiliki oleh
perseorangan yang tumbuh sebesar 40,0% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya
hanya tumbuh 6,8% (yoy). Sementara itu dana giro pemerintah menguat terbatas
dengan tumbuh 0,1% (yoy) setelah mengalami kontraksi 10,5% pada triwulan
sebelumnya. Dari sisi kepemilikan, pangsa terbesar pemilik giro adalah nasabah
pemerintah (76,6%), korporasi (14,5%), dan perseorangan (8,9%).

Penyaluran Kredit
Selaras dengan akselerasi penghimpunan dana pihak ketiga, pada triwulan
III 2017 penyaluran kredit perbankan oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi
Tenggara secara keseluruhan juga mengalami peningkatan pertumbuhan. Kredit
perbankan tumbuh sebesar 9,8% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja
periode sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 8,6% ( (yoy). Secara nominal,

- 15 -

kredit perbankan yang disalurkan sampai dengan triwulan III 2017 mencapai
Rp19,9 triliun

D.

TENAGA KERJA DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2017

diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan. Hal ini juga sejalan
dengan terjadinya perlambatan ekonomi pada periode tersebut. Kondisi
ketenagakerjaan di suatu daerah tergantung pada penawaran lapangan pekerjaan
(demand of labor ) dan angkatan kerja yang tersedia (supply of labor ).
Pada triwulan III 2017, kondisi penawaran tenaga kerja di Sulawesi
Tenggara cenderung mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan dari penurunan
jumlah angkatan kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
bulan Agustus 2017 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Masih belum adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang signifikan
pada triwulan III 2017 tercermin dari peningkatan kondisi permintaan tenaga kerja
yang masih relatif kecil. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara
umum jumlah pelaku usaha yang masih memiliki jumlah tenaga kerja yang tetap
mencapai 84%. Sementara itu, terdapat 8% pelaku usaha yang melakukan
penambahan namun juga terdapat 8% pelaku usaha yang melakukan pengurangan
tenaga kerja.
Penurunan kesejahteraan juga terjadi pada tingkat konsumen yang
dicerminkan pada terjadinya penurunan tingkat penghasilan masyarakat. Hal ini
terlihat dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi
Sulawesi Tenggara yang menunjukkan penurunan Indeks Penghasilan Konsumen
(IPK) dari 122,7 pada triwulan II 2017 menjadi 119 pada triwulan III 2017.
Penurunan ini terus terjadi sejak awal tahun 2017 hingga triwulan III 2017.

E.

PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 diprakirakan berada
pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada periode 2017 yang diperkirakan akan tumbuh pada kisaran
6,9% - 7,3% (yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut searah dengan
prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan mengalami

- 16 -

peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan industri
pengolahan yang masih mendominasi perekonomian Sultra secara signifikan
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong perekonomian Sulawesi
Tenggara tahun 2018 adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama, (2)
peningkatan konsumsi rumah tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4)
meningkatnya ekspor komoditas utama.

1.

Peningkatan kinerja lapangan usaha

Pada tahun 2018 mendatang kinerja lapangan usaha utama yang diperkirakan
mengalami peningkatan diantaranya yaitu lapangan usaha industri pengolahan,
konstruksi dan perdagangan besar. Dari sisi lapangan usaha industri pengolahan,
peningkatan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu adanya beberapa
perusahaan pengolah nikel (smelter) yang sudah beroperasi penuh di tahun 2018
dan faktor permintaan nikel olahan seperti feronikel dan Nickel Pig Iron (NPI)
dunia yang diperkirakan meningkat.
Dari data ESDM, minimal terdapat 2 perusahaan pengolah nikel yang
sudah beroperasi penuh dan telah melakukan ekspor pada awal tahun 2018.
Bahkan diperkirakan dengan adanya tambahan dana dari penjualan ore nickel low
grade, beberapa perusahaan yang sedang membangun smelter dapat lebih cepat

menyelesaikan proyek pembangunannya dan dapat segera beroperasi.
Dari lapangan usaha konstruksi, peningkatan yang terjadi didorong oleh
adanya proyek-proyek infrastruktur pemerintah pusat yang ada di Sulawesi
Tenggara. Beberapa proyek yang masih berlangsung dan porsi pengerjaan
konstruksinya lebih banyak di tahun 2018 antara lain pembangunan Bendungan
Ladongi, Jembatan Teluk Kendari, New Port Kendari dan beberapa proyek terkait
dengan pembangunan pembangkit listrik. Selain itu, peningkatan konstruksi juga
didukung oleh peningkatan investasi PMA/PMDN, terutama untuk membangun
smelter pengolahan nikel. Dari data BCI, pada tahun 2018 minimal terdapat

pembangunan proyek di Sulawesi Tenggara senilai Rp1,7 triliun baik dari sektor
pemerintah maupun sektor swasta.
Dari sisi lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, peningkatan
kinerja yang terjadi pada tahun 2018 didorong oleh meningkatnya perdagangan luar
negeri dan penghasilan rumah tangga. Perdagangan luar negeri yang meningkat lebih
banyak didorong oleh peningkatan ekspor nikel olahan dan ore nickel. Pada akhir
Oktober 2017, Kementerian ESDM telah mengeluarkan tambahan kuota ekspor nikel low

- 17 -

grade sebesar 4 juta ton untuk 2 perusahaan di Sulawesi Tenggara. Kuota tersebut

berlaku selama 12 bulan ke depan. Dengan demikian, secara total sudah terdapat 9 juta
ton kuota ekspor ore nickel low grade untuk 4 perusahaan pertambangan dan smelter
yang ada di Sulawesi Tenggara.

2.

Peningkatan konsumsi rumah tangga

Peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha di Sulawesi Tenggara pada
tahun 2018 diperkirakan dapat meningkatkan tingkat penghasilan rumah tangga.
Selain itu, pada tahun tersebut terjadi peningkatan Upah Minimum Provinsi
(UMP) sebesar 8,71%, lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan tahun
sebelumnya yang hanya sebesar 8,25%. UMP Sulawesi Tenggara mencapai
Rp2.177.053 pada tahun 2018, lebih tinggi dari UMP tahun 2017 yang hanya
sebesar Rp2.002.625.
Selain itu, jumlah penduduk usia produktif (antara 15 s.d 65 tahun) juga
diperkirakan akan meningkat di tahun 2018 sebesar 2,26%. Selain itu, persentase
penduduk yang masuk dalam usia produktif juga semakin meningkat
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan dapat
mendorong peningkatan jumlah masyarakat berpenghasilan menengah ( middle
income group) yang menopang konsumsi domestik.

3.

Peningkatan investasi

Pada tahun 2018 mendatang terdapat peningkatan investasi terutama dari
PMA/PMDN. Informasi dari Dinas Penanaman Modal Sulawesi Tenggara, target
realisasi investasi pada tahun mendatang meningkat dari Rp10 triliun menjadi
Rp27 triliun. Peningkatan tersebut sebagian besar terjadi pada lapangan usaha
industri pengolahan khususnya yang berkaitan dengan industri pengolahan nikel.
Selain itu, terdapat pula beberapa minat investasi pada lapangan usaha
perkebunan, tambak ikan budidaya dan industri gula. Selain dari sektor swasta,
proyek-proyek pemerintah yang bersumber dari APBN diperkirakan masih tetap
berlangsung dan meningkat pada tahun 2018.

4.

Peningkatan ekspor luar negeri

Sejalan dengan adanya peningkatan perekonomian global dan negara mitra
dagang, ekspor Sultra pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh positif. Ekspor nikel
olahan seperti feronikel dan NPI (Nikel Pig Iron) diperkirakan akan meningkat
seiring dengan adanya peningkatan permintaan dari negara Tiongkok, Eropa

- 18 -

maupun negara Asia lainya seperti Jepang dan Korea Selatan. Selain itu, dengan
adanya tambahan kuota ekspor ore nickel low grade, ekspor komoditas tersebut
diperkirakan akan meningkat.

Namun dari hal hal diatas masih ada yang perlu dijelaskan lebih lanjut
yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi sultra, yakni sektor ekonomi digital
dan sektor ekonomi leisure/hiburan yang saat ini cenderung banyak digandrungi.
Ekonomi digital saat ini telah banyak mengisi berbagai sendi sendi kehidupan
masyarakat sultra. Pada bidang transportasi udara misalnya,

kehadiran jasa

pemesanan pesawat online berpengaruh terhadap jasa jasa penjualan tiket
konvensional. Perkembangan ekonomi digital di sultra salah satunya ditandai oleh
masuknya moda transportasi online di daeah ini. Masuknya taxi/ojek online di
Kendari

sedikit

banyak

berpengaruh

terhadap

pendapatan

taxi

non

online/konvensional. Kedepan diduga segmen yang akan disasar akan bertambah.
Sebenarnya jauh sebelum masuknya taxi online, masyarakat Sultra sudah
memanfaatkan ekonomi digital. Belanja via online atau online shop bahkan sudah
dilakukan penduduk beberapa tahun yang lalu. Untuk membeli peralatan
elektronik atau pakaian, pembeli tinggal memesan secara online. Kemudian
barang pesanan pun akan tiba di rumah, tanpa perlu repot-repot ke mall atau pusat
perbelanjaan.
Sektor leisure atau hiburan juga menjadi primadona dan potensial saat ini.
Sebut saja pariwisata yang kedepan diharapkan menjadi core ekonomi Indonesia.
Menteri Pariwisata, Arif Yahya menyebut sektor pariwisata diharapkan mampu
menyumbang sekitar 15% terhadap perekonomian Indonesia.
Untuk mendukung program pariwisata tersebut, kini kementrian pariwisata
sedang menggenjot destinasi wisata baru selain Bali. Beruntungnya Sulawesi
Tenggara, tepatnya Wakatobi menjadi 1 dari 10 daerah yang dipromosikan untuk
menjadi tujuan Wisata. Peluang ini bisa ditangkap oleh pemerintah daerah dan
swasta dengan menyediakan sarana dan prasarana penunjang wisata.

- 19 -

BAB III
KESIMPULAN

Secara umum ekonomi Sulawesi Tenggara saat ini cukup baik jika
dibanding dengan daerah daerah lainnya. Berdasarkan catatan dari Bank Indonesia
pada bulan november 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara masih
berada diatas pertumbuhan rata rata eknomi nasional. Pada triwulan III tahun
2017 pertumbuhan ekonomi daerah ini tercatat positif yakni dikisaaran 6,05%
(yoy), lebih tinggi dibandikan rata rata pertumbuhan ekonomi nasional yang
tercatat pada nilai 5,1% (yoy). Namun pertumbuhan ekonomi ini melambat jika
dibanding dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan
sebelumnya yang mencatatkanpertumbuhan positif di nilai 7,0% (yoy).
Ditinjau dari sisi inflasi pada bulan november 2017, inflasi daerah sultra
tercatat mengalami penurunan pada nilai 3,18% (yoy) jika dibandikan dengan
triwulan sebelumnya yang tercatat pada nilai 5,21% (yoy). Catatn ini pula lebi
rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencatatkan nilai 3,27%
(yoy).
Dengan kondisi yang telah dipaparkan diatas, inflasi Sulawesi Tenggara
mencatatkan capaian yang lebih rendah dibandikan dengan inflasi nasional yang
berada pada nilai 3,72% (yoy) dan inflasi sulawesi yang tercatat pada nilai 3,62%
(yoy). Secara spasial infalsi Sulawesi Tenggara merupakan inflasi terendak
ketujuh secara nasional dan terendah pertama pada daerah sulawesi.
Sumber utama penurunan inflasi tersebut berasal dari kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan, serta kelompok bahan makanan seiring dengan
telah kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan hari besar
keagamaan yang berada pada triwulan sebelumnya.
Ditinjau dari aspek perbankan, aset bank umum yang berada di Sulawesi
Tenggara pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,07 triliun, tumbuh sebesar 6,4%
(yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 10,1% (yoy). Penurunan laju
pertumbuhan tersebut disebabkan penurunan aset seluruh kelompok bank
terutama kelompok bank pemerintah.
Namun juka ditinjau dari kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara
pada triwulan III 2017 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan.
Hal ini juga sejalan dengan terjadinya perlambatan ekonomi pada periode

- 20 -

tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu daerah tergantung pada penawaran
lapangan pekerjaan (demand of labor ) dan angkatan kerja yang tersedia (supply of
labor ).

Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 diprakirakan berada
pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada periode 2017 yang diperkirakan akan tumbuh pada kisaran
6,9% - 7,3% (yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut searah dengan
prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan mengalami
peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan industri
pengolahan yang masih mendominasi perekonomian Sultra secara signifikan
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong perekonomian Sulawesi
Tenggara tahun 2018 adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama, (2)
peningkatan konsumsi rumah tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4)
meningkatnya ekspor komoditas utama.

- 21 -

RUJUKAN
1. Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi
Sulawesi Tenggara Periode November 2017.
2. Bank Indonesia. Laporan Nusantara November 2017.
3. BPS. Statistik Daerah Sulawesi Tenggara Tahun 2017.
4. BPS. Provinsi Sulawesi Tenggara Dalam Angka Tahun 2017.
5. BPS. Statistik Kesejahteraan Rakyat Sulawesi Tenggara Tahun 2017.

- 22 -